Anda di halaman 1dari 6

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Definisi lansia menurut UU nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) adalah

seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Lanjut usia (lansia)

merupakan kelompok orang yang sedang mengalami proses perubahan secara

bertahap dalam jangka waktu tertentu (Fatmah, 2010). Usia harapan hidup dan jumlah

lanjut usia di Indonesia bertambah seiiring dengan keberhasilan pembangunan

nasional, sehingga semua permasalahan terutama bidang kesehatan akan lebih

kompleks (Fatmah, 2010). Populasi rata-rata lansia di Indonesia pada tahun 2010

adalah 9,77% dari total penduduk atau sekitar 23,9 juta jiwa dan diperkirakan pada

tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,34% atau sekitar 28,8 juta jiwa (Sunusi,

2006). Semua pihak mempersiapkan diri menghadapi permasalahan kompleks yang

terjadi.

Proses menjadi tua (menua) merupakan proses yang terjadi pada semua

makhluk hidup seiring waktu secara progresif sehingga menghasilkan perubahan

yang menyebabkan disfungsi organ atau sistem tubuh tertentu. Hal tersebut

menyebabkan penurunan fungsi fisiologis lansia seiring bertambahnya usia.

Penurunan fungsi fisiologis pada lansia meliputi berbagai sistem organ antara lain,

sistem pencernaan, sistem saraf, sistem pernafasan, sistem endokrin, sistem

kardiovaskular, penurunan kemampuan muskuloskeletal, penurunan fungsi kesehatan

gigi dan mulut (Fatmah,2010).

1
2

Penurunan fungsi kesehatan gigi dan mulut yang terjadi pada lansia meliputi

perubahan pada gigi dan jaringan pendukungnya, perubahan struktur mukosa dan

lidah serta perubahan pada saliva. Atrofi pada mukosa mulut dan lidah menyebabkan

mukosa menjadi rentan terhadap iritasi dan menyebabkan gangguan pengecapan

terutama rasa asin dan manis (Martono dan Pranaka, 2011; Seymour, 2006).

Banyaknya gigi yang hilang dan berkurangnya sekresi kelenjar saliva mempengaruhi

proses pengunyahan makanan (Fatmah, 2010). Posisi dan oklusi gigi berperan

penting dalam fungsi kunyah, proses menelan makanan dan berbicara. Gigi geligi

berperan memecah makanan menjadi partikel-partikel kecil sehingga mempermudah

absorpsi pada proses pencernaan berikutnya. Oklusi gigi anterior berfungsi untuk

memotong dan menyobek makanan, sedangkan oklusi gigi posterior berfungsi untuk

menggiling atau menghaluskan makanan. Gerakan pengunyahan merupakan gerakan

membuka dan menutup mulut dengan kombinasi gerakan antero-posterior dan lateral

dengan gigi-gigi berada dalam keadaan kontak. Suatu gerakan dengan kontak oklusal

sangat berperan pada proses pemecahan makanan oleh gigi-gigi (Foster, 1999).

Oklusi merupakan aspek penting dalam fungsi kunyah, hilangnya oklusi terutama

oklusi gigi posterior menyebabkan proses pengunyahan tidak maksimal (Sheiham dan

Steele, 2001).

Angka hilangnya gigi di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar

(2007) tergolong tinggi yaitu 17,6% penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun

memiliki kondisi rongga mulut tak bergigi. Hilangnya gigi mengakibatkan

terbatasnya jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga asupan zat gizi akan berkurang
3

dan berlanjut menjadi defisiensi yang dapat mempengaruhi kesehatan umum (Ibrahim

dan Woda, 2002). Penurunan fungsi otot-otot pengunyahan, lidah, mukosa mulut,

saliva dan sistem saraf serta hilangnya gigi pada lansia dapat menyebabkan gangguan

fungsi kunyah (Hildebrandt dkk., 1997; Sheiham dan Steele, 2001). Keterbatasan

proses pengunyahan tersebut mendorong lansia untuk memilih jenis makanan tertentu

yaitu makanan berkonsistensi lunak dan menghindari makanan yang berserat seperti

sayuran dan buah-buahan sehingga mempengaruhi asupan zat gizi lansia.

Ketidakseimbangan asupan zat gizi demikian dapat mempengaruhi status gizi pada

lansia (Sheiham dan Steele, 2001). Pemenuhan asupan zat gizi lansia perlu

diperhatikan guna mencegah terjadinya malnutrisi.

Asupan zat gizi lansia penting diperhatikan guna mempertahankan status gizi

normal. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat komsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Pengertian zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh

tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan

memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2001).

Menurut Tamher dkk. (2009), status gizi penting bagi lansia untuk

memperoleh respon imun terhadap masuknya antigen, mempertahankan struktur dan

anatomi, berpikir jernih dan juga memperoleh energi cadangan untuk keperluan

sosialisasi serta aktivitas jasmani. Menurut Lima dkk. (2012), status gizi lansia yang

tinggal di Panti Wreda dipengaruhi oleh mobilitas, kemampuan ekonomi dan jumlah

kunjungan keluarga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) arti kata Panti

Wreda atau Panti Jompo adalah tempat mengurus dan merawat orang jompo.
4

Beberapa penelitian menunjukkan keragaman kehidupan lansia di

Indonesiasebagian merasa bahagia tinggal di panti wreda dan sebagian merasa

bahagia jika tinggal bersama keluarganya atau di rumah sendiri . Lansia yang tinggal

di Panti Wreda umumnya berasal dari keluarga miskin berdasarkan permintaan

sendiri atau dinas sosial. Penelitian tentang preferensi tempat tinggal yang diharapkan

lansia menunjukkan bahwa lansia di Yogyakarta bahagia jika tinggal di rumah sendiri

(Siti, 1991).

Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan dimulai dari

perencanaan menu makan yang akan disajikan hingga makanan dapat disajikan.

Penyelenggaraan makanan di institusi termasuk institusi Panti Wreda harus

memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku yaitu kebutuhan zat gizi penerima,

kebiasaan makan penerima, biaya yang tersedia, makanan harus bervariasi, musim

atau iklim, peralatan untuk mengolah makanan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku

pada institusi. Penyelenggaraan makanan di Panti Wreda merupakan jenis

penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka waktu tak terbatas sehingga

pengelolaan diatur oleh institusi dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku

(Moehyi, 1992).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status

fungsional gigi dengan asupan zat gizi pada lansia. Menurut Sheiham dan Steele

(2001), lansia dengan kondisi tak bergigi atau edentulous mengkonsumsi sedikit buah

dan sayuran, selain itu asupan zat gizi seperti polisakarida non pati, protein, kalsium,

zat besi, niacin dan vitamin C lebih rendah dibanding lansia yang masih memiliki
5

gigi. Kondisi demikian akan mempengaruhi kesehatan umum dan status gizi

seseorang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah : apakah terdapat

hubungan antara fungsi kunyah dengan status gizi lansia yang tinggal di Panti Wreda

C. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hubungan status gizi dengan kehilangan gigi pada lansia di

Panti Jompo Abdi Dharma Asih Binjai telah diteliti oleh Darwita (2011). Pada

penelitian tersebut peneliti menggunakan alat ukur Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam

mengukur status gizi dan melihat jumlah gigi yang tersisa baik anterior dan posterior.

Penelitian oleh Seman dkk. (2007) tentang hubungan antara status fungsional gigi

dengan asupan kalori dan status gizi kurang di Pondok Kelantan Malaysia

menunjukkan bahwa lansia dengan jumlah gigi kurang dari 20 mengalami penurunan

nilai IMT dan asupan kalori. Hasil penelitian lain bertolak belakang dengan

pernyataan tersebut, lansia dengan kondisi edentulous mempunyai IMT lebih tinggi

dibanding lansia yang masih memiliki gigi (Rauen, dkk., 2006).

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa penilaian fungsi kunyah

menggunakan jumlah gigi yang tersisa kurang efektif karena dengan menggunakan

metode tersebut tidak dapat menilai gigi dalam keadaan kontak. Penelitian tentang
6

hubungan fungsi kunyah dan status gizi pada lansia yang tinggal di panti wreda

dengan alat ukur Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Eichner Index untuk mengukur

fungsi kunyah belum pernah dilakukan sebelumnya. Eichner Index menilai fungsi

kunyah dengan melihat kontak oklusal gigi posterior, sedangkan jumlah gigi yang

tersisa menilai fungsi kunyah dengan melihat jumlah gigi yang tersisa

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara fungsi

kunyah dengan status gizi pada lansia yang tinggal di Panti Wreda.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang

hubungan fungsi kunyah dengan status gizi lansia yang tinggal di Panti Wreda.

Manfaat penelitian untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah sebagai dasar

pertimbangan dalam memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi

dan mulut agar tetap berfungsi dengan baik seiiring bertambahnya usia.

Anda mungkin juga menyukai