Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya


bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,
rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.
Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait
dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal
umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri. Dari beberapa jenis gangguan cemas,
gangguan panic adalah yang seringkali dijumpai di masyarakat.
Rasa cemas dapat dikonsepkan sebagai respon normal dan adaptif terhadap ancaman
yang megharuskan seseorang untuk lari ataupun melawan. Orang yang tampak cemas patologis
mengenai hampir semua hal cenderung di golongkan memiliki gangguan cemas.
Dalam referat ini penyusun akan membahas beberapa penggolongan dari gangguan
cemas, yakni gangguan panik dan agoraphobia, fobia spesifik dan fobia social, gangguan obsesif
kompulsifm gangguan stress post traumatik, gangguan cemas menyeluruh, dan gangguan cemas
lainnnya. Dalam setiap sub bab akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiopatogenesis,
tanda dan gejala, pedoman diagnosis, penatalaksanaan, perjalanan gangguan serta prognosis dari
masing-masing gangguan cemas.

1
BAB II
ISI

2.1 Definisi Gangguan Cemas

Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya


bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,
rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.
Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait
dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal
1,2
umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri

2.2 Tanda Dan Gejala Gangguan Cemas


Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran terhadap
sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap rasa gugup atau takut.
Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga mempengaruhi kemampuan berpikir,
persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi.
Distorsi ini dapat menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian,
menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan
lainnya.
Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan
melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka
2
mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.

2.3 Patofisiologi Gangguan Cemas

Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons, Symptoms, Anxiety”
bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat
diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal,

2
kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam.
Jika kecemasan naik di atas tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal,
2
ia akan timbul sebagai serangan panik.

Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang spesifik.
Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang memperlakukannya
semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu ibunya. Melalui proses generalisasi, ia
akan menjadi tidak percaya dengan wanita. Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya
2
yang cemas.

Teori Eksistensi
Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang bersifat
kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam dunia yang tidak
bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti.

Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya cemas
yang patologis antara lain:
 Sistem saraf otonom
2
 Neurotransmiter

Neurotransmiter
1. Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa serangan
panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan karakteristik dari
peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada gangguan
cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk
terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik
terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang
menjurus pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis. Percobaan
pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan

3
bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia,
didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor β-adrenergik (
Isoproterenol ) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara
lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor α-2 menunjukan
2
pengurangan gejala cemas.

2. Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran serotonin
dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine
pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian
tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine
pada gangguan obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga
menunjukkan kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki
reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan menuju
2
pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.

3. GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan
benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A. Walaupun
benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan cemas menyeluruh,
benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan clonazepam ditemukan efektif pada terapi
gangguan serangan panik

Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran
ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat benzodiazepine. Pada satu
studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal kanan ditemukan pada pasien dengan
gangguan serangan panik. Beberapa studi pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya
penemuan abnormal pada hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT,
dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan cemas,
yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal. Pada gangguan

4
obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI
2
menunjukan pengingkatan aktivitas pada amygdala.

Sistem Saraf Otonom


Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom adalah:
 sistem kardiovaskuler (palpitasi)
 muskuloskeletal (nyeri kepala)
 gastrointestinal (diare)
 respirasi (takipneu)
Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasien dengan
gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik, yang beradaptasi
lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang sedang.
Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks serebri
2
dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.

Korteks Serebri
Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal, cingulate
gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan cemas. Korteks temporal
juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara
presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif
kompulsif.

Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga
memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada primata juga
menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua area pada
sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan aktivitas pada septohippocampal,
yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan
gangguan obsesif kompulsif.

5
2.4 Klasifikasi Gangguan Cemas
2.4.1 Gangguna cemas menyeluruh
Definisi
Rasa cemas dapat dikonsepkan sebagai respon normal dan adaptif terhadap
ancaman yang megharuskan seseorang untuk lari ataupun melawan. Orang yang
tampak cemas patologis mengenai hampir semua hal cenderung di golongkan
1,2
memiliki gangguan cemas menyeluruh.

Epidemiologi
Gangguan cemas menyeluruh adalah keadaan yang lazim, perkiraan yang
masuk akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8 persen. Rasio
perempuan banding laki-laki pada gangguan ini sekitar 2 banding 1 tetapi rasio
perempuan banding laki-laki yang dirawat inap di rumah sakit untuk gangguan ini
sekitar 1 banding 1. Prevalensi seumur hidupnya adalah 45 persen.

KORMOBIDITAS
Gangguan cemas menyeluruh mungkin adalah gangguan yang paling sering
muncul bersamaan dengan gangguan jiwa lain, biasanya fobia sosial, fobia spesifik,
gangguan panic, atau gangguan depresif. Mungkin 50 hingga 90 persen pasien
dengan gangguan cemas menyeluruh memiliki gangguan jiwa lain. Sebanyak 25
persen pasien akhirnya mengalami gangguan panic. Suatu tambahan presentase
pasien yang tinggi cenderung memiliki gangguan depresif berat. Gangguan lazim
yang terkait gangguan cemas menyeluruh adalah gangguan distimik, fobia sosial dan
2,3
spesifik, serta gangguan terkait zat.

Etiopatogenesis

Faktor biologis
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ansietas menyeluruh
adalah lobus oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak.
Basal ganglia, system limbic dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada
etiologi timbulnya gangguan ansietas menyeluruh. Pada pasien dengan gangguan
ansietas menyeluruh juga ditemukan system serotonergik yang abnormal.

6
Neurotransmitter yang berkaitan dengan gangguan ansietas menyeluruh adalah
GABA, serotonin, norepinefrin, glutamate, dan kolesistokinin.
Pemeriksaan PET (Positron Emision Tomography) pada pasien dengan
gangguan ansietas menyeluruh ditemukan penurunan metabolism di ganglia basal
2,4
dan massa putih otak.
Faktor genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetic pasien dengan
gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita.
Sekitar 25 % dari keluarga tingkat pertama penderita gangguan ansietas menyeluruh
juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar
2,8
didapatkan angka 50 % pada kembar monozigot dan 15 % pada kembar dizigotik.
Teori psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa ansietas adalah gejala dari konflik
bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitive ansietas
dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih
matang lagi ansietas dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting.
Ansietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan ansietas superego
merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya
2
sendiri (merupakan ansietas yang paling matang)
Teori kognitif perilaku
Penderita gangguan ansietas menyeluruh berespons secara salah dan tidak
tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal
negative pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan
pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi
1,2
ancaman.

Tanda dan Gejala


Gejala utama gangguan ansietas menyeluruh adalah ansietas, ketegangan
motorik, hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif. Ansietasnya berlebihan dan
menganggu aspek kehidupan lain. Ketegangan motorik paling sering tampak
sebagai gemetar, gelisah, dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom sering
bermanifestasi sebagai nafas pendek, keringat berlebihan, palpitasi, dan berbagai
gejala gastrointestinal. Kesiagaan kognitif terlihat dengan adanya iritabilitas dan
mudahnya pasien merasa terkejut.

7
Pasien dengan gangguan ansietas menyeluruh biasanya mencari dokter umum
atau dokter penyakit dalam untuk membantu gejala somatic mereka. Selain itu,
pasien pergi ke dokter spesialis untuk gejala spesifik (contohnya diare kronis).
Gangguan medis spesifik nonpsikiatri jarang ditemukan dan perilaku pasien
bervariasi saat mencari dokter. Sejumlah pasien menerima diagnosis gangguan
ansietas menyeluruh dan terapi yang sesuai; lainnya mencari konsultasi medis
tambahan untuk masalah mereka.

Pedoman Diagnostik
Criteria diagnosis DSM-IV-TR memasukkan criteria yang membantu klinisi
membedakan gangguan ansietas menyeluruh,, ansietas normal, dan gangguan mental
lain.
2,5
Kriteria diagnostic DSM-IV-TR untuk gangguan ansietas menyeluruh
A. Ansietas dan kekhawatiran berlebihan (perkiraan yang menakutkan) terjadi hanmpir
setiap hari selama setidaknya 6 bulan, mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas
(seperti bekerja atau bersekolah)
B. Orang tersebut merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya. Ansietas dari
kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih) dari keenam gejala berikut (dengan
beberapa gejala setidaknya muncul hampir setiap hari selama 6 bulan).
C. Perhatikan : hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak
1. Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok
2. Mudah merasa lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Mudah marah
5. Otot tegang
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak
puas)
D. Focus dari ansietas dan kekhawatiran tidak terbatas hanya pada gambaran gangguan
Aksis I, misalnya ansietas atau cemas bukan karena mengalami serangan panic

8
(seperti pada gangguan panic), merasa malu berasa di keramaian (seperti pada fobia
sosial), merasa kotor (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), jauh dari rumah atau
kerabat dekat (seperti pada gangguan ansietas perpisahan), bertambah berat badan
(seperti pada anorexia nervosa), mengalami keluhan fisik berganda (seperti gangguan
somatisasi), atau mengalami penyakit serius (seperti pada hipokondriasis), juga
ansietas dan kekhawatiran tidak hanya terjadi selama gangguan stress pasca trauma.
E. Ansietas, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan distress yang secara klinis
bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan, atau area penting fungsi lainnya.
F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat-obatan) atau keadaan medis umum (misalnya hipertiroidisme)
dan tidak terjadi hanya selama gangguan mood, gangguan psikotik atau gangguan
pervasive.
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical Manual of Mental
Disorder. Edisi ke-4. rev. Text rev. Washington, DC. American psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin.

Diagnosis Banding
Gangguan ansietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat.
Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes
fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,
penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alcohol, hipnotik-
sedatif, dan anxioltik.
Gangguan psikiatri lain yang merupakan diagnosis bandung gangguan
cemas menyeluruh adalah gangguan panic, fobia, gangguan obsesif kompulsif,
hipokondriasis, gangguan somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan
gangguan kepribadian. Membedakan gangguan cemas menyeluruh dengan gangguan
depresi dan distimik tidak mudah, dan gangguan-gangguan ini sering kali terdapat
1,2
bersama-sama gangguan cemas menyeluruh.

9
Penatalaksanaan
Terapi yang paling efektif untuk gangguan ansietas menyeluruh mungkin adalah terapi
yang menggabungkan pendekatan psikoteraputik, farmakoterapeutik, dan suportif.
Terapi ini dapat memakan waktu yang cukup lama bagi klinisi yang terlibat, baik bila
klinisi tersebut adalah seorang psikiater, dokter keluarga, atau spesialis lain.

PSIKOTERAPI

 Terapi kognitif-perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif
dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatic secara langsung. Teknik utama
yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
 Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, menggali potensi-potensi yang ada
dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.
 Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapi dapat memperkirakan sejauh
mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur; bila tidak tercapai, minimal
kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.

FARMAKOTERAPI

Benzodiazepine. Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine


dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapi respon terapi. Lama
pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off
selama 1-2 minggu.
Buspiron. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding
gejala somatic pada gangguan cemas menyeluruh. Tidak menyebabkan withdrawal.

10
Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Dapat
dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian
dilakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 mnggu, disaat efek terapi buspiron
sudah mencapai maksimal.
Selective serotonin reuptake inhibitors. Sertralin dan paroxetin merupakan pilihan
yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan
ansietas sesaat. SSRI selektif terutama pada pasien dengan gangguan cemas
menyeluruh dengan riwayat depresi.

Obat lain. Obat lain yang telah terbukti berguna untuk gangguan ansietas
menyeluruh mencakup obat trisiklik atau tetrasiklik. Antagonis reseptor β-adrenergik
dapat mengurangi manifestasi somatic ansietas tetapi tidak keadaan yang mendasari,
dan penggunaannya biasanya terbatas pada ansietas situasional seperti ansietas
penampilan. Nefazodon yang juga digunakan pada depresi, telah terbukti
mengurangi ansietas dan mencegah gangguan panic.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Pasien biasanya datang untuk mendapatkan perhatian klinisi pada usia-20an
walaupun kontak pertama dengan klinisi dapat terjadi pada usia berapapun. Hanya
sepertiga pasien yang memiliki gangguan ansietas menyeluruh mencari terapi
psikiatri. Karena tingginya insiden adanya gangguan jiwa komorbid pada pasien
dengan gangguan ansietas menyeluruh, perjalanan klinis, dan prognosis gangguan ini
sulit diprediksi. Meskipun demikian, sejumlah data menunjukkan bahwa peristiwa
hidup terkait dengan awitan gangguan ansietas menyeluruh. Terdapatnya beberapa
peristiwa hidup yang negative sangat meningkatkan kemungkinan gangguan tersebut
untuk timbul. Dengan defenisi, gangguan ansietas menyeluruh adalah suatu keadaan
kronis yang mungkin akan menetap seumur hidup.

2.4.2 Gangguan cemas lainnya


2.4.2.1. Gangguan ansietas akibat keadaan medis umum
Banyak gangguan medis dikaitkan dengan ansietas. Gejala dapat mencakup
serangan panik, ansietas menyeluruh, obsesi dan kompulsi, serta tanda distress lain.

11
Pada semua kasus, tanda dan gejala disebabkan efek fisiologis langsung keadaan
1
medis.

Epidemiologi
Keberadan gejala ansietas yang berkaitan dengan keadaan medis umum lazim
ditemukan walaupun insiden gangguan ini bervariasi untuk setiap keadaan medis
umum yang spesifik.

Etiologi
Suatu kisaran luas keadaan medis dapat menyebabkan gejala yang serupa
dengan gangguan ansietas. Hipertiroidisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, dan
defisiensi vitamin B12 sering dikaitkan dengan gejala ansietas. Feokromositoma
menghasilkan epinefrin, yang dapat menyebabkan epidose paroksismal gejala
ansietas. Lasei tertentu pada otal dam kondisi pascaensefalitis di laporkan
menghasilkan gejala yang identik dengan gejala yang terlihat pada gangguan
obsesif-kompulsif. Keadaan medis lain, seperti aritmia jantung, dapat menghasilkan
gejala fisiologis gangguan panic. Hipoglikemia juga dapat menyerupai gejala
gangguan ansietas.

Diagnosis
Diagnosis gangguan ansietas akibat keadaan medis umum menurut revisi
keempat diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-IV-TR)
mensyaratkan adanya gejala gangguan ansietas. DSM-IV-TR memungkinkan klinisi
merinci apakah gangguan ini ditandai dengan gejala ansietas menyeluruh, serangan
panic, atau gejala obsesif kompulsif.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Ansietas Akibat Keadaan Umum
A. Ansietas, serangan panic, atau obsesi maupun kompulsif menonjol dan mendominasi
gambaran klinis.
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temua laboratorium bahwa
gangguan ini merupakan akibat fisiologis langsung suatu keadaan medis umum.
C. Gangguan ini tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain (contohnya
gangguan penyesuaian dengan ansietas yang stresornya adalah keadaan medis umum

12
yang serius)
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi saat delirium
E. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
dalam area fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
Tentukan jika :
Dengan ansietas menyeluruh : jika ansietas atau kekhawatiran berlebihan mengenai
sejumlah peristiwa atau aktivitas mendominasi gambaran klinis.
Dengan serangan panic : jika serangan panic mendominasi gambaran klinis
Dengan gejala obsesif kompulsif : jika obsesi atau kompulsi mendominasi gambaran
klinis
Catatan pemberian kode : mencakup nama keadaan medis umum pada Aksis I,
contohnya gangguan ansietas akibat feokromositoma dengan ansietas menyeluruh, juga
beri kode keadaan medis umum pada aksis III.
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
th
Disorder. 4 ed. Text rev. Washington DC. American Psychiatric Association, copyright
2000, dengan izin.

Gambaran Klinis
Gejala gangguan ansietas akibat keadaan medis umum dapat identik dengan
gejala gangguan ansietas primer. Suatu sindrom yang serupa dengan gangguan panic
adalah gambaran klinis yang paling lazim. Pasien yang memiliki kardiomiopati
dapat memiliki insiden paling tinggi untuk gangguan panikakibat keadaan medis
umum. Satu studi melaporkan bahwa 83 persen pasien kardiomiopati yang
menunggu transplantasi jantung mengalami gangguan panic. Pada sejumlah studi,
sekitar 25 persen pasien dengan penyakit Parkinson dan penyakit paru obstruktif
kronis memiliki gejala gangguan panic. Gangguan medis lain yang dikaitkan dengan
gangguan panic mencakup nyeri kronis, sirosis bilier primer, dan epilepsy, terutama
jika fokusnya berada pada girus parahipokampus kanan. Prevalensi tertinggi gejala
gangguan ansietas menyeluruh akibat gangguan medis tampaknya ada pada penyakit
Grave, pada penyakit ini sebanyak dua pertiga pasien memenuhi criteria gangguan
ansietas menyeluruh.

13
Diagnosis Banding

Pemeriksaan status mental penting dilakukan untuk menentukan adanya gejala


mood atau gejala psikotik yang dapat mengesankan adanya diagnosis psikiatrik lain.
Bagi seorang klinisi, untuk menyimpulkan bahwa seorang pasien mengalami
gangguan ansietas akibat keadaan umum, pasien harus dengan jelas memiliki
ansietas sebagai gejala utama dan harus memiliki gangguan medis nonpsikiatri
spesifik yang menjadi penyebab. Untuk memastikan suatu keadaan medis umum
sebagai penyebab ansietas, klinis harus tahu apakah keadaan medis dan gejala
ansietas berkaitan erat di dalam literature, awitan usia (gangguan ansietas primer
biasanya memiliki awitan sebelum usia 35 tahun), dan riwayat keluarga pasien
dengan gangguan ansietas dan keadaan medis umum yang relevan (contohnya
hipertiroidisme). Diagnosis gangguan penyesuaian dengan ansietas juga harus
2
dipertimbangkan di dalam diagnosis banding.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Pengalaman ansietas yang tidak juga membaik dapat membuat ketidakmampuan


pada pasien menganggu setiap aspek kehidupan, termasuk fungsi sosial, pekerjaan,
dan psikologis. Terapi atau penyingkiran penyebab medis primer pada ansietas
biasanya mengawali proses perbaikan yang jelas pada gejala gangguan ansietas.
Meskipun demikian, pada sejumlah kasus, gejala gangguan ansietas berlanjut bahkan
setelah keadaan medis primer diobati-contohnya setelah suatu periode ensefalitis.
Sejumlah gejala, terutama gejala gangguan obsesif-kompulsif, bertahan untuk waktu
yang lebih lama daripada gejala gangguan ansietas lain. Ketika gejala gangguan
ansietas ada untuk suatu periode waktu yang cukup lama daripada gejala gangguan
medis diobati, gejala yang tersisa mungkiin harus diobati sebagai gejala primer-yaitu
dengan psikoterapi atau farmakoterapi atau keduanya.

14
Terapi

Terapi utama gangguan ansietas akibat keadaan medis umum adalah terapi
untuk keadaan medis yang mendasari. Jika pasien juga memiliki gangguan
penggunaan alcohol atau zat lain, gangguan ini juga harus diterapi untuk
memperoleh kembali gejala gangguan ansietas. Jika penyingkiran keadaan medis
primer tidak memperbaiki gejala gangguan ansietas, terapi gejala tersebut harus
mengikuti pedoman terapi untuk gangguan jiwa spesifik. Umumnya, teknik
modifikasi perilaku, agen ansiolitik, dan antidepresan serotonergik merupakan
modalitas terapi yang paling efektif.

2.4.2.2 Gangguan Ansietas yang Dicetuskan Zat


Definisi
DSM-IV-TR mencakup gangguan jiwa yang dicetuskan zat di dalam kategori
sindrom gangguan jiwa yang relevan. Dengan demikian, gangguan ansietas yang
1,2
dicetuskan zat terkandung di dalam kategori gangguan ansietas.

Epidemiologi
Gangguan ansietas yang dicetuskan zat lazim ditemukan, baik akibat
konsumsi zat yang disebut sebagai obat rekreasional maupun akibat penggunaan obat
yang diresepkan.

Etiopatogenesis
Suatu kisaran luas zat dapat menyebabkan gejala ansietas yang menyerupai
gangguan ansietas DSM-IV-TR. Walaupun simpatomimetik (seperti amfetiman,
kokain, dan kafein) merupakan zat yang paling sering dikaitkan dengan produksi
gejala gangguan ansietas, banyak obat serotonergik (contohnya lysergic acid
diethylamide [LSD] dan methylenedioxymethamphetaminde [MDMA]) juga dapat
menimbulkan sindrom ansietas akut maupun kronis pada pengguna obat ini. Suatu
kisaran luas obat yang diresepkan juga dikaitkan dengan munculnya gejala gangguan
1,2
ansietas pada orang yang rentan.

15
Diagnosis
Kriteria diagnosis DSM-IV-TR gangguan ansietas dicetuskan zat
mengharuskan adanya ansietas, serangan panic, obsesi atau kompulsif yang
menonjol (table 13.7-2). Pedoman DSM-IV-TR menyatakan bahwa gejalanya harus
timbul selama penggunaan zat atau dalam 1 bulan setelah penghentian penggunaan
zat, tetapi DSM-IV-TR mendorong klinisi untuk menggunakan penilaian klinis yang
sesuai untuk mengkaji hubungan antara pajanan zat dengan gejala ansietas. Struktur
diagnosis mencakup merinci zat (contohnya kokain), merinci keadaan yang sesuai
selama awitan (contohnya intoksikasi), dan menyebut pola gejala spesifik
8
(contohnya serangan panic).
5
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR gangguan ansietas yang dicetuskan zat
A. Ansietas serangan panic atau obsesi maupun kompusif yang menonjol dan
mendominasi gambaran klinis.
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
baik (1) atau (2)
1) Gejala pada criteria A timbul selama atau dalam 1 bulan sejak intoksikasi atau
putus zat
2) Penggunaan obat secara etiologis terkait dengan gangguan ini
C. Gangguan ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan ansietas yang
bukan dicetuskan zat. Bukti bahwa gejala disebabkan oleh gangguan ansietas
yang bukan dicetuskan zat dapat mencakup hal berikut: gejala mendahului
awitan penggunaan zat (atau penggunaan obat); gejala bertahan untuk suatu
periode waktu tertentu (contoh sekitar satu bulan) setelah penghentian zat akut
atau intoksikasi berat atau gejala sangat melebihi yang diharapkan pada jenis
maupun jumlah zat yang digunakan dan durasi penggunaannya; atau terdapat
bukti lain, yang mengesankan terdapat gangguan ansietas yang tidak dicetuskan
zat (contoh riwayat episode berulang yang tidak dicetuskan zat).
D. Gangguan tidak hanya terjadi saat delirium.
E. Gangguan menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.
Catatan : diagnosis harus dibuat sebagai pengganti diagnosis intoksikasi zat atau

16
putus zat hanya jika gejala ansietas melebihi gejala yang biasanya terkait
intoksikasi atau sindrom putus zat dan jika gejala ansietas cukup berat untuk
mendapatkan perhatian klinis.
kode gangguan ansietas yang dicetuskan (zat tertentu)
alcohol, amfetamin (atau zat lir-amfetamin); kafein; kanabis; kokain; halusinogen;
inhalan; fensiklidin (atau zat mirip fensiklidin); sedative, hipnotik, atau
ansiolitik; zat lain (atau tidak diketahui)
tentukan jika :
dengan ansietas menyeluruh : jika ansietas atau kekhawatiran berlebihan
mengenai sejumlah peristiwa atau aktivitas mendominasi tampilan klinis
dengan serangan panic : jika serangan panic mendominasi tampilan klinis
dengan gejala obsesif kompulsif : jika obsesi atau kompulsi mendominasi
tampilan klinis
dengan gejala fobik : jika gejala fobik mendominasi tampilan klinis
tentukan jika :
dengan awitan selama intoksikasi : jika memenuhi criteria intoksikasi zat tersebut
dan gejala timbul selama sindrom intoksikasi
dengan awitan selama putus zat : jika memenuhi criteria putus zat dan gejala
timbul selama atau segera setelah sindrom putus zat
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
th
Mental Disorder. 4 ed. Text rev. Washington DC. American Psychiatric
Association, copyright 2000, dengan izin.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis terkait pada gangguan ansietas yang dicetuskan zat bervariasi
sesuai zat yang terlibat. Bahkan penggunaan psikostimulan yang tidak sering dapat
menimbulkan gejala gangguan ansietas pada sejumlah orang. Hal yang juga
berkaitan dengan gejala gangguan ansietas adalah hendaya kognitif pemahaman,
perhitungan, dan daya ingat. Deficit kognitif ini biasanya reversible ketika
penggunaan zat dihentikan.

17
Diagnosis Banding

Diagnosis banding gangguan ansietas yang dicetuskan zat mencakup


gangguan ansietas primer, gangguan ansietas akibat keadaan medis umum (untuk
keadaan ini mungkin pasien mendapatkan obat yang terkait), dan gangguan mood,
yang sering disertai gejala gangguan ansietas. Gangguan kepribadian dan
malingering harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding terutama di sejumlah
1,2,4
ruang gawat darurat di perkotaan.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Perjalanan gangguan dan prognosis umumnya bergantung pada penyingkiran
zat penyebab yang terlibat serta kemampuan jangka panjang orang tersebut untuk
membatasi penggunaan zat tersebut. Efek ansiogenik sebagian besar obat bersifat
reversible. Ketika ansietas tidak membaik dengan penghentian obat, klinisi harus
mempertimbangkan kemungkinan zat tersebut menyebabkan kerusakan obat
1,2
irreversible.

Terapi
Terapi primer gangguan ansietas yang dicetuskan zat adalah menyingkirkan
zat penyebab yang terlibat. Kemudian klinisi harus berfokus untuk menemukan
terapi alternative jika zat tersebut merupakan obat yang diindikasikan secara medis,
juga untuk membatasi pajanan pasien jika zat tersebut didapatkan melalui pajanan
lingkungan, atau mentatalaksana gangguan terkait zat yang mendasari. Jika gejala
gangguan ansietas berlanjut walaupun penggunaan zat telah dihentikan, terapi gejala
gangguan ansietas dengan modalitas psikoterapeutik atau farmakoterapeutik
mungkin sesuai untuk keadaan ini.

2.4.2.3 Gangguan Ansietas yang tak Tergolongkan


Sejumlah pasien mempunyai gejala gangguan ansietas, tetapi tidak memenuhi
criteria gangguan ansietas DSM-IV-TR yang spesifik aau gangguan penyesuaian

18
dengan ansietas atau gangguan campuran ansietas dan mood depresi. Pasien seperti
ini paling sesuai jika diklasifikasikan memiliki gangguan ansietas yang tidak
tergolongkan. DSM-IV-TR mencakup empat contoh keadaan yang sesuai untuk
diagnosis ini. Salah satu contohnya adalah gangguan campuran ansietas depresif.

5
Kriteria diagnostic DSM-IV-TR gangguan ansietas yang tidak tergolongkan
Kategori ini mencakup gangguan dengan ansietas atau penghindaran fobic yang
nyata dan tidak memenuhi criteria gangguan ansietas spesifik manapun, gangguan
penyesuaian dengan ansietas, atau gangguan penyesuaian campuran ansietas dan
mood depresi. Contohnya mencakup :
1. Gangguan campuran ansietas depresif : gejala ansietas dan depresi yang secara
klinis bermakna, tetapi tidak memenuhi criteria gangguan mood spesifik atau
gangguan ansietas spesifik.
2. Gejala fobia sosial yang secara klnis bermakna yang terkait dengan dampak
sosial karena memiliki keadaan medis umum atau gangguan jiwa (contohnya
penyakit Parkinson, penyakit kulit, gagap, anorexia nervosa, gangguan
dismorfik tubuh)
3. Situasi dengan gangguan yang cukup berat sehingga diperlukan diagnosis
gangguan ansietas, tetapi orang tersebut gagal melaporkan cukup gejala guna
memenuhi criteria lengkap gangguan ansietas spesifik manapun; contohnya,
orang yang melaporkan semua gambaran gangguan panic tanpa agoraphobia
kecuali bahwa serangan panic semuanya merupakan serangan yang terbatas
gejala
4. Situasi saat klinis telah menyimpulkan bahwa terdapat gangguan ansietas tetapi
tidak mampu membedakan apakah gangguan tersebut primer, akibat medis
umum, atau dicetuskan zat
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
th
Mental Disorder. 4 ed. Text rev. Washington DC. American Psychiatric
Association, copyright 2000, dengan izin.

19
2.4.2.4 Gangguan Campuran Ansietas Depresif

Definisi

Gangguan ini menggambarkan pasien dengan keadaan gejala ansietas dan


depresif yang tidak memenuhi keriteria diagnostic gangguan ansietas atau gangguan
mood. Kombinasi gejala depresif dan ansietas menimbulkan hendaya fungsional
yang bermakna pada orang yang mengalami gangguan ini. Keadaan ini terutama
dapat banyak ditemukan di pelayanan primer dan klinik kesehatan jiwa rawat jalan.
Oponen telah mendebat bahwa ketersediaan diagnosis dapat membuat klinisi tidak
terdorong untuk mengambil waktu yang diperlukan untuk memperoleh riwayat
psikiatri yang lengkap untuk membedakan gangguan depresif sejati dengan
1,2
gangguan ansietas sejati.

Epidemiologi

Keberadaan gangguan depresif berat dan gangguan panic secara bersamaan


lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengn gejala depresif memiliki ansietas yang
menonjol, dan sepertiganya dapat memenuhi criteria diagnostic gangguan panic.
Peneliti telah melaporkan bahwa dari 20 sampai 90 persen pasien dengan gangguan
panic memiliki episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan bahwa
keberadaan gejala depresif dan ansietas secara bersamaan, tidak ada diantaranya
yang memenuhi criteria diagnostic gangguan depresi atau ansietas lain, dapat lazim
ditemukan. Meskipun demikian, saat ini data epidemiologis formal mengenai
gangguan camuran ansietas depresif tidak tersedia. Meskipun demikian, sejumlah
klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa prevalensi gangguan ini pada populasi
umum adalah 10 persen dan di klinik penlayanan primer sampai tertinggi 50 persen,
walaupun perkiraan konservatif mengesankan prevalensi sekitar 1 persen pada
1,2
populasi umum.

20
Etiopatogenis

Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala ansietas dan gejala
depresif terkait secara kausal pada sejumlah pasien yang mengelami gejala ini.
Pertama, sejumlah peneliti melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa pada
gangguan depresif dan gangguan ansietas, terutama gangguan panic, termasuk
menumpulnya respons kortisol terhadap hormone adrenokort, kotropik, respons
hormone pertumbuhan yang tumpul terhadap klonidin (Catapres), dan respons TSH
serta prolaktin yang tumpul terhadap TRH (thyrotropin-releasing hormone). Kedua,
sejumlah peneliti melaporkan data yang menunjukkan bahwa hiperaktivitas system
noradnergeik sebagai penyebab relevan pada sejumlah pasien dengan gangguan
depresifdan gangguan panik. Secara rinci, studi ini telah menemu-kan adanya
konsentrasi metabolit norepinefrin 3-methoxy-4- hydroxyphenylglycol (MHPG)
yang meningkat di dalam urin, plasma, atau cairan serebrospinalis (CSF) pada pasien
dengan depresi dan gangguan panik yang sedang aktif mengalami serangan panik.
Seperti pada gangguan ansietas dan gangguan depresif lain, serotonin dan asam y-
aminobutirat (GABA) juga rnungkin terlibat sebagai penyebab di dalam gangguan
campuran ansietas depresif. Ketiga, banyak studi menemukan bahwa obat
serotonergik, seperti fluoxetine (Prozac) dan clomipramine (Anafrani I), berguna
dalam terapi gangguan depresif dan ansietas. Keempat, sejumlah studi keluarga
melaporkan data yang menun-jukkan bahwa gejala ansietas dan depresi berhubungan
pada secara genetik sedikitnya beberapa keluarga.

Diagnosis

Kriteria DSM-IV-TR (Tabel 13.7-4) rnengharuskan adanya.gejala subsindrom


ansietas dan depresi sera adanya bebe-a rapa geiala somatik, seperti tremor, palpitasi,
mulut kering, dan ras perut yang bergejolak.
5
Kriteria riset DSM-IV-TR Gangguan campuran ansietas depresif
A. Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 3 bulan
B. Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :
1) Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2) Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisah, tidur

21
tidak puas)
3) Lelah atau energy rendah
4) Iritabilitas
5) Khawatir
6) Mudah meneangis
7) Hipervigillance
8) Antisipasi hal terburuk
9) Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
10) Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
C. Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klnis bermkana atau hendaya dalam
area fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
D. Gejala tidak disebabkan efek biologis langsung suatu zat (contohnya
oenyakahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum
E. Semua hal berikut ini :
1) Criteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan distimik,
gangguan panic, atau gangguan ansietas menyeluruh
2) Criteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain (termasuk
gangguan asietas atau ganngguan mood, dalam remisi parsial)
3) Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain

Gambaran Klinis

Gangguan campuran ansietas depresif menggabungkan gejala gangguan ansietas dan


sejumlah gejala gangguan depresif. Di samping itu, gejala hiper-aktivitas sistem
saraf otonom, seperti keluhan gastrointestinal, lazim ditemukan dan ikut berperan
pada banyaknya pasien yang ditemukan di klinik medis rawat jalan.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding mencakup ganggu-an ansietas dan depresif lainnya sena


gangguan kepribadian. Di antara gangguan ansietas, gangguan ansietas menyeluruh
merupa-kan gangguan yang lebih besar kemungkinannya untuk ber-tumpang tindih
dengan gangguan campuran ansietas-depresif. Di antara gangguan mood, gangguan

22
distimik dan gangguan depresif ringan adalah gangguan yang lebih besar
kemungkinannya untuk bertumpane tindih dengan gangguan campuran ansietas-
depresif. Di antara ganeguan kepribadian, gangguan kepribadian meng-hindar,
dependen. dan obsesif-kompulsif dapat memiliki gejala yang mirip dengan gejala
gangguan campuran ansietas-depresif. Diagnosis gangauan somatoform juga harus
dipertirnbangkan. Hanya riwayat psikiatri, pemeriksaan status mental, dan penge-
tahuan mengenai kriteria spesifik DSM-IV-TR yang dapat membantu klinisi
1,2,4
membedakan di antara keadaan-keadaan int.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar kernungkinannya
untuk memiliki gejala ansietas 'yang menonjol, gejala depresif yang menonjol, atau
campuran dua gejala dengan besar yang sama saat awitan. Selama perjalanan
penyakit, dominasi gejala ansietas dan depresif dapat bergantian. Prognosisnya tidak
diketahui.

Terapi
Terapi diberikan berdasarkan gejala yang muncul, keparahannya, dan tingkat
pengalaman klinisi tersebut dengan berbagai modalitas terapi. Pendekatan
psikoterapeutik dapat melibatkan pendekatan yang terbatas waktu seperti terapi
kognitif atau modifikasi perilaku, walaupun se-jumlah klinisi menggunakan
pendekatan psikoterapeutik yang kurang terstruktur, seperti psikoterapi yang
berorientasi tilikan. Farmakoterapi untuk gangguan campuran ansietas-depresif dapat
mencakup obat antiansietas, obat antidepresif, atau keduanya. Penggunaan
triazolobenzodiazepin diindikasikan karena efektivitasnya dalam mengobati depresi
yang disertai ansietas. Obat yang memengaruhi reseptor 5-HTIA, seperti buspiron,
juga dapat diindikasikan. Antidepresan serotonergik (contohnya, fluoxetine) dapat
menjadi obat yang paling efektif dalam mengobati gangguan campuran ansietas-
1,2
depresif..

23
Bab III
Penutup

Gangguan cemas dibagi menjadi beberapa golongan. Gangguan panik merupakan


gangguan yang lebih sering dijumpai dan merupakan gangguan yang ditandai dengan serangan
panik yang spontan dan tidak diperkirakan, atau periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan
relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun) yang disertai dengan gejala somatik. Setiap
gangguan memiliki etiopatogenesis yang berbeda seperti factor genetic, factor biologis, dan
factor psikososial. Penatalaksanaannya berupa suatu kombinasi terapi farmakologis dan terapi
kognitif perilaku, terapi psikososial, dan konseling. Beberapa golongan obat yang efektif untuk
gangguan cemas adalah obat-obat golongan, Trisiklik dan Tetrasiklik, benzodiazepine, MAOI,
dan SSRI. Pasien dengan fungsi pramorbid yang baik dan durasi gejala singkat tidak disertai
1,2
depresi memiliki prognosis yang baik.

24
Daftar Pustaka

1. Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI. 2010. H;
235-241.
2. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi 2. Jakarta:
ECG, 2010. H; 233-241.
3. Roxanne Dryden-Edwards, MD. Gangguan panik tinjuan. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com/panic_attacks/article_em.htm. Diakses pada 12 juni
2012
th
4. Kaplan & Sadock. Comprehensive textbook of Psychiatry 7 ed. (2000):1491-1493,
1498

25

Anda mungkin juga menyukai