Disusun Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
Untuk mengetahui penerapan konsep supply chain dalam konstruksi highrise building
commersial
High rise building atau bangunan tinggi merupakan istilah yang sering
digunakan merujuk kepada bangunan yang memiliki struktur menjulang tinggi atau
bangunan dengan jumlah tingkat yang banyak.
Sejatinya penambahan ketinggian sebuah bangunan dilakukan untuk
memperluas ruang fungsi dari bangunan tersebut. Beberapa tipologi bangunan tinggi
diantaranya adalah bangunan apartemen dan perkantoran. Hal ini karena dengan
penambahan jumlah lantai maka akan mengurangi luas bijak bangunan tersebut
sehingga lebih sedikit memakan lahan.
Bangunan tinggi akan ideal ditinggali jika ada lift atau elevator dan tentunya
didukung oleh struktur bangunan yang kuat dan tahan lama.Tanpa adanya live
otomatis ini maka akan sangat melelahkan bagi penghuni untuk naik ke lantai yang
paling tinggi.
Sebuah bangunan dapat disebut bangunan tinggi atau high rise building jika
bangunan tersebut memiliki ketinggian 23 meter hingga 150 meter di atas tanah. Jika
lebih dari 150 meter maka dapat disebut gedung pencakar langit atau yang dikenal
dengan istilah Skyscraper. Jika tinggi rata-rata sebuah tingkat lantai adalah 4 meter
maka bangunan tinggi setidaknya memiliki 6 tingkat lantai.
Supply adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan
tertentu dalam tempat persediaan (inventory) agar selalu dalam keadaan siap pakai
dan ditatausahakan dalam buku perusahaan. Dalam supply sangat dibutuhkan
keterikatan pemasok dan konsumen atau biasa disebut dengan supply chain.
Pengertian supply chain menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003) adalah
suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para
pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang
saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin
menyelenggarakan pengadaan atau penyalur barang tersebut. Oleh karena itu dalam
supplay chain sangat dibutuhkan sebuah strategi maupun metodologi yang dapat
mengatur, mengarahkan dan menggerakkan orang lain dalam rangka mencapai
tujuannya, dan umum disebut dengan supply chain management.
Arti supply chain management yang dikemukakan oleh Schroeder (2007)
adalah perancangan, desain, dan kontrol arus material dan informasi sepanjang rantai
pasokan dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang dan di masa depan.
Pengertian supply chain management berdasarkan Simchi-Levi et al (2002)
adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai organisasi yang
menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang, yaitu supplier, manufacturer,
warehouse dan stores sehingga barang-barang tersebut dapat diproduksi dan
didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat dan
biaya yang seminimal mungkin.
Supply Chain Management menurut Mentzer et. al (2001) merupakan
koordinasi sistem strategis fungsi bisnis tradisional dan taktik seluruh fungsi-fungsi
bisnis dalam suatu perusahaan tertentu dan di seluruh perusahaan dalam rantai
pasokan, untuk tujuan meningkatkan kinerja jangka panjang perusahaan individu dan
pasokan rantai secara keseluruhan.
Definisi dari supply chain management yang dikemukakan oleh para ahli
dapat disimpulkan bahwa SCM merupakan sebuah rangkaian atau jaringan
perusahaan ataupun organisasi yang bekerja sama untuk membuat serta menyalurkan
produk maupun jasa kepada konsumen akhir atau pelanggan. Dan rangkaian atau
jaringan ini terbentang dari penambang bahan mentah sampai retailer.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 JURNAL 1
Deskripsi kontraktor X
Deskripsi kontraktor Y
Metoda kontrak terpisah sebagai salah satu bentuk kontrak yang memungkinkan
pemilik proyek untuk melakukan pengadaan langsung sering digunakan sesuai dengan
kebutuhan pemilik. Tingkat pemisahan kontrak tergantung pada kemampuan pemilik
dalam pengelolaan, yang pada intensitas tinggi memerlukan konsultan MK.
Pemecahan kontrak terutama terjadi pada proyek-proyek dengan karakteristik
memiliki nilai proyek yang besar, dan pemilik adalah lembaga swasta yang memiliki
lingkup bisnis properti. Namun pada satu kasus, pemilik dengan karakteristik
demikian tidak melakukan pemecahan kontrak karena pertimbangan risiko
pengelolaan proyek, baik secara administratif maupun operasional di lapangan.
KESIMPULAN JURNAL 2
Tiga jenis pola pengadaan sebagai strategi yang dilakukan oleh ketiga kontraktor ini,
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya. Pengadaan yang tersentral,
selain menuntut kesiapan fungsi pengadaan di tingkat pusat yang mampu melakukan
pengadaan bagi berbagai jenis proyek, sekaligus memberikan peluang dilakukannya
inovasi pengadaan yang hanya dapat dilakukan oleh kantor pusat. Adapun kekurangan
yang mungkin terjadi adalah adanya jarak yang berarti sebagai akibat dari penerapan
kebijakan pengadaan terpusat yang terjadi pada proyek yang berlokasi jauh dari lokasi
kantor pusat, diperkirakan kurang mendukung kelancaran operasionalnya. Dalam
pengadaan secara terdesentral, dengan kewenangan tingkat organisasi proyek yang
lebih besar akan memberikan peluang yang lebih besar pada pihak-pihak lokal untuk
memberikan kontribusinya, juga memberikan keleluasaan bagi organisasi proyeknya
untuk menentukan pihak-pihak yang sebaiknya terlibat guna mendapatkan efisiensi
dalam pengadaan serta kelancaran operasional proyek. Sedangkan pola pengadaan
yang berimbang, memberikan fleksibilitas bagi kedua tingkatan manajemen pada
kontraktor tersebut dalam melakukan pengadaan yang disesuaikan dengan kondisi
proyeknya – lokasi proyek, nilai kestrategisan proyek, dll
DAFTAR PUSTAKA
http://journals.itb.ac.id/index.php/jts/article/view/2693
http://journals.itb.ac.id/index.php/jts/article/view/2695