Anda di halaman 1dari 8

Vol 1 No.

1 ,2017 Pactum Law Journal


©2017 Hukum Perdata all right reserve

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA


PERKAWINAN SIRRI

Anggyka Nurhidayana1, Amnawati2, Kasmawati3.

ABSTRAK

Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut


perkawinan tidak dicatatkan sangat penting dalam terjaminnya hak-hak seorang
anak. Penelitian ini membahas mengenai hak-hak seorang anak yang harus
dilindungi dalam perkawinan sirri khususnya terhadap hak waris. Rumusan
masalah ini adalah bagaimana perlindungan hukum, akibat hukum serta
penyelesaian hukum dari hak waris anak yang dilahirkan dari perkawinan sirri.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan.
Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekontruksi data, dan
sistematika data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teori anak yang lahir dari
perkawinan sirri adalah anak yang sah secara hukum islam. hal ini didasarkan
pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Akibat hukum
yang ditimbulkan ialah bahwa anak yang lahir dari perkawinan sirri memiliki
banyak kerugian salah satunya adalah dalam hal pewarisan. Permasalahan hak
waris anak pada perkawinan sirri secara teori, telah diselesaikan dengan
dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU/VIII/2010.
Penyelesaian Hak waris anak dapat diselesaikan dengan cara melakukan
permohonan itsbat nikah atau dengan diberi wasiat.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Perkawinan sirri, Hak Waris, Anak.

1
Mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung,
2
Dosen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3
Dosen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

52
Vol 1 No. 1 ,2017 Pactum Law Journal
©2017 Hukum Perdata all right reserve

I. PENDAHULUAN

Perkawinan bagi umat muslim harus dilakukan berdasarkan ketentuan


Hukum Islam dan perkawinan bagi non muslim harus dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum agamanya masing-masing. Keberadaan perkawinan pula perlu
dilindungi oleh hukum negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, agar perkawinan yang dilakukan memiliki kekuatan hukum.
Namun pada kenyataannya tidak semua umat muslim di Indonesia mematuhi
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Banyak masyarakat muslim yang
melakukan perkawinan sirri dengan berbagai macam faktor, baik itu dengan
niatan yang baik maupun hanya untuk memiliki kepuasan nafsu belaka.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku dan dampak yang
akan ditimbulkan dari perkawinan sirri nya tersebut menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan mereka melakukan perkawinan sirri.
Perkawinan sirri merupakan salah satu bentuk permasalahan dalam
pencatatan perkawinan yang terjadi saat ini, akan tetapi perkawinan siri yang
dilaksanakan tidaklah mengganggu keabsahan suatu perkawinan yang telah
dilaksanakan sesuai dengan Hukum Islam. Rukun dan syarat perkawinan di
dalam hukum Islam antara lain sebagai berikut: 1) adanya calon suami; 2) adanya
calon istri; 3) Adanya wali nikah dari pihak perempuan; 4) Adanya dua orang
saksi dan; 5) Dilaksanakannya ijab dan kabul.
Perkawinan sirri atau perkawinan di bawah tangan ialah perkawinan yang
dilaksanakan dengan tidak memenuhi persyaratan dan prosedur peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.1 Perkawinan di bawah tangan atau sirri adalah sah, asalkan telah
terpenuhi syarat rukun perkawinan. Namun dari aspek peraturan perundang-
undangan perkawinan sirri ini belum lengkap dikarenakan belum dicatatkan
Pencatatan perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif yang tidak
berpengaruh pada sah atau tidaknya suatu perkawinan.2
Salah satu tujuan dari perkawinan adalah menuruti perintah Allah untuk
memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah
tangga yang damai dan teratur. Tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk
memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk
membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam
menjadikan hidupnya didunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta
ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga
dan masyarakat.3

1. Abdul Shomad, 2010, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 309.
2. Ibid
3. Mardani, 2010, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Moder, Jakarta: Graha Ilmu, hlm. 11.

53
Vol 1 No. 1 ,2017 Pactum Law Journal
©2017 Hukum Perdata all right reserve

Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan
anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan
kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan Yang
Maha Esa harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat
harkat, martabat, dan hak-hak sebagia manusia yang harus dijunjung tinggi.4
Anak yang lahir memiliki hak dalam kehidupannya. Hak anak adalah
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.5 Hak seorang anak
dalam suatu keluarga salah satunya adalah untuk memperoleh harta warisan.
Perkawinan yang tidak memiliki kekuatan hukum memiliki dampak yuridis
terhadap hak-hak pelayanan publik yang seharusnya diberikan oleh instansi yang
berwenang. Istri yang melakukan perkawinan sirri serta anak yang lahir dari
perkawinan sirri tidak dapat memperoleh perlindungan dan pelayanan hukum.
Status suami atau istri yang melakukan perkawinan sirri tidak tercatat dalam
daftar kependudukan, sehingga anak yang dilahirkan tidak dapat memperoleh
akta kelahiran, bahkan kelak apabila ayah kandungnya meninggal, anak tersebut
tidak dapat menuntut hak warisnya.
Masalah yang dihadapi adalah bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak yang lahir diluar perkawinan tidak
memiliki hubungan perdata dengan ayahnya dan hanya memiliki hubungan
perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja.
Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum hak waris anak pada
perkawinan sirri, penulis akan memberikan pemaparan berupa perlindungan
hukum, akibat hukum dan penyelesaian hukum dalam pewarisan terhadap hak
waris anak pada perkawinan sirri yang ditinjau dari hukum negara yang berlaku.

4. Ahmad Kamil dan Fauzan, 2010, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 11.
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

54
Vol 1 No. 1 ,2017 Pactum Law Journal
©2017 Hukum Perdata all right reserve

II. PEMBAHASAN

1. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Waris Anak Pada Perkawinan


Sirri Menurut Hukum Negara

Perkawinan sirri yang dikenal masyarakat Indonesia sekarang ini adalah


perkawinan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan
oleh agama, akan tetapi tidak dilakukan dihadapan pegawai pencatat nikah
sebagai aparat resmi pemerintah. Perkawinan Sirri tidak dicatat di Kantor Urusan
Agama bagi yang beragama Islam dan tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil
bagi yang tidak beragama Islam. Sebagaimana telah di atur dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dengan terpenuhinya rukun-rukun dan syarat-syarat nikah, maka
perkawinan sudah dianggap sah menurut Hukum Islam dan menimbulkan segala
kewajiban serta hak-hak antara suami dan isteri termasuk masalah harta dan
keturunan, tetapi menurut hukum negara atau hukum positif di Indonesia,
perkawinan tersebut belum dianggap sah bila belum dicatatkan oleh pejabat akta
nikah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.6
Perkawinan sirri tersebut menyebabkan anak yang dilahirkannya tidak
dapat mendapatkan akta kelahiran. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 55 Ayat
(2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan apabila akta
kelahiran tidak ada maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-
usul seorang anak setelah di adakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-
bukti yang memenuhi syarat. Bukti-bukti syarat di sini salah satu nya adalah akta
nikah. Berpedoman dari rumusan Pasal-Pasal yang dijelaskan di atas maka asal-
usul anak yang dimaksud adalah harus bisa dibuktikan dengan sebuah akta nikah
kedua orang tuanya. Akta nikah tersebut menjadi dasar dari pengakuan dan
pengesahan atas kejelasan status anak pada pejabat yang berwenang sehingga
dapat dikeluarkan sebuah akta kelahiran.
Menurut Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Pengadilan Agama diberi wewenang untuk mengeluarkan penetapan
asal usul anak jika ibu dan ayahnya melakukan itsbat nikah untuk mengesahkan
perkawinannya secara hukum dan dapat diajukan selanjutnya untuk menetapkan
asal usul anak dengan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh perundang-undangan
yang berlaku.

2. Akibat Hukum dari Anak Pada Perkawinan Sirri Terhadap Pewarisan

Pada dasarnya anak luar kawin tidak memiliki kedudukan yang sempurna
seperti anak dalam perkawinan yang dicatatkan jika di tinjau dari Undang-Undang
Perkawinan. Dikatakan anak luar kawin, karena asal usulnya tidak didasarkan pada
hubungan yang dapat diakui oleh hukum negara yaitu hubungan antara ayah dan
ibunya tidak pada perkawinan yang dicatatkan. Dapat dikatakan bahwa perkawinan

6. Siti Aminah, 2014, Hukum Nikah di Bawah Tangan (Nikah Siri), Jakarta: Jurnal Cendikia,
hlm. 24

55
Vol 1 No. 1 ,2017 Pactum Law Journal
©2017 Hukum Perdata all right reserve

ayah dan ibunya tidak dicatatkan sebagaimana mestinya, sehingga perkawinan


mereka dianggap tidak ada. Suami istri berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka atau anak mereka.
Sama halnya dengan pembagian harta warisan. Waris dibagi menjadi dua
golongan yang berlaku di Indonesia yakni Hukum Waris Perdata dan Hukum
Waris Islam. Didalam pembagian waris Perdata membedakan anak yang lahir
diluar perkawinan dengan anak yang lahir di dalam ikatan perkawinan yang
diakui oleh hukum negara. Anak luar kawin yang dibahas dalam penelitian ini
adalah anak luar kawin yang telah diakui dengan sah oleh ayahnya.
Namun, seorang anak hasil dari perkawinan sirri tidak mungkin
mendapatkan harta warisan dari ayah nya apabila ayah tersebut tidak mengakui
bahwa anak tersebut adalah anaknya. Seorang anak tidak dapat menggugat hak
waris nya karena seorang anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak
dicatatkan tidak memiliki bukti bahwa anak tersebut adalah anak yang dilahirkan
dari perkawinan ayah dan ibunya. Akibat hukum dari perkawinan sirri yaitu
sebagai berikut: 1) perkawinan sirri mengakibatkan tidak tercatatnya
perkawinan tersebut pada Pejabat Pencatat Nikah (PPN) atau tidak terdaftar di
Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga pernikahan tersebut tidak mempunyai
kekuatan legal formal; 2) Perkawinan sirri dapat merugikan pihak istri dan anak
yang diperoleh dari perkawinan sirri tersebut, misalnya ketika mengurus akta
kelahiran mengalami kesulitan, ketika terjadi perceraian istri sulit untuk
meminta harta gono-gini atau nafkah iddah yang diberikan mantan suami kepada
mantan istrinya ke pengadilan agama karena pernikahannya tidak tercatat di
Kantor Urusan Agama (KUA); 3) perkawinan sirri dapat merugikan istri dan
anaknya bila suami atau ayahnya meninggal dunia dalam hal pembagian harta
warisnya oleh pengadilan agama, karena tidak ada bukti bahwa ia adalah istri
dari seorang suami yang meninggal dunia, atau anak tersebut adalah anak dari
ayah yang meninggal dunia.7
Akibat hukum dari anak yang lahir pada perkawinan sirri tidak berhak
mendapatkan warisan jika dilihat dari hukum negara. Anak yang lahir dari
perkawinan sirri dapat memperoleh waris dari ayahnya apabila ayahnya
memberikan wasiat wajibah kepada anaknya.

3. Penyelesaian Hukum dalam Pewarisan Anak Pada Perkawinan Sirri

a. Penyelesaian hukum pewarisan anak pada perkawinan sirri sebelum Putusan


Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU/VIII/2010

Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi anak-anak yang dilahirkan


dari perkawinan sirri status hukumnya adalah sama dengan anak luar kawin
yakni hanya punya hubungan hukum dengan ibunya. Hal ini membawa akibat
hukum, bahwa anak yang lahir dari perkawinan sirri secara hukum negara

7. Mardani, Op. Cit., hlm. 17.

56
Vol 1 No. 1 ,2017 Pactum Law Journal
©2017 Hukum Perdata all right reserve

tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya. Hal tersebut akan


terlihat dari akta kelahiran si anak. Selain itu, akibat hukum dari tidak ada
hubungan antara ayah dan anak secara hukum juga berakibat anak luar kawin
tidak mendapat warisan dari ayah biologisnya.
Penyelesaian pembagian waris dibedakan dengan dua cara yakni secara
hukum waris perdata bagi yang nonmuslim dan hukum waris Islam bagi yang
beragama Islam. Didalam hukum waris perdata terdapat pembagian waris
tersendiri bagi anak yang dilahirkan diluar perkawinan, sepanjang anak
tersebut diakui oleh ayahnya. Sedangkan di dalam hukum waris Islam tidak
mengenal istilah anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau disebut anak
luar kawin. Sehingga tidak ada pembagian untuk anak luar kawin, dengan
kata lain anak luar kawin tidak berhak mendapatkan hak waris dari ayahnya
kecuali ayahnya memberikan wasiat wajibah bagi si anak.

b. Penyelesaian Hukum Pewarisan Anak Pada Perkawinan sirri Setelah Putusan


Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU/VIII/2010

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang dilakukan


dengan adanya permohonan yudicial revew yang diajukan Hj. Aisyah
Mochtar alias Machicha binti H. Mochtar Ibrahim atas uji materil terhadap
Undang-Undang Perkawinan, khususnya terhadap Pasal 2 ayat (2) dan Pasal
43 ayat (1). Permohonan tersebut diajukan dengan memberi kuasa kepada
Rusdianto Matulatuwa, Oktryan Makta dan Mifachul I.A.A, advokat dari
Kantor Hukum Matulawa dan Makta di Jakarta.
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berdampak pada hubungan
keperdataan anak dari perkawinan sirri dengan ayah biologisnya, terutama
terhadap pewarisan. Anak yang dilahirkan dari perkawinan sirri berhak atas
warisan yang ditinggalkan oleh ayah biologisnya. Putusan Mahkamah
Konstutusi memberi jalan terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan
sirri untuk memperoleh waris selama anak tersebut tidak memiliki
penghalang mewaris.
Selama anak yang lahir dari perkawinan sirri tidak ada penghalang
mewaris, maka anak tersebut berhak mendapatkan harta warisan dari
ayahnya. Dasar bahwa anak yang lahir dari perkawinan sirri berhak
memperoleh hak waris dari ayahnya adalah anak yang lahir dari perkawinan
sirri pada dasarnya adalah anak dari perkawinan yang sah menurut Agama
Islam. Pembuktian bahwa anak yang lahir dari perkawinan sirri adalah anak
dari ayahnya yaitu dengan cara tes DNA atau dengan cara lain yang dapat
membuktikan bahwa anak tersebut adalah anak biologisnya.
Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010, yang
merubah makna dari Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yakni
menjadi anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Pada prakteknya Putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak dapat
dipraktekkan, karena belum adanya peraturan yang mengatur tentang
perubahan Putusan Mahkamah Konstitusi ini. Sehingga anak yang lahir dari

57
Vol 1 No. 1 ,2017 Pactum Law Journal
©2017 Hukum Perdata all right reserve

perkawinan sirri masih belum dapat diakui oleh negara dan belum
memperoleh perlindungan hukum terhadap hak-haknya.

III. PENUTUP

1. Kesimpulan

Perlindungan hukum terhadap hak waris anak pada perkawinan sirri


menurut hukum negara dapat dilihat pula dari Pasal 171 huruf C Kompilasi
Hukum Islam, yang mengatur bahwa seorang ahli waris adalah orang yang
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Akibat hukum dari anak pada perkawinan sirri menurut hukum negara
bahwa anak yang dilahirkan dari perkawinan sirri dimana perkawinan sirri
tersebut dianggap tidak ada oleh negara karena tidak dicatatkan. Maka, anak
yang lahir dari perkawinan sirri dianggap sebagai anak luar kawin meskipun
anak tersebut dilahirkan dari perkawinan yang sah secara syari’at Islam.
Konsekuensi yang didapatkan adalah, anak yang lahir dari perkawinan sirri
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
Penyelesaian hukum dalam pewarisan anak pada perkawinan sirri menurut
hukum negara sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi menjelaskan
bahwa anak yang lahir dari perkawinan sirri adalah sama kedudukannya dengan
anak luar kawin. Anak yang lahir diluar perkawinan menurut hukum negara
hanya bisa memperoleh warisan dari ayahnya dengan cara diberi wasiat yang
ditujukan kepadanya.
Penyelesaian hukum dalam pewarisan anak pada perkawinan sirri menurut
hukum negara setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi menjelaskan
bahwa anak yang lahir dari perkawinan sirri berhak mendapatkan waris dari
ayahnya, selama dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata
dengan keluarga ayahnya.

2. Saran

Banyaknya masyarakat yang melakukan perkawinan sirri memberi dampak


bahwa anak yang lahir di dalam perkawinan sirri sulit untuk membuktikan
bahwa anak tersebut adalah anak yang sah. Salah satu penyebab banyaknya
masyarakat yang melakukan perkawinan sirri adalah kurangnya pengetahuan
masyarakat akan hukum.
Maka perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat, dari pemerintah atau
pemuka agama akan dampak-dampak negatif dari pernikahan sirri. KUA
(Kantor Urusan Agama) sebagai instansi pemerintah yang bertugas melakukan
pencatatan perkawinan harus berperan aktif dalam masyarakat yaitu
mensosialisasikan bagaimana tata cara pencatatan perkawinan dan dampak yang
ditimbulkan apabila suatu perkawinan tidak dicatatkan. Menghimbau kepada
perempuan, agar perlu mempertimbangkan kembali untuk melakukan
perkawinan sirri, karena dampak hukum dari perkawinan sirri sangat merugikan
pihak perempuan dan anaknya kelak.

58
Vol 1 No. 1 ,2017 Pactum Law Journal
©2017 Hukum Perdata all right reserve

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :
Aprilianti dan Rosida Idrus. 2013, Kapita Selekta Hukum Waris Berdasarkan
KUHPerdata, Bandar Lampung: Lembaga Penerbit Universitas
Lampung.
Kamil, Ahmad dan Fauzan. 2010, Hukum Perlindungan dan pengangkatan Anak
di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers.
Komite Fakultas Syariah. 2004, Hukum Waris, Jakarta: Senayan Abadi
Publishing.
Mardani. 2010, Hukum Perkawinan Islam di dunia Islam Modern, Jakarta: Graha
Ilmu.
Muhibbin, Moh. dan Abdul Wahid. 2000, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta:
Sinar Grafika.
Oemarsalim. 2000, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Rineka
Cipta.
Setiono. 2004, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Surakarta: Magister Ilmu
Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
Shomad, Abdul. 2010, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Jurnal :
Aminah, Siti. 2014, Hukum Nikah di Bawah Tangan (Nikah Siri), Jakarta: Jurnal
Cendikia. Volume12, No. 1.

59

Anda mungkin juga menyukai