Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial

dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

neurologi seperti epilepsi mempunyai risiko gangguan psikiatri 5,8 kali lebih

besar dibandingkan populasi umum. Sedangkan pada pasien dengan penyakit

kronis non-neurologi risikonya 2 kali lebih besar dibandingkan populasi umum

(Glazebook et al., 2003).

Depresi merupakan masalah psikiatri paling umum ditemukan pada

penderita penyakit kronis (Glazebook et al., 2003). Depresi adalah salah satu

bentuk sindrom gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan), ditandai oleh

rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian (Amir, 2005). Penyakit kronis

dapat meningkatkan prevalensi depresi sebesar 10-20% dibandingkan populasi

anak sehat (Dalton & Forman, 1999). Kondisi ini merupakan akibat dari

kerentanan anak terhadap depresi, karakteristik penyakit, dan stresor lingkungan

atau peristiwa hidup bersifat negatif yang terjadi bersamaan dengan penyakit

kronis yang diderita (Burke & Elliott, 1999).

Thalassemia adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi pada gen

yang mengkode produksi rantai globin α (thalassemia α) dan rantai globin β

(thalassemia β) dengan manifestasi utama yaitu anemia hemolitik yang progresif

(Saini et al., 2007). Tingginya prevalensi thalassemia ditemukan di Afrika,


2

Mediterania, Asia Selatan dan Asia Tenggara (Olivieri, 1999; Orkin & Nathan,

2003). Indonesia berada dalam kawasan ini yang disebut sebagai kawasan sabuk

thalassemia (thalassemia belt region) dengan prevalensi thalassemia beta mayor

yang tinggi (Cao et al., 1997; Weatherall & Clegg, 2001).

Derajat keparahan thalassemia beta dibedakan menjadi thalassemia beta

mayor (paling berat dan membutuhkan transfusi darah secara periodik seumur

hidup), thalassemia beta intermedia, dan thalassemia beta minor (paling ringan)

(Cao et al., 1997; Lichtman et al., 2003; Permono & Ugrasena, 2006). Klasifikasi

ini memiliki implikasi klinis dalam diagnosis dan penatalaksanaan (Lanzkowsky,

2005; Permono & Ugrasena, 2006).

Pemberian transfusi secara teratur dan terapi kelasi besi dapat meningkatkan

angka harapan hidup penderita thalassemia beta mayor. Namun, bagaimanapun

juga dengan peningkatan harapan hidup ini, dihubungkan dengan komplikasi

berbagai sistem organ yang disebabkan oleh anemia kronik, efek kelebihan besi

pada jaringan, efek samping agen kelasi, infeksi akibat transfusi, dan munculnya

masalah psikososial pada pasien akibat dari penyakit thalassemia maupun

pengobatannya (Saini et al., 2007).

Gangguan psikososial pada penderita thalassemia beta mayor masih menjadi

perdebatan dan penelitian tentang hal tersebut masih sedikit. Hasil-hasil penelitian

tersebut bervariasi, menunjukkan gangguan perilaku ringan sampai gangguan

psikiatri yang nyata (Saini et al., 2007). Beberapa peneliti menyebutkan depresi

secara signifikan terjadi pada penderita thalassemia beta mayor (Aydinok et al.,

2005; Ghanizadeh et al., 2006; Saravi et al., 2007; Shaligram et al., 2007).
3

Beberapa faktor seperti onset penyakit di usia muda, rawat inap berulang

untuk transfusi darah atau komplikasi akibat penyakitnya akan mempengaruhi

perkembangan psikososial penderita thalassemia secara keseluruhan. Keterbatasan

aktivitas, sifat overprotektif orang tua, serta seringnya anak absen dari sekolah

akan mempengaruhi interakasi sosial anak dengan kelompok bermainnya (Saini et

al., 2007). Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya depresi

pada anak seperti usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, status ekonomi

keluarga, stresor psikososial, riwayat keluarga dengan depresi, dukungan sosial

yang buruk, dan faktor kepribadian (Amir, 2005; Mehler-Wex & Kolch 2008).

Pada penelitian Saravi et al. (2007), depresi ditemukan sebesar 14% pada

penderita thalassemia beta mayor dan intermedia sedangkan Shaligram et al.

(2007) menemukan depresi sebesar 27%. Penelitian oleh Aydinok et al. (2005),

24% penderita thalassemia beta mayor mengalami gangguan psikiatri seperti

depresi mayor, gangguan ansietas, gangguan tic, dan eneuresis nokturnal. Peneliti

lain menyebutkan, gangguan psikiatri yang paling umum pada penderita

thalassemia beta mayor adalah depresi mayor dan ansietas (Ghanizadeh et al.,

2006). Gangguan psikiatri (paling sering depresi) pada penderita thalassemia beta

mayor secara signifikan lebih tinggi pada kelompok yang patuh terhadap terapi

kelasi besi deferoksamin mesilat intravena (desferal®) dibandingkan dengan yang

tidak patuh (p = 0,007) (Aydinok et al., 2005).

Masalah psikologis pada penderita thalassemia beta mayor perlu mendapat

perhatian karena mempengaruhi kualitas hidup pasien dan meningkatkan risiko

bunuh diri dan penyalahgunaan obat (Benton, 2010; Shaligram et al., 2007).
4

Kontrasnya, peneliti lain menemukan penderita thalassemia beta mayor memiliki

aspek psikososial yang lebih baik dibandingkan anak sehat (Di Palma et al., 1998;

Jelalian et al., 2003).

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diketahui bahwa penderita

thalassemia beta mayor memiliki risiko besar untuk mengalami depresi. Untuk itu

perlu dilakukan skrining depresi pada semua penderita thalassemia beta mayor

karena depresi dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Kondisi depresi ini

kemungkinan disebabkan oleh faktor yang terkait dengan penyakit thalassemia itu

sendiri dan proses pengobatannya maupun faktor sosial. Penelitian tentang

frekuensi depresi pada penderita thalassemia beta mayor dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya masih sedikit bahkan belum didapatkan penelitian yang telah

dipublikasikan di Indonesia. Peneliti memandang perlu dilakukan penelitian

tentang depresi pada penderita thalassemia beta mayor, agar penatalaksanaan

penyakit ini menjadi lebih komprehensif baik aspek medis maupun psikologis.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disusun rumusan permasalahan:

1. Penyakit kronis dapat meningkatkan prevalensi depresi sebesar 10-20%

dibandingkan populasi anak sehat.

2. Depresi secara signifikan terjadi pada penderita thalassemia beta mayor.

3. Belum ada penelitian di Indonesia yang meneliti frekuensi depresi pada

penderita thalassemia beta mayor dibandingkan dengan populasi anak sehat,


5

serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya depresi pada

penderita thalassemia beta mayor.

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan frekuensi depresi pada penderita thalassemia beta

mayor dibandingkan dengan populasi anak sehat?

2. Apakah ada hubungan antara usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi,

jumlah absensi sekolah, stres anak akibat persepsi terhadap sakit yang

diderita, durasi sakit, durasi transfusi, durasi terapi kelasi besi, dan

kepatuhan terhadap terapi kelasi besi dengan depresi pada penderita

thalassemia beta mayor?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menilai frekuensi depresi pada penderita thalassemia beta mayor dan

dibandingkan pada populasi anak sehat.

2. Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi,

jumlah absensi sekolah, stres anak akibat persepsi terhadap sakit yang

diderita, durasi sakit, durasi transfusi, durasi terapi kelasi besi, dan

kepatuhan terhadap terapi kelasi besi dengan depresi pada penderita

thalassemia beta mayor.


6

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan faktor

yang berhubungan dengan depresi pada penderita thalassemia beta mayor dan

populasi anak sehat seperti terangkum dalam tabel 1.

Tabel 1. Penelitian depresi pada penderita thalassemia dan anak sehat

Peneliti, Desain/ Tempat Sampel Hasil Perbedaan/


tahun alat ukur penelitian persamaan dengan
penelitian ini
Aydinok et Cross Turki 38 anak Gangguan psikiatri Perbedaan:
al., 2005 sectional/ thalassemia (24%): depresi mayor, jumlah sampel,
CBCL dan orang ansietas, gangguan tic, usia, alat ukur,
dan tuanya, dan enuresis nokturnal. dibandingkan
DSM-4. usia 6-18 Gangguan psikiatri lebih dengan anak sehat,
tahun tinggi pada pasien yang hanya menilai
patuh dengan terapi depresi, faktor
deferoksamin mesilat risiko depresi,
dibandingkan yang tidak Persamaan:
patuh (p = 0,007). desain

Ghanizadeh Cross Iran 110 anak Gangguan psikiatri Perbedaan:


et al., 2006 sectional/ thalassemia paling umum: depresi jumlah sampel, alat
K-SADS beta mayor mayor dan ansietas. ukur, dibandingkan
Usia 7-18 Gangguan lain: GPPH dengan anak sehat,
tahun 1,8%; gangguan mood hanya menilai
bipolar 0,9%; mood depresi, faktor
terdepresi 49%; pikiran risiko depresi,
kematian berulang 43%; Persamaan:
suicide 27,3%. Desain

Saini et al., Case India 60 anak Skor PSC dan CPMS Perbedaan:
2007 control/ thalassemia lebih tinggi pada usia, desain, alat
PSC dan beta mayor thalassemia beta mayor ukur, hanya menilai
CPMS dan 60 anak (p < 0,001). Tidak ada depresi, menilai
sehat, usia korelasi antara durasi jumlah absensi
5-15 tahun transfusi, durasi terapi sekolah dan
kelasi, rata-rata kadar Hb kepatuhan terapi
dan feritin dengan skor kelasi besi
PSC dan CPMS, Persamaan:
sedangkan durasi sakit sampel penelitian,
berkorelasi positif lemah. faktor durasi sakit,
durasi transfusi,
durasi kelasi besi.
7

Tabel 1. Lanjutan

Peneliti, Desain/ Tempat Sampel Hasil Perbedaan/


tahun alat ukur persamaan dengan
penelitian ini
Saravi et Cohort/ Iran 165 anak Depresi pada penderita Perbedaan:
al., 2007 CDS thalassemia thalassemia lebih tinggi jumlah sampel,
dan 201 dibandingkan kontrol usia, desain, faktor
kontrol, (14% vs 5,5%; p <0,001) risiko, alat ukur
usia 9-16 Rata-rata total skor CDS Persamaan:
tahun lebih tinggi pada anak membandingkan
laki-laki thalassemia (p < proporsi depresi
0,001) dan perempuan pada penderita
pada kelompok kontrol thalassemia dan
(p < 0,05). anak sehat

Shaligram Cross Bangalo- 39 anak Masalah psikologis pada Perbedaan:


et al., 2007 sectional/ re thalassemia, thalassemia sebesar 44% jumlah sampel,
CPMS 8-16 tahun dan 74% kualitas usia, alat ukur,
dan hidupnya buruk. Gejala dibandingkan
EQ -5D ansietas (67%), depresi dengan anak sehat,
(62%), dan gangguan hanya menilai
perilaku (49%). Efek depresi
samping terapi kelasi Persamaan:
adalah prediktor Desain
gangguan psikologis.

Shin et al., Cross Korea 1279 anak, Depresi sebesar 14%, Perbedaan:
2008 sectional/ usia 9-12 skor CDI tertinggi pada jumlah sampel, alat
CDI dan tahun anak 9 tahun. ukur, dibandingkan
CBCL Faktor-faktor terjadinya dengan penderita
depresi:usia, pendidikan thalassemia,
ayah, masalah perilaku, Persamaan:
internalisasi dan skala desain, alat ukur
sosial. CDI

Shang et Cross China 4543 anak, Prevalensi depresi : Perbedaan:


al., 2010 Sectional/ usia 7-12 11,6% (laki-laki 14,7% jumlah sampel,
CDI tahun dan perempuan 8,3%). dibandingkan
Depresi terjadi pada dengan penderita
sosial ekonomi rendah thalassemia
dan lebih tinggi pada Persamaan:
usia 11-12 tahun desain, alat ukur
dibanding usia muda. CDI
8

F. Manfaat Penelitian

1. Bidang akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran frekuensi depresi

pada penderita thalassemia beta mayor dibandingkan dengan populasi anak

sehat serta menjelaskan hubungan berbagai faktor risiko terhadap terjadinya

depresi pada penderita thalassemia beta mayor.

2. Bidang pengabdian masyarakat

Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa penderita thalassemia

beta mayor berisiko mengalami depresi sehingga keluarga khususnya dapat

mengenali sedini mungkin munculnya depresi, memberikan dukungan

psikologis, dan memberikan informasi kepada dokter sehingga dapat

memberikan penanganan yang lebih komprehensif baik aspek medis

maupun psikologis.

3. Bidang penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan

pengembangan penelitian tentang depresi pada penderita thalassemia beta

mayor.

Anda mungkin juga menyukai