MAKALAH Gizi Ginjal
MAKALAH Gizi Ginjal
TENTANG
OLEH
KELOMPOK 1
Abdullah (162.0001B)
Amin Wiyono (162.0005B)
Deddy Rio S. (162.0010B)
Dyah Ayu O. (162.0012B)
Faizal S. (162.0013B)
Hafrizal Siregar (162.0015B)
Morphan Rully L. (162.0019B)
Rama Megantara (162.0022B)
Sudirman (162.0026B)
Segala puji bagi Allah, Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta, berkat Ridho
Nya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“PENYAKIT GINJAL , KEBUTUHAN GIZI PENDERITA PENYAKIT GINJAL
DAN JENIS DIET PADA PENYAKIT GINJAL”.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat,
sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis pada kesempatan
ini mengucapkan terima kasih untuk semuanya yang sudah mau membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik.
Kelompok 1
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 1
Daftar isi…………………………………………………………………………. 2
Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………. 3
1.1 Latar belakang…………………………………………………………… 3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………... 4
1.3 Tujuan …………………………………………………………………… 4
1.31 Tujuan Umum…………………………………………………….. 4
1.32 Tujuan Khusus…………………………………………………….. 4
1.4 Manfaat…………………………………………………………………… 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka……………………………………………………………. 5
2.1 Jenis penyakit ginjal………………………………………………………... 5
2.11 Batu ginjal………………………………………………………….. 5
2.12 Uremia………………………………………………………………6
2.13 Pyelonephiritis……………………………………………………... 6
2.14 Gagal ginjal………………………………………………………… 7
2.15 Nefritis…………………………………………………………….. 7
2.16 Sindrome nefrotik………………………………………………….. 8
2.17 Glomerolunephritis………………………………………………… 8
2.18 Anuria……………………………………………………………… 9
2.19 Diabetes Militus…………………………………………………… 9
2.110 Albuminuria……………………………………………………….. 10
2.111 Hematuria…………………………………………………………. 10
2.112 Polisistik…………………………………………………………… 11
2.2 Kebutuhan zat gizi pada penderita penyakit ginjal………………………… 11
2.3 Jenis diet pada penyakit ginjal…………………………………… 17
Bab 3 Penutup…………………………………………………………………… 20
3.1 Kesimpulan………………………..……………………………………….. 20
3.2 Saran……………………………………………………………………….. 20
Daftar Pustaka……………………….…………………………………………….. 21
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
3
1.34 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis penyakit ginjal
Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah dan mengeluarkan
zat-zat sisa metabolisme yang tidak lagi dibutuhkan tubuh. Ginjal merupakan salah satu
bagian darisistem ekskresi pada manusia. Ginjal haruslah selalu dalam kondisi yang
baik. Karena kalau tidak, zat sisa metabolisme akan menumpuk di dalam darah dan
akan meracuni tubuh. Berikut adalah beberapa kelainan, gangguan, dan penyakit pada
ginjal. Langsung saja kita simak yang pertama:
Gambar 2.1
Batu ginjal adalah penyakit yang ditandai dengan adanya endapat garam kalium
dan asam urat di dalam ginjal yang kemudian membentuk kalsium karbonat sehingga
menghambat aliran urine dan dapat menimbulkan rasa nyeri. Gejala yang sering terjadi
adalah rasa sakit saat buang air kecil dan urine sulit keluar dari tubuh. Cara mencegah
terbentuknya batu ginjal adalah tidak menahan kencing terlalu lama dan perbanyak
minum air. Cara mengobati batu ginjal adalah dengan menghancurkannya dengan sinar
laser.
Gambar 2.2
5
2.12 Uremia
Gambar 2.3
2.13 Pyelonephiritis
Gambar 2.4
6
2.14 Gagal ginjal
Gagal ginjal adalah kelainan dimana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya sebagai alat penyaring darah. Gagal ginjal sangat berbahaya dan bahkan dapat
menyebabkan kematian karena ginjal tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus
dibuang dari tubuh. Sehingga zat-zat tersebut menumpuk di dalam darah dan dapat
meracuni tubuh. Penyebab gagal ginjal adalah rusaknya nefron di dalam ginjal yang
disebabkan oleh kadar obat-obatan, logam berat, dan larutan organik yang berlebihan.
Diabetes juga dapat menyebabkan gagal ginjal. Kelainan ini tidak dapat disembuhkan,
tetapi penderita gagal ginjal dapat melakukan cuci darah secara teratur untuk
mengurangi kadar racun di dalam darah. Penderita juga dapat melakukan operasi
cangkok ginjal untuk menggantikan ginjal yang telah rusak.
Gambar 2.5
2.15 Nefritis
Gambar 2.6
7
2.16 Sindrome nefrotik
Gambar 2.7
2.17 Glomerolunephritis
Glomerulonephritis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya darah dan protein
dalam urine diakibatkan oleh adanya kerusakan pada glomerulus yang disebabkan oleh
bakteri streptococcal. Bakteri ini menyerang saat daya tahan tubuh menurun. Bakteri ini
menyerang glomerulus sehingga terjadi peradangan. Gejala glomerulonephritis adalah
terdapat darah pada urin, pembengkakan pada jaringan tubuh, dan terdapat protein pada
urin. Glomerulonephritis dapat sembuh dengan sendirinya walaupun tanpa pengobatan.
Gambar 2.8
8
2.18 Anuria
Gambar 2.9
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai oleh adanya glukosa di dalam
urine. Penyakit ini juga disebut penyakit gula atau glukosuria. Penyebab diabetes
melitus adalah kekurangan hormon insulin sehingga nefron tidak mampu melakukan
absorpsi glukosa dan terbuang bersama urine. Diabetes melitus tidak dapat
disembuhkan, namun dapat dikendalikan dengan mengurangi makan makanan
berkarbohidrat, rajin olahraga, dan meminum obat tertentu yang sesuai resep dokter.
Gambar 2.10
9
2.110 Albuminuria
Gambar 2.11
2.111 Hematuria
Hematuria adalah penyakit yang ditandai dengan adanya sel darah merah pada
urine. Penyebab hematuria adalah terdapat peradangan pada organ ginjal yang timbul
akibat terjadi gesekan dengan batu ginjal. Hematuria juga dapat disebabkan oleh adanya
kelainan pada glomerulus atau terdapat tumor pada saluran kemih. Ciri-ciri hematuria
adalah saat buang air kecil muncul darah pada urine. Cara mengobati hematuria adalah
dengan menyembuhkan penyakit yang menyebabkannya.
Gambar 2.1
10
2.112 Polisistik
Polisistik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan saluran ginjal yang
menyebabkan munculnya kista (pertumbuhan sel abnormal berbentuk seperti benjolan)
di sepanjang saluran ginjal sehingga nefron menjadi rusak. Penyakit ini dapat
berkembang menjadi gagal ginjal pada usia empat puluh tahun ke atas. Polisistik
umumnya disebabkan oleh faktor keturunan. Cara mengatasi polisistik adalah dengan
diet, obat, atau infus.
Gambar 2.13
11
Protein
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai asupan jumlah protein yang
sesuai pada pasien CKD. Beberapa faktor yang ikut dipertimbangkan adalah ada
tidaknya diabetes sebagai penyakit dasar, ada tidaknya. Pada salah satu systematic
review menunjukkan bahwa asupan protein sebelum dilakukan hemodialisis adalah 0.6
gr/kgBB/hari atau setara jika menggunakan analog keton dan kombinasi nya dengan
diet. Hasilnya adalah penurunan tingkat kematian sebesar 32%. Pada pasien dengan
diabetes tipe 1 dan 2, penurunan asupan protein terkait dengan perlambatan
progresivitas dari nefropati diabetikum yang nantinya menimbulkan gagal ginjal. Pada
penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat bukti pada asupan protein 0.3/kgBB/hari
ditambah analog keton dan energi yang adekuat dapat memperlambat kebutuhan
hemodialisis tanpa adanya efek samping terhadap mortalitas. Restriksi protein yang
lebih berat (< 0.3 g/kgBB/hari) mengurangi penurunan GFR tetapi membutuhkan
suplemen asam amino tambahan dan membutuhkan pemantauan ketat untuk
memastikan terpenuhinya kebutuhan kalori dan makronutrien lainnya.
12
asupan diet untuk pasien CKD stadium 3 – 4. Diet tersebut termasuk asupan protein
yang lebih tinggi dibandingkan populasi normal tetapi protein berasal dari sayur-
sayuran, produk dairy, dan daging tidak merah. Protein yang disarankan adalah sebesar
0.6 – 0.8 g/kgBB ideal/hari dengan jumlah asupan fosfor lebih rendah yaitu 0.8 – 1.0
g/hari serta potasium kalium sebesar 2 – 4 g/hari. Rekomendasi ini mirip dengan yang
dikeluarkan oleh American Diabetes Association untuk pasien dengan DM dan CKD
dimana asupan protein harus konsisten dengan rekomendasi sebesar 0.8 g/kgBB
ideal/hari. Jika terdapat penurunan GFR hingga < 60 ml/menit/1.73 m2 maka asupan
protein yang disarankan adalah sebesar 0.6 g/kgBB ideal/hari. Diet tinggi protein harus
dihindari pada pasien dengan CKD tanpa dialisa.
Vitamin D
13
Lemak
Sampai saat ini penelitian mengenai asupan lemak pada pasien CKD masih
terbatas. Beavers et al pada penelitiannya menyatakan bahwa suplemen dari omega 3
sebesar 6 gr tidak memiliki efek pada nilai homosistein pada pasien dengan
hemodialisis selama 6 bulan. Saltissi et al menemukan bahwa tingkat kepatuhan pasien
dalam mengonsumsi nutrisi yang telah diperhitungkan merupakan kendala utama.
Pemberian nutrisi yang telah dimodifikasi agar menyesuaikan
dengan guidelines dari National Heart Foundation untuk menurunkan asupan lemak
jenuh dan kolesterol, memberikan hasil yang baik pada pasien dengan hemodialisis
dimana terjadi penurunan pada kolesterol total dan LDL. Pada pasien dengan dialisis
perotoneal di sisi lain tidak memberikan efek besar. Belum ada bukti yang menunjukkan
kegunaan plant sterols dalam menurunkan nilai kolesterol pada pasien CKD, tetapi
penggunaannya sampai saat ini aman dengan pemberian sebesar 2 gram per hari dapat
menurunkan nilai kolesterol pada populasi umum.
Sodium
Asupan sodium di bawah 100 mml/hari (2.3 gram) merupakan faktor utama
dalam tatalaksana hipertensi meskipun tidak dijelaskan secara spesifik pada stadium
CKD mana jumlah ini harus diberikan. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa pada
34 pasien dengan proteinuria tanpa diabetes dengan konsumsi sodium 50 mmol/hari,
menunjukkan efek penurunan dari proteinuria dan tekanan darah dan hal ini sebanding
dengan tatalaksana kombinasi hidrokolorotiazid dan diuretik. Restriksi sodium sendiri
menunjukkan efek yang signifikan terhadap efek antiproteinurik. Pembatasan sodium
14
kurang dari 100 mmol/hari atau setara dengan 5 gr garam pada pasien dengan
hemodialisis, dibandingkan dengan pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi,
menunjukkan penurunan kebutuhan dari tatalaksana medikamentosa perbaikan fungsi
ventrikel, serta penurunan terjadinya hipotensi intradialisis.
KDIGO merekomendasikan restriksi sodium kurang dari 2 gram per hari pada
pasien CKD stadium 1 – 4. CHEP merekomendasikan restriksi asupan sodium tidak
melebihi 1.5 gram per hari pada usia kurang dari 50 tahun, 1.3 gram per hari pada usia
50 hingga 70 tahun, dan tidak lebih dari 1.2 gram per hari pada usia lebih dari 70 tahun.
Karbohidrat
Yang harus diperhatikan dalam pemberian karbohidrat pada pasien CKD adalah
tidak melebihi dari kebutuhan kalori tiap pasien dan jumlah yang direkomendasikan
untuk karbohidrat sendiri adalah 45% - 60% dari total kebutuhan kalori.
Serat
Beberapa penelitian yang terkait CKD pada dewasa dengan adanya hipertensi
menunjukkan bahwa tambahan sodium bikarbonat atau buah-buahan dan sayur-sayuran
terkait dengan perlambatan penurunan nilai GFR. Dietary fiber mengacu pada
karbohidrat atau apapun yang mengandung karbohidrat yang tidak di absorpsi oleh usus
halus. Serat yang dapat dicerna oleh bakteri adalah yang dapat di fermentasi sementara
yang tidak dapat dicerna oleh bakteri termasuk kedalam serat yang tidak dapat di
fermentasi. Asupan serat yang rendah terkait dengan peningkatan biomarker inflamasi
dimana peningkatan ini terkait dengan insidensi dan progresi dari CKD. American
Diabetic Association merekomendasikan asupan dietary fiber sebanyak 14 gram per
1000 kcal per hari. Diet tinggi serat termasuk konsumsi sayur, gandum, dan buah-
buahan. Saat ini belum ada rekomendasi khusus untuk dietary fiber pada pasien dengan
CKD tetapi dipikirkan jumlah asupan untuk populasi umum termasuk aman dan dapat
memiliki keuntungan selama nilai kalium dan fosfat di serum selalu dipantau.
Pada pasien dengan CKD, urease bakterial dan produk hasilnya diatas normal
sehingga menimbulkan akumulasi dari urea. Urea secara langsung mengganggu fungsi
dari gut barrier dengan menurunkan adanya occludin dan protein pada zonula okludens
15
yang berada pada tight junction sehingga meningkatkan permeabilitas. Penurunan
inflamasi karena efek dari serat dipikirkan berpengaruh secara langsung pada
mikroorganisme yang ada di usus.
Cairan
Retensi cairan biasanya tidak dipantau pada pasien CKD stadium 3 – 4 kecuali
timbul komplikasi lain seperti gagal jantung kongestif. Secara umum pasien akan
dipantau jika terjadi peningkatan drastis pada berat badan yang tidak terkait dengan
massa otot.
Asupan Tambahan
Berat Badan
Pada pasien CKD stadium 1 – 3 dengan berat badan lebih atau obesitas,
penurunan berat badan sebesar 5% - 10% dari BB awal direkomendasikan. Academy of
Nutrition and Dietetics merekomendasikan asupan kalori sebesar 23 hingga 35
kcal/kgBB/hari pada pasien CKD tanpa dialisis. Kebutuhan energi pada populasi ini
mirip dengan pada individu yang sehat; meskipun begitu, pada CKD stadium lanjut
dibutuhkan asupan kalori yang lebih tingi yaitu sebesar 35 sampai 35 kcal/kgBB/hari
untuk menyeimbangkan nitrogen serta mengatur nilai serum albumin. Jadi, dengan
16
adanya penurunan dari GFR maka asupan kalori juga harus ditingkatkan mendekati
batas atas rentang kalori yang dibutuhkan. Pemantauan rutin dibutuhkan untuk
memastikan target berat badan yang diinginkan tercapai. Penilaian dari jumlah cairan
dan edema harus diperhatikan saat melakukan evaluasi target berat badan.
Diet Dialisis merupakan diet yang didasarkan pada frekuensi dialisis, sisa fungsi
ginjal dan ukuran tubuh. Karena nafsu makan pasien umumnya rendah, perlu
diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet yang ditetapkan.
17
6. Cairan yang dibatasi yaitu jumlah urin per 24 jam ditambah 500 – 759 ml.
7. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B6, asam
folat dan vitamin C.
8. Bila nafsu makan kurang, bisa diberikan suplemen eternal yang mengandung
energi dan protein tinggi.
1. Makanan sumber protein nabati seperti tahu, tempe, oncom, kacang tanah,
kacang merah, kacang tholo dan kacang kedelai mempunyai mutu protein lebih
rendah daripada protein hewani, oleh karena itu sebaiknya dibatasi
penggunaannya.
2. Protein hewani yang bernilai biologis tinggi boleh dikonsumsi sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan dietnya.
3. Porsi makanan kecil diberikan sering, misal 5 – 6 kali sehari.
4. Bila ada oedema (bengkak di kaki dan bagian tubuh yang lain) dan atau tekanan
darah tinggi maka perlu mengurangi garam dan bahan makanan tinggi natrium
(ikan asin, makanan yang diawetkan, dll)
5. Bila jumlah air seni berkurang dari normal, maka perlu dibatasi minumnya.
Cara Memasak
1. Masakan lebih baik dibuat dalam bentuk kering seperti ditumis, dipanggang atau
dikukus.
2. Cairan lebih baik dibuat dalam bentuk minuman segar atau soup.
3. Bila harus membatasi garam gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu seperti
gula, asam dan bumbu dapur lainnya untuk menambah rasa.
1. Diet dialisis I (60 g protein) : diberikan kepada pasien dengan berat badan
kurang lebih 50kg.
2. Diet dialisis II (65 g protein) : diberikan kepada pasien dengan berat badan
kurang lebih 60kg.
18
3. Diet dialisis III (70 g protein) : diberikan kepada pasien dengan berat badan
kurang lebih 65 kg.
Contoh menu
19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jenis – jenis penyakit ginjal ada 12 jenis penyakit yaitu batu ginjal, uremia,
pyelonephritis, gagal ginjal, nefritis, syndrome nefrotik, glomerolunepritis, anuria,
diabetes militus, albuminuria, hematuria dan polisistik.
Kebutuhan gizi atau nutrisi pada penderita penyakit ginjal pada umumnya
menggunakan asupan makanan yang tidak memberatkan fungsi ginjal yang telah
menurun atau mungkin yang sudah tidak berfungsi, jadi asupan makanan yang sesuai
adalah makanan yang telah di sarankan oleh dokter.
Jenis diet pada penderita penyakit ginjal yaitu dengan diet dialysis. Diet dialysis
adalah diet yang didasarkan pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal dan ukuran tubuh.
Karena nafsu makan pasien umumnya rendah, perlu diperhatikan makanan kesukaan
pasien dalam batas-batas diet yang ditetapkan.
3.2 Saran
Kebutuhan gizi atau nutrisi bagi penderita penyakit ginjal wajib di perhatikan
secara baik, karena apabila tidak diperhatikan penyakit yang di derita bisa jadi menjadi
lebih buruk dari keadaan awal.
Agar seorang perawat mengetahui apa yang harus dibatasi dan dilebihkan bagi
asupan nutrisi bagi penderita penyakit ginjal.
20
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
21