Anda di halaman 1dari 28

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke

atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999; 8). pada lanjut usia akan terjadi

proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). oleh karena itu, dalam

tubuh akan menumpuk makin banyak distoris metabolik dan struktural

yang disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan

mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;

4)

2. Klasifikasi

Bilotta (2009) mengatakan bahwa diabetes mellitus memiliki dua

tipe utama antara lain; DM tipe 1 yang ditandai dengan insufisiensi absolut

dan DM tipe 2 yang ditandai dengan resistansi insulin dengan derajat

defek sekresi insulin yang bervariasi.

3. Etiologi

a. DM tipe 1

6
7

DM yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta

pankreas yang disebabkan oleh; faktor genetik penderita tidak mewarisi

diabetes itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau

kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1, faktor imunologi


7

(autoimun) dan faktor lingkungan seperti virus atau toksin tertentu

dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.

b. DM tipe 2

Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.

Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe 2

antara lain usia, obesitas, riwayat dan keluarga (Nurarif dan Kusuma,

2015).

4. Manifestasi Klinis

a. Poliuria, polidipsia dan polifagia

b. Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak,

sensasi kesemutan atau kebas di tangan atau kaki, kulit kering, lesi

kulit, luka yang lambat sembuh atau infeksi berulang

c. Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat badan

mendadak atau mual, muntah atau nyeri lambung

d. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan

berlangsung perlahan (bertahun-tahun) dan mengakibatkan komplikasi

jangka panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama bertahun-tahun

(misal penyakit mata, neuropati perifer, penyakit vaskular perifer).

e. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri

abdomen, mual, muntah, hiperventilasi dan napas berbau buah. DKA

yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat kesadaran,

koma dan kematian (Brunner dan Suddarth, 2010).


8

5. Patofisiologi

Terjadinya DM dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat

kurangnya insulin. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh

yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200

mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai

dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari

berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi

sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang

ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml),

akan timbul glukosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan

diuresis osmotik yang menyebabkan poliuria disertai kehilangan sodium,

klorida, potasium dan pospat. Adanya poliuria menyebabkan dehidrasi dan

timbul polidipsia. Akibat glukosa yang keluar bersama urin maka pasien

akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun

serta cenderung terjadi polifagia (rasa lapar yang semakin besar). Akibat

yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi

cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau

hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat

untuk energi (Wijaya dan Putri, 2013).


9

Untuk menghadapi berbagai perubahan fisik yang terjadi pada

pasien, terapi pengelolaan diabetes seperti diet, kebiasaan olahraga dan

medikasi harus diintegrasikan ke dalam gaya hidup pasien dan dikontrol

dengan cermat yang dilakukan dalam jangka waktu lama bahkan seumur

hidup. Injeksi setiap hari adalah kenyataan. Keteraturan dan lamanya

terapi yang harus dilakukan dapat memicu rasa lelah dan jenuh. Tidak

dirasakannya dampak nyata akan kesembuhan dari terapi yang telah

dilakukan dapat mengakibatkan stresor bagi pasien. Ketika stres terjadi

dalam jangka waktu yang lama serta melebihi kemampuan pasien untuk

merespons, maka dapat memicu perasaan putus asa. Tanda yang

ditunjukkan bahwa pasien DM mengalami keputusasaan dapat berupa,

tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, tidak mau berinteraksi dengan orang

lain dan mengatakan bahwa dirinya tidak berguna lagi. Hal tersebut dapat

mengganggu kontrol glikemik, yang sering kali mengakibatkan

ketidakpatuhan dengan terapi yang diprogramkan, yang semakin

mengganggu kontrol glikemik dan meningkatkan potensi komplikasi baik

akut maupun kronik.


10

6. Pathway
Faktor genetik, infeksi virus, pengrusakan imunologik

Kerusakan sel beta

Ketidakseimbangan produksi insulin

Gula dalam darah tidak dapat dibawa masuk ke dalam sel

Hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Kerusakan pada antibodi


Batas melebihi Viskositas darah Syok
ambang ginjal meningkat hiperglikemik
Kekebelan tubuh menurun
glukosuria Aliran darah Koma diabetik
lambat Neuropati sensori
Resiko infeksi perifer
Dieresis osmotik Iskemik jaringan

Poliuri- Retensi urin Pasien tidak peka terhadap sakit


Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer Nekrosis luka
Kehilangan
elektrolit dalam sel Gangren

Dehidrasi
Kehilangan kalori Kerusakan integritas kulit
Resiko syok

Sel kekurangan bahan untuk metabolisme

Merangsang hipotalamus Protein dan lemak dibakar

Pusat lapar dan haus BB menurun


Polidipsia, polipagia
Keletihan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Pasien harus melakukan terapi pengelolaan diabetes (diet,


olahraga, pemantauan kadar gula darah, insulin)

Jangka waktu yang lama dan dampak nyata akan kesembuhan tidak
begitu dirasakan
Memicu terjadinya
komplikasi seperti kerusakan Pasien merasa jenuh
mata, ginjal, jantung, dll Pasien menyerah akan hidupnya
Kadar gula darah menjadi tidak terkontrol
Keputusasaan

Gambar 2.1 Pathway diabetes mellitus (Nurarif dan Kusuma, 2015)


11

7. Penatalaksanaan

Menurut Damayanti (2015) penatalaksanaan untuk penyakit DM

sebagai berikut :

a. Manajemen diet

Standar komposisi makanan untuk pasien DM yang dianjurkan oleh

konsensus Perkeni (2006) adalah: karbohidrat 45-65%, protein 10-20%,

lemak 20-25%, kolesterol <300mg/hr, serat 25mg/hr, garam dan

pemanis dapat digunakan secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan

dapat diterima untuk digunakan pasien DM termasuk yang sedang

hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium, dan sukralose.

Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi, umur, ada tidaknya stress

akut, kegiatan jasmani.

b. Latihan fisik (Olah raga)

Prinsip latihan fisik pasien DM adalah F, I, D, J.

F: frekuensi 3-5x/minggu secara teratur

I: intensitas ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate)

D: durasi 30-60 menit setiap melakukan latihan jasmani

J: jenis latihan fisik yang dianjurkan adalah aerobik yang bertujuan

untuk meningkatkan stamina seperti jalan, joging, berenang, senam

berkelompok atau aerobik dan bersepeda.

c. Pemantauan (monitoring) kadar gula darah

Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri atau self-monitoring

blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah


12

hiperglikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi

komplikasi DM jangka panjang.

d. Terapi farmakologi

1) Memicu produksi insulin

a) Sulfonilurea

b) Golongan glinid

2) Meningkatkan kinerja insulin (sensitivitas terhadap insulin)

a) Biguanid

b) Tiazolidinedion

c) Rosiglitazone (Avandia)

3) Penghambat enzim alfa glukosidase

Penghambat kerja enzim alfa glukosidase seperti akarbose,

menghambat penyerapan karbohidrat dengan menghambat enzim

disakarida di usus.

e. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan pada pasien DM diperlukan karena

penatalaksanaan DM memerlukan perilaku penanganan yang khusus

seumur hidup. Pasien tidak hanya belajar keterampilan untuk merawat

diri sendiri guna menghindari fluktuasi kadar glukosa darah yang

mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya

hidup untuk menghindari komplikasi DM jangka panjang.


13

8. Komplikasi

LeMone, dkk (2011) membagi komplikasi DM menjadi tiga, antara

lain :

a. Komplikasi akut

Perubahan kadar glukosa darah meliputi Hipoglikemia dan

Hiperglikemia. Hipoglikemia sering kali disebut syok insulin, reaksi

insulin, atau “penurunan” pada pasien DM tipe 1 yang disebabkan oleh

ketidaksesuaian antara asupan insulin (misal kesalahan dosis insulin),

ativitas fisik, melewatkan makan, dll. Sedangkan Hiperglikemia adalah

meningkatnya kadar glukosa di dalam darah. Masalah utama akibat

hiperglikemia adalah Ketoasidosis Diabetik (DKA) dan HHS.

1) Ketoasidosis diabetik, terjadi bila terdapat kekurangan insulin,

produksi berlebihan beta-hidroksibutirat dan asam asetoasetat (badan

keton) oleh hati menyebabkan peningkatan konsentrasi keton dan

peningkatan pelepasan asam lemak bebas. Sebagai akibat dari

kehilangan bikarbonat (yang terjadi bila terbentuk keton), penyangga

bikarbonat tidak terjadi dan terjadi asidosis metabolik yang disebut

DKA.

2) Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS), ditandai dengan

osmolaritas plasma 340 mOsm/L atau lebih (kisaran normal adalah

280-300 mOsm/L), naiknya kadar glukosa darah dengan cepat (lebih

dari 600 mg/dl dan sering kali 1000-2000 mg/dl) dan dengan

perubahan tingkat kesadaran yang berat.


14

b. Komplikasi kronis

1) Perubahan pada sistem kardiovaskular meliputi, penyakit arteri

koroner yang merupakan faktor risiko utama terjadinya infark

miokard, kemudian ada hipertensi dan stroke (cedera

serebrovaskular).

2) Penyakit vaskular perifer, menyebabkan insufisiensi vaskular perifer

dengan klaudikasi (nyeri) intermiten di tungkai bawah dan ulkus

pada kaki.

3) Retinopati diabetik, struktur kapiler retina mengalami perubahan

aliran darah, yang menyebabkan iskemia retina dan kerusakan sawar

retina-darah sehingga pasien mengalami kebutaan.

4) Nefropati diabetik, yaitu penyakit ginjal yang ditandai dengan

adanya albumin dalam urine, hipertensi, edema, dan insufisiensi

ginjal progresif.

5) Perubahan pada sistem saraf perifer dan otonom terdiri dari

neuropati perifer dan neuropati viseral. Neuropati perifer (neuropati

somatik) biasanya ditandai dengan jari kaki dan kaki bergerak ke

atas. Neuropati viseral (neuropati otonom) menyebabkan berbagai

manifestasi, bergantung pada area SSO yang terkena.

6) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi.

c. Komplikasi yang mengenai kaki

Neuropati diabetik pada kaki menimbulkan berbagai masalah. Karena

sensasi sentuhan dan persepsi nyeri tidak ada, penyandang DM dapat


15

mengalami beberapa tipe trauma kaki tanpa menyadarinya. Orang

tersebut berisiko tinggi mengalami trauma di jaringan kaki,

menyebabkan terjadinya ulkus.

B. Konsep Dasar Keputusasaan

1. Definisi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengatakan bahwa putus

asa adalah apabila seseorang telah habis (hilang) harapan atau tidak

mempunyai harapan lagi.Menurut Sawab, dkk (2015) keputusasaan

merupakan penilaian negatif terhadap hasil yang akan dicapai dan

ketidakberdayaan terhadap suatu harapan.

2. Etiologi

Menurut Gunadi (2017) penyebab keputusasaan yang paling umum

sebagai berikut:

a. Penderitaan yang tak kunjung berakhir

b. Tidak terwujudnya harapan yang lebih baik.

3. Manifestasi Klinis

a. Perasaan sedih yang dalam

b. Adanya rasa kecewa

c. Munculnya rasa apatis, rasa tidak peduli lagi

d. Apabila perasaan putus asa sudah sangat mendalam akan muncul

perasaan untuk mengakhiri hidup (Gunadi, 2017).


16

4. Alat Ukur Keputusasaan

Dalam penilaian tingkat hopelessness menggunakan Beck

Hopelessness Scale (BHS) skala yang terdiri dari 20-item benar-salah,

yang didasarkan pada tiga dimensi putus asa. Dimensi kognitif mencakup

pikiran negatif terkait dengan harapan masa depan seseorang, dimensi

afektif melibatkan perasaan negatif terhadap masa depan seseorang dan

dimensi motivasi menunjukan keyakinan bahwa kegagalan dan

keberhasilan adalah tindakan independen seseorang yaitu harapan dan

ketidakberdayaan.

BHS terdiri dari kisi-kisi yang dibuat untuk memudahkan

penghitungan. Apabila responden menjawab item favorable dengan

jawaban “ya” mendapat nilai 1 dan jawaban “tidak” mendapat nilai 0.

Sedangkan pada item pertanyaan unfavorable jawaban “ya” mendapat nilai

0 dan jawaban “tidak” mendapat nilai 1 (Nissim et al, 2010 dalam

Darussalam, 2011). BHS mempunyai koefisien reliabilitas sebesar 0,91

(Forintos, Sallai, & Rozsa, 2010 dalam Darussalam, 2011).

Tabel 2. 1 Distribusi Pertanyaan pada Beck Hopelessness Scale

Pertanyaan Pertanyaan Jumlah


favorable unfavorable
Item 2,4,7,9,11,12,14,16 1,3,5,6,8,10,13,15,1 20
Pertanyaan ,17,18,20 9
17

Tabel 2.2 Kategori Hopelessness Berdasarkan Penilaian BHS

No Skor Tingkat Hopelessness


1 0-3 Normal
2 4-8 Hopelessness ringan
3 9-14 Hopelessness sedang
4 15-20 Hopelessness berat

5. Penatalaksanaan

Psikoterapi yang bisa diberikan pada pasien dengan penyakit kronis

yang mengalami penurunan kualitas hidup antara lain :

a. Cogniteve therapy (CT)

Menurut Harley, 2015 (dalam Agustiningsih dkk, 2017) bahwa pada

proses yang terjadi pada CT adalah membantu individu

mengidentifikasi pikiran negatif yang mempengaruhi pikiran emosional

individu sehingga mengganggu individu, membantu individu untuk

belajar mengembangkan kemampuan mencari hal yang positif yang

berkaitan dengan individu maupun lingkungan yang ada disekitar

individu berdasarkan pada pikiran individu atau melakukan

rasionalisasi dan menjadikannya sebagai bahan untuk menolak atau

melawan pikiran negatif yang berasal dari individu sendiri. Dalam

melakukan perlawanan terhadap pikiran negatif diperlukan dorongan

yang kuat terutama dari dalam individu sehingga individu mampu

merubah pikiran, persepsi, asumsi yang salah yang dipercaya oleh

individu yang berpengaruh terhadap emosi individu (Lemmens et al,

2017 dalam Agustiningsih dkk, 2017).


18

b. Logo therapy

Menurut Marshall, 2011 (dalam Agustiningsih dkk, 2017 ) logo therapy

dengan teknik medical ministry adalah suatu terapi yang melatih pasien

untuk bisa menggunakan kognitifnya untuk refleksi diri tentang

pengalaman, reaksi dan respon yang pernah dialami akibat penyakitnya

mulai dari keadaan yang terburuk sehingga bertahan sampai pada

kondisi saat ini. Self transcedence atau kesadaran diri merupakan kunci

utama pada logo therapy. Logo therapy merupakan terapi yang

kompleks yang melibatkan aktivitas kognitif dan kemampuan

memahami penyakit sehingga individu bisa menerima dan bertahan

terhadap penderitaan yang diakibatkan oleh penyakitnya. Aktivitas

kognitif pada logo therapy adalah pasien harus belajar tentang segala

macam hal yang berkaitan dengan penyakitnya sehingga pasien bisa

menentukan tindakan yang tepat dalam menghadapi penderitaan akibat

penyakitnya.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks

dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan

keluarga dan individu sebagai anggota keluarga (Mubarak, 2009). Tahapan

dari proses keperawatan keluarga antara lain:


19

1. Pengkajian

Menurut Harmoko (2012) pengkajian adalah tahapan seorang

perawat mengumpulkan informasi secara terus-menerus terhadap anggota

keluarga yang dibinanya. Hal-hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah :

a. Data umum

1) Nama kepala keluarga, umur, alamat dan telepon jika ada, pekerjaan

dan pendidikan kepala keluarga, komposisi keluarga, yang terdiri

atas nama atau inisial, jenis kelamin, tanggal lahir atau umur,

hubungan dengan kepala keluarga, status imunisasi dari masing-

masing anggota keluarga dan genogram.

2) Tipe keluarga

3) Suku bangsa

4) Agama

5) Status sosial ekonomi keluarga

6) Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang

b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Data ini ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Berisi tentang tugas dalam tahap perkembangan keluarga saat ini

yang belum terpenuhi dan mengapa belum terpenuhi.


20

3) Riwayat keluarga inti

Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing anggota keluarga, status imunisasi, sumber

kesehatan yang biasa digunakan serta pengalaman menggunakan

pelayanan kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Data ini menjelaskan riwayat kesehatan dari pihak suami dan istri

apakah ada salah satu anggota keluarganya yang mengalami diabetes

mellitus atau penyakit menurun lainnya.

c. Pengkajian lingkungan

1) Karakteristik rumah

Data ini menunjukkan luas rumah, tipe, jumlah ruangan, jumlah

jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan perabot rumah tangga,

jenis WC, serta jarak WC ke sumber air. Disajikan dalam bentuk

denah.

2) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal

Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat,

kebiasaan, budaya yang mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas geografis keluarga

Data ini menunjukkan kebiasaan keluarga berpindah tempat.


21

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul,

sejauhmana keterlibatan keluarga dalam pertemuan dengan

masyarakat.

5) Sistem pendukung keluarga

Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga yang sehat,

fasilitas keluarga, dukungan keluarga dan masyarakat sekitar terkait

dengan kesehatan dll.

d. Struktur keluarga

1) Pola-pola komunikasi keluarga

2) Struktur kekuatan keluarga

3) Struktur peran

4) Struktur nilai atau norma keluarga

5) Fungsi keluarga

Pengkajian fungsi keluarga meliputi fungsi afektif, fungsi sosialisasi,

fungsi perawatan kesehatan, fungsi reproduksi dan fungsi ekonomi.

Fungsi perawatan kesehatan meliputi mengenal masalah kesehatan

(sejauh mana keluarga mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan

meliputi: pengertian; tanda dan gejala; penyebab serta yang

mempengaruhi prinsip keluarga terhadap masalah),mengambil

keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat (sejauh mana

keluarga mengetahui sifat dan luasnya masalah dirasakan; menyerah

terhadap masalah yang dialami; takut akibat dari tindakan penyakit;


22

sikap negatif terhadap masalah kesehatan; dapatkah menjangkau

fasilitas kesehatan; kurang percaya terhadap tenaga kesehatan dan

mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi

masalah), merawat anggota keluarga yang sakit (sejauh mana

keluarga mengetahui keadaan penyakitnya; mengetahui sifat dan

perkembangan perawatan yang dibutuhkan; mengetahui seumber-

sumber yang ada dalam keluarga; mengetahui keberadaan fasilitas

yang diperlukan dan sikap keluarga terhadap yang sakit),

memelihara lingkungan rumah yang sehat (sejauh mana keluarga

mengetahui sumber-sumber yang dimiliki; keuntungan/manfaat

pemeliharaan lingkungan; mengetahui pentingnya higiene sanitasi

dan kekompakan antar anggota keluarga pada praktik lingkungan)

dan menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan di masyarakat

(apakah keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan;

memahami keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan;

tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan; dan

fasilitas kesehatan tersebut terjangkau oleh keluarga).

e. Stres dan koping keluarga

Pengkajian stres dan koping keluarga meliputi stres jangka pendek dan

jangka panjang, kemampuan keluarga merespon stresor, strategi koping

yang digunakan dan strategi koping disfungsional.


23

f. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita diabetes mellitus yaitu

pemeriksaan berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan mata; leher;

paru-paru; jantung; abdomen; ekstremitas dan neurologi.

g. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan keluarga terhadap

petugas kesehatan atau sarana pelayanan kesehatan yang ada.

Selain pengkajian yang dilakukan kepada keluarga dilakukan juga

pengkajian pada pasien mengenai respon pasien dalam menghadapi

penyakitnya. Apabila pasien mengungkapkan perasaan tidak bisa lagi,

pasien telah menjalankan terapi selama > 6 bulan dan tiba-tiba

menunjukkan perubahan perilaku seperti mengalami penurunan nafsu

makan, sulit tidur, malas beraktifitas dan berinteraksi dengan lingkungan,

pasif dalam menjalankan terapi dan tidak memiliki gairah hidup atau

merasa tidak berguna lagi, maka bisa dikatakan bahwa pasien mengalami

keputusasaan.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015) keputusasaan adalah

kondisi subjektif ketika seorang individu memandang keterbatasan atau

ketidak adanya alternatif atau pilihan pribadi serta tidak mampu

memobilisasi energi demi kepentingan individu.

Menurut Wilkinson (2016) batasan karakteristik pada pasien

dengan keputusasaan adalah pasien mengatakan ‘saya tidak bisa’, sering


24

menghela napas, kontak mata kurang, mengalami penurunan afek; nafsu

makan; respon terhadap stimuli; pengungkapan verbal, pasif, mengalami

gangguan pola tidur, kurang inisiatif dan tidak terlibat aktif dalam

perawatan.

Faktor yang berhubungan terhadap terjadinya keputusasaan antara

lain; isolasi sosial, kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual,

kehilangan kepercayaan pada nilai penting, pembatasan aktivitas jangka

panjang, penurunan kondisi fisiologis, riwayat diabaikan dan stres jangka

panjang (Herdman dan Kamitsuru, 2015).

3. Perencanaan

Menurut Moorhead, dkk (2016) NIC (Nursing Interventions

Clasification) yang dapat digunakan untuk masalah keperawatan

keputusasaan adalah sebagai berikut :

Mengenal masalah

NOC : Manajemen diri: Penyakit kronik (3102)

Tabel 2. 3 Indikator outcome Manajemen diri: Penyakit kronik

Indikator Awal Tujuan

a. Mencari informasi tentang 1 5


penyakit
b. Mengikuti pengobatan yang 1 5
direkomendasikan
c. Menggunakan strategi 1 5
manajemen stres
d. Menyesuaikan kehidupan 1 5
rutin untuk mengoptimalkan
kesehatan
25

Keterangan :

1 : Tidak pernah menunjukkan

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang-kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Secara konsisten menunjukkan

NIC : Konseling (5240)

a. Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa saling

percaya dan saling menghormati

b. Gali perasaan dan beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasaan.

c. Tanyakan tentang pengetahuan klien tentang kondisi fisik klien saat

ini.

d. Kaji hal positif yang dimiliki pasien

NIC : Peningkatan koping (5230)

a. Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien dan keluarga

terhadap proses penyakit

b. Bantu pasien mengklarifikasi kesalahpahaman

c. Sediakan informasi aktual mengenai diagnosis, penanganan dan

prognosis

d. Dukung keterlibatan keluarga

Mengambil keputusan

NOC : Dukungan keluarga selama perawatan (2609)


26

Tabel 2. 4 Indikator outcome dukungan keluarga selama perawatan

Indikator Awal Tujuan

a. Anggota keluarga 1 5
menunjukkan keinginan
untuk mendukung anggota
keluarga yang sakit
b. Anggota keluarga 1 5
mengekspresikan perasaan
dan emosi sebagai kepedulian
kepada anggota keluarga
yang sakit
c. Anggota keluarga bertanya 1 5
bagaimana mereka dapat
membantu
d. Anggota keluarga 1 5
memberikan dorongan kepada
anggota keluarga yang sakit

Keterangan :

1 : Tidak pernah menunjukkan

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang-kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Secara konsisten menunjukkan

NIC : Inspirasi harapan (5310)

a. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi area dari harapan

dalam hidup

b. Informasikan pada pasien mengenai apakah situasi yang sekarang

bersifat sementara

c. Ajarkan pasien tentang aspek positif mengenai harapan

d. Libatkan pasien secara aktif pada perawatannya sendiri


27

Merawat anggota keluarga

NOC : Fungsi Keluarga (2602)

Tabel 2. 5 Indikator outcome fungsi keluarga

Indikator Awal Tujuan

a. Merawat anggota keluarga 1 5


yang memiliki
ketergantungan
b. Anggota keluarga dapat 1 5
melakukan peran yang di
harapkan
c. Anggota keluarga saling 1 5
mendukung

Keterangan :

1 : Tidak pernah menunjukkan

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang-kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Secara konsisten menunjukkan

NIC : Dukungan keluarga (7140)

a. Identifikasi pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang sakit

b. Libatkan anggota keluarga dan pasien dalam membuat keputusan

terkait perawatan

c. Rencanakan perawatan lanjutan jika ada indikasi yang diinginkan.

Memodifikasi lingkungan

NOC : Keamanan lingkungan rumah (1910)


28

Tabel 2. 6 Indikator outcome keamanan lingkungan rumah

Indikator Awal Tujuan

a. Kebersihan hunian 1 5
b. Pemeliharaan gedung 1 5

Keterangan :

1 : Tidak adekuat

2 : Sedikit adekuat

3 : Cukup adekuat

4 : Sebagian besar adekuat

5 : Sepenuhnya adekuat

NIC : Bantuan pemeliharaan rumah (7180)

a. Tentukan kebutuhan pemeliharaan rumah pasien

b. Libatkan pasien/keluarga dalam memutuskan kebutuhan

pemeliharaan rumah

c. Sediakan informasi mengenai bagaimana membuat rumah aman dan

bersih

Memanfaatkan fasilitas/pelayanan kesehatan

NOC : Partisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan (1606)

Tabel 2. 7 Indikator outcome partisipasi dalam keputusan perawatan

kesehatan

Indikator Awal Tujuan

a. Mencari informasi yang 1 5


terpercaya
b. Menunjukkan pengarahan diri 1 5
dalam membuat keputusan
29

Keterangan :

1 : Tidak pernah menunjukkan

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang-kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Secara konsisten menunjukkan

NIC : Panduan sistem pelayanan kesehatan (7400)

a. Bantu pasien atau keluarga untuk berkoordinasi dengan

mengkomunikasikan perawatan kesehatan

b. Bantu pasien atau keluarga memilih profesional perawatan kesehatan

yang tepat

c. Informasikan pasien mengenai perbedaan berbagai jenis fasilitas

pelayanan kesehatan

d. Anjurkan untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan ketika ada

keluhan

4. Implementasi

Implementasi atau pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari

proses keperawatan keluarga di mana perawat mendapatkan kesempatan

untuk membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan perbaikan ke

arah perilaku sehat. Berikut prinsip-prinsip penatalaksanaan keluarga:

a. menstimulasi kesehatan atau penerimaan keluarga mengenai kebutuhan

kesehatan

b. menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat


30

c. memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang

sakit

d. membantu keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan

menjadi sehat

e. memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan

cara mengenalkan fasilitas kesehatan.

5. Evaluasi

Menurut Harmoko (2012) evaluasi merupakan tahap penilaian

untuk melihat keberhasilan dari rencana tindakan yang telah diberikan.

Bila tidak/belum berhasil, maka perlu disusun rencana baru yang sesuai.

Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu

kali kunjungan keluarga. Oleh karena itu, kunjungan dapat dilaksanakan

secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai