Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN KEGIATAN

DOKTER INTERNSIP PUSKESMAS BALANGNIPA


KABUPATEN SINJAI
PERIODE JUNI 2016 – SEPTEMBER 2016

MINI PROJECT
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALANGNIPA
KABUPATEN SINJAI TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronik yang mengganggu
kesehatan masyarakat.1 Menurut Joint National Commitee on Prevention
Detection, Evaluation, and Treatment of High pressure VII, (JNC 7) 2003, dalam
Riskerdas 2007,2 hipertensi adalah suatu keadaan seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal, yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.
Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasamenderita
hipertensi.Apabila penyakit ini tidak terkontrol,akan menyerang target organ, dan
dapat menyebabkanserangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan.Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensiyang tidak terkontrol
dapat menyebabkan peluang 7 kali lebihbesar terkena stroke, 6 kali lebih besar
terkena congestiveheart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan
jantung.Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat
ini terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiaptahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidakmendapatkan pengobatan secara adekuat.
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang banyak dijumpai di masyarakat
dan dapat menyebabkan serangan jantung yang mematikan. 37,9% populasi di

1
Indonesia yang berusia diatas 40 tahun menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi
di Indonesia diperkirakan 4,8-18,8%. Hasil laporan di puskesmas pasien
hipertensi di Indonesia yang periksa teratur sebanyak 22,8%, sedangkan tidak
teratur sebanyak 77,2%. Pada pasien hipertensi dengan riwayat kontrol tidak
teratur, tekanan darah yang belum terkontrol mencapai 91,7%.3
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan
bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 14%.4Prevalensi hipertensi di
Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 (9,4%) lebih tinggi dibanding
tahun 2007 (7,2%) sedangkan, prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan tahun
2007 sebesar 5,7% meningkat pada tahun 2013 sebesar 10,3%.4Dari 33 Provisnsi
di Indonesiaterdapat 8 propinsi yang kasus penderita hipertensimelebihi rata -
rata nasional yaitu : Sulawesi Selatan (27%), Sumatera Barat (27%), Jawa Barat
(26%), Jawa Timur (25%), Sumatera Utara 24%, Sumatera Selatan (24%), Riau
(23%), dan Kalimantan timur (22%).
Data program pengendalian PTM (Penyakit Tidak Menular) dari
kunjungan pasien di Puskesmas Balangnipa menunjukkan bahwa presentase
penyakit tidak menular mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan
laporan 10 penyakit terbanyak data kesakitan di puskesmas Balangnipa, pada
bulan Juni tahun 2016 hipertensi merupakan penyakit ke tujuh terbanyak dengan
jumlah pasien 31 orang. Kemudian mengalami peningkatan pada bulan Juli tahun
2016, hipertensi menjadi penyakit keempat terbanyak dengan jumlah pasien 34
orang.

2
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Faktor Risiko Terhadap Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Balangnipa Kabupaten Sinjai Tahun 2016”. Dari hasil survei tersebut
nantinya akan diketahui faktor-faktor risiko apa saja yang menjadi penyebab
penyakit hipertensi di Kecamatan Sinjai Utara. Sehingga akan membantu dalam
pelaksanaan program pengendalian penyakit tidak menular di Sinjai khususnya
penyakit hipertensi.Penelitian ini akan membantu juga tentang prioritas kegiatan
PTM serta yang berhubungan dengan faktor risiko penyakit hipertensi. Karena
jika tidak dilakukan penelitian atau survei maka dalam melaksanakan kegiatan
tidak bisa fokus pada permasalahan yang utama tentang faktor risiko penyakit
hipertensi.

1.2. Rumusan Masalah


Faktor resiko apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di
wilayah kerja puskesmas Balangnipa Kabupaten Sinjai Tahun 2016?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang paling berperan terhadap
kejadian hipertensi di wilayah kerja puskesmas Balangnipa Kabupaten
Sinjai Tahun 2016
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui prevalensi pasien hipertensi di wilayah kerja
puskesmas Balangnipa Kabupaten Sinjai Tahun 2016.
2) Untuk mengetahui hubungan antara faktor resiko (Usia, jenis kelamin,
pekerjaan, tingkat pendidikan, pola makan, obesitas, pola hidup,
hiperkolesterolemia) dengan kejadian hipertensi.

3
1.4. Manfaat penelitian
1) Manfaat Teoritis
a. Dapat mengetahui faktor-faktor risiko hipertensi di daerah yang
menjadi obyek penelitian.
b. Dapat menganalisa hasil pengumpulan data yang telah dilakukan.
c. Menambah pengetahuan dan keterampilan tentang survei kesehatan.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan penelitian selanjutnya dan dapat menambah referensi
yang telah ada.
b. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan penyusunan dan kegiatan pencegahan dan pengendalian
penyakit hipertensi.
c. Bagi Masyarakat.
Sebagai sumber informasi tentang caramencegah penyakit hipertensi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding pembuluh darah.
Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per menit dalam keadaan istirahat),
jantung akan memompa darah melewati pembuluh darah. Tekanan terbesar terjadi
ketika jantung memompa darah (dalam keadaan kontraksi), dan ini disebut dengan
tekanan sistolik.Ketika jantung beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan
darah berkurang disebut tekanan darah diastolik.Tekanan darah tidak pernah
konsisten, kondisinya berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi.
Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu
melakukan aktifitas fisik, setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali
normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi maka disebut tekanan darah tinggi atau
hipertensi.1
Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah
penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan
pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah.1
Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik
diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus menerus.6
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang
adalah ≥ 140 mmHg (tekanan sistolik) dan atau ≥ 90 mmHg (tekanan diastolik)
(Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, dan Treatment of
High Pressure VII, 2003) sedangkan menurut Smeltzer dan Bare, 2002
mendefinisikan hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Tekanan
sistolik menunjukan fase darah yang dipompa oleh jantung dan tekanan diastolik
menunjukan fase darah kembali ke dalam jantung.7

5
2.1.2 Epidemiologi
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang
mengganggu kesehatan masyarakat.Namun banyak yang tidak menyadari bahwa
mereka menderita hipertensi akibat yang tidak nyata dan sering disebut silent
killer.2 Pada awal terkena, penyakit hipertensi belum menimbulkan gangguan
yang serius. Sekitar 1,8% - 26,6% penduduk dewasa menderita penyakit
hipertensi. Berdasarkan penelitian Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001
menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 27% dan perempuan 29%. Sedangkan
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, hipertensi pada pria 12,2%
dan perempuan 15,5%.8
Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang
pria dari pada perempuan. Pada golongan usia 55-64 tahun, pasien hipertensi pada
pria dan perempuan sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, pasien hipertensi
perempuan lebih banyak daripada pria.8

2.1.3 Klasifikasi
1) Klasifikasi berdasarkan tekanan darah1,8
Pada tabel, klasifikasi hipertensi menurut JNC VII, hipertensi dibedakan
menjadi 4 tipe menurut tekanan sistolik dan diastoliknya.8

Tabel 2.1 Klasifikasi menurut The Sevent Report of The Joint National Committee on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII)

2) Klasifikasi berdasarkan Etiologi


a. Hipertensi primer.
Hipertensi primer merupakan tipe yang paling umum, yaitu hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik (hipertensi tanpa kelainan dasar
patologi yang jelas).Lebih dari 95% kasus merupakan hipertensi

6
primer.Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan,
diantaranya adalah:7
- Hiperaktif susunan sarag adrenergic: biasanya penderita umur muda
dengan gejala takikardi dan peningkatan cardiac output.
- Kelainan pertumbuhan pada sistem kardiovaskuler dan ginjal.
- Gangguan sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA).
- Gangguan natriuresis.
- Gangguan pertukaran ion positif.
- Faktor lain, seperti predisposisi obesitas, konsumsi diet tinggi natrium atau
diet rendah potassium, konsumsi alcohol berlebih, merokok, polisitemia
atau peningkatan viskositas darah, penggunaan NSAID dan sindrom
metabolik.7,8
b. Hipertensi sekunder.
Prevalensi hipertensi sekunder sekitar 5-8% dari seluruh penderita
hipertensi. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh karena faktor genetik,
penyakit parenkim pada ginjal, hipertensi renovaskuler,merokok
hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing, feokromasitoma, koartasio aorta,
kehamilan, dan penggunaan estrogen.7

2.1.4 Faktor Resiko


Faktor resiko hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di
kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar
50% di atas 60 tahun pada usia lanjut.10 Sedangkan menurut WHO memakai
tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam
menentukan ada tidaknya hipertensi.2
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur di bawah 40 tahun
masih berada di bawah 10%, tetapi diatas umur 50 tahun angka tersebut terus

7
meningkat mencapai 20% hingga 30%, sehingga ini sudah menjadi masalah
serius untuk diperhatikan. Penelitian yang dilakukan di 6 Kota besar seperti
Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar terhadap usia
lanjut (55-85 tahun), didapatakan prevalensi hipertensi sebesar 52.5%.
Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
berkembang pada umur limapuluhan dan enampuluhan.13 Dengan bertambahnya
umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.
b. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria
lebih banyak menderita hipertensi di bandingkan dengan perempuan, dengan
rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah sistolik.9 Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan perempuan. Namun, setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria
yang diakibatkan oleh faktor hormonal karena pada wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Penelitian di
Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.8 Penelitian lain
mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang relatif
sama menderita hipertensi.12
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) yang
mempertinggi risiko (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi
faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seseorang
menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme
pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang
tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan
bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan

8
turun ke anak-anaknya.8 Menurut Nurkhalida riwayat keluarga dekat yang
mempunyai riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4
kali lipat. Yang artinya seseorang yang mempunyai riwayat hipertensi yang
diturunkan oleh orang tua maka akan lebih berisiko hipertensi dari pada yang
tidak memiliki riwayat hipertensi.10
2) Faktor Risiko yang dapat Diubah
a. Obesitas
Obesitas sangat erat kaitannya dengan pola makan yang tidak seimbang.Di
mana seseorang lebih banyak mengkonsumsi lemak dan protein tanpa
memperhatikan serat.Kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh,
makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke
jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.14
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium
dan air.15
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang di
nyatakan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat
badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Caplan dan stamle, 1991)
berkaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah
dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik.Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi.Anak-anak
remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami hipertensi.Ada
dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10 %
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi.Akan tetapi prevalaensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
badannya normal, sedangkan pada pasien hipertensi ditemukan sekitar 20- 33%

9
memiliki berat badan lebih (over weight). Penentuan obesitas pada orang
dewasa dapat dilakukan pengukuran berat badan ideal, pengukuran persentase
lemak tubuh dan pengukuran IMT.8 Tabel di bawah menggambarkan pembagian
Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dibagi ke dalam beberapa kategori untuk
mengetahui status gizi.8

Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Menurut WHO

b. Olahraga/ Aktfitas fisik


Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih
berat karena adanya kondisi tertentu.16 Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan
memudahkan timbulnya hipertensi.17 Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot
jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.18
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk terjadinya
kematian akibat kardiovaskuler, dan penelitian telah menunjukan bahwa
penghentian merokok dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti
stroke dan infrak miokard.Telah terbukti bahwa dengan mengkonsumsi satu
batang rokok dapat terjadi peningkatan denyut jantung dan tekanan darah selama

10
15 menit. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar katekolamin dalam plasma,
yang kemudian menstimulasi sistem syaraf simpatik.7
Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun
diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini
sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin
perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan.
Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi
sepanjang hari.11
d. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi tekanan
darah. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup yaitu kebiasaan
merokok, minum alkohol, dan kebiasaan melakukan aktifitas fisik seperti
olahraga. Hasil Riskesdas tahun 2013 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (2013) menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada
pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan pendidikan. Tingginya resiko
terkena hipertensi pada pendidikan yang rendah, kemungkinan disebabkan karena
kurangnya pengetahuan pada seseorang yang berpendidikan rendah terhadap
kesehatan dan sulit atau lambat menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan
oleh petugas sehingga berdampak pada perilaku/ pola hidup sehat.
e. Pekerjaan
Berdasarkan penelitian Rahajeng tahun 2009 menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan hipertensi.Walaupun demikian
hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Purniawaty tahun 2010 yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi.Pekerjaan
berpengaruh terhadap aktifitas fisik seseorang.Orang yang tidak bekerja
aktifitasnya tidak banyak sehingga dapat meningkatkan kejadian hipertensi.
f. Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam,
rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh

11
akanberusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul perubahan patologis.
Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.Diperkirakan,
prevalensi atau kejadian hipertensi pada kulit hitam di Amerika Serikat lebih
tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak
puas orang kulit hitam. Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya
transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk
mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya
(biologis, psikologi, dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Peningkatan darah
akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional
yang tinggi.8
g. Konsumsi Alkohol berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa studi
menunjukan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol sekitar
2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.Di negara barat seperti Amerika, konsumsi
alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi.Sekitar 10%
hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan dikalangan
pria separuh baya.Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan
hipertensi sekunder di kelompok ini.7
h. Konsumsi garam berlebihan
Garam atau unsur natrium merupakan salah satu bahan pangan yang harus
dikurangi seseorang jika ingin terhindar dari hipertensi (darah tinggi). Kendati
masyarakat paham akan hal itu, konsumsi garam di masyarakat Indonesia masih
terbilang tinggi. Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Ina SH,2004) mencatat,
konsumsi garam rata-rata orang Indonesia tiga kali lebih besar dari anjuran badan
kesehatan dunia (WHO,2004) yang maksimal 5 gram atau satu sendok teh
seharian.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik
cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respon

12
penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat
yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-
rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan
darah rata- rata lebih tinggi.7Menurut Alison Hull, pada penelitiannya
menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada
beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh
meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.
i. Profil lipid
Lipid juga merupakan masalah yang penting dalam mempengaruhi
kejadian hipertensi, ini berdasarkan kesimpulan yang disampaikan oleh Panel dan
beberapa penelitian lainnya.19Pada peningkatan kadar profil lipid darah sangat erat
hubungannya dengan aterosklerosis, terutama pada usia 30-40 tahun, kadar
kolesterol total dalam darah mencapai 260 mg/dl maka angka kejadian
aterosklerosis meningkat 3-5 kali lipat.
Hiperkolesterolemia menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi yang
diawali dengan proses aterosklerosis pada pembuluh darah akibat terbentuknya
gel busa. Kemudian membentuk bercak perlemakan yang akan menyebabkan
terjadinya disrubsi endothelium. Akhirnya faktor pertumbuhan akan menyebabkan
gel menjadi aterosklerosis lanjut.20
Klasifikasi kolesterol total menurut NCEP-ATP III (mg/dl) :
- Normal : < 200
- Mengkhawatirkan : 200 – 239
- Tinggi : > 240

2.1.5 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.1 Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II

13
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)
dan rasa haus.ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron
dari korteks adrenal.Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara merabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.21

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.1,7
1) Anamnesis
Anamnesis meliputi keluhan yang sering dialami, lama hipertensi, ukuran
tekanan darah selama ini, riwayat pengobatan dan kepatuhan berobat, gaya hidup,
riwayat penyakit penyerta dan riwayat keluarga. Tingginya tekanan darah
kadang-kadang merupakan satu- satunya gejala.Bila demikian gejala baru muncul
setelah terjadinya komplikasi pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala lain yang
sering ditemukan adalah sakit kepala, marah, telinga berdengung, rasa berat
ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.
2) Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
umum sedangkan pemeriksaan penunjang seperti EKG.EKG dilakukan untuk
mengukur aktivitas elektronik jantung.Pengukuran tersebut bermanfaat untuk

14
memantau waktu yang diperlukan oleh gelombang elektronik pada saat jantung
bekerja dan memberikan informasi mengenai beban kerja pada jantung.

2.1.7 Komplikasi
Berikut adalah beberapa komplikasi dari hipertensi.7,21
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non-otak yang terkena tekanan darah.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang dipendarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma (suatu dilatasi dinding arteri, akibat
kongenital atau perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh).
2) Infark Miokard
Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik
tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
3) Gagal Ginjal
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah
akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomelurus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang, menyebabkan edema.
4) Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat).Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan
ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat.Neuron-neuron di sekitarnya
kolaps dan terjadi koma serta kematian.

15
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi terapi farmakologi dan non
farmakologi.7,22
a. Terapi Farmakologi
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
urine) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibtkan daya
pompa jantung menjadi ringan. Contoh obat-obatan yang termasuk golongan
diuretik adalah Hidroklorotiazid.
2) Penghambat simpatis
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas sarafsimpatis (saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam
golongan penghambat simpatetik adalah: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3) Betabloker
Mekanisme kerja antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung.Jenis beta bloker tidak dianjurkan pada pasien yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat-obatan
yang termasuk dalam golongan beta bloker adalah: Metoprolol, Propanolol
dan Atenolol.
4) Vasodilator
Obat golongn ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adala:
Prasosion, Hidralasin.
5) Penghambat enzim konversi Angiotension
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan Angiotnsion II
(zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).Contoh obat yang
termasuk golongan ini adalah Catopril.
6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah
Nifedipin, Diltiasem, dan Verapamil.

16
7) Penghambat Reseptor Angiotension II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotension
II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.Obat-
obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan).
b. Terapi Non Farmakologi
1) Mengubah gaya hidup
untuk menurunkan tekanan darah dengan menghindari faktor hipertensi yang
berkaitan dengan mengurangi makan-makan yang mengandung garam, makan
buah-buahan segar dan perilaku sehat dengan cara olahraga.
2) Penurunan berat badan
karena kenaikan tekanan darah berkaitan dengan peningkatan berat badan.
Akumulasi lemak dalam tubuh dan perut berkaitan erat dengan hipertensi,
hiperipidemia, dan diabetes. Berdasarkan penelitian dengan menurunkan berat
badan terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi sampai
tekanan darahnya normal setelah 18 bulan, penurunan berat badan rata-rata
pria dan perempuan 4,7 kg dan 1,6 kg. Penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik ialah 3,2/2,8 mmhg.
3) Pengurangi asupan alcohol
Minum-minuman keras secara teratur dapat meningkatkan tekanan darah,
pengurangan asupan alkohol selama 1-4 minggu dapat menurunka tekanan
darah sistolik dan diastolik sebesar 5,0/3,0 mmHg.
4) Peningkatan gerakan tubuh
Olahraga secara teratur dapat bermanfaat untuk mencegah dan menanggulangi
hipertensi.Orang yang tekanan darahnya normal tetapi tdak melakukan
aktivitas atau olahraga mempunyai risiko 20-50% lebih tinggi terkena
hipertensi dari pada orang yang aktif.Olahraga dapat menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolik 5-10 mmHg.
5) Berhenti merokok
karena berdasarkan penelitian menunjukan bahwa penghentian merokok dapat
mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti stroke dan infrak
miokard. Telah terbukti bahwa dengan mengkonsumsi satu batang rokok dapat

17
terjadi peningkatan denyut jantung dan tekanan darah selama 15 menit. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan kadar katekolamin dalam plasma yang kemudian
menstimulasi saraf simpatik.
Rekomendasi JNC 8,21 berbeda dengan rekomendasi JNC 7 yang
dikeluarkan sebelumnya, terkait perubahan dalam tatalaksana terapi farmakologi
dan klasifikasi tekanan darah yang lebih spesifik dibandingkan JNC 7. Pedoman
tatalaksana hipertensi menurut JNC 8 dibuat berdasarkan laporan dari anggota
panel yang ditunjuk, antara lain Paul A James MD, Suzanne Oparil MD, dan
Barry L Carter PharmD. Rekomendasi yang diusulkan adalah sebagai berikut:
Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg.Target terapi adalah
menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 150 mmHg dan diastolik menjadi <
90 mmHg.(Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A).Pada populasi umum yang
berumur ≥ 60 tahun, bila terapi farmakologi menghasilkan penurunan tekanan
darah sitolik yang lebih rendah dari target (misalnya < 140 mmHg) dan pasien
dapat mentoleransi dengan baik, tanpa efek samping terhadap kesehatan dan
kualitas hidup, maka terapi tersebut tidak perlu disesuaikan lagi (Opini ahli,
tingkat rekomendasi E).

Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg.Target penurunan tekanan darahnya
adalah < 90 mmHg. (Untuk umur 30 – 59 tahun, rekomendasi kuat, tingkat
rekomendasi A) (Untuk umur 18 – 29 tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E).

Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg.Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg (Opini ahli, rekomendasi E).

18
Rekomendasi 4
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau tekanan
darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah
sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat
rekomendasi E)

Rekomendasi 5
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes, terapi farmakologi
dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau diatoliknya ≥ 90
mmHg.Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140
mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)

Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang menderita
diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, atau penghambat reseptor
angiotensin.(Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).

Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes, terapi
antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida atau penghambat
saluran kalsium. (Untuk populasi kulit hitam secara umum: rekomendasi sedang,
tingkat rekomendasi B) (Untuk ras kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi
lemah, tingkat rekomendasi C)

Rekomendasi 8
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk penghambat enzim ACE
atau penghambat reseptor angiotensin untuk memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini

19
berlaku bagi semua pasien penderita penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau
status diabetes.(Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).

Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga target
tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu sebulan
terapi, naikkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari kelompok obat
hipertensi pada rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida, penghambat saluran
kalsium, penghambat enzim ACE, dan penghambat reseptor
angiotensin).Penilaian terhadap tekanan darah hendaknya tetap dilakukan,
sesuaikan regimen terapi sampai target tekanan darah tercapai. Bila target tekanan
darah tidak tercapai dengan terapi oleh 2 jenis obat, tambahkan obat ketiga dari
kelompok obat yang tersedia. Jangan menggunakan obat golongan penghambat
ACE dan penghambat reseptor angiotensin bersama-sama pada satu pasien.

2.2 Kerangka teori


Berdasarkan tinjauan kepustakaan di atas, berikut ini disajikan kerangka teori dari
penelitian :

20
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti


Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang
mengganggu kesehatan masyarakat.Banyak yang tidak menyadari bahwa mereka
menderita hipertensi akibat yang tidak nyata dan sering disebut silent killer.Umur
akan mempengaruhi hipertensi, usia 40 tahun keatas akan berisiko hipertensi.
Sedang jenis kelamin perempuan cenderung lebih tinggi angka hipertensi
dibandingkan laki-laki.Lingkungan secara tidak langsung juga mempengaruhi
hipertensi yaitu : pendidikan, pekerjaan.
Hipertensi lebih sering dipengaruhi oleh perilaku hidup yaitu: merokok,
pola makan yang tidak seimbang (diet rendah serat), minum alkohol, aktifitas fisik
yang tidak seimbang. Disamping itu pola makan dan aktifitas yang tidak seimbang
akan mempengaruhi obesitas yang dapat menyebabkan hipertensi.
Genetik dan riwayat keluaga dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya
mempunyai peluang 25% terserang penyakit tersebut.Namun variabel genetik dan
riwayat keluarga tidak dijadikan sampel penelitian, karena adanya bias memori
yang cukup tinggi. Selain itu tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-
faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seseorang menderita
hipertensi.
3.2. Kerangka Konsep

21
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, setiap konsep mempunyai variabel
sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi seperti; umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, rokok, alkohol, aktifitas fisik, obesitas, hiperkolesterol
sebagai vareiabel independen (variable bebas), serta hipertensi sebagai variabel
dependen (variabel tergantung).
3.3. Definisi Operasional Variabel yang Diteliti
1) Hipertensi
- Definisi: keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
- Cara pengukuran : Pengukuran dengan sphygmomanometer dan riwayat
hipertensi
- Skala Ukur: nominal
- Hasil ukur: JNC VII,2003
1. Hipertensi : Jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
2. Tidak Hipertensi: Jika tekanan darah <140/90mmHg
2) Umur
- Definisi: Usia responden dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir yg
telah dijalani saat ini
- Cara pengukuran : Ditanyakan saat wawancara dengan responden
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1. Beresiko : ≥ 50 tahun
2. Tidak beresiko : < 50 tahun
3) Jenis Kelamin
- Definisi: Keadaan kelamin responden
- Cara pengukuran : Observasi pada saat wawancara
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1.Perempuan
2.Laki-laki

22
4) Tingkat Pendidikan
- Definisi: Pendidikan terakhir responden yang ditempuh
- Cara pengukuran : Ditanyakan saat wawancara dengan responden
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1. Pendidikan rendah (tidak sekolah,SD, SMP,SMA)
2. Pendidikan tinggi (D3, PT)
5) Pekerjaan
- Definisi: Jenis pekerjaan responden sekarang yang merupakan mata
pencaharian utama.
- Cara pengukuran : Ditanyakan saat wawancara dengan responden
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1.Tidak bekerja : IRT, pensiunan
2. Bekerja :Swasta (Petani, pedagang,dll), PNS/ABRI
6) Merokok
- Definisi: Kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan atau pernah merokok
dalam sehari-hari
- Cara pengukuran : Ditanyakan saat wawancara dengan responden
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1. Merokok
2.Tidak merokok
7) Minum Alkohol
- Definisi:Kebiasaan/perilaku konsumsi alkohol dan atau pernah konsumsi
alkohol dalam sehari-hari.
- Cara pengukuran : Ditanyakan saat wawancara dengan responden
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1.Minum alkohol
2. Tidak minum alkohol

23
8) Aktifitas fisik
- Definisi: Gerakan otot dan sistem penunjang lainnya yang memerlukan
pengeluaran energi.
- Cara pengukuran : Ditanyakan saat wawancara dengan responden
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1.Kurang aktifitas fisik
2.Cukup aktifitas fisik
9) Obesitas
- Definisi: Suatu keadaan yang merupakan hasil masukan zat gizi dalam
tubuh yang digambarkan dari IMT
IMT : BB (kg)/ TB2(m)
- Cara pengukuran : Pengukuran dengan menggunakan meteran untuk TB
dan timbangan
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1.Obes:IMT ≥ 25 kg/m2)
2.Tidak obes : IMT < 25 kg/m2
10) Hiperkolesterolemia
- Definisi: Tingginya kadar kolesterol dalam darah responden
- Cara pengukuran : Pengukuran dengan menggunakan alat auto check
kolesterol dan strip kolesterol
- Skala Ukur: Nominal
- Hasil ukur:
1.Ya : ≥200mmHg
2. Tidak :< 199 mmHg

3.4. Hipotesis Penelitian


3.4.1. Hipotesis Nol (H0)
1) Tidak terdapat hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi
2) Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi

24
3) Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
hipertensi
4) Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi
5) Tidak terdapat hubungan antara rokok dengan kejadian hipertensi
6) Tidak terdapat hubungan antara minum alkohol dengan kejadian
hipertensi
7) Tidak terdapat hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi
8) Tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi
9) Tidak terdapat hubungan antara hiperkolesterol dengan kejadian
hipertensi
3.4.2. Hipotesis Alternatif (Ha)
1) Terdapat hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi
2) Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi
3) Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian hipertensi
4) Terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi
5) Terdapat hubungan antara rokok dengan kejadian hipertensi
6) Terdapat hubungan antara minum alkohol dengan kejadian hipertensi
7) Terdapat hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi
8) Terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi
9) Terdapat hubungan antara hiperkolesterol dengan kejadian hipertensi

25
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan
dalam melakukan prosedur penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan metode
penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional. Penelitian cross-sectional
adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data
variabel independent dan dependent hanya satu kali, pada satu saat. Pada jenis ini
variabel independent dan dependent dinilai secara simultan pada satu saat, jadi
tidak ada follow up. Tentunya tidak semua subjek penelitian harus di observasi
pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independent
maupun variabel dependent di nilai hanya satu kali saja. Dengan studi ini akan
diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan
dengan penyebab (variabel independen). Langkah-langkah yang terpenting dalam
rancangan studi cross-sectional,yaitu: 26
1) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
2) Mengidentifikasi variable bebas dan tergantung
3) Menetapkan subjek penelitian
4) Melaksanakan pengukuran
5) Melakukan analisis
Dalam penelitian dengan rancangan cross-sectional terdapat beberapa
kelebihan maupun kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain:
1) Desain cross-sectional memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat
umum, tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan, sehingga
generalisasinya cukup memadai
2) Desain ini relative mudah, murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh
3) Dapat dipakai untuk meneliti banyak variable sekaligus
4) Jarang terancam lost to follow-up (drop out)

26
5) Dapat dimasukan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau
eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya
6) Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat lebih
konklusif.
Kekurangan cross-sectional antara lain :
1) Sulit menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek
dilakukan pada saat yang bersamaan. Akibatnya sering tidak mungkin
ditentukan mana penyebab dan mana akibat (dilema telur dan ayam)
2) Studi prevalens lebih banyak menjaring subjek yang mempunyai masa sakit
yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek
3) Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup, terutama bila variable yang dipelajari
banyak
4) Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidens, maupun prognosis
5) Tidak praktif untuk meneliti kasus yang jarang
6) Mungkin terjadi bias prevalens atau bias insiden karena efek suatu faktir risiko
selama selang waktu tertentu disalahtafsirkan sebagai efek penyakit.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Puskesmas Balangnipa Kabupaten
Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan.
4.2.2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian yaitu mulai tanggal 12 Agustus sampai 12
September 2016.

4.3. Populasi dan Sampel


4.3.1. Populasi Target
Populasi target adalah penderita hipertensi yang berada diwilayah
kerjaPuskesmas BalangnipaKabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan.
4.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis

27
hipertensidan datang di Posbindu Balangnipa Kabupaten Sinjai pada bulan
Agustus tahun 2016.
Kriteria inklusi, yaitu:
1) Pasien yang hadir pada kegiatan Posbindu Balangnipa
2) Bersedia menjadi responden
Kriteria Eksklusi, yaitu :
1) Data variabel terikat tidak lengkap antara lain data tekanan darah
2) Data variabel bebas tidak lengkap antara lain umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, pola hidup (konsumsi rokok, alkohol, rendah
serat, aktifitas fisik), IMT, kadar kolesterol.
4.3.3. Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria
penelitian.
4.3.4. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dilakukan dengan perhitungan Lameshow
dkk:24
n = Z2α.p.q
d2
n = (1,96)2. 0,133. 0,867
(0,1)2
n = 0,44279
0,01
n = 44 orang
Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan= derajat kepercayaan
p = Proporsi pasien yang teratur berobat
q = 1-p (proporsi pasien yang tidak teratur berobat)
d = Limit dari error atau presisi absolut
Z= 1,96
Batas kemaknaan adalah p < 0,05 dengan interval kepercayaan 95%. Dengan
perhitungan berdasarkan rumus di atas, didapatkan nilai n = 44 orang

28
4.3.5. Cara Pengambilan Sampel
Penentuan sampel menggunakan metode accidental sampling yaitu
mengambil sampel yang saat itu datang ke posbindu dan memenuhi kriteria
untuk terpilih menjadi sampel penelitian.23

4.4. Jenis Data dan Instrumen Penelitian


4.4.1. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat perizinan dari pihak Puskesmas
Balangnipa, kemudian lembar observasi posbindu pada bulan Agustus tahun 2016
dikumpulkan. Setelah itu dilakukan pengamatan dan pencatatan lagsung ke dalam
lembar pengisian.
4.4.2. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan dalam
penelitian ini terdiri dari lembar pengisian data dan lembar observasi. Microsoft
Word, Microsoft Excel, SPSS 16,0 sebagai tempat untuk mengolah hasil
penelitian.

4.5. Manajemen Penelitian


4.5.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
puskesmas Balangnipa Kabupaten Sinjai.Teknik yang peneliti pakai dalam
pengumpulan data menggunakan lembar pengisian dan observasi.
4.5.2. Pengolahan Data
Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program SPSS.
Proses pengolahan data penelitian menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan.Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul.

29
2) Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) dengan data
yang terdiri atas beberapa kategorik.Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisa data menggunakan komputer.
3) Entry Data
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana.
4) Cleaning Data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah
dientri, apakah ada kesalahan atau tidak.Kesalahan mungkin terjadi pada saat
meng-entry data ke komputer.
4.5.3. Analisis data
Analisis data dilakukan oleh peneliti.Analisis data dilakukan agar data
memiliki arti. Analisis yang akan dilakukan adalah univariat dan bivariat.23
Analisis univariat dilakukan dengan tujuan melihat gambaran distribusi frekuensi
dan proporsi dari variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan analisis
bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel tersebut.24
Metode statistik yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan besarnya
hubungan antara variabel dalam penelitian ini merupakan uji chi square.Kemudian
untuk memperoleh kejelasan tentang dinamika hubungan antara faktor resiko dan
faktor efek dilihat melalui nilai rasio odds (OR).Rasio Odds dalam hal ini dipakai
dalam menentukan rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus tidak
terpapar. 23
Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan α (P alpha)
sebesar 5% dengan catatan jika p <0,05 (p value ≤ p alpha) maka H0 di tolak (ada
hubungan antara variabel bebas dengan terikat), sedangkan bila p>0,05 maka H0
diterima (tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan terikat). Sedangkan
untuk mengetahui besarnya faktor risiko maka digunakan (OR).

30
Interpretasirasio odds (OR) adalah sebagai berikut:
a. Bila nilai OR = 1, berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak
berpengaruh dalam terjadinya efek (tidak ada hubungan), atau dengan kata
lain bersifat netral.
b. Bila OR> 1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1,
berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko terjadinya efek.
c. Bila OR< 1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1,
berarti variabel yang diteliti merupakan factor protektif, bukan faktor
risiko.
d. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka
berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin
nilai OR = 1. Ini berarti bahwa dari data yang ada belum dapat
disimpulkan bahwa faktor yang dikaji benar-benar merupakan factor risiko
atau faktor protektif

4.5.4. Penyajian data


Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel, dengan rumus Chi
Square menggunakan program SPSS 16.0 for windows, untuk menggambarkan
karakteristik faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di
wilayah kerja puskesmas Balangnipa Kabupaten Sinjai periode 2016

4.6. Etika Penelitian


Hal-hal yang terkait dengan etika peneliti dalam penelitian ini adalah:
1) Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin kepada
beberapa instasi terkait di tempat penelitian
2) Berusaha menjaga kerahasian identitas subjek penelitian yang terdapat
pada rekam medis dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur atau kuisioner melainkan hanya menuliskan inisial
responden. Sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan
atas penelitian yang dilakukan.

31
4.7. Alur Penelitian

Rumusan masalah dan


hipotesis

Penentuan populasi

metodeaccidental
samplingdengan memperhatikan
kriteria inklusi dan eksklusi

Penentuan sampel penelitian

Pengumpulan data

Pengolahan dan analisis data

Hasil penelitian

kesimpulan

32
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian


Berikut ini disajikan data hasilpenelitian yang dilakukan di Puskesmas
Balangnipa kabupaten Sinjaimulai tanggal 12 Agustus sampai 12 September 2016
untuk mengetahui hubungan antara faktor resiko terhadap kejadian hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Balangnipa kabupaten Sinjai. Hasil dari pengumpulan
data disajikan dalam bentuk tabel menggunakan analisis univariat dan analisis
bivariat.Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentase sedangkan
analisis bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara variable bebas
dengan variable terikat.
5.1.1 Analisis Univariat
Berdasarkan hasil penelitian di puskesmas Balangnipa kabupaten Sinjai,
maka diperoleh distribusi kejadian hipertensi, umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status pekerjaan, merokok, minum alkohol, aktifitas fisik, obesitas,
dan hiperkolesterol, sebagaimana yang tercantum dalam tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden di puskesmas Balangnipa Kabupaten
Sinjai tahun 2016
Variabel Sub Grup Jumlah Proporsi (%)
Hipertensi -Ya 42 42
-Tidak 58 58
Umur -≥ 50 tahun 37 37
-< 50 tahun 63 63
Jenis kelamin -Perempuan 32 32
-Laki-laki 68 68
Tingkat pendidikan -Rendah 73 73
-Tinggi 27 27
Pekerjaan -Tidak bekerja 43 43
-Bekerja 57 53
Merokok -Ya 53 53
-Tidak 47 47
Minum Alkohol -Ya 3 3
-Tidak 97 97
Aktifitas Fisik -Kurang 20 20
-Cukup 80 80

33
Obesitas -Ya 43 43
-Tidak 57 57
Hiperkolesterolemia -Ya 35 35
-Tidak 65 65

Sumber : Data primer dan data sekunder


Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh informasi jumlah responden tidak hipertensi lebih
banyak dibandingkan responden menderita hipertensi.Responden yang berusia
dibawah 50 tahun, hampir 2 kali lebih banyak di bandingkan dengan responden ≥
50 tahun.Begitu pula dengan responden laki-laki 2 kali lebih banyak dibandingkan
perempuan.Selain itu,lebih banyak responden dengan pendidikan rendah, bekerja,
merokok, tidak minum alkohol, cukup aktifitas fisik, tidak obes, dan tidak
hiperkolesterol.

5.1.2 Analisis Bivariat


Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor
resiko dengan angka kejadian hipertensi di wilayah kerja puskesmas Balangnipa
tahun 2016.Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi-
squaredan memperhitungkan nilai prevalensi ratio (PR) dengan taraf kepercayaan
(Cl) 95% dan tingkat kemaknaan (α) 0,05 untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan program SPSS for windows release 16.0 diperoleh hasil analisis
bivariat sebagai berikut:
Tabel 5.2 Tabulasi silang antara hipertensi dengan faktor resiko
Faktor resiko Hipertensi P Value PR(95% CI)
Ya Tidak
Umur
-≥ 50 tahun 30 (81.1%) 7 (18.9%) 0,000 18,214(6,467-
51,301)
-< 50 tahun 12 (19.0%) 51 (81%)
Jenis Kelamin
-Perempuan 24 (75%) 8 (25%) 0,000 8,333 (3,176-
21,865)
-Laki-laki 18 (26.5%) 50 (73.5%)
Tingkat pendidikan
-Rendah 0,000 0,151 (0,056 -
-Tinggi 22 (30.1%) 51 (69.9%) 0,409)
20 (74.1%) 7 (25.9%)

34
Pekerjaan
-Tidak bekerja 26 (60.5%) 17 (39.5%) 0,001 3,919 (1,690 –
-Bekerja 16 (28.1%) 41 (71.9%) 9,088)
Merokok
-Ya 8 (15.1%) 45 (84.9%) 0,000 0,068 (0,025 –
-Tidak 34 (72.3%) 13 (27.7%) 0,182)
Minum Alkohol
-Ya 2 (66.7%) 1 (33.3%) 0,379 2,850 (0,250 –
-Tidak 40 (41.2%) 57 (58.8%) 32,511)
Aktifitas Fisik
-Kurang 15 (75.0%) 5 (25.0%) 0,001 5,889 (1,935 –
-Cukup 27 (33.8%) 53 (66.2%) 17,926)
Obesitas
-Ya 25 (58.1%) 18 (41.9%) 0,005 3,268 (1,425 –
-Tidak 17 (29.8%) 40 (70.2%) 7,495)
Hiperkolesterolemia
- Ya 22 (62.9%) 13 (37.1%) 0,002 3,808 (1,604 –
9,040)
-Tidak 20 (30.8%) 45 (69.2%)
Sumber : Data primer dan sekunder
Tabel 5.2 menunjukan hasil analisa Bivariat hubungan hipertensi dengan umur,
berdasarkan hasil analisis uji ststistik menggunakan uji Chi-square dan
perhitungan nilai PR dengan taraf kepercayaan (Cl) 95%, menunjukkan bahwa
nilai p value = 0,000, dimana nilai p value ≤ 0,05. Sehingga Ho tidak dapat
dibuktikan, dan hipotesia alternatif diterima. Dapat disimpulkan ada hubungan
hipertensi dengan umur.Dimana secara statistik menunjukkan bahwa responden
yang berusia ≥ 50 tahun mempunyai risiko 18,214 kali lebih besar menderita
hipertensi.Selain itu, variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
merokok, aktifitas fisik, obesitas, dan hiperkolesterol mempunyai nilai p value
≤0,05, sehingga Ho tidak dapat dibuktikan, dan hipotesis alternatif diterima. Maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan hipertensi dengan jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, merokok, aktifitas fisik, obesitas, dan
hiperkolesterol.Dimana secara statistik menunjukkan responden perempuan
mempunyai risiko 8,333 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan laki-
laki. Responden dengan tingkat pendidikan rendah menunjukkan OR 0,151, jika
nilai OR < 1, dapat disimpulkan tingkat pendidikan rendah memberiefek proteksi
terhadap risiko hipertensi. Responden yang tidak bekerja mempunyai risiko 3,919
kali menderita hipertensi dibandingkan yang bekerja. Responden yang merokok

35
menunjukkan OR 0,068, jika nilai OR < 1, dapat disimpulkan merokok
memberiefek proteksi terhadap risiko hipertensi. Responden dengan aktifitas fisik
yang kurang beresiko 5,889 kali menderita hipertensi dibandingkan responden
dengan aktifitas cukup.Responden yang obes beresiko 3,268 kali menderita
hipertensi dibandingkan responden tidak obes.Responden yang hiperkolesterol
beresiko 3,808 kali menderita hipertensi dibandingkan responden tidak
hiperkolesterol.Sedangkan variabel minum alkohol mempunyai nilai P value >
0,05, sehingga Ho diterima. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan
hipertensi dengan minum alkohol.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Umur
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa umur ≥ 50 tahun mempunyai
hubungan untuk terjadinya hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Marice
Sihombing menggunakan metode cross-sectional, berdasarkan kelompok umur
diketahui bahwa penyakit hipertensi risiko tertinggi ada pada kelompok umur 55
tahun ke atas yaitu 8,9 kali dibandingkan kelompok umur 18-24 tahun. Umur
mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena
hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia
lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar 50% di atas 60
tahun pada usia lanjut.10Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan
darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi
akan berkembang pada umur limapuluhan dan enampuluhan.13 Dengan
bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.
5.2.2 Jenis kelamin
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa jenis kelamin perempuan
mempunyai hubungan untuk terjadinya hipertensi.Hal ini sejalan dengan
penelitian Syukraini Irza menunjukkan bahwa risiko untuk menderita hipertensi
bagi wanita 5 kali lebih besar dibandingkan pria, sedangkan menurut Arif
Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama
untuk terjadinya hipertensi.Pada dasarnya prevalensi terjadinya hipertensi pada

36
pria sama dengan wanita. Namun sebelum mengalami menopause, wanita
terlindungi dari penyakit kardiovaskular karena aktivitas hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis.
5.2.3 Tingkat Pendidikan
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pendidikan rendah mempunyai
hubungan untuk terjadinya hipertensi. Hal ini sejalan dengan hasil Riskesdas
tahun 2013 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013)
menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada pendidikan rendah
dan menurun sesuai dengan pendidikan. Tingginya resiko terkena hipertensi pada
pendidikan yang rendah, kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan
pada seseorang yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau
lambat menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas sehingga
berdampak pada perilaku/ pola hidup sehat. Tingkat pendidikan secara tidak
langsung mempengaruhi tekanan darah. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
gaya hidup yaitu kebiasaan merokok, minum alkohol, dan kebiasaan melakukan
aktifitas fisik seperti olahraga.
5.2.4 Pekerjaan
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa status pekerjaan tidak bekerja
mempunyai hubungan untuk terjadinya hipertensi. Hal ini sejalan dengan
penelitian Rahajeng tahun 2009 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pekerjaan dengan hipertensi.Walaupun demikian hasil yang berbeda
ditunjukkan oleh Purniawaty tahun 2010 yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi.Pekerjaan berpengaruh
terhadap aktifitas fisik seseorang.Orang yang tidak bekerja aktifitasnya tidak
banyak sehingga dapat meningkatkan kejadian hipertensi.
5.2.5 Merokok
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa merokok mempunyai hubungan
untuk terjadinya hipertensi.Responden yang merokok menunjukkan OR 0,068,
jika nilai OR < 1, dapat disimpulkan merokok memberiefek proteksi terhadap

37
risiko hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Marice Sihombing
menggunakan metode cross-sectional, responden obes yang merokok setiap hari
menunjukkan efek proteksi terhadap risiko hipertensi.Sebagian besar perokok
memiliki tekanan darah lebih rendah dari yang tidak merokok.Hal ini
kemungkinan disebabkan nafsu makan menurun yang menyebabkan adanya
penurunan berat badan. Kemungkinan lain disebabkan adanya pengeluaran energi
yang dipicu nikotin dan juga adanya efek vasodilator dari cotinine yaitu metabolit
utama dari nikotin yang dapat menyebabkan respon hipotensi.Hasil ini berbeda
dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa perilaku merokok akan
meningkatkan risiko hipertensi.Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok, masuk kedalam aliran darah dan merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan
hipertensi(Bustan,1997). Nikotin dalam tembakaulah penyebab meningkatnya
tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap
rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-
paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah
mencapai otak.Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat
karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik
tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan
tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok.
Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan
menurun dengan perlahan.
5.2.6 Minum Alkohol
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa konsumsi alkoholtidak mempunyai
hubungan untuk terjadinya hipertensi.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya oleh Aris sugiharto, yang menyatakan pada analisis
multivariat kebiasaan sering mengkonsumsi minuman beralkohol tidak terbukti
sebagai faktor risiko hipertensi.Meskipun demikian, tidak berarti bahwa konsumsi
alkohol tidak berisiko hipertensi. Konsumsi secara berlebihan alkohol dan kafein

38
yang terdapat dalam minuman kopi, teh dan kola akan meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi pada seseorang.Alkohol bersifat meningkatkan aktivitas saraf
simpatis karena dapat merangsang sekresi corticotrophin releasing hormone
(CRH) yang akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Berbeda dengan hasil penelitian suparto, meyatakan terdapat hubungan
yang bermakna tentang kebiasaan mengkonsumsi alkohol terhadap kejadian
hipertensi diperoleh nilai p = 0,036. Seseorang yang sering mengkonsumsi
alkohol akan berisiko terkena hipertensi daripada orang yang tidak
pernah mengkonsumsi alkohol.
5.2.7 Kurang aktifitas fisik
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kurangaktifitas fisik mempunyai
hubungan untuk terjadinya hipertensi.Hal ini sejalan dengan penelitian Marice
Sihombing menggunakan metode cross-sectional, menunjukkan bahwa kurang
aktivitas fisik berisiko hipertensi 1,05 kali dibandingkan dengan cukup aktivitas
fisik. Kurang aktivitas fisik diketahui sebagai faktor risiko berbagai penyakit tidak
menular sepertihipertensi, jantung, stroke, DM dan kanker.Aktivitas fisik yang
dilakukan secara teratur seperti olahraga dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah dan melatih otot jantung sehinggga menjadi
terbiasa bila jantung mendapat pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi
tertentu. Di samping itu olahraga yang teratur akan merangsang pelepasan
endorfin (morfin endogen) yang menimbulkan euphoria dan relaksasi otot
sehingga tekanan darah tidak meningkat. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan
memudahkan timbulnya hipertensi.17 Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot
jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.18
Berlatih olahraga isotonik, seperti jalan kaki, jogging, berenang, dapat
meredam hipertensi. Olahraga isotonik mampu menyusutkan hormon noradrenalin
dan hormon-hormon lain penyebab menciutnya pembuluh darah, yang dapat

39
mengakibatkan naiknya tekanan darah,.Hindari olahraga isometrik, seperti angkat
beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah.
5.2.8 Obesitas
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa obesitas mempunyai hubungan
untuk terjadinya hipertensi.Hal ini sejalan dengan pendapat pakar bahwa: IMT
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal.Makin besar massa
tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada
dinding arteri.14 Penelitian Alison Hull menunjukkan adanya hubungan antara
berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal
maka risiko hipertensi juga meningkat.15 Oleh karena itu, penurunan berat badan
dengan membatasi kalori bagi orang-orang yang obes bisa dijadikan langkah
positif untuk mencegah terjadinya hipertensi. Jika anda menurunkan 1 kg berat
badan, maka anda telah berhasil mengurangi tekanan arteri sebesar 1,5 mmHg.
5.2.9 Hiperkolesterol
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa hiperkolesterol mempunyai
hubungan untuk terjadinya hipertensi.Hiperkolesterolemia menjadi faktor resiko
terjadinya hipertensi yang diawali dengan proses aterosklerosis pada pembuluh
darah. Pada peningkatan kadar profil lipid darah sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis, terutama pada usia 30-40 tahun, kadar kolesterol total dalam darah
mencapai 260 mg/dl maka angka kejadian aterosklerosis meningkat 3-5 kali lipat.

BAB VI

40
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan umur
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan jenis kelamin
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan tingkat
pendidikan
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan pekerjaan
5. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan merokok
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan aktifitas fisik
7. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan obesitas
8. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan
hiperkolesterol
9. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan
konsumsi alkohol

6.2 Saran
Dalam penelitian ini diperoleh faktor risiko yang berhubungan dengan
hipertensi di wilayah kerja puskesmas Balangnipa, kabupaten Sinjai yaitu: umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, aktifitas fisik,
obesitas, dan hiperkolesterol. Sehingga perlu ditingkatkan promosi kesehatan
(PROMKES) untuk mencegah angka kejadian hipertensi.dan pengendalian
penyakit tidak menular khususnya hipertensi. Selain itu agar dalam penelitian
selanjutnya dapat dikembangkan untuk penelitian di lain daerah sehingga
didapatkan perbedaan dan kesamaan karakteristik.
Disamping itu juga diperoleh faktor risiko yang tidak berhubungan dengan
kejadian hipertensi, yaitu kebiasaan konsumsi alkohol. Mungkin karena
singkatnya waktu penelitian dan terbatasnya jumlah responden sehingga faktor-
faktor tersebut tidak terbukti.Untuk peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
penelitian dengan jumlah responden serta waktu yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

41
1. Depkes RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta:
Direktorat P2PL, 2008.
2. Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional Tahun
2007. Jakarta: CV Metronusa Prima, 2008.
3. Nandang Tisna. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan
Pasien dalam Minum Obat Antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota
Tangerang Selatan Propinsi Banten Tahun 2009. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah;2009.
4. Depkes RI. 2004. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Jakarta
5. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013
6. Caplan NM. clinical hypertension, 8 Ed. Lippincott: williamas dan Wilkins,
1997.
7. Depkes RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga Volume 2. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2004.
8. Sani, Aulia. Hypertension Current Perspective, Jakarta; Medya Crea, 2008.
9. Gunawan, Lany, 2005 Hipertensi, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
10. Nurkhalida, 2003. Warta Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Depkes RI
11. Bustan, M.N, 1997 Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, Rineka
Cipta.
12. Mansjoer, Arif. 2001 Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
13. Price, Sylvia Anderson, dan Wilson, Lorraine McCarty, 1995, Edisi 4,
Hipertensi dalam Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
14. Khomsan, Ali, 2003 Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
15. Hull, Alison, 1996 Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
16. Slamet Suyono, 2001 Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II, FKUI, Balai
Pustaka, Jakarta,.

42
17. Sheps, Sheldon G, Mayo Clinic Hipertensi, 2005, Mengatasi Tekanan Darah
Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama.
18. Hernelahti M, Kujala UM, Kaprio J, 1998, Hypertension in master endurance
athletes. J. Hypertens.
19. Lydia HA. Studi prevalensi dan determinasi prevalensi hipertensi di provinsi
kepulauan Bangka Belitung (skripsi). Padang: Universitas Andalas; 2001.
20. Arthur CG, John EH. Metabolisme lipid. Dalam: Luqman YA, Huriawati H,
Andita N, Nanda W. Ed. Indonesia. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-
11. Jakarta:EGC;2008.hlm.882-94
21. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Kefarmasi dan Alat Kesehatan, 2008.
22. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J,
dkk, 2014, Evidence Based Guideline For The Management Of High Blodd
Pressure In Adults: Report From The Panel Member Appointed To The Eight
Joint National Committee (JNC 8), JAMA, 2013.311 (5): 507-520
23. Sastroasmoro, Sudigdo. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam : Sastroasmoro,
Sudigdo, Sofyan I. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara. 1995
24. Saryono. Metodologi Penelitian Kesehatan penuntun praktis bagi pemula.
Yogyakarta; Mitra Cendikia, 2008.

43
Master Tabel

N Nama H Umur JK Pen Pekerj Rokok Akohol Die Aktif Obes Kolest
O T didi aan t itas erol
kan
1. MJ 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2
2. J 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1
3. AK 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1
4. HN 1 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1
5. N 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1
6. M 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2
7. F 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 1
8. Fi 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2
9. A 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2
10. N 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1
11. N1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1
12. S 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1
13. AI 1 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1
14. HB 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 1
15. SR 1 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1
16. SH 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1
17. SR 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2
18. S 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2
19. MJ 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 1
20. NM 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1
21. SI 1 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1
22. AA 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2
23. SS 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2
24. HN 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2
25. HH 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2
26. S 1 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2
27. R 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 2
28. F 1 1 1 2 2 2 2 1 2 1 1
29. H 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1
30. HM 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2
31. S 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1
32. HS 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2
33. HS 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1
34. SJ 2 1 1 2 1 2 2 1 2 3 2
35. H 1 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1
36. R 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1
37. N 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1
38. H 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1
39. R 1 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1
40. S 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 2
41. S 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1
42. N 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1
43. K 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2

44
44. A 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2
45. S 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
46. MA 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2
47. S 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2
48. S 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
49. R 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1
50. S 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2
51. H 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2
52. I 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
53. I 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2
54. R 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
55. J 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1
56. S 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2
57. M 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2
58. A 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
59. H 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2
60. H 1 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1
61. I 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 1
62. H 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
63. R 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2
64. R 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2
65. I 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2
66. B 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1
67. R 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
68. R 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
69. J 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2
70. B 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
71. A 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2
72. R 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
73. A 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
74. H 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2
75. S 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
76. S 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
77. D 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2
78. J 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
79. G 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
80. A 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
81. A 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
82. R 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
83. A 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
84. A 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2
85. A 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2
86. I I 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 1
87. T 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2
88. I 1 2 2 1 2 1 1 1 2 1 2
89. A 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 1
90. A 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 1
91. M 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2

45
92. B 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
93. S 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
94. S 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2
95. A 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2
96. K 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2
97. I 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2
98. A 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2
99. H 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2
100. S 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 1

Hasil Pengolahan Data SPSS

Frequency Table

hipertensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

46
Valid ya 42 42.0 42.0 42.0

tidak 58 58.0 58.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid >=50 tahun 37 37.0 37.0 37.0

<50tahun 63 63.0 63.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid perempuan 32 32.0 32.0 32.0

laki-laki 68 68.0 68.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tingkat pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 73 73.0 73.0 73.0

tinggi 27 27.0 27.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidakbekerja 43 43.0 43.0 43.0

bekerja 57 57.0 57.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

47
merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 53 53.0 53.0 53.0

tidak 47 47.0 47.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Minum alkohol

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 3 3.0 3.0 3.0

tidak 97 97.0 97.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Diet rendah serat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 99 99.0 99.0 99.0

tidak 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Aktivitas fisik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 20 20.0 20.0 20.0

cukup 80 80.0 80.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

48
obesitas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 43 43.0 43.0 43.0

tidak 57 57.0 57.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

hiperkolesterolemia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 35 35.0 35.0 35.0

tidak 65 65.0 65.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

umur * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

umur >=50 tahun Count 30 7 37

% within umur 81.1% 18.9% 100.0%

<50tahun Count 12 51 63

49
% within umur 19.0% 81.0% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within umur 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 36.823a 1 .000

Continuity Correctionb 34.320 1 .000

Likelihood Ratio 38.814 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,54.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for umur (>=50


18.214 6.467 51.301
tahun / <50tahun)

For cohort hipertensi = ya 4.257 2.500 7.249

For cohort hipertensi = tidak .234 .119 .460

N of Valid Cases 100

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jeniskelamin * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

50
jeniskelamin * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

jeniskelamin perempuan Count 24 8 32

% within jeniskelamin 75.0% 25.0% 100.0%

laki-laki Count 18 50 68

% within jeniskelamin 26.5% 73.5% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within jeniskelamin 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 21.037a 1 .000

Continuity Correctionb 19.092 1 .000

Likelihood Ratio 21.472 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,44.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for jeniskelamin


8.333 3.176 21.865
(perempuan / laki-laki)

For cohort hipertensi = ya 2.833 1.818 4.416

For cohort hipertensi = tidak .340 .183 .630

N of Valid Cases 100

Crosstabs
Case Processing Summary

51
Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

tingkatpendidikan * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

tingkatpendidikan * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

tingkatpendidikan rendah Count 22 51 73

% within tingkatpendidikan 30.1% 69.9% 100.0%

tinggi Count 20 7 27

% within tingkatpendidikan 74.1% 25.9% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within tingkatpendidikan 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 15.620a 1 .000

Continuity Correctionb 13.868 1 .000

Likelihood Ratio 15.800 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,34.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


tingkatpendidikan (rendah / .151 .056 .409
tinggi)

52
For cohort hipertensi = ya .407 .269 .616

For cohort hipertensi = tidak 2.695 1.400 5.188

N of Valid Cases 100

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pekerjaan * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

pekerjaan * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

pekerjaan tidakbekerja Count 26 17 43

% within pekerjaan 60.5% 39.5% 100.0%

bekerja Count 16 41 57

% within pekerjaan 28.1% 71.9% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within pekerjaan 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.559a 1 .001

Continuity Correctionb 9.271 1 .002

Likelihood Ratio 10.673 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

53
N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,06.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for pekerjaan


3.919 1.690 9.088
(tidakbekerja / bekerja)

For cohort hipertensi = ya 2.154 1.332 3.484

For cohort hipertensi = tidak .550 .367 .823

N of Valid Cases 100

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

merokok * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

merokok * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

merokok Ya Count 8 45 53

% within merokok 15.1% 84.9% 100.0%

tidak Count 34 13 47

% within merokok 72.3% 27.7% 100.0%

54
Total Count 42 58 100

% within merokok 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 33.511a 1 .000

Continuity Correctionb 31.202 1 .000

Likelihood Ratio 35.645 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,74.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for merokok (ya /


.068 .025 .182
tidak)

For cohort hipertensi = ya .209 .108 .405

For cohort hipertensi = tidak 3.070 1.907 4.941

N of Valid Cases 100

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

minumalkohol * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

55
minumalkohol * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

minumalkohol ya Count 2 1 3

% within minumalkohol 66.7% 33.3% 100.0%

tidak Count 40 57 97

% within minumalkohol 41.2% 58.8% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within minumalkohol 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .772a 1 .379

Continuity Correctionb .081 1 .776

Likelihood Ratio .764 1 .382

Fisher's Exact Test .571 .380

N of Valid Casesb 100

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,26.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for minumalkohol


2.850 .250 32.511
(ya / tidak)

For cohort hipertensi = ya 1.617 .702 3.725

For cohort hipertensi = tidak .567 .114 2.835

56
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for minumalkohol


2.850 .250 32.511
(ya / tidak)

For cohort hipertensi = ya 1.617 .702 3.725

For cohort hipertensi = tidak .567 .114 2.835

N of Valid Cases 100

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

dietrendahserat * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

dietrendahserat * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

dietrendahserat ya Count 42 57 99

% within dietrendahserat 42.4% 57.6% 100.0%

tidak Count 0 1 1

% within dietrendahserat .0% 100.0% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within dietrendahserat 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .731a 1 .392

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio 1.097 1 .295

57
Fisher's Exact Test 1.000 .580

N of Valid Casesb 100

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,42.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort hipertensi = tidak .576 .486 .682

N of Valid Cases 100

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

aktivitasfisik * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

aktivitasfisik * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

Aktivitasfisik kurang Count 15 5 20

% within aktivitasfisik 75.0% 25.0% 100.0%

cukup Count 27 53 80

% within aktivitasfisik 33.8% 66.2% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within aktivitasfisik 42.0% 58.0% 100.0%

58
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 11.176a 1 .001

Continuity Correctionb 9.547 1 .002

Likelihood Ratio 11.267 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,40.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for aktivitasfisik


5.889 1.935 17.926
(kurang / cukup)

For cohort hipertensi = ya 2.222 1.493 3.308

For cohort hipertensi = tidak .377 .174 .819

N of Valid Cases 100

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

obesitas * hipertensi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

59
obesitas * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

obesitas Ya Count 25 18 43

% within obesitas 58.1% 41.9% 100.0%

tidak Count 17 40 57

% within obesitas 29.8% 70.2% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within obesitas 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 8.067a 1 .005

Continuity Correctionb 6.946 1 .008

Likelihood Ratio 8.124 1 .004

Fisher's Exact Test .007 .004

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,06.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for obesitas (ya /


3.268 1.425 7.495
tidak)

For cohort hipertensi = ya 1.949 1.216 3.126

For cohort hipertensi = tidak .597 .404 .882

N of Valid Cases 100

60
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

hiperkolesterolemia *
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
hipertensi

hiperkolesterolemia * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

ya tidak Total

hiperkolesterolemia ya Count 22 13 35

% within hiperkolesterolemia 62.9% 37.1% 100.0%

tidak Count 20 45 65

% within hiperkolesterolemia 30.8% 69.2% 100.0%

Total Count 42 58 100

% within hiperkolesterolemia 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 9.616a 1 .002

Continuity Correctionb 8.344 1 .004

Likelihood Ratio 9.637 1 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

N of Valid Casesb 100

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,70.

b. Computed only for a 2x2 table

61
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


hiperkolesterolemia (ya / 3.808 1.604 9.040
tidak)

For cohort hipertensi = ya 2.043 1.309 3.187

For cohort hipertensi = tidak .537 .339 .850

N of Valid Cases 100

62

Anda mungkin juga menyukai