Anda di halaman 1dari 79

MAKALAH TUTORIAL CASE 3

TURORIAL C2

1610211023 Nurus Sa`adah

1610211075 Salmanisa Nur Nabila

1610211110 Nahdah Aidah

1610211007 Zufarisky Sarel

1610211048 Alvita Theresia S

1610211031 Hafidz Naeriansyah

1610211106 Natalia Putri

1610211027 Meilita Mutiara H

1610211156 Siti Thannisya AG

1610211108 M Hafidz Nugroho

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN 2018/2019


CASE 3 TUTORIAL C2

Riwayat penyakit sekarang

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun 4 bulan datang diantar keluarga dengan keluhan
sembab pada kelopak matanya dan kedua tungkai bengkak sejak 3 hari yang lalu. Sembab di
kelopak mata muncul saat pagi hari dan berangsur-angsur menghilang pada sore hari,
sedangkan bengkak di kedua tungkai menetap. Sembab di kelopak mata tidak disertai
keluhan mata berair, silau dan nyeri. Keluhan tambahan BAK berwarna seperti air cucian
daging dan berbusa, jumlah urin juga lebih sedikit daripada biasanya dan. Ibu mengatakan
anaknya terlihat lemah, tidak nafsu makan dan tidak demam.
Dua minggu sebelumnya pasien mengalami demam dan sakit menelan/radang tenggorokan.
Pasien berobat ke puskemas dan diberi obat sirup penurun panas dan antibiotik yang
diminum 3x sehari selama 3 hari. Namun, pasien tidak menghabiskan obatnya karena keluhan
sakit menelan sudah tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami riwayat sembab pada kelopak mata dan bengkak pada kedua
tungkai.
Pasien sering mengalami radang tenggorokan namun biasanya sembuh hanya dengan minum
obat di warung.
Pasien belum pernah mengalami sakit kulit/korengan

Riwayat Penyakit Keluarga

Kedua orang tua pasien memiliki Riwayat Hipertensi.


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 90x/menit

Rr : 20x/ menit

Suhu : 36,5⁰ C

BB : 30 kg (terakhir pasien menimbang badan BB=25 kg)

TB : 105 cm
General Survey

Kepala : edema periorbital (+), nyeri tekan (-)

Thorak Jantung dan paru : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : akral hangat, pitting edema (+), CRT < 2 detik

Pemeriksaan penunjang

Darah Rutin:

- Hb : 14 mg/dl (N 10,5-14 g/dl)


- Ht : 42 % (N 33-42%)
- Lekosit: 7.000/mm3 (N 6.000-15.000/mm3)
- Trombosit : 300.000 sel/mm3 (N 150.000 – 450.000 sel/mm3)

Pemeriksaan Urin rutin:

warna gelap, BJ 1020, protein: +3, RBC casts (+), Eritrosit (+)

Ureum: 30 mg/dl (N 20-40 mg/dl)

Kreatinin: 0,5 mg/dl (N 0,3-0,7 mg/dl)

LFG: 85 mm/menit (N 116±20 mm/menit)

ASTO: 400 IU/ml (<200 IU/ml)

C3: 40 mg/dl (55-120 mg/dl)

Kolesterol total : 197 mg/dl (N <200 mg/dl)


Embriologi Ginjal

Sistem ginjal berasal dari mesoderm ridge / mesodermal intermediet

Selama intrauterine pada manusia terdapat 3 sistem ginjal:

A. Pronefros

B. Mesonefros

C. Metanefros

A. Pronefros

Pada awal minggu ke-4 pronefros terdiri dari 7-10 kelompok sel solid di region servikal

Membentuk unit ekstratorik vestigial

Nefrotom regresi

Akhir minggu ke 4 semua tanda pronefros lenyap

B. Mesonefros dan duktus mesonefrikus


 Berasal dari mesoderm intermediet segmen torakal atas –lumbal atas

 Awal minggu ke 4 – minggu ke-8.


 Awal minggu ke 4 muncul tubulus ekstratorik pertama dari mesonefros

 Tubulus ekstratorik memanjang membentuk lengkung berbentuk S dan


mendapat berkas kapiler yang akanmembentuk glomerulus di ekstremitas
medialnya

 Di sekeliling glomerulus terbentuk kapsula bowman dan membentuk juga


korpus kulum renale

 Di sebelah lateral tubulus masuk ke duktus koligentes longitudinal di kenal


sebagai duktus mesonefrikus/ duktus wolffii

 Pertengahan bulan ke dua (minggu ke 6) kedua mesonefros membentuk organ


ovoid di sisi garis tengah

 Hubungan gonad yang berada di sisi medialnya di kenal urogenital ridge

 Tubulus berhenti berdiferensiasi akhir bulan ke 2 (minggu ke 8), pada laki-laki


tubulus menetap dan ikut serta dalam pembentukan system genetalis namun
pada wanita stuktur-struktur tersebut lenyap.
C. Metanefros
 Muncul pada minggu ke 5

 Unit ekstratorik terbentuk dari mesoderm metanefros

 Duktus koligentes ginjal permanen terbentuk dari tunas ureter, suatu pertumbuhan
keluar dari duktus mesonefrikus

 Tunas ini menembus jaringan metanefros yang ujung distalnya seperti topi
 Tunas melebar, membentuk pelvis renalis primitive → membelah menjadi kranial dan
kaudal → kaliks mayor → membentuk 2 tunas baru hingga 12 generasi tubulus →
terus bergenerasi membentuk kaliks minor pelvis renalis → bergenerasi → tubulus
koligentes

 Tunas urete membentuk ureter pelvis renalis, kaliks mayor dan minor, dan sekitar 1
juta tubulus koligentes
 Tubulus koligente baru di tutupi oleh suatu tutup jaringan metanefros (metanepric
tissue cap)

 Di bawah pengaruh induktif tubulus, jaringan penutup tersebut membentuk vesikel-


vesikel kecil (vesikel kecil)

 Vesikel ginjal menghasilkan tubulus kecil terbentuk S

 Kapiler tumbuh ke dalam kantung S dan membentuk glomerulus

 Tubulus dan glomerulus membentuk nefron

 Di bagian proksima; nefron membentuk kapsula bowman

 Ujung Distal membentuk suatu saluran yang memanjang dan menghasilkan tubulus
kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal

 Nefron terbentuk sampai lahir dan 1 juta nefron masing-masing ginjal

 Produksi urin di mulai sejak awal kehamilan setelah berdiferensiasi kapiler


glomerulus (minggu ke 10)
Posisi Ginjal
 Ginjal awalnya terletak di region panggul kemudian bergeser ke posisi lebih kranial
di abdomen karena berkurangnya kelengkungan tubuh dan pertumbuhan tubuh di
region lumbal dan sacral

 Di panggul metanefros menerima pasokan arteri dari cabang pelvis aorta


Fungsi Ginjal
 Ginjal definitive yang terbentuk dari metanefros mulai berfungsi menjelang minggu
ke-12

 Urin masuk ke rongga amnion dan bercampur dengan cairan amnion

 Cairan di telan janin dan di daur ulang melalui ginjal

 Selama kehidupan di kandungan ginjal tidak bertanggung jawab untuk ekresi zat sisa
karean itu tugas plasenta.

ANATOMI GINJAL

Ginjal (Ren)
Letak : pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada ke dua sisi vertebra
thorakalis 12 sampai vertebra lumbalis 3

Bentuk : seperti kacang

Cat : ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal sebelah kiri  karena adanya lobus dexter
yang besar

Fungsi : a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat – zat toksik / racun

b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan tubuh

c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh

d) mengeluarkan sisa – sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak
fascia renalis terdiri dari :

a) fascia renalis

b) jaringan lemak perirenal

c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa)  meliputi dan melekat dengan erat pada
permukaan ginjal

Struktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex
renalis di bagian luar (yang berwarna cokelat gelap) dan medulla renalis bagian dalam
(berwarna cokelat terang dibandingkan cortex). Bagian medulla berbentuk kerucut
(pyramides renalis), puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang – lubang
kecil (papila renalis).

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh
darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima
urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang
masing – masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.

Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : glomerulus, tubulus
proksimal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.

Tubulus proksimal :
Mempunyai banyak mitokndria  sesuai dengan fungsinya yang banyak memerlukan energi
untuk mengaktifkan sistem pompa natrium guna transport aktif ion natrium. Karena adanya
reabsorpsi di tubulus proksimal ini hanya sepertiga dari hasil filtrat glomerulus akan
dilepaskan ke ansa henle.

Ansa henle :
Tubulus ini terbagi menjadi dua bagian, bagian decendent yang mempunyai sedikit
mitokondria di sel epitelnya, dan mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap air dan agak
permeable terhadap urea dan ion natrium. Bagian ascendent bersifat lebih permeable
terhadap air dan urea, sehingga mencegah peningkatan konsentrasi urin karena terlepasnya air
ke jaringan sekitar.

Tubulus distal :
Bagian segmen dilusi bersifat impermeable, dengan epitel endotel yang unik memungkinkan
difusi pasif dari ion negatif yang akan diikuti oleh difusi pasif ion positif. Sedangkan bagian
akhir epitelnya mendukung transport aktif ion kalium ke dalam lumen tubulus, namun
impermeable terhadap urea.

Duktus koleduktus :
Pemeabiltasnya dipengaruhi oleh hormon ADH, peningkatan ADH akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan menimbulkan reabsorpsi air yang meningkat. Selain itu
epitelnya mendukung transport aktif ion positif (K+, Na+, H+, dan Ca+).
Histologi Ginjal

Ginjal terbungkus dalam kapsul/simpai jaringan lemak dan jaringan ikat kolagen

Ginjal terdiri atas :

 Korteks

 Medulla
Korteks Ginjal terdapat:
A. Glomerulus ginjal (korpus malpighi)
 Permukaan luar di lapisi epitel selapis gepeng (simpai /kapsul bowman lapis
parietal)

 Di bawah simpai bowman lapis parietal terdapar ruangan kosong terisi cairan
ultrafiltrat

 Kutup tubular adalah tautaan antara simpai bowman lapis parietal dengan
tubulus kontortus proksimal

 Arteriol yang masuk di sebut vasa aferen dan bercabang menjadi kapiler yang
bergelung di glomerulus

 Kapiler di glomerulus di lapisi podosit yang membentuk simpai bowman lapis


parietal

 Kapiler kemudian bergabung menjadi satu lagi membentuk arteriol keluar dari
glomerulus di sebut vasa efferent

 Vasa aferen dan vasa efferent di bedakan oleh potongan aparat yuksta
glomerular

 Vasa afferent meembentuk yuksta glomerular sebenarnya merupakan sel otot


polos dan dekat glomerulus yang berubah sifatnya menjadi sel epiteloid

 Sel yuksta glomerular di sisi luar berhimpit dengan sel yang menyusun macula
densa(epitel tubulus kontortus distal)

 Di antara aparat yuksa glomerular dan tempat kelompok sel kecil terang di
sebut sel mesangial(ekstraglomerular)/ polkisen
B. Tubulus kontortus Proksimal
 Saluran ini terpotong dalam berbagai bidang karena berkelok-kelok

 Dinding di susun oleh epitel selapis sel kuboid

 Inti bulat,biru dan atar inti berjauhan letaknya

 Sitoplasmanya bewarna kemerahan

 Permukaan sel yang menghadap lumen mempunyai paras sikat (brush border)

C. Tubulus kontortus distal


 Dinding epitel selapis sel kuboid

 Inti sel bulat, bewarna biru, jarak antar inti berjauhan

 Sitoplasma bewarna basophil (kebiruan)

D. Arteri dan vena


 Arteri dan vena interlobular/kortikalis radiate terletak di kortek

E. Kolumna renalis bertini merupakan jaringan korteks yang menjorok


kedalam mengisi celah pyramid. Dapat di temukan arteri dan vena
interlobular

Medula ginjal terdapat:


A. Prosesus Ferreni adalah jaringan medulla yang menjorok ke kortek.

B. Saluran-saluran di medulla:
 Ansa Henle segmen tebal naik (Pars asenden), mirip tubulus kontertus distal
tetapi garis tengahnya lebih kecil

 Ansa Henle segmen tipis, mirip pembuluh darah kapiler tetapi epitelnya
selapis gepeng lebih tebal , sitoplasma lebih jelas dan lumen kosong

 Ansa henle tebal turun (Pars desendens) mirip tubulus kontortus proksimal
dengan diameter lebih kecil

 Duktus koligens, mirip tubulus kontertus distal namun lebih tinggi dan pucat
selnya

C. Saluran makin dekat ke papilla renis bergaris tengah lebih besar dan dinding dilapisi
epitel selapis kubus-torak di sebut duktus papilaris Bellini yang bermuara ke dalam
kaliks minor.

Suplay arterial
1. Arteria renalis (cabang langsung dari Aorta abdominalis) sebelum masuk hilus
bercababang dua, anterior dan posterior selanjutnya bercabang menjadi total 5
Arteri segmental (percabangan arteri segmental tidak saling anastomosis dengan
percabangan arteri segmental yang lain) dikatakan ginjal dibagi dalam 5 segmen
vaskuler yang saling terpisah.

2. Percabangan selanjutnya adalah Arteri lobaris kemudian bercabang menjadi 2 atau 3


Arteri interlobaris, berikutnya menjadi Arteri arkuata

3. Selanjutnya bercabang menjadi Arteri interlobularis menuju korteks dan bercabang


menjadi Arteriol aferent glomerulus Arteriol eferent
4. Arteriol eferent dari Cortical glomerulus menuju ke Peritubular caillary network
yang mensuplay darah kedalam korteks (kecuali glomerulus) termasuk hormon
eritropoietin dll.

5. Arteriol eferent dari glomerulus juxtameduler menujuk ke Vasa recta (arteriola


recta dan venae recta)

6. Vasa recta mengalir turun masuk kedalam medula membentuk lengkungan


mengelilingi Loop Henle turun, lengkung Henle dan loop Henle naik mendukung
sistem countercurrent
Drainase venosa
1. Vasa recta venae recta vena arcuata venae interlobaris Vena renalis.

2. Vena berasal dari glomerulus kortikal  Vena arcuata venae interlobaris


venae renalis.

FISIOLOGI GINJAL
Sistem kemih terdiri dari

 Ginjal sebagai organ pembentuk urin

 Struktur – struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh.

GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen,
satu di setiap sisi kolumnar vertebralis sedikit diatas garis pinggang .

Fungsi ginjal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na, Cl, K,
HCO3, Ca, Mg, SO4, PO4, dan H.

3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan
jangka – panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan pada peran ginjal
sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.

4. Membantu memelihara keseimbangan asam – basa tubuh.

5. Memelihara osmolaritas

6. Mengekskresikan ( eleminasi ) produk – produk sisa dari metabolisme tubuh

7. Mengekskresikan banyak senyawa asing

8. Mensekresikan eritropoietin

9. Mensekresikan rennin

10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk efektifnya

Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis yang masing – masing masuk
dan keluar ginjal dilekukan medial. Setelah urin terbentuk mengalir ke pelvis ginjal yang
terdapat pada sisi medial dari ginjal yang kemudian meneruskan perjalanannya ke traktur
urinarius.
Ginjal terdiri dari sekiat 1 juta nefron.
Nefron adalah :

Satuan fungsional berukuran mikroskopik yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat

Susunan nefron didalam ginjal membentuk 2 daerah khusus, yaitu :

 Korteks ginjal, daerah sebelah luar yang granuler

 Medulla ginjal, daerah bagian dalam berupa segitiga – segitiga bergaris – garis,
piramida ginjal

Setiap nefron terdiri dari :

Komponen Vaskular
a. Glomerulus

 Bagian yang dominan pada komponen vascular

 Merupakan tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang
melewatinya  cairan yang sudah terfiltrasi ( komposisinya nyaris
identik dgn plasma ) mengalir ke komponen tubulus nefron  cairan
tersebut dimodifikasi menjadi urin

b. Arteri renalis

 Terbagi – bagi menjadi pembuluh – pembuluh halus, yaitu arteriol aferen (


dengan setiap pembuluh memperdarahi sebuah nefron ) yang menyalurkan
darah ke kapiler glomerulus  menyatu membentuk arteriol eferen (
tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke komponen tubulus
meninggalkan glomerulus ). Arteriol eferen terbagi – bagi menjadi
serangkaian kapiler kapiler peritubulus yang memperdarahi jaringan ginjal
dan penting dalam pertukaran antara system tubulus dan darah selama
perubahan cairan yang difiltrasi menjadi urin. Kapiler – kapiler ini
kemudian menyatu membentuk venula  mengalir ke vena renalis tempat
darah meninggalkan ginjal

Komponen Tubulus
 Suatu saluran berongga berisi cairan yang terbentuk oleh 1 lapis sel epitel

 Berawal dari Kapsula Bowman, yaitu suatu invaginasi berdinding rangkap


yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi
oleh kapiler glomerulus.

 Cairan kemudian masuk ke tubulus proksimal

 Lalu masuk ke lengkung henle pars desendens ( yang terbenam dari


korteks kedalam medulla ) dan pars asendens ( yang berjalan kembali ke
atas kedalam korteks  kembali ke daerah glomerulus dari nefron nya
sendiri ).

 Pars asendens lengkung henle melewati suatu daerah yang dibentuk oleh
arteriol aferen dan eferen yang berdekatan di glomerulus , dimana sel – sel
tubulus dan sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk apparatus
yukstagloemrular  kemudian tubulus kembali membentuk gelungan
menjadi tubulus distal ( terletak di korteks )  mengalirkan isinya
keduktus / tubuli pengumpul, yang setiap duktus perngumpul terbenam
kedalam medulla  mengosongkan cairan urin kedalam pelvis ginjal 
lalu ke ureter  masuk ke vesica urinaria  dikleuarkan keluar tubuh
melalui uretra.
Berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnyam nefron dibagi menjadi :

I. Nefron korteks

 Hampir semua nefron berasal dari korteks ( 80% )

 Lengkung tajam pada nefron korteks hanya sedikit terbenam kedalam medulla

II. Nefron jukstamedula

 Hanya sebagian kecil

 Lengkung nefron terbenam jauh kedalam medulla

 Kapiler peritubulusnya membentuk lengkung vaskuler tajam yang disebut vasa


rekta
3 proses dasar yang berperan dalam pembentukkan urin :

1. Filtrasi glomerulus
Yaitu filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus kedalam kapsula bowman
saat darah mengalir melalui glomerulus. Dengan filtrate glomelurus ( cairan yang difiltrasi )
sebanyak ± 180 L.

2. Reabsorpsi tubulus
Yaitu pengembalian zat – zat yang bermanfaat bagi tubuh ke plasma kapiler peritubulus, saat
filtrate mengalir melalui tubulus. Zay – zat yang masih bermanfaat yang direabsorpsi tidak
keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke system vena lalu ke
jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 L plasma yang difiltrasi setiap hari, rata – rata
178,5 L diserap kembali, dengan 1,5 L sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urin.

3. Sekresi tubulus
Yaitu perpindahan selektif zat – zat dari daerah kapiler peritubulus yang tidak difiltrasi
masuk kedalam lumen tubulus. Merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk
kedalam tubulus ginjal.

4. Ekskresi urin
Yaitu eleminasi zat – zat dari tubuh di urin. Dimana hasil dari ke3 proses diatas, yaitu
konstituen plasma yang mencapai tubulus yang difiltrasi / disekresi tapi tidak di reabsorpsi
tetap berada didalam tubulus danmengalir ke pelvis ginjal untuk diekskresikan sebagai urin.
FILTRASI GLOMERULUS
Cairan yang difiltrasi dari glomelurus kedalam kapsul bowman harus melewati 3 lapisan yang
membentuk membrane glomerulus :

 Dinding kapiler glomelurus

 Lapisan gelatinosa aseluler ( membrane basal )

 Lapisan dalam kapsula bowman

Secara kolektif lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah
merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lain yang ukuran
molecularnya cukup kecil

 Dinding kapiler glomelurus terdiri dari selapis sel endotel gepeng, memiliki lubang –
lubang dengan banyak pori – pori ( fenestrate ) sehingga 100x lebih permeable
terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler ditempat lain.

 Membrane basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip diantara glomelurus
dan kapsul bowman.

Kolagen  menghasilkan kekuatan structural

Glikoprotein  menghambat filtrasi protein plasma kecil ( karena glikoprotein bermuatan


sangat negative, sehingga albumin dan protein plasma kecil yang bermuatan negative  tidak
dapat difiltrasi )
 Lapisan dalam kapsula bowman, terdiri dari podosit. Setiap podosit memiliki banyak
tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit
didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah
filtrasi  yang membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomelurus dan
masuk ke lumen kapsula bowman.

Rute yang diambil oleh bahan yang terfiltrasi untuk melintasi membrane glomerulus
seluruhnya bersifat ekstrasel ( pori – pori kapiler  membrane basal seluler  celah filtrasi
kapsular ).

Perpindahan cairan dari dalam plasma menembus membrane glomerulus menuju kapsula
bowman :

 Tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian energy lokal

 Terjadi karena disebabkan adanya gaya – gaya fisik pasif yang serupa dengan gaya –
gaya yang terdapat pada kapiler bagian tubuh lainnya.

Perbedaan kapiler glomerulus dan kapiler bagain tubuh lain :

- Kapiler glomerulus jauh lebih permeable dibandingkan dengan kapiler di tempat lain
 tekanan filtrasi sama namun lebih banyak cairan yang difiltrasi

- Keseimbangan gaya – gaya dikedua sisi membrane glomerulus adalah sedemikian rupa
sehingga filtrasi berlangsung diseluruh panjang kapiler. Keseimbangan gaya – gaya
kapiler lain bergeser, sehingga filtrasi berlangsung dibagian awal pembuluh tetapi
menjelang akhir terjadi reabsorpsi.

3 gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus :

1. Tekanan Darah Kapiler Glomerulus


 Adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah didalam kapiler
glomerulus

 Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen dan eferen
terhadap aliran darah

 Nilai rata – rata tekanannya adalah 55 mmHg, lebih tinggi dari tekanan kapiler
lain, karena garis tengah arteriol aferen lebih besar daripada garis tengah
arteriol eferen. Sehingga :
a. darah lebih mudah masuk ke kapiler glomerulus melalui arteriol aferen yang lebih lebar
dan lebih sulit keluar melalui arteriol eferen yang lebih sempit  menyebabkan
terbendungnya darah di kapiler glomerulus  tekanan darah disitu menjadi meningkat.

b. Tingginya resistensi arteriol eferen  sehingga tekanan darah tidak mengalami


kecendrungan menurun disepanjang kapiler glomerulus

c. tekanan darah glomerulus yang meningkat dan tidak menurun ini cendrung mendorong
cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul bowman diseluruh panjang kapiler
glomerulus dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus

2. Tekanan Osmotik Koloid Plasma


 Ditimbulkan oleh distribusi protein – protein plasma yang tidak seimbang di
kedua sisi membrane glomerulus , dimana protein – protein plasma tersebut
terdapat di kapiler glomerulus tapi tidak ditemukan di kapsula bowman.

 Konsentrasi H2O di kapsula bowman lebih tinggi konsentrasinya daripada di


kapiler glomerulus  H2O berpindah menuruni gradient konsentrasi  dari
kapsula bowman ke kapiler glomerulus.

 Tekanan osmotic yang melawan filtrasi ini nilainya ± 30 mmHg.

3. Tekanan Hidrostatik Kapsula Bowman


 Adalah tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh cairan didalam kapsula
bowman

 Tekanan ini cendrung mendorong cairan keluar dari kapsul bowman,


melewati filtrasi cairan

 Nilainya ± 15 mmHg
Gaya total yang mendorong filtrasi ( yang disebabkan oleh tekanan darah kapiler glomerulus
)

55 mmHg. Sedangkan gaya yang melawan filtrasi ( akibat tekanan osmotic koloid plasma
dan tekanan hidrostatik kapsula bowman ) jumlah nilainya 45 mmHg.

 55 mmHg – 45 mmHg = 10 mmHg netto tekanan filtrasi

Laju Filtrasi Glomerulus / Glomerular Filtration Rate ( GFR ) bergantung pada tekanan
filtrasi netto dan koefisien filtrasi / Kf ( yaitu seberapa luas permukaan glomerulus yang
tersedia untuk penetrasi dan seberapa permeabelnya membrane glomerulus / seberapa tingkat
“kebocorannya” )

GFR = KF X TEKANAN FILTRASI NETTO

Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi dgn tekanan filtrasi
netto 10 mmHg, menghasilkan

 180 L filtrate glomerulus untuk GFR 125 mL / menit setiap hari untuk laki –
laki

 160 L filtrate per hari untuk GFR 115 mL / menit pada perempuan.
Karena tekanan filtrasi netto yang bertanggung jawab menginduksi filtrasi glomerulus
ditimbulkan oleh ketidak seimbangan gaya – gaya fisik yang saling bertentangan antara
plasma kapiler glomerulus dan cairan kapsul bowman, perubahan salah satu dari gaya – gaya
fisik ini dapat mempengaruhi GFR

 Penurunan konsentrasi protein plasma  mengurangi tekanan osmotic koloid plasma


 peningkatan GFR ( ex. Pasien luka bakar yang luas )

 Peningkatan konsentrasi protein plasma  meningkatkan tekanan osmotic koloid


plasma  penurunan GFR ( ex. Dehidrasi karena diare ).

 Peningkatan tekanan hidrostatik kapsul bowman  filtrasi berkurang ( Pada keadaan


obstruksi sal. Kemih, ex. Hipertrofi prostat / batu ginjal  pembendungan cairan
dibelakang obstruksi meningkatkan tekanan hidrostatik kapsul bowman ) 
penurunan GFR

Perubahan tekanan osmotic koloid plasma dan perubahan tekanan hidrostatik kapsul bowman
tidak dapat dikontrol karena dipengaruhui oleh penyakit, namun tekanan darah kapiler
glomerulus dapat dikontrol untuk menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

GFR dikontrol oleh 2 mekanisme :

1. Otoregulasi GFR

 Untuk mencegah perubahan spontan GFR

 Yaitu kemampuan ginjal mempertahankan aliran darah kapiler glomerulus yang


konstan ( sehingga tekanan darah kapiler glomerulus konstan dan GFR stabil ). Walau
terjadi perubahan tekanan arteri  dengan mengubah – ngubah caliber arteriol aferen
sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan

 Misalnya :

- Tek. Arteri meningkat  GFR meningkat  terjadi konstriksi arteriol aferen 


penurunan aliran darah kedalam glomerulus  menormalkan kembali tek. Filtrasi
netto dan GFR

- Tek. Arteri menurun  GFR menurun  terjadi dilatasi arteriol aferen  peningkatan
aliran darah kedalam glomerulus  menormalkan kembali GFR
 2 mekanisme internal yang berperan dalam otoregulasi :

a. mekanisme miogenik

- Berespon terhadap perubahan tekanan didalam komponen vascular


nefron

- Adalah sifat umum otot polos vaskuler, berkonstriksi atau vasodilatasi,


bergantung dari tekanan arteri yang meningkat atau menurun

b. mekanisme umpan balik tubulo – glomerulus

- Melibatkan sel apparatus jukstaglomerulus ( yaitu kombinasi khusus


sel – sel tubulus dan vaskuler didaerah nefron tempat tubulus berjalan
melewati sudut yang dibentuk oleh arteriol aferen dan eferen sewaktu
ke -2 nya menyatu di glomerulus ) dan macula densa ( didalam dinding
arteriol pada titik kontak dengan tubulus, sel – sel otot polos
mengandung banyak granula sekretorik ).

- Mekanisme umpan balik tubulo – glomerulus dan miogenik bekerja


sama melakukan otoregulasi terhadap GFR didalam rentang tekanan
arteri yang berkisar antara 80 – 180 mmHg.
2. Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR
 Kedua faktor yang menentukan koefisien filtrasi ( Kf ), yaitu : luas permuakaan &
permeabilitas kapiler glomerulus, dapat dimodifikasi oleh aktivitas kontraktil dalam
membrane

 Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi didalam glomerulus dicerminkan oleh
permukaan dalam kapiler glomerulus yang berkontak langsung dengan darah 
dimana setiap berkas glomerulus disatukan oleh sel – sel mesangium yang
mengandung elemen – elemen kontraktil.

 Bila sel – sel mesangium kontraksi ( yg bisa ditimbulkan oleh stimulasi simpatis /
beberapa hormone dan zat perantara kimiawi lokal )  menutup sebagian dari kapiler
filtrasi  luas permukaan untuk filtrasi berkurang  penurunan GFR.

 Podosit juga memiliki filament konraktil yang kontraksi / relaksasinya masing –


masing dapat mengurangi / meningkatkan jumlah celah filtrasi yang tersedia di bagian
dalam kapsul bowman, dengan mengubah bentuk dan kedekatan tonjolan – tonjolan
dan podosit
 Penentu permeabilitas ialah jumlah celah  semakin banyak celah yang tersedia 
semakin besar permeabilitas

Reabsorpsi Tubulus
- Semua konstituen plasma, kecuali protein secara non diskriminatif difiltrasi bersama-sama
melintasi kapiler glomerulus

- Sel-sel tubulus ikatan taut erat, mencegah bahan-bahan sehingga harus lewat menembus sel,
kecuali H2O
1. Bahan melintasi membran luminal sel tubulus

2. Bahan berjalan melewati sitosol dari sisi sel tubulus ke sisi lainnya

3. Bahan menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan


interstisium

4. Bahan berdifusi melalui cairan interstisium

5. Bahan menembus dinding kapiler untuk masuk plasma

I. Reabsorbsi Natrium
Na direabsorbsi di seluruh tubulus, normalnya 99,5% direabsorbsi

a) Di tubulus proksimal (berperan dalam reabsobsi glukosa,asam amino,H2O, Cl-,Urea


b) Di lengkung henle(bersama dengan reabsorbsi Cl-,menghasilkan urin dengan
konsentrasi dan volum eyng berbedabergantung pada kebutuhan tubuh terhadap H2O
c) Di bagian distal nefron(variabel, dibawah kontrol hormon, mangatur volume CES
II. Reabsorbsi Glukosa
 konsentrasi glukosa normal dalam plasma 100mg glukosa/100ml, di filtrasi secara
bebas di glomerulus, konsentrasinya di kapsula bowman,sama dengan plasma

Beban filtrasi suatu bahan = Konsentrasi bahan


dalam plasma X GFR
Beban filtrasi glukosa= 100mg/100ml X
125ml/min
=125mg/menit

 Jika beban filtrasi glukosa melebihi 375ml/menit baru Tm (maksimum tubulus)


tercapai, jika jumlah yang direabsobsi melebihi Tm akan dikeluarkan di urin
 Glukosa plasma harus >300mg/100ml atau> 3x nilai normal-sebelum muncul di urin
 Konsentrasi plasma pada saat Tm suatu bahan tertentu tercapai dan bahan mulai
muncul di urin disebut ambang ginjal (renal treshold)

III. Reabsorbsi Fosfat


 banyak pada elektrolit contoh, karena ambang ginjal untuk ion-ion anorganik ini
setara dengan konsenterasi plasma, kalau kelebihan dari plasma akan keluar lewat
urin,kalau kurang dipertahankan
 Ca2+ dan PO4 juga dibawah kontrol hormon, contoh paratiroid

IV. Reabsorbsi Klorida


 Ion bermuatan (-) direabsorbsi secara pasif mengikuti penurunan gradien
listrik yang diciptakan oleh rebasorbsi natrium yang bermuatan (+)

V. Reabsorbsi Air
 secara pasif direabsorbsi melalui osmosis di seluruh panjang tubulus, 80%
direabsorbsi secara obligatorik di tubulus proksimal dan lengkung henle, 20%
varian jumlah di distal

VI. Reabsorbsi Urea


o hasil penguraian protein
o Reabsorbsi H2O yang diinduksi secara osmotik di tubulus proksimal yang sekunder
terhadap reabsorbsi aktif Na+ menimbulkan gradien konsentrasi untuk urea
mendorong reabsorbsi pasif zat sisa bernitrogen ini
o 50 % urea yang difiltrasi,direabsorbsi kembali, walaupun separuh laju pengeluaran
adekuat
o BUN (Blood Urea Nitrogen)-ukuran kasar fungsi ginjal

VI. Produk-produk sisa yang tidak direabsorbsi


- misal fenol dan kreatinin

Sekresi Tubulus
mekanisme tambahan untuk eliminasi zat-zat dari tubuh

I. Sekresi Ion Hidrogen

Tergantung pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh

II. Sekresi Ion Kalium


Hampir seluruhnya direabsorbsi,sebagian besar muncul bearsal dari sekresi K+ yang
dikontrol bukan filtrasi
III. Sekresi Anion dan Kation Organik

 menambahkan lebih banyak ion organik tertentu ke cairan tubulus yang sudah
mengandung bahan bersangkutan, mempermudah ekskresi bahan-bahan tersebut
mempermudah sekresi
 mempermudah eliminasi ion-ion organik yang tidak dapat difiltrasi
 Mengeliminasi senyawa asing
SINDROM NEFROTIK ANAK
DEFINISI
 Salah satu penyakit ginjal yang paling sering ditemukan pada anak

 Suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,


hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, serta edema

 Pada anak, penyebabnya tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI)

INSIDENSI
 Dapat mengenai semua umur, tetapi sebagian besai (74%) dijumpai pada anak usia 2-
7 tahun dengan perbandingan laki-laki:wanita 1:2

 Pada remaja dan dewasa, rasio ini berkisar 1:1

ETIOLOGI & KLASIFIKASI


Secara klinis, sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan:

 Sindrom nefrotik primer

 Faktor etiologi tidak diketahui

 Terjadi akibat kelainan pada glomerulus tanpa ada penyebab lain

 Sindrom nefrotik kongenital (ditemukan sejak anak lahir atau usia < 1 tahun)

 Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer (International Study


of Kidney Disease in Children/ ISKDC)

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer (International Study of


Kidney Disease in Children/ ISKDC)

1. Kelainan Minimal (KM): 80%

2. Glomerulopati Membranosa (GM):1-2%

3. Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS): 7%

4. Glomerulonefritis Membrano Proliferatif (GNMP): 7%

5. Glomerulonefritis Mesangioproliferatif (GNMes): 5%


 Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan dengan mikroskop cahaya,
disempurnakan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.

 Pada anak biasanya berupa sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM), yaitu
histologi ginjal pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya.

 Sindrom nefrotik sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab,
misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering:

 Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, miksedema

 Infeksi: hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Subacute Bacterial


Endocarditis, streptokokus, AIDS

 Toksin dan alergen: logam berat (Hg), trimethadion, paramethadion, probenecid,


vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular

 Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, sarkoidosis

 Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, leukemia, tumor gastrointestinal

 Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome

MANIFESTASI KLINIS
 Apapun tipe sindrom nefrotik anak, manifestasi utamanya adalah edema (pada 95%
kasus anak)

 Edema sering lambat sehingga keluarga mengira anak semakin gemuk

 Pada fase awal sering bersifat intermitten; biasanya tampak pada daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah (periorbita, skrotum, labia)

 Akhirnya menyeluruh dan masif (anasarka)

 Edema berpindah dengan perubahan posisi

 Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka

 Anak dengan asites akan mengalami restriksi pernapasan, kompensasi berupa


tachypnea

 Edema kulit >> tampak pucat

 Gastrointestinal: diare karena edema mukosa usus


 Nafsu makan menurun: anoreksia dan terbuangnya protein >> malnutrisi berat,
terutama pada sindrom nefrotik resisten steroid

 Asites berat >> hernia umbilikalis dan prolaps ani

 Gangguan psikososial

 Dapat terjadi hipertensi (30% anak sindrom nefrotik)

TANDA SINDROM NEFROTIK


 Tanda utama: proteinuria masif (>40 mg/ m2/jam atau >50 mg/kg/24 jam), biasanya
antara 1-10 gram per hari

 Tanda utama kedua: hipoalbuminemi. Kadar albumin serum < 2,5 g/ dL

 Gejala umum: hiperlipidemia. Uumnya berkorelasi terbalik dengan kadar albumin


serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, HDL menurun

 Kadar lipid tetap tinggi 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria

 Hematuria mikroskopik kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun bukan pertanda
untuk mmbedakan berbagai jenis sindrom nefrotik.

 Penurunan fungsi ginjal yg tercermin dari peningkatan kreatinin serum, biasanya pada
sindrom nefrotik yang bukan SNKM.

 Sering efusi pleura pada pencitraan foto toraks. Hal ini berkorelasi langsung dengan
derajat sembab dan tidak langsung dengan kadar albumin serum.
PATOFISIOLOGI

TEORI

Soluble Antigen Antibody (SAAC) Perubahan elektrokemis

Antigen masuk sirkulasi Gangguan fungsi elektrostatik (sawar


glomerulus terhadap filtrasi protein)

Reaksi antigen – antibodi yang larut (soluble)


dalam darah Hilangnya ion (-) pada lapisan sialo-protein

Sistem komplemen dalam tubuh bereaksi ↑ permeabilitas mbg

Komplemen c3 bersatu dengan SAAC


membentuk deposit
Albumin (muatan -) tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus
Deposit terperangkap di bawah epitel kapsula
Bowman
proteinuria hipoalbuminemia

Benjolan yang disebut HUMPS sepanjang


membran basalis glomerulus (mbg) berbentuk
granular atau nodular -glikoprotein sebagai Albumin serum ↓
perangsang lipase hilang

Komplemen C3 dalam HUMPS Tekanan onkotik


↓ aktivitas degradasi lemak plasma ↓

Gangguan permeabilitas mbg


hiperlipidemia Ekstravasi cairan plasma

overfill ↓ vol. Plasma edema Edema


anasarka
Vol plasma ↑ (hipervolemi)
Stimulasi timbulnya retensi & Na renal
→ edem, urin ↓ Edema Efusi
↓aktv renin plasma & mukosa pleura
aldosteron usus
Pengenceran plasma
Sesak
Retensi Na renal primer Mempercepat ekstravasasi cairan plasma daire napas

Ekspansi vol plasma & Merangsang sekresi renin


CES
Overfill cairan
RAAS sekunder krn hipovolemi (underfill) Prod urin ↓, pekat,
Na rendah
edema
DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

 Bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh

 Jummlah urin yang berkurang

 Urin berwarna kemerahan

Pemeriksaan Fisik

 Edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/ labia.

 Kadang-kadang ditemukan hipertensi

Pemeriksaan Urinalisis

 Albumin

 secara kualitatif +2 sampai +4

 secara kuantitatif >50 mg/kgBB/hari (dengan reagen ESBACH)

 Pada sedimen ditemukan oval fat bodies, yaitu epitel sel yang mengandung bulir-bulir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin, dan toraks eritrosit.

Pemeriksaan Darah

 Protein total menurun

 Albumin menurun

 1 globulin normal

 2 globulin meninggi

 globulin normal

 globulin normal

 Rasio albumin/ globulin < 1 (N: 3/2)


 Komponen c3 normal/ rendah (N: 80-120 mg/ 100mL)

 Ureum, kreatinin, klirens kreatinin normal, kecuali ada penurunan fungsi ginjal,
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat

Foto Thorax

 Bila ada sindrom gangguan napas, untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia
atau edema paru akut

Pemeriksaan Histologik: biopsi ginjal

 Secara per kutan atau pembedahan bersifat invasif

 Atas indikasi tertentu

 Bila orang tua dan anak setuju

DIAGNOSIS BANDING
 Edema non-renal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal

 Glomerulonefritis akut

 Lupus eritematosus sistemik

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meliputi:

 Diet
Pemberian diet ptinggi protein tidak diperlukan, bahkan sekarang dianggap sebagai
kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus.jadi
cukup diberikan diet protein normal sesuai RDA (Recommended Daily Allowances), yaitu
1,5-2 g/kgBB/hari. Diet rendah protein dapat menyebabkan malnutrisi energi protein dan
hambatan pertumbuhan anak. Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang tidak lebih dari
30% jumlah total kalori keseluruhan, lebih dianjurkan pemberian karbohidrat kompleks
daripada gula sederhana.

 Pengobatan sembab/ edem

Sebagian pasien dengan sembab ringan tidak memerlukan diuretik. Pasien dengan sembab
nyata tanpa deplesi volume intravaskular diberikan terapi sebagai berikut:

 Dimulai dengan furosemid 1-3 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari.

 Bila tidak ada respons, dosis dinaikkan sampai4-6 mg/kgBB/hari bersama


dengan spironolakton (antagonis aldosteron) 2-3 mg/kgBB/hari, sebagai
potassium sparing agent (diuretik hemat kalium)

 Bila dengan terapi tersebut masih gagal, dapat ditambahkan thiazide


(hidroklorotiazid)

 Kadang perlu diberikan furosemid bolus intravena atau infus.

 Pemakaian diuretik lebih dari 1 minggu dengan dosis tinggi harus hati-hati,
perlu pemantauan terhadap hipovolemia dan elektrolit serum.

 Pengobatan dengan kortikosteroid

 Prednison dan prednisolon merupakan obat pilihan pertama untuk terapi


Protokol Pengobatan

 Memulai dengan prednison oral (induksi) 60 mg/m2/hari dengan dosis max 80


mg/ hari selama 4 minggu

 Dilanjutkan dg dosis rumatan 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis


tunggal pagi hari selama 4 minggu, setelah itu pengobatan dihentikan

Sindrom Nefrotik Serangan Pertama

 Perbaiki keadaan umum: diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah
lemak
 Diuretik jangka pendek seperti furosemid bila ada udem anasarka atau mengganggu
aktivitas

 Antihipertensi bila ada hipertensi

 prednison

Sindrom Nefrotik Kambuh (Relaps)

 Prednison

 Perbaiki keadaan umum

 CD sampai remisi, tidak sampai 4 minggu

Sindrom Nefrotik Nonresponder

Sindrom Nefrotik Frequent Relapse


Sindrom Nefrotik Kambuh Tidak Sering

 Induksi: prednison dg dosis 2 mg/kgBB/hari, 3 dosis terbagi setiap hari selama 3


minggu.

 Rumatan: prednison dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dg dosis tunggal
pagi hari selama 4 minggu, setelah itu dihentikan.

Sindrom Nefrotik Kambuh Sering

 Induksi: prednison dg dosis 60 mg/m2/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap


hari selama 3 minggu.

 Rumatan: setelah 3 minggu, prednison 60 mg/m2/48 jam, selang sehari dg dosis


tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu diturunkan menjadi 40
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6
minggu, kemudian prednison dihentikan.

Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS)

Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk
melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena gambaran patologi anatomi tersebut
mempengaruhi prognosis. Pengobatan dengan CPA memberikan hasil lebih baik pada pasien
SNKM dari pada GSFS.
1. Siklofosfamid (CPA)

Pemberian CPA oral pada SNRS dilaporkan dapat memberi remisi pada 20% pasien. Bila
terjadi relaps kembali setelah pemberian CPA, meskipun sebelumnya merupakan SNRS,
dapat dicoba lagi pengobatan relaps dengan prednison karena SNRS dapat menjadi sensitif
kembali. CPA puls dilaporkan memberikan hasil lebih baik daripada CPA oral, dan efek
sampingnya lebih sedikit. Tetapi karena CPA puls lebih mahal, pemakaiannya di Indonesia
masih selektif.

2. Siklosporin (CyA)

Pada SNRS, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien
dan remisi parsial pada 13%.

Efek samping CyA antara lain hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi ginggiva, dan
juga bersifat nefrotoksik, yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu, oada
oemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:

a. Kadar CyA dalam serum dipertahankan antara 100-200 g/ mL

b. Kadar kreatinin darah berkala

c. Biopsi ginjal berkala setiap 2 tahun


Karena harga obat ini mahal, maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.

3. Metil-prednison puls

Mendoza dkk (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil-prednisolon puls selama
82 minggu bersamaan dengan prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12
minggu. Pada pengamatan selama 6 tahun, 21 dari 32 pasien (66%) tetap menunjukkan remisi
total. Efek samping metil-prednisolon puls banyak sehingga pengobatan dengan obat ini agak
sukar untuk direkomendasikan di Indonesia.

4. Obat Imunosupresif Lain

Obat imunosupresif lain yang dipakai pada SNRS adalah vinkristin, takrolimus, dan
mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur masih sporadik dan tidak dilakukan
dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi secara luas di Indonesia.

KOMPLIKASI
 Infeksi sekunder: karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia

 Syok: terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 mg/ 100 mL) yang menyebabkan
hipovolemi berat

 Trombosis vaskular: mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi


peningkatan fibrinogen plasma atau faktor V, VII, VIII, X. Trombus sering di sistem
vena terutama bila disertai pengobatan kortikosteroid.

 Malnutrisi dan kegagalan ginjal

PROGNOSIS
 Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan berikut:

 Menderita pertama kalinya pada usia di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun

 Disertai hipertensi

 Disertai hematuria

 Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder

 Gambaran histologik bukan kelainan minimal

 Pada umumnya sebagian besar sindrom nefrotik primer (80%) memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tapi 50% di antaranya akan relapse
berulang, dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi.
SINDROMA NEFROTIK

DEFINISI
Sindroma nefrotik merupakan gambaran klinik dengan etiologi ganda disertai ciri
khusus :

 Edema anasarka

 Proteinuria masif > 3,5 gram/hari

 Hipoalbuminuria < 3,0 gram/ml

 Hiperkolesterolemia

 Lipiduria terlihat sebagai oval fat bodies/maltase cross/doubly refractille bodies


dengan sinar polarisasi.

Sindroma nefrotik pada pasien dewasa bukan merupakan suatu full diagnosis, tetapi :

a) Mungkin suatu penampilan klinik dari penyakit ginjal (renal disease)

b) Mungkin merupakan perjalanan klinik dari penyakit ginjal tertentu

c) Mungkin merupakan refleksi episode berulang imunologi ginjal (recurent renal


immunological events) / kerusakan ginjal.

d) Indikasi kelainan ginjal dari penyakit sistemik.

ETIOLOGI
1. Penyakit ginjal primer

 Glomerulonefritis (pasca streptokokus)

 Idiopati (lipoid, membranos, membran proliperatif)

2. Penyakit – penyakit metabolik dan jaringan kolagen (sistemik)

 Diabetes melitus

 Amiloidosis

 Henoch schonlein purpura

 Lupus eritematosus sistemik

3. Gangguan sirkulasi mekanik


 Right heart sindrom (kelainan katup trikuspid, perikarditis, gagal jantung
kongestif)

 Trombosis vena renalis

4. Penyakit – penyakit keganasan

 Hodgkin

 Limfosarkom

 Mieloma multipel

5. Penyakit – penyakit infeksi

 Malaria, sifilis, tifus perut, herpes zoster

6. Toksin – toksin spesifik

 Logam –logam berat (merkuri, emas, bismut)

 Obat – obatan (trimetadion parametadion, penisilinamin, probenesid, kaptopril

7. Kelainan kongenital

 Sindrom nefrotik kongenital

8. Lain – lain

 Sirosis hati, obesitas, kehamilan, transplantasi ginjal

GAMBARAN KLINIK
 Sembab

 Timbul terutama pagi hari, hilang pada siang hari

 Setelah beberapa minggu atau bulan, sembab menetap

 Lokasi sembab, biasanya di kelopak mata, tungkai, perut, torak dan genitalia

 Sindroma nefrotik dengan hipoalbuminemia berat (albumin serum < 2 gram%)

 Sembab seluruh tubuh disebut edema anasarka

 Mengeluh sesak nafas, kaki merasa berat dan dingin, kadang diare
 Atrofi otot skelet

 Sindrom nefrotik dengan albumin serum < 1,5 gram% dan berlangsung lama

 Tanda – tanda malnutrisi → perubahan – perubahan rambut dan kulit,


pembesaran kelenjar parotis, garis mucrcke pada kuku

 Dewasa muda dan anak → kejang tetani, acute circulating collapse disertai
transient acute renal failure.

 Keluhan acute abdomen

 Sakit perut hebat, mual-mual, muntah-muntah, dinding perut sangat tegang


disebut juga nephrotic crisis

 Pada laparatomi ditemukan cairan asites steril dan serat-serat fibrin

 Sindro nefrotik sangat peka terhadap infeksi sekunder, terutama infeksi saluran nafas
(pneumonia) dan saluran kemih (pielonefritis)

DIAGNOSIS
 Pemeriksaan fisik

 Sesak nafas

 Muka sembab

 Anemia ringan

 Pembesaran kelenjar parotis

 Struma difusa non spesifik

 Efusi pleura

 Asites

 Sembab subkutis dinding perut dan dada

 Sembab tungkai di lengan

 Sembab genetalia

 Hipertensi ringan dan sedang

 Pemeriksaan laboratorium

1) Urinalisis
 Protenuria > 3,5 gram/ 1,73 m2 luas permukaan badan/ hari

 Kelainan sedimen urin

 Urin mengandung benda-benda lemak dan kolesterol ester,


terlihat sebagai meltese cross dengan sinar polarisasi.

 Pengecatan dengan sudan III memperlihatkan red droplet

 Hematuria mikroskopik disertai silinder eritrosit

 Silinder titik kasar (>> ditemukan pada glomerulonefritis


proliperatif)

2) Faal ginjal

 Pada stasium awal masih normal, masih mampu mengekskresikan


urea, kreatinin dan hasil-hasil metabolisme protein lainnya.

 Bila telah berjalan lama dan menetap → gangguan faal ginjal berupa
kerusakan progresif dari glomerulus

 Kenaikan penjernihan kreatinin (200 ml/menit)

 Bila diberi diet kaya protein → ureum serum meningkat (60 –


100mg/%)

3) Hiperlipoproteinemia

 Kenaikan kolesterol total serum 400 – 600% dan lipid 2 – 3 gram %

 Penurunan konsentrasi albumin serum disertai kenaikan kolesterol total


serum

 Pada permulaan penyakit, LDL & VLDL meningkat

 Bila sudah hipoalbuminemia berat : LDL akan menrun lagi sampai


batas normal atau lebih rendah dari normal. Sedangkan VLDL lebih
meningkat dari normal.

4) Perubahan protein serum (hipoproteinemia)

 Penurunan konsentrasi albumin < 1 gram%

 Gama globulin, beta globulin dan fibrinogen meningkat

5) Perubahan faal ginjal lain

 Hipokalsemia

 Penurunan ekskresi kalsium dalam urin (< 10 mg/hari)


 Aminoasiduria

 Glikosuria

 Penurunan konsentrasi protein bound iodine (PBI) dan penurunan


kecepatan metabolisme basal.

6) Darah

 Volume darah = menurun 10 – 20%

 Faktor pembekuan = beberpa meningkat

 Hb = normal / terganggu bila telah terjadi penurunan faal ginjal berat

 Leukosit = normal

 Trombosit = mungkin meningkat

 LED = meningkat

 Kalsium = hipokalsemia ringan

 Natrium dan kalium = umumnya normal, hipokalemia disebabkan


karna aldosteronisme sekunder dan diuretika. Sedangkan hiponatremia
umumnya sekunder dari diuretika

 Albumin = < 2,5 gram %

 Gama globulin dan fibrinogen = meningkat

 Globulin = bervariasi

 Komplemen = bervariasi tergantung etiologi

 Kolesterol dan lipid = meningkat bila hipoalbuminemia berat dan


normal pada glomerulopati diabetik dan lupus.

7) Pemeriksaan urin lainnya

 Volume =cenderung oliguria

 Proteinuria = 5 – 30 gram/hari

 Sedimen = sel-sel, silinder, bends-benda lemak

 Elektrolit = natrium menurun mungkin sampai nol, kalium =


meningkat dan kalsium = menurun

 Pemeriksaan radiologi
a) Foto polos perut / pielogram intravena → kedua ginjal membesar, mungkin
disertai kompresi kalises akibat dari sembab intra renal.

b) Inferior veno cavogram → untuk menentukan trombosis vena renalis atau


kenaikan tekanan vena renalis.

c) Foto torak → untuk mengenal hidrotorak dan infeksi paru

 Pemeriksaan EKG

o Untuk mengenal komplikasi penyakit jantung iskemia, hipokalemia yang


berhubungan dengan hiperaldosteronisme dan efek samping diuretik.

HISTOPATOGI
Dari jaringan biopsi ginjal sangat penting untuk menentukan dan memastikan
diagnosis, menentukan klasifikasi berdasarkan kelainan-kelainan histopatologi, prognosis dan
akhir pengobatan.

KLASIFIKASI
Dewasa :

1. Glomerulopati proliferatif difus

2. Glomerulopati membranos

3. Glomerulopati minimal

4. Glomerulopati mesangiokapiler

5. Glomerulosklerosis fokal

Anak – anak :

1. Glomerulopati lesi minimal

2. Glomerulosklerosis fokal

3. Glomerulopati mesangiokapiler

4. Glomerulopati proliferatif difus

5. Glomerulopati membranos

1) Glomerulopati lesi minimal (GLM)

Dengan mikroskop cahaya → normal

Dengan mikron elektron → fusi/ obliterasi dari foot prosessus


Pemeriksaan imunohistokimia / imunoflouresen → normal

Kadang disertai degenerasi lemak dan pembengkakan sel-sel tubulus disebut


juga nefrosis lipoid

Patogenesis tidak diketahui tapi diduga akibat gangguan atau disfungsi dari sel
T , atau sensitasi dari sel T terhadap antigen renal.

2) Glomerulopati membranos (GM)

Dengan mikroskop cahaya = penebalan difus dan uniform dari membran


basalis glomerulus

Dengan mikroskop elektron

 Di stadium awal : membran basalis glomerulus tidak menabal, terlihat deposit


yang “ electrone dense “ subepitelial → lalu makin membesar sehingga
pinggir membran basalis seolah-olah terputus seprti gerigi.

 Stadium lanjut : deposit-deposit electrone dense terbenam pada membran


basalis glomerulus.

Pemeriksaan imunohistokimia : deposit mengandung ig G dan komplemen C3.

3) Glomerulosklerosis fokal (GF)

Dengan mikroskop cahaya :

 Stadium awal = lesi bersifat lokal dan primer mengenai bagian


yukstamedular → sklerosis hialin segmental dengan penambahan
matriks mesangial, sel-sel busa (foam cell), dengan atau tanpa
proliferasi sel-sel dan atrofi sel-sel tubulus.

 Stadium lanjut = lesi bersifat segmental akan meluas mengenai seluruh


glomerulus, sklerosis menjadi difus disertai atrofi sel-sel tubulus
dengan penebalan membran basal yang sangat menonjol → chronic
diffuse sclerosing glomerulonephritis.

Dengan mikroskop elektron = ditemukan endapan ‘ electrone dense ‘


subendotelial

Pemeriksaan imunohistokimia / imunoflouresen = deposit mengandung igG


dan komplemen C3 dengan gambaran granuler

Patogenesis = gambaran granuler membuktikan adanya circulating immune


complexes.
4) Glomerulopati proliferatif / membranoproliferatif / mesangiokapiler

Proliferasi sel mesangium yang sangat luas sehingga membran basal seolah-
olah terputus-putus.

Ditemukan endapan-endapan ‘elektron dense’ subendotelial

Pemeriksaan imunohistokimia/imunoflourecent = daposit-deposit granuler dari


C3, igG dan igM.

Glomerulopati lesi minimal (GLM) Glomerulopati lesi membranos

 Nama lain : nefrosis lipoid  Insiden 30-50% pada dewasa.

 Sering pada anak-anak  Etiologi :

 Dewasa :10 – 15% 1. Idiopatik

 Gambaran klinik khas : 2. Penyakit jaringan ikat kolagen

 Faal ginjal normal (lupus, reumatoid)

 Normotensi 3. Karsinoma (bronkus,gaster, dan


payudara)
 > 90% berespon baik terhadap
kortikosteroid. 4. Limffoma (hodgkin)

 2/3nya mengalami 5. Sarkoidosis


kekambuhan 3-4 bulan setelah 6. Infeksi
remisi sempurna.
7. Obat-obatan (tolbutamid,
 70% kambuh, biasanya didahului oleh captopril)
ISPA non streptokokus < 10 hari atau
penyakit atopi saluran nafas (rinitis  Manifestasi klinis :
alergik)
 Proteinuria non selektif > 10
gram/hari

 Sembab

 Hipertensi

 Penurunan faal ginjal

 Hematuria makroskopik dan


mikroskopik

 Biasanya menjadi gagal ginjal kronik


beberapa tahun.

Tabel 2

Glomerulosklerosis fokal Glomerulopati lesi proliferatif /


membranoproliferatif / mesangiokapiler

 10% pada anak-anak  Jarang, insiden > di usia 15-30 tahun

 10-20% pada dewasa  Gambaran klinik :

 Proteinuria non selektif yang masif  Proteinuria masif non selektif

 Hematuria  Hematuria

 Hipertensi  Hipertensi

 Penurunan faal ginjal  Penurunan faal ginjal


progresif selama bertahun-
 Atrofi sel tubulus tahun sebelum terjadi sindrom
azotemia.
 Progresivitas penyakit bisa menjadi
gagal ginjal hanya 30% dari semua  Bila proteinuria masif dab menetap
→ prognosis buruk → gagal ginjal
pasien. kronik.

KOMPLIKASI

Penyulit sindrom nefrotik idiopati tergantung dari beberapa faktor :

1. Kelainan-kelainan histopatologi, lesi minimal, membranos, proliferatif atau


membranosproliferatif.

2. Lamanya sakit

3. Usia pasien

Faktor lainnya :

a) Malnutrisi

b) Infeksi sekunder

c) Gangguan koagulasi

d) Akselerasi aterosklerosis

e) Kolap hipovolemi

f) Efek samping obat-obatan

g) Gagal ginjal

PENGOBATAN

1. Eliminasi antigen, sitostatik, terapi imunosupresan (kortikosteroid), plasma feresis →


untuk mengobati kerusakan glomerulus.

2. Anti agregasi trombosit → indometasin


3. Anti koagulan dan dipiridamol → mencegah agregasi dari trombosit dan deposit
fibrin / trombus

4. Obat anti proteinurik → untuk proteinuria masif

5. Infus albumin dan diet protein hewani → untuk mengobati hipoalbumnemia dan
penurunan tekanan onkotik

6. Pembatasan garam natrium dan diuretika → untuk retensi garam dan air

7. Spironolakton → bila ada tanda-tanda hiperaldosteronisme sekunder

8. Hemofiltrasi → untuk mengeliminasi kelebihan cairan >> edema anasarka

9. Obat-obatan anti hipertensi bila disertai dengan hipertensi.

PROGNOSIS

 Tergantung dari umur, jenis kelamin, komplikasi, pengobatan, jenis kelainan


histopatologi.

 Prognosis untuk wanita, anak-anak dan umur muda lebih baik

 Prognosis buruk pada ; pengobatan yang terlambat, ada penyulit gagal ginjal &
hipertensi.

 Pada glomerulopati lesi minimal, prognosis baik

 Pada glomerulopati membranos , perjalan penyakit progresif lambat dan penurunan


faal ginjal yang makin berat

 Pada glomerulosklerosis fokal, prognosis buruk

 Pada glomerulonefritis proliferatif / mesangiokapiler → prognosis paling buruk dan


diakhiri oleh gagal ginjal.

 Penyebab kematian : karna gagal ginjal kronik dengan sindrom azotemia, infeksi
sekunder ekstrarenal (pneumonia), infeksi renal (pielonefritis), gagal sirkulasi akut.
Glomerulonefritis Akut pada Anak

Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu.

Etiologi
Yang paling sering ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Timbulnya GNA
didahului infeksi ekstrarenal, terutama di saluran napas atas dan kulit oleh kuman
Streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25, dan 49. Antara infeksi bakteri
dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama 1-2 minggu. GNA juga dapat disebabkan
oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit
kolagen.

Bakteri Streptococcus

Epidemiologi
Glomerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN) paling sering menyerang anak usia 3-7
tahun, perbandingan pada laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

Patogenesis
Hipotesis yang diajukan:

- Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.

- Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan


pembentukan kompleks autoimun yang merusak glomerulus.

- Streptococcus nefritogen dan membran basal glomerulus mempunyai komponen


antigen yang sama sehingga dibentuk antibodi yang langsung merusak membran basal
ginjal.
Manifestasi Klinis
Hematuria, proteinuria, oligouria, edema ringan terbatas di sekitar mata atau seluruh
tubuh, dan hipertensi. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia,
konstipasi, dan diare. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang,
dan kesadaran menurun.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan laju endap darah meninggi, kadar
hemoglobin menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan
urin jumlah urin berkurang, berat jenis meninggi, hematuria makroskopik dan ditemukan
albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin. Ureum dan
kreatinin darah meningkat.

Peningkatan titer antistreptolisin O (ASTO) dapat menyatakan adanya antibodi terhadap


arganisme streptokokus. Kadar komplemen serum mungkin rendah akibat deplesi.

Proses terjadinya proteinuria dan hematuria

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan
pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran
ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan
infiltasi lekosit PMN

Komplikasi
- Gagal ginjal akut

- Ensefalopati hipertensif

- Gagal jantung, edema paru, retinopato hipertensif

Penatalaksanaan
- Istirahat selama 1-2 minggu

- Berikan penisilin pada fase akut, untuk memberantas semua sisa infeksi streptokokus

- Makanan, bila terjadi gejala edema atau gejala gagal jantung, pada fase akut berikan
makanan rendah protein (1 g/kgBB/hari) dan rendah garam (1 g/hari).

- Obati hipertensi. Antihipertensi bila perlu

- Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritoneum dan hemodialisis.

- Diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat


buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

- Bila timbul gagal jantung, berikan digitalis, sedativum, dan oksigen.

Prognosis
Diperkirakan 90% dapat sembuh sempurna pada anak, 30-50% pada dewasa, 2-5% dari
semua kasus akut mengalami kematian. Sisanya berkembang menjadi glomerulonefritis
progresif cepat (RPGN), kematian akibat uremia biasanya terjadi dalam jangka waktu
beberapa bulan saja. Atau glomerulonefritis kronik yang perkembangannya lebih lambat,
perjalanan penyakit dapat berkisar antara 2-40 tahun.
GLOMERULONEFRITIS AKUT PADA DEWASA

DEFINISI
suatu gambaran klinik akibat perubahan-perubahan struktur dan faal dari peradangan
akut glomerulus pasca infeksi streptokokus.

Gambaran Klinik
- Kelainan urine ( proteinuria , hematuria, silinder eritrosit )

- Penurunan LGF disertai oliguria , bendungan sirkulasi, hipertensi, sembab

- Bendungan paru

- Infeksi streptokokus : riwayat klasik didahului ( 10-14 hari ) oleh faringitis dan
tonsillitis, atau infeksi kulit ( Impetigo )

- Gajala-gejala umum : anoreksia , badan lemah, demam

- Keluhan saluran kemih : hematuria makroskopis ( gross ) sering ditemukan hampir


40 % dari semua pasien , bila sudah ditemukan oliguria atau anuria maka, ini
merupakan tan prognosis buruk pada pasien dewasa.

- Hipertensi sistolik maupun diastolic sering di temukan hampir pada semua pasien,
biasanya tipenya sedang atau ringan dan akan kembali normotensi setelah mendapat
diuresis tanpa pemberian obat – obatan antihipertensi.

- Hipertensi berat biasanya ditemukan pada pasien sekitar 5 -10 % dengan atau tanpa
enselopati

- Sembab dan bendungan paru akut , hampir semua pasien mengalaminya pada kelopak
mata atau pergelangan kakibawah, timbul pagi hari, dan hilang di siang hari. Bila
perjalanan penyakit sudah berat, maka sembab ini akan menetap atau persisten, dan
bisa di sertai asites dan efusi rongga pleura.

- Bendungan paru akut ditemukan pada 50 % pasien dewasa  biasanya manjadi


keluhan utama

Etiologi
Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas ( faring atau tonsil ) atau kulit (
impetigo ) oleh streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12 ( paling sering ).

- Golongan nefritogenik ( tipe 1,2,4,6,23,25,49,55,57,60 )  relative jarang


Perjalanan Penyakit
Terdapat 4 perjalanan penyakit yaitu :

1. Meninggal selama fase akut

Disebabkan selama fase akut adanya infeksi sekunder terutama infeksi paru ( pneumonia )
, bendungan paru akut, enselopatihipertensif, hyperkalemia .

Angka kematiannya < 5% berkat kemajuan therapy, misalnya obat antihipertensi yang
kuat, hemodialisa , dan transplantasi ginjal.

2. Sindrom Rapidly progressive glomerulonephritis ( RPGN )

Sebagian pasien glomerulonephritis akut ( 5-10 % ) memperlihatkan perjalanan penyakit


yang cepat dan progresif di sertai oliguria dan anuria , dapat meninggal dalam eaktu 2-3
bulan dan banyak mengenai pasien –pasien dewasa.

3. Glomerulonephritis akut

Bila selama perjalanan penyakit ditemukan satu atau lebih tanda klinik atau, proteinuria
dengan atau tanpa hematuria asimptomatik yang menetap selama bertahun-tahun akan
menjadi kronik pada akhirnya, dan disertai oleh gagal ginjal kronik.

Perjalanan penyakit ini rendah frekuensinya 5-10 %

4. Penyembuhan

Penyembuhan klinik disertai dnegan penyembuhan laboratorium biasanya berangsur –


angsur dan akhirnya akan terjadi penyembuhan sempurna. Bentuk perjalanan ini biasanya
sering ditemukan pada anak- anak ( 80-85 % )

Biasanya gejala bendungan paru akut , hipertensi, sembab dan oliguria akan segera hilang
setelah terjadi diuresis , biasanya beberapa minggu /beberapa hari

Penyulit
1. Infeksi

Infeksi sekunder ekstrarenal misalnya pneumonia  bisa memperburuk keadaan umum


dan menyebabkan kematian.
Infeksi saluran kemih dan ginjal ( pielonefritis ) sering ditemukan pada setiap penyakit
ginjal ataupun penyebabnya termasuk glomerulonephritis.

2. Enselopati akut hipertensif

Glomerulonephritis sering sekali menyebabkan hipertensi, dan hipertensi yang berat bisa
menyebabkan kerusakan pembuluh darah ginjal ( nefrosklerosis ) . insiden ini terjadi sekitar
< 5%

3. Bendungan paru akut non – kardiak

Bendungan paru mendadak dapat merupakan gambaran klinik pertama dari pasien
glomerulonephritis akut terutama mengenai pasien dewasa .

4. Penurunan faal ginjal

Biasanya bersifat ringan dan disertai dengan oliguria, urin bebas dari ion natrium , berat
jenis urin tinggi, kenaikan ureum dan kreatinin serum .

Diagnosis banding
A. Penyakit parenkim ginjal primer :

- Glomerulonephritis membranoproliferatif

- Nefropati IgA ( penyakit berger )

- Glomerulonephritis local politeratif idiopati

- Nefritis interstisial hipertensif

- Glomerulonephritis proliferative ekstrakapsuler

B. Penyakit parenkim ginjal sekunder

- Lupus eritematosus sistemik

- Poliarteritis nodosa

- Purpura henoch schoenlein

- Sindrom hemolitik uremi

- Trombotik trombositopenik purpura

- Sindrom goodpasture
C. Eksaserbasi akut dan glomerulonephritis kronik

Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis

a. Proteinuria

Proteinuria berkisar antara 2-4 gram per hari , terdiri dari protein dengan berat
molekul besar terutama albumin

b. Hematuria

Hematuria biasanya dengan atau tanpa silinder eritrosit ditemukan sekitar 40 % pada
pasien , bila ada silinder eritrosit merupakan tanda kerusakan parenkin masih aktif

c. Fibrin degradation product ( FDP )

Pada pasien dengan kondisi berat, etrutama yang telah menjadi rapidly progressive
glomerulonephritis ( PPGN ) konsentrasi FDP nya tinggi di urin

d. Biakan urine

Biasanya ditemukan kelainan urine yang menyerupai infeksi : lekosituri dan silinder
lekosit walaupun tidak terbukti secara bakteriologis menderita infeksi sekunder.

2. Faal Ginjal

Biasanya diperiksakan ureum , kreatinin serum dan penjernihan kreatinin di pakai untuk
menentukan derajat faal ginjal.

3. Faal tubulus

Gangguan faal tubulus terutama ekskresi elektrolit dan biasanya pada apsien dengan oliguria
dan anuria tidak jarang ditemukan hyperkalemia.

4. Pemeriksaan darah

a. Anemia

Biasanya anemia ringan normokrom dan normositer karena retensi natrium dan hemodilusi,
biasanya banyak ditemukan pada pasien RPGN
Biasanya pada sediaan darah ditemukan adanya : sistosit , fragmentasi eritrosit disertai tanda
mikroangiopati.

Laju endap darah ( LED ) biasanya meninggi , dengan jumlah trombosit dan leukosit dbn.
Biasanya pada pasien RGPN berat ditemukan trombositopenia.

b. Factor – factor pembekuan

Ada kenaikan pada : serum fibrinogen , factor VII dan fibrinolitic activity.

c. Serum protein dan lipid

Pada beberapa pasien kemungkinan mengalami penurunan protein serum terutama pada
albumin akibat dari retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstraseluller.

5. Pemeriksaan Bakteriologi

a. Pengecatan dan biakan

Pewarnaan gram dengan metilen blue dan biakan dari bahan pemeriksaan apus tenggorokan
atau pus ( impetigo ) untuk isolasi dan identifikasi streptokokus.

Hasil biakan biasanya 25 % positif dari pasienyang tidak mendapatkan antibiotika selama
infeksi akut oleh streptokokus.

Nb : hasil biakan positif belum dapat memastikan etiologi glomerulonephritis akut , mungkin
hanya merupakan infeksi sekunder

6. Pemeriksaan imunologi

Penurunan konsentrasi komplemen ( C ) merupakan tanda yang pathogenesis dari


glomerulonephritis akut pasca streptokokus . biasanya hal ini di temukan pada 50 % pasien.

Penatalaksaan
 Sampai sekarang belum ada obat – obatan khusus seperti : antibiotika , steroid,
maupun immunosupresif yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dari
glomerulonephritis akut pasca streptokokus ini.

 Pengobatannya hanya sebatas mencegah penyulit – penyulit yang fatal.

Non Farmakologi

1. Istirahat
Bed rest total dianjurkan selama fase akut ( sembab , hipertensi, bendungan paru, oliguria,
anuria ) dan fase akut laboratorium ( penurunan LFG yang digambarkan dengan : oliguria ,
anuria , kenaikan bun serum, kreatinin dan proteinuria berat.

2. Diet selama fase oliguria / anuria

a. Protein hewani

Sangat penting untuk mengurangi beban ginjal dan mengurangi metabolism protein seperti
kreatinin , fosfat , sulfat, kalium.

Anjuran pemberian protein : 0,5-075 gr/kg BB /hari

Protein yang diberikan biasanya : yang memiliki nilai biologic tinggi : telur ,susu , daging .

b. Karbohidrat

untuk mencegah katabolisme protein , biasanya diberikan minimal 35 kalori per kg BB

c. Lemak

Lemak yang diberikan harus bebas dari elektrolit dan jumlahnya dibatasi , lemak yang
dianjurkan terutama lemak yang tidak jenuh .

d. Elektrolit

- Natrium : harus dibatasi sampai 20 meq / hari untuk mencegah dan mengobati
bendungan paru dan hipertensi

- Kalium : dianjurkan kurang dari 70 – 90 meq / hari

- Kalsium : untuk mempertahankan keseimbangan kalsium , jumlah kalsium yang di


berikan kurang dari 600 – 1000 mg per hari .

e. Kebutuhan jumlah cairan

Harus dibatasi , hanya untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh terutama pada
pasien berat dengan RPGN

Farmakologi

a. Bendungan paru akut

- Pembatasan garam natrium kurang dari 20 meq/har

- diuretic kuat misalnya furosemide 40-80 mg


- ethacrinic acid 50 – 100 mg iv

- dialysis gastrointestinal

- dialysis peritoneal

- hemodialisa

nb : pemberian preparat digitalis adalah kontraindikasi , karena tidak efektif dan sering
menyebabkan keracunan.

b. Hipertensi

Hipertensif diastolic kurang dari 100 mmhg tidak memerlukan bat – obatan hanya cukup
istirahat dengan pembatasan garam natrium .

Indikasi pemberian obat antihipertensif adalah :

- Bila tekanan diastolic lebih dari 110 mmhg atau tanpa penyulit – penyulit
hipertensi seperti kardiomegali , enselopati, retinopati.

Obat yang diberikan :

1. Golongan obat penyekat enzim angiotensin , blockade AT1 dan ARB dengan /
tanpa diuretic merupakan obat pilihan utama .

2. Metildopa

3. Klonidin

4. Natrium nitroprusid  obat pilihan utan=ma untuk hipertensif berat yang disertai
dengan bendungan paru akut.

c. Anemia

Pemberian transfuse darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan bendungan paru akut .

d. Gangguan koagulasi

Pada pasien RGPN  pemberian antikoagulan heparin takaran tinggi misalnya 28.000 U
/hari ternyata telah memberikan perbaikan klinik maupun histopatologis

Dipiridamol atau aspirin merupakan antiagregasi dari trombosit yang terjadi selama
mekanisme koagulasi.
e. Antibiotic

Bila kuman – kuman streptokokus berhasil diisolasi dari tenggorokan atau pus dari impetigo ,
dapt dilakukan eradikasi dengan antibiotic penisilin prokain 2x600.000 IU selama 7 hari dan
dilanjutkan peroral 2 x 200.000 IU .

Prognosis
Anak : baik 99 % sembuh

Dewasa : baik 80 – 90 %

Prognosis bisa menjadi buruk bila oliguria atau anuria berlangsung beberapa minggu ,
penurunan LGF , kenaiakn kompleks fibrin , kenaikan konsentrasi FDP dalam urine.

Glomerulonefritis Karena Infeksi Lain

A.Glomerulonefritis pada hepatitis


Definisi
Suatu Penyakit bermedia kompleks imun.yang bisa terjadi karena terperangkapnya
kompleks imun beredar dlm ginjal atau akibat pembentukan kompleks imun glomerulus in
situ.

Manifestasi Klinis
 Ikterus ringan

 Pembesaran Hepar

 Hematuria mikroskopis

 Proteinuria

 Gangguan Fungsi Hepar dg kadar transaminase serum(SGOT,SGPT)yang meningkat.

 Kadar komplemen C3 serum rendah,Kadar C4 dan C1q juga rendah

Diagnosis
 Uji serologis HBV (+)
 Adanya gangguan fungsi hepatoselular pada pasien sindrom nefrotik disertai
hematuria

 Diagnosis hanya dapat dipastikan dg biopsi ginjal

 Pemeriksaan imunofluresensi untuk mencari antigen HBV dlm glomerulus perlu


dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara infeksi & lesi ginjal.

Terapi dan Perjalanan penyakit


 Kortikosteroid tampaknya tidak bermanfaat baik sebagai terapi maupun untuk
pencegahan.Prognosis biasanya baik,50 % pasien mengalami kesembuhan spontan
dalam 3 tahun,20 % mengalami sindrom nefrotik persisten dan 30 % sisanya
menunjukkan proteinuria ringan dengan tanpa hematuria

B. Glomerulonefritis pada Endokarditis


Definisi
Adalah penyakit inflamasi glomerulus yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus
aureus pd endokarditis bakterial akut dan Streptococcus viridans pada endokarditis
bakterial subakut.

Manifestasi Klinis
 Endokarditis berupa;demam,bising jantung,hepatosplenomegali,ruam kulit.

 Gejala klinis kelainan ginjal berupa;hematuria awitan atau


mikroskopik,proteinuria,kelainan sedimen urin(leukosituria,hematuria,dan torak).

 Komplemen serum(C3,C4) rendah,ditemukan faktor reumatoid,komplek imun,dan


krioglobulin dlm serum.

 Gambaran patologis ginjal berupa kelainan glomerulus proliferatif fokal terutama


pada daerah mesangial dan sel endotel.

 Pemeriksaan imunofluoresen menunjukkan adanya IgG,C3 dan IgM di daerah


mesangium.

Diagnosis
 Biasanya mudah ditegakkan melalui anamnesis,pemeriksaan fisis dan biakan darah
yang positif terhadap kuman penyebab.
Terapi dan Prognosis
 Ditujukan untuk membasmi kuman penyebab dengan antibiotik

 Sebagian besar akan sembuh,tetapi dapat terjadi gagal ginjal kronik terutama pada
pasien yang terlambat diobati.

PATOFISIOLOGI KASUS 3

Inhalasi bakteri Streptokokkus beta Infeksi saluran nafas


hemolitikus grup A

Reaksi inflamasi saluran nafas bagian atas


Antigen bakteri masuk kedalam darah

Pelepasan mediator inflamasi


Memicu terbentuknya antibody spesifik

histamin

Terbentuk kompleks antigen – antibody

Peningkatan sekresi mucus  pilek

Memicu aktivasi komplemen


Iritasi percabangan trakeo - bronkial

Ikut berikatan dengan kompleks antigen -


antibodi Mekanisme pembersihan mucus keluar
oleh gerakan silia  batuk

Komplek antigen – antibody dan


komplemen beredar dalam sirkulasi darah

Terjebak di glomerulus ginjal

Mengendap di subendotel dan


mesangium

Ekspresi molekul adesi dan


kemokin dipermukaan endotel
Migrasi sel inflamasi melalui celah
antar PMN,
Infiltrasi leukosit sel endotel
monosit, makrofag Melepas enzim protease, radikal bebas
dan metabolit asam arakidonat

Interaksi leukosit dengan sel glomerulus


(mesangium, epitel, endotel)

Memicu sel glomerulus melepaskan mediator


sitokin, metabolit asam arakhidonat, faktor
pertumbuhan dan NO serta endotelin

Inflamasi dan kerusakan jaringan Sel epitel lepas menjadi debris dan
glomerulus terbawa urin  sedimen epitel

Penurunan koefisien filtrasi  penurunan GFR

Peningkatan permeabilitas membrane


basalis

Proteinuria massif  banyak albumin menurun

hipoalbuminemia Peningkatan sintesis lipoprotein oleh


hepar dan penurunan aktivitas enzim
LCAT
Penurunan tekanan onkotik
plasma
Berkurangnya pengangkutan kolesterol
Peningkatan cairan plasma ke interstitial dari sirkulasi ke hepar oleh katabolisme

Edema anasarka Kolesterol total darah meningkat

Ekstremitas ( severe pitting udem


lengan dan kaki ), palpebra,
abdomen ( asites pada inspeksi
dan palpasi abdomen )
DAFTAR PUSTAKA
 Anatomi klinik, SNELL
 Anatomi klinik dasar, MOORE
 Embriologi, LANGMAN
 Atlas histologi TRISAKTI
 Histologi dasar, JUNQUERA
 Nefrologi klinik UNPAD edisi III
 Ilmu kesehatan anak, NELSON

Anda mungkin juga menyukai