Anda di halaman 1dari 11

TUGAS FARMAKOTERAPI

Vaksin dan Toksoid

Disusun oleh kel 3 FA1 Matrikulasi

1. ALFIRA MUTIARA 13171003


2. ANY NOOR ANDINY 13171006
3. CHINTYA PASKA C 13171009
4. DIKDIK MARYADI 13171012
5. EMELINDA VERA P 13171015
6. FITRI RIZKY 13171018
7. HELLENA MARIA K 13171021
8. JOICE ADRIANA 13171024
9. LINYTHA SILTON 13171027
10. MUTIA QURATU A 13171030
11. NURUL HIDAYATI A 13171033
12. SALMON DOKO REHI 13171036
13. SINTA AGUSTINA 13171039
14. TRI RATNA 13171042
15. WAHYU SEPTIAN 13171045
16. YUSI ANWAR 13171048

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vaksin adalah suatu zat yang merupakan suatu bentuk produk biologi yang diketahui
berasal dari virus, bakteri, atau dari kombinasi antara keduanya. Vaksin diberikan kepada
individu yang sehat guna merangsang munculnya antibody atau kekebalan tubuh guan
mencegah dari infeksi penyakit tertentu. Yang perlu digaris bawahi, imunisasi memberikan
perlindungan kekebalan terhadap penyakit secara spesifik tergantung jenis vaksin yang
diberikan.
Menteri Kesehatan menegaskan bahwa program imunisasi merupakan salah satu program
kesehatan yang paling efektif dalam pembangunan kesehatan utamanya untuk mencegah
kesakitan, kecacatan dan kematian yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). imunisasi wajib merupakan imunisasi yang dijamin ketersediaannya oleh
Pemerintah yang meliputi vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG); Diphteria Pertusis
Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) atau yang saat ini dikenal
dengan pentavalent; Hepatitis B pada bayi baru lahir; Polio, Campak, DT (Difteri Tetanus)
yang ditujukan untuk bayi usia 2, 4, 5 dan 18 bulan, serta Td (Tetanus Difteri) selaku booster
bagi anak usia 7 tahun ke atas.
Imunisasi dasar lengkap yang diselenggarakan oleh Pemerintah menggunakan
vaksinbuatan PT Biofarma dan dijamin kualitas dan keamanannya. Vaksin tersebut sudah
dibeli oleh Pemerintah agar masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya (Depkes
RI).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui jenis-jenis vaksin dan toksoid


2. Mengetahui perbedaan vaksin dan toksoid
3. Memahami waktu pemberian vaksin dan toksoid

1.3 Rumusan Masalah


Seorang mahasiswa farmasi 20 tahun, akan memulai praktek kerja di RS. Dia tidak
memiliki riwayat hepatitis dan belum diimunisasi.
a. Rejimen profilaksis apa yang harus diberikan untuk mencegah hepatitis akibat HBV?
b. Apakah pasien perlu meminta suntikan booster untuk perlindungan berkelanjutan dari
infeksi HBV?
c. Jelaskan perbedaan vaksin dan toksoid.
d. Sebutkan jenis-jenis vaksin dan toksoid serta manfaatnya.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian
Toksoid adalah toksin bakteri tidak aktif yang secara umum dikombinasikan dengan
garam alumunium untuk meningkatkan antigenisitasnya dengan cara memperpanjang
absorpsi antigen dan eksposur. Toksoid ini menyebabkan iritasi lokal pada jaringan ketika di
injeksikan, toksoid merangsang produksi antibodi terhadap toksin bakteri dibandingkan
dengan infeksi bakteri pathogen.
Vaksin secara tradisional dipersiapkan untuk membunuh atau melemahkan
mikroorganisme dengan memberikan kekebalan aktif melawan berbagai jenis infeksi virus
dan bakteri. Kebanyakan vaksin di desain untuk mencegah infeksi akut yang dapat dengan
cepat dikontrol dan dibersihkan oleh sistem kekebalan tubuh.
Vaksin dan toxoid adalah produk terpisah dan berbeda. Namun, kedua jenis produk
menginduksi aktif imunitas-yaitu, kekebalan yang dihasilkan oleh respon kekebalan
alami terhadap antigen. Vaksin dapat hidup yang dilemahkan atau tidak aktif. vaksin
inaktif dapat terdiri dari partikel keseluruhan atau perpecahan yang berasal dari
patogen. vaksin bakteri umumnya dibunuh seluruh bakteri atau antigen bakteri tertentu
atau konjugat. Hidup-dilemahkan vaksin menginduksi respon kekebalan yang lebih
konsisten dengan yang terjadi dengan infeksi alami.

2.2 Bahan-bahan Pembuatan Vaksin

Berikut bahan-bahan pembuat vaksin :

1. Alumunium, logam ini ditambahkan kepada vaksin dalam bentuk gel atau garam untuk
mendorong anti body. Logam ini dikenal sebagai kemungkinan penyebab kejang,
penyakit Alzheimer, kerusakan otak, dan dementia (pikun). Menurut pemerhati vaksin
Australia bahan ini dapat meracuni darah, syaraf pernafasan, mengganggu sistem imun
dan syaraf seumur hidup. Alumunium digunakan pada vaksin DPT dan Hepatitis B.
2. Benzetonium klorida, yaitu bahan pengawet yang belum dievaluasi untuk konsumsi
manusia dan banyak digunakan untuk vaksin anthrax.
3. Etilen Glikol, merupakan bahan utama anti beku yang digunakan pada beberapavaksin
yaitu DPT, Polio, Hepatitis B sebagai bahan pengawet.
4. Formaldehida/Formalin, bahan ini menimbulkan kekhawatiran besar karena dipakai
sebagai karsinogen (zat pencetus kanker). Bahan ini dikenal sebagai bahan
pembalseman.
5. Gelatin, biasanya digunakan pada Glutamat, digunakan untuk menstabilkan beberapa
vaksin panas, cahaya dan kondisi lingkungan lainnya. Bahan Ini banyak ditemukan pada
Vaksin Varicella.
6. Neomicin, antibiotik ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan kuman di dalam
perkembangbiakan vaksin. Bahan ini dapat menyebabkan gatal pada sebagian orang dan
biasanya terdapat pada Vaksin MMR dan Polio.
7. Fenol, bahan yang berasal dari tar batubara ini digunakan dalam produk bahan pewarna.
Bahan ini sangat berbahaya dan beracun.
8. Streptomisin, antibiotika ini dikenal menimbulkan reaksi alergi dan ditemukan
padaVaksin Polio.
9. Timerosal, bahan ini adalah pengawet yang mengandung 50% etil merkuri.

Sementara itu pemerhati vaksin dari Australia juga mencatat adanya bahan-bahan lain
seperti:

a. Ammonium Sulfat, diduga dapat meracuni sistem pencernaan, hati, syaraf dan sistem
pernafasan.
b. Ampotericin B, sejenis obat yang digunakan untuk mencegah penyakit jamur. Efek
sampingya dapat menyebabkan pembekuan darah.
c. Kasein, perekat yang kuat, sering digunakan untuk merekatkan label pada botol.
Walaupun dihasilkan dari susu, namun di dalam tubuh protein ini dianggap sebagai
protein asing beracun.
2.3 Proses Pembuatan Vaksin

Produksi vaksin antivirus saat ini merupakan sebuah proses rumit bahkan setelah tugas
yang berat untuk membuat vaksin potensial di laboratorium. Perubahan dari produksi vaksin
potensial dengan jumlah kecil menjadi produksi bergalon-galon vaksin yang aman dalam
sebuah situasi produksi sangat dramatis, dan prosedur laboratorium yang sederhana tidak
dapat digunakan untuk meningkatkan skala produksi. Produksi vaksin dimulai dengan
sejumlah kecil virus tertentu (atau disebut benih). Virus harus bebas dari kotoran, baik
berupa virus yang serupa atau variasi dari jenis virus yang sama. Selain itu, benih harus
disimpan dalam kondisi “ideal”, biasanya beku, yang mencegah virus menjadi lebih kuat
atau lebih lemah dari yang diinginkan. Benihdisimpan dalam gelas kecil atau wadah
plastik.Jumlah yang kecil hanya 5 atau 10 cm3, mengandung ribuan hingga jutaan virus,
nantinya dapat dibuat menjadi ratusan liter vaksin.Freezer dipertahankan pada suhu tertentu.
Grafik di luar freezerakan mencatat secara terus menerus suhu freezer. Sensor terhubung
dengan alarm yang dapat didengar atau alarm komputer yang akan menyala jika suhu
freezerberada di luar suhu yang seharusnya. Setelah mencairkan dan memanaskan benih
virus dalam kondisi tertentu secara hati-hati (misalnya, pada suhu kamar atau dalam bak air),
sejumlah kecil sel virus ditempatkan ke dalam“pabrik sel” sebuah mesin kecil yang telah
dilengkapi sebuah media pertumbuhan yang tepat sehingga sel memungkinkan virus untuk
berkembang biak. Setiap jenis virus tumbuh terbaik di media tertentu, namun semua media
umumnya mengandung protein yang berasal dari mamalia, misalnya protein murni dari
darah sapi. Media juga mengandung protein lain dan senyawa organik yang mendorong
reproduksi sel virus. Penyediaan media yang benar, pada suhu yang tepat, dan dengan
jumlah waktu yang telah ditetapkan, virus akan bertambah banyak.

Selain suhu, faktor-faktor lain harus dipantau adalah pH. PH adalah ukuran keasaman
atau kebasaan, diukur pada skala dari 0 sampai 14, dan virus harus disimpan pada pH yang
tepat dalam pabrik sel. Air tawar yang tidak asam atau basa (netral) memiliki pH 7.
Meskipun wadah di mana sel-sel tumbuh tidak terlalu besar (mungkin ukuran pot 4-8 liter),
terdapat sejumlah katup, tabung, dan sensor yang terhubung dengannya.Sensor memantau
pH dan suhu, dan ada berbagai koneksi untuk menambahkan media atau bahan kimia seperti
oksigen untuk mempertahankan pH, tempat untuk mengambil sampel untuk analisis
mikroskopik, dan pengaturan steril untuk menambahkan komponen ke pabrik sel dan
mengambil produk setengah jadi ketika siap. Sebuah penemuan penting dalam tahun 1940-
an adalah bahwa pertumbuhan sel sangat dirangsang oleh penambahan enzim pada medium,
yang paling umum digunakan yaitu tripsin.Enzim adalah protein yang juga berfungsi sebagai
katalis dalam memberi makan dan pertumbuhan sel. Dalam praktek saat ini, botol tidak
digunakan sama sekali. Virus yang sedang tumbuh disimpan dalam wadah yang lebih besar
namun mirip dengan pabrik sel, dan dicampur dengan “manik-manik,” partikel mikroskopis
dimana virus dapat menempelkan diri.Penggunaan “manik-manik” memberi virus daerah
yang lebih besar untuk menempelkan diri, dan akibatnya, pertumbuhan virus menjadi jauh
lebih besar.Seperti dalam pabrik sel, suhu dan pH dikontrol secara ketat.Waktu yang
dihabiskan virus untuk tumbuh bervariasi sesuai dengan jenis virus yang diproduksi, dan hal
itu sebuah rahasia yang dijaga ketat oleh pabrik.

2.4 Jenis-jenis vaksin dan toksoid


a. Vaksin

Tetanus, difteri, pertussis Meningococcal polysaccharida & conjugate


H. Influenza tipe B Pneumococcal
Hepatitis (A&B) Poliovirus
Human papillomavirus Rabies
Influenza Varicella
Measles, mumps, rubella (MMR) Zoster

b. Toksoid

Toksoid difteri teradsorpsi


Toksoid tetanus

2.5 Manfaat Vaksin dan Toksoid


Vaksin ialah sebagai pencegahan terkena penyakit dan menghindari penularannya.
Toksoid untuk membangun kekebalan terhadap infeksi tetanus dan difteri.
2.6 Waktu Pemberian Vaksin dan Toksoid
a. Anak-anak

a. Dewasa
2.7 Resiko Vaksinasi
Vaksinasi dapat menyebabkan berbagai efek samping seperti obat lain. Sebagian besar
hanya merupakan reaksi lokal tingkat ringan seperti rasa nyeri, kemerah-merahan atau
bengkak di tempat suntikan atau demam ringan. Reaksi ini dialami hingga 1 diantara 4 anak
dalam hampir semua vaksinasi semasa kanak-kanak. Reaksi ini muncul tidak lama setelah
diberikan suntikan dan akan hilang dalan satu dua hari.
Reaksi yang lebih parah bisa juga terjadi, tapi lebih jarang terjadi. Sebagian reaksi
tersebut amat tidak biasa sehingga para ahli tidak tahu apakah memang disebabkan oleh
vaksinasi atau tidak.
Salah satu reaksi paling serius terhadap vaksinasi adalah reaksi alergi yang parah
terhadap zat dalam suatu vaksinasi. Reaksi ini sangat jarang terjadi – tidak sampai satu kali
dalan satu juta suntikan. Reaksi tersebut biasanya terjadi tidak lama setelah suntikan
diberikan. Resiko dari vaksinasi apapun yang mendatangkan bahaya atau kematian adalah
amat sangat kecil.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa :
a. Pasien farmasi 20 tahun yang akan bekerja di Rumah sakit perlu diberi vaksi HBV,
karena penularan HBV melalui darah dan cairan tubuh serta Rumah sakit merupakan
tempat yang memiliki faktor resiko tinggi terkena infeksi. Jadi vaksin HBV sangat
diperlukan untuk mencegah terkena infeksi dan meningkatkan kekebalan tubuh
b. Pemberian injeksi booster hanya diperlukan untuk orang yang sebelumnya telah
divaksinasi, maka pasien tersebut tidak perlu di beri booster
c. Perbedaan vaksin dan toxoid terletak pada sumbernya, vaksin berasal dari virus hidup
yang dilemahkan atau virus yang ditidak aktifkan. Sedangkan toxoid berasal dari toksin
yang dihasilkan oleh bakteri
d. Jenis-jenis vaksin dan toxoid
Vaksin

Tetanus, difteri, pertussis Meningococcal polysaccharida & conjugate


H. Influenza tipe B Pneumococcal
Hepatitis (A&B) Poliovirus
Human papillomavirus Rabies
Influenza Varicella
Measles, mumps, rubella (MMR) Zoster

e. Toksoid

Toksoid difteri teradsorpsi


Toksoid tetanus
DAFTAR PUSTAKA

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2011, Pharmacotherapy
Handbook, Eight Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.

Marie A. Chisholm-Burns, Terry L., Barbara G., Patrick M., Jill M., Dpiro J,T., 2016.
Pharmacotherapy Principles & Practice, Fourth Edition

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016. Jakarta:
Kemenkes; 2016

Anda mungkin juga menyukai