Anda di halaman 1dari 3

PANCASILA SEBAGAI MODEL PENDEKATAN RESOLUSI KONFLIK DI

INDONESIA
PANCASILA AS A CONFLICT RESOLUTION APPROACH MODEL IN INDONESIA
Oleh: Moh. Syahrul Mubarok, S.Pd

Kondisi damai, dan harmonis merupakan sebuah kondisi yang diidamkan oleh
semua manusia dimuka bumi tidak terkecuali di Indonesia. Kondisi damai dapat
digambarkan sebagai keadaan yang tenang, aman dan tentram tanpa adanya
pertikaian sehingga menimbulkan perasaan bahagia bagi manusia. Sayangnya
dikarenakan manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi
dengan manusia lain, terjadinya sebuah pertentangan (konflik) tidak bisa dihindari.
Peaceful, and harmonious condition is a condition desired by all humankind in
this Earth, including Indonesia. Peaceful condition can be portrayed as a calm, safe,
and tranquil condition without any conflict, thus, it causes joyful feeling within individual.
However, because human is predestinated as a human being who always interacts with
others, the emergence of conflict cannon be avoided.
Menurut kamus Oxford, kata conflict dapat didefinisikan sebagai keadaan
ketidaksepakatan yang serius, dan berlangsung secara berlarut-larut. Sedangkan
menurut kamus Webster kata conflict didefinisikan sebagai sebuah perjuangan,
peperangan antara beberapa pihak. Pruitt&Rubin mendefinisikan konflik sebagai
persepsi mengenai kepentingan yang berbeda, atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi
pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Berdasarkan berbagai
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik adalah sebuah keadaan pertentangan
yang terjadi sebagai akibat ketidaksepakatan antara satu pihak dengan pihak yang lain.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki tingkat


kemajemukan tinggi, baik itu dari segi ras, suku, dan agama melebihi Amerika Serikat
yang mencitrakan diri sebagai negara multikultur. Kemajemukan Indonesia tersebut
ibarat sebuah pisau bermata ganda, disatu sisi kemajemukan tersebut bisa menjadi
sebuah bekal menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar, namun disisi lain
kemajemukan tersebut juga menjadi salah satu penyebab berbagai konflik yang selama
ini terjadi. Jika diruntut dari sejarah Indonesia semenjak memproklamirkan
kemerdekaannya, berbagai konflik baik antar golongan, antar suku, dan antar agama
terus mewarnai perjalanan Indonesia selama 72 tahun ini. Berbagai contoh konflik itu
seperti konflik bentuk negara Komunis (PKI) v Pancasila, Islam (DI/TII, GAM) v
Pancasila, kemudian konflik suku antara Dayak v Madura (2001) dan Lampung v Bali
Pendatang (2009), kemudian konflik agama poso (Islam v Kristen) tahun 1998-2001,
serta masih banyak lagi konflik yang pernah mewarnai perjalanan negara Indonesia.
Indonesia sesungguhnya telah memiliki sebuah sistem nilai, moral, dan dasar
yang dapat dijadikan pedoman dalam menengahi berbagai permasalahan yang terjadi
di Indonesia, yakni Pancasila. Pancasila semenjak awal dirumuskan dan disahkan pada
1 Juni 1945 merupakan kesepakatan bersama antara berbagai kelompok agama dan
suku untuk mencapai sebuah negara yang ideal. Semenjak awal dirumuskan, para
pendiri bangsa telah menyadari bahwa seluruh aspirasi dari berbagai kelompok,suku,
dan agama harus diwadahi dan terhindar dari permasalahan yang dapat
menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sayangnya penerimaan dan
penerapan nilai-nilai pancasila hingga kini masih terus mengalami dinamika.
Pancasila sejatinya sudah menjadi sistem negara yang final dan tidak boleh
dipertanyakan lagi mengenai kecocokan dengan kondisi negara Indonesia, dikarenakan
Pancasila sudah dirumuskan sedemikian rupa untuk pas dengan kemajemukan
masyarakat Indonesia. Seperti diungkapkan oleh KH. Marzuki Mustamar dalam sebuah
ceramah bahwa Pancasila ibaratkan sebuah air putih yang mampu untuk diminum oleh
orang sehat maupun orang sakit, berbeda dengan berbagai minuman lain seperti kopi,
teh, susu, dan variasi lainnya yang diibaratkan sebagai ideologi-ideologi lain yang
belum tentu bisa diminum (diterima) oleh masyarakat lain.
Menerima dan menerapkan Pancasila sebagai idelogi dan falasah hidup bangsa
dalam kehidupan keseharian sebagai upaya juru damai dan menetralisir konflik
sesungguhnya tidak semudah dalam teori. Pengalaman masa lampau yang pernah
salah dalam menafsirkan Pancasila hanya untuk digunakan sebagai sebuah doktrin
justru malah menimbulkan konflik lebih lanjut. Dimasa kini semua pihak harus
mengingat jika Pancasila adalah sebuah ideologi terbuka yang mana nilai mutlak yang
tak boleh diganggu gugat adalah Pancasila dalam nilai dasar sedangkan Pancasila
dalam nilai praksis (penapan keseharian) haruslah lebih luwes dan mampu dimaknai
terbuka oleh semua pihak supaya tidak berpotensi disalahgunakan untuk
memeperteguh kekuasaan semata yang kemudian semakin memperbesar api konflik di
negeri ini.
Kesimpulannya konflik merupakan sebuah keniscayaan dalam perjalanan
kehidupan setiap bangsa, karena disisi positifnya konflik bisa memperkuat kesatuan
sebuah bangsa, namun juga memiliki sisi negative ketika tidak mampu ditangani. Salah
satu solusi damai dan penyelesaian konflik khususnya yang berkaitan dengan konflik
SARA dinegeri ini adalah penerimaan secara multak Pancasila sebagai sistem nilai
dasar final, namun penerimaan final tersebut hanya pada tataran nilai dasar dan nilai
instrumental, sedangkan pada tataran praksis haruslah selalu luwes dan bebas
ditafsirkan oleh seluruh warga negara Indonesia.

Daftar Rujukan
Merriam-Webster Incorprated. 1995. Merriam-Webster’s Pocket Dictionary.
Massachusetts: Merriam-Webster Incorporated.
Oxford University Press. 2005. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Oxford: Oxford
University Press
Pruitt, Dean G & Rubi, J.Z. 2009. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tongat. 2012. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara dan Makna Filosofinya Dalam
Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, (Online), (http://media.neliti.com >
publication), diakses 24 Januari 2018.

Anda mungkin juga menyukai