Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH GIZI DAN DIET

TENTANG

PENYAKIT GINJAL , KEBUTUHAN GIZI PENDERITA PENYAKIT GINJAL


DAN JENIS DIET PADA PENYAKIT GINJAL

OLEH
KELOMPOK 1
Abdullah (162.0001B)
Amin Wiyono (162.0005B)
Deddy Rio S. (162.0010B)
Dyah Ayu O. (162.0012B)
Faizal S. (162.0013B)
Hafrizal Siregar (162.0015B)
Morphan Rully L. (162.0019B)
Rama Megantara (162.0022B)
Sudirman (162.0026B)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2016 / 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta, berkat Ridho
Nya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“PENYAKIT GINJAL , KEBUTUHAN GIZI PENDERITA PENYAKIT GINJAL
DAN JENIS DIET PADA PENYAKIT GINJAL”.

Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat,
sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis pada kesempatan
ini mengucapkan terima kasih untuk semuanya yang sudah mau membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik.

Semoga makalah “PENYAKIT GINJAL , KEBUTUHAN GIZI PENDERITA


PENYAKIT GINJAL DAN JENIS DIET PADA PENYAKIT GINJAL“ ini bermanfaat
bagi kita semua.

Surabaya, 08 Mei 2017

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 1
Daftar isi…………………………………………………………………………. 2
Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………. 3
1.1 Latar belakang…………………………………………………………… 3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………... 4
1.3 Tujuan …………………………………………………………………… 4
1.31 Tujuan Umum…………………………………………………….. 4
1.32 Tujuan Khusus…………………………………………………….. 4
1.4 Manfaat…………………………………………………………………… 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka……………………………………………………………. 5
2.1 Jenis penyakit ginjal………………………………………………………... 5
2.11 Batu ginjal………………………………………………………….. 5
2.12 Uremia………………………………………………………………6
2.13 Pyelonephiritis……………………………………………………... 6
2.14 Gagal ginjal………………………………………………………… 7
2.15 Nefritis…………………………………………………………….. 7
2.16 Sindrome nefrotik………………………………………………….. 8
2.17 Glomerolunephritis………………………………………………… 8
2.18 Anuria……………………………………………………………… 9
2.19 Diabetes Militus…………………………………………………… 9
2.110 Albuminuria……………………………………………………….. 10
2.111 Hematuria…………………………………………………………. 10
2.112 Polisistik…………………………………………………………… 11
2.2 Kebutuhan zat gizi pada penderita penyakit ginjal………………………… 11
2.3 Jenis diet pada penyakit ginjal…………………………………… 17
Bab 3 Penutup…………………………………………………………………… 20

3.1 Kesimpulan………………………..……………………………………….. 20
3.2 Saran……………………………………………………………………….. 20
Daftar Pustaka……………………….…………………………………………….. 21

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Pemahaman tentang penatalaksanaan diet secara umum bagi penderita penyakit


ginjal penting untuk diketahui, tak hanya bagi mereka yang telah menderita gangguan
ginjal, namun baik bagi mereka yang bertekad untuk menurunkan resiko terhadap
gangguan ginjal.
Fungsi utama ginjal adalah memelihara keseimbangan homeostatik cairan,
elektrolit, dan bahan-bahan organik dalam tubuh. Hal ini terjadi melalui proses filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi. Disamping itu, ginjal mempunyai fungsi endokrin penting. Saat
organ ginjal terganggu, ia tak lagi menjalani fungsinya dengan baik. Penyakit ginjal
menyebabkan terjadinya gangguan pembuangan kelebihan zat gizi yang diperoleh dari
makanan. Penetapan terapi nutrisi diklasifikasikan berdasarkan jenis gangguan ginjal
yang ada.
Seperti gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, penyakit ginjal tahap akhir (gagal
ginjal terminal), sindroma nefrotik dan batu ginjal. Mengingat fungsi ginjal telah
terganggu, penatalaksanaan diet difokuskan pada pengaturan dan pengendalian asupan
energi, protein, cairan dan elektrolit natrium, kalium, kalsium dan fosfor.

1.2 Rumusan Masalah


- Mengetahui penyakit ginjal
- Menjelaskan kebutuhan gizi pada penderita penyakit ginjal
- Menjelaskan jenis diet pada penderita penyakit ginjal
1.3 Tujuan
1.33 Tujuan Umum
- Mampu mengetahui tentang penyakit ginjal
- Mampu menjelaskan kebutuhan gizi pada penderita penyakit ginjal
- Menjelaskan jenis diet pada penderita penyakit ginjal

3
1.34 Tujuan Khusus

Mampu mengetahui dan menjelaskan penyakit ginjal, kebutuhan gizi pada


penderita penyakit ginjal dan jenis diet pada penderita penyakit ginjal dan di
terapkan pada saat melaksanakan tindakan keperawatan.

1.4 Manfaat

Dapat menambah pengetahuan tentang penyakit ginjal dan kebutuhan nutrisi


pada penderita penyakit ginjal dan dilaksanakan dalam melaksanakan tindakan
keperawatan.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis penyakit ginjal

Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah dan mengeluarkan
zat-zat sisa metabolisme yang tidak lagi dibutuhkan tubuh. Ginjal merupakan salah satu
bagian darisistem ekskresi pada manusia. Ginjal haruslah selalu dalam kondisi yang
baik. Karena kalau tidak, zat sisa metabolisme akan menumpuk di dalam darah dan
akan meracuni tubuh. Berikut adalah beberapa kelainan, gangguan, dan penyakit pada
ginjal. Langsung saja kita simak yang pertama:

Gambar 2.1

2.11 Batu ginjal

Batu ginjal adalah penyakit yang ditandai dengan adanya endapat garam kalium
dan asam urat di dalam ginjal yang kemudian membentuk kalsium karbonat sehingga
menghambat aliran urine dan dapat menimbulkan rasa nyeri. Gejala yang sering terjadi
adalah rasa sakit saat buang air kecil dan urine sulit keluar dari tubuh. Cara mencegah
terbentuknya batu ginjal adalah tidak menahan kencing terlalu lama dan perbanyak
minum air. Cara mengobati batu ginjal adalah dengan menghancurkannya dengan sinar
laser.

Gambar 2.2

5
2.12 Uremia

Uremia adalah penyakit tertimbunnya urea di dalam darah sehingga


mengakibatkan keracunan. Penyakit ini merupakan akibat dari gagal ginjal yang
membuat urea tidak bisa dikeluarkan oleh tubuh dan menumpuk di dalam darah.
Penyebab uremia yang lain adalah terlalu banyak mengkonsumsi protein, obat-obatan
seperti kortikosteroid, tekanan darah rendah, dan gangguan pada aliran kemih. Gejala
uremia antara lain mual, muntah, anemia, kelelahan, asidosis, anoreksia, koagulopati,
penurunan berat badan, kelainan endokrin, kram otot, kelainan jantung, dan perubahan
mental. Cara menyembuhkan uremia adalah dengan melakukan dialisis untuk
mengurangi kadar urea.

Gambar 2.3
2.13 Pyelonephiritis

Pyelonephritis adalah penyakit peradangan pada jaringan ginjal dan pelvis.


Pyelonephritis disebabkan oleh bakteri dan dapat menjadi akut serta kronis. Penyakit ini
dapat menyebar ke bagian utama ginjal dan menyebabkan gagal ginjal. Gejala
pyelonephritis antara lain demam, jantung berdetak lebih kencang, dan sakit saat buang
air kecil. Cara mengobati pyelonephritis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik
sesuai aturan.

Gambar 2.4

6
2.14 Gagal ginjal

Gagal ginjal adalah kelainan dimana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya sebagai alat penyaring darah. Gagal ginjal sangat berbahaya dan bahkan dapat
menyebabkan kematian karena ginjal tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus
dibuang dari tubuh. Sehingga zat-zat tersebut menumpuk di dalam darah dan dapat
meracuni tubuh. Penyebab gagal ginjal adalah rusaknya nefron di dalam ginjal yang
disebabkan oleh kadar obat-obatan, logam berat, dan larutan organik yang berlebihan.
Diabetes juga dapat menyebabkan gagal ginjal. Kelainan ini tidak dapat disembuhkan,
tetapi penderita gagal ginjal dapat melakukan cuci darah secara teratur untuk
mengurangi kadar racun di dalam darah. Penderita juga dapat melakukan operasi
cangkok ginjal untuk menggantikan ginjal yang telah rusak.

Gambar 2.5

2.15 Nefritis

Nefritis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan glomerulus


ginjal akibat reaksi alergi terhadap racun yang dikeluarkan bakteri Streptococcus.
Ketika glomerulus rusak, glomerulus tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Sehingga molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam urin atau glomerulus
sama sekali tidak dapat meloloskan sesuatu sehingga dapat menyebabkan
pembengkakan pada kaki akibat penimbunan urea. Penyakit ini dapat diatasi dengan
melakukan cangkok ginjal dan cuci darah sampai mendapatkan donor ginjal.

Gambar 2.6

7
2.16 Sindrome nefrotik

Sindrom nefrotik adalah gangguan yang ditandai dengan keluarnya protein


dalam jumlah besar melalui urine. Hal ini menyebabkan penderita kekurangan protein di
dalam darah sehingga dapat menimbulkan penyakit lain seperti malnutrisi,
penggumpalan darah, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan bahkan gagal ginjal.
Gejala sindrom nefrotik adalah pembengkakan di sekitar mata, pergelangan kaki, dan
kaki serta urine menjadi berbusa. Penyebab sindrom nefrotik kebanyakan diakibatkan
oleh penyakit lain seperti cacatgenetika, diabetes, hepatitis B, kanker, dan gagal jantung.
Namun ada juga yang disebabkan oleh beberapa jenis obat seperti obat anti-inflamasi.
Cara mengobati sindrom nefrotik adalah dengan menyembuhkan penyakit yang
menyebabkan timbulnya penyakit ini.

Gambar 2.7
2.17 Glomerolunephritis

Glomerulonephritis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya darah dan protein
dalam urine diakibatkan oleh adanya kerusakan pada glomerulus yang disebabkan oleh
bakteri streptococcal. Bakteri ini menyerang saat daya tahan tubuh menurun. Bakteri ini
menyerang glomerulus sehingga terjadi peradangan. Gejala glomerulonephritis adalah
terdapat darah pada urin, pembengkakan pada jaringan tubuh, dan terdapat protein pada
urin. Glomerulonephritis dapat sembuh dengan sendirinya walaupun tanpa pengobatan.

Gambar 2.8

8
2.18 Anuria

Anuria adalah penyakit yang ditandai dengan gagalnya ginjal dalam


memproduksi urine. Penyebab anuria adalah kurangnya tekanan untuk melakukan
filtrasi darah atau terdapat peradangan di glomerulus. Batu ginjal atau tumor juga dapat
menyebabkan anuria. Kurangnya tekanan menyebabkan darah tidak dapat masuk ke
glomerulus sehingga proses filtrasi (penyaringan darah) tidak terjadi. Ciri-ciri anuria
adalah produksi urin kurang dari 100 mililiter per hari. Cara menangani anuria
bergantung dengan penyebabnya. Pengobatan menjadi lebih mudah jika anuria
disebabkan oleh kurangnya tekanan yakni dengan memasukkan alat bantu saluran urine
menuju kandung kemih.

Gambar 2.9

2.19 Diabetes Militus

Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai oleh adanya glukosa di dalam
urine. Penyakit ini juga disebut penyakit gula atau glukosuria. Penyebab diabetes
melitus adalah kekurangan hormon insulin sehingga nefron tidak mampu melakukan
absorpsi glukosa dan terbuang bersama urine. Diabetes melitus tidak dapat
disembuhkan, namun dapat dikendalikan dengan mengurangi makan makanan
berkarbohidrat, rajin olahraga, dan meminum obat tertentu yang sesuai resep dokter.

Gambar 2.10

9
2.110 Albuminuria

Albuminuria adalah penyakit yang ditandai dengan adanya protein albumin di


dalam urine. Penyebab albuminuria adalah terjadi kerusakan pada glomerulus sehingga
partikel besar seperti albumin bisa lolos. Kerusakan tersebut bisa terjadi karena terdapat
luka di glomerulus, iritasi akibat logam berat, dan bakteri. Cara mencegah albuminuria
adalah dengan mengkonsumsi makanan dengan jumlah zat gizi seimbang dan minum air
8 gelas setiap hari. Cara mengobati albuminuria adalah dengan melakukan cangkok
ginjal.

Gambar 2.11

2.111 Hematuria

Hematuria adalah penyakit yang ditandai dengan adanya sel darah merah pada
urine. Penyebab hematuria adalah terdapat peradangan pada organ ginjal yang timbul
akibat terjadi gesekan dengan batu ginjal. Hematuria juga dapat disebabkan oleh adanya
kelainan pada glomerulus atau terdapat tumor pada saluran kemih. Ciri-ciri hematuria
adalah saat buang air kecil muncul darah pada urine. Cara mengobati hematuria adalah
dengan menyembuhkan penyakit yang menyebabkannya.

Gambar 2.1

10
2.112 Polisistik

Polisistik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan saluran ginjal yang
menyebabkan munculnya kista (pertumbuhan sel abnormal berbentuk seperti benjolan)
di sepanjang saluran ginjal sehingga nefron menjadi rusak. Penyakit ini dapat
berkembang menjadi gagal ginjal pada usia empat puluh tahun ke atas. Polisistik
umumnya disebabkan oleh faktor keturunan. Cara mengatasi polisistik adalah dengan
diet, obat, atau infus.

Gambar 2.13

2.2 Kebutuhan zat gizi pada penderita penyakit ginjal


Penyakit Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease / CKD) didefinisikan sebagai
kelainan pada fungsi atau struktur ginjal dan telah berlangsung lebih dari 3 bulan.
Fungsi ginjal diklasifikasikan menjadi stadium 1 hingga 5 oleh National Kidney
Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative. Pasien CKD memiliki
peningkatan risiko dari penyakit jantung, malnutrisi, dan tingkat ketergantungan
khususnya bagi mereka yang telah membutuhkan hemodialisis. Pada CKD, nutrisi dan
diet memiliki peranan penting baik dalam mencegah progresi penyakit maupun
menurunkan gejala yang ada. Pemantauan pemberian nutrisi pada pasien CKD biasanya
1 hingga 3 bulan pada CKD stadium 3 dan 4.Yang sampai saat ini masih menjadi
masalah adalah tingkat kepatuhan pasien dalam mengonsumsi nutrisi yang telah
diberikan.

11
 Protein

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai asupan jumlah protein yang
sesuai pada pasien CKD. Beberapa faktor yang ikut dipertimbangkan adalah ada
tidaknya diabetes sebagai penyakit dasar, ada tidaknya. Pada salah satu systematic
review menunjukkan bahwa asupan protein sebelum dilakukan hemodialisis adalah 0.6
gr/kgBB/hari atau setara jika menggunakan analog keton dan kombinasi nya dengan
diet. Hasilnya adalah penurunan tingkat kematian sebesar 32%. Pada pasien dengan
diabetes tipe 1 dan 2, penurunan asupan protein terkait dengan perlambatan
progresivitas dari nefropati diabetikum yang nantinya menimbulkan gagal ginjal. Pada
penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat bukti pada asupan protein 0.3/kgBB/hari
ditambah analog keton dan energi yang adekuat dapat memperlambat kebutuhan
hemodialisis tanpa adanya efek samping terhadap mortalitas. Restriksi protein yang
lebih berat (< 0.3 g/kgBB/hari) mengurangi penurunan GFR tetapi membutuhkan
suplemen asam amino tambahan dan membutuhkan pemantauan ketat untuk
memastikan terpenuhinya kebutuhan kalori dan makronutrien lainnya.

Caring for Australians with Renal Impairment (CARI)menyatakan bahwa pasien


CKD stadiuam 3 – 4 kebutuhan proteinnya adalah sebesar 0.75 – 1.0 gr/kgBB/hari.
Menurut mereka, asupan protein kurang dari 0.6 gr/kgBB/hari tidak menunjukkan hasil
yang signifikan terhadap penurunan progresivitas dari kerusakan ginjal itu
sendiri. British Dietetic Association menyatakan bahwa asupan proten pada pasien
dengan hemodialisis adalah sebesar 1.1 gr/kgBB/hari dan pada pasien dengan dialisis
peritoneal adalah sebesar 1.0 – 1.2 gr/kgBB/hari. Selain dengan pembatasan asupan
protein, pasien dengan CKD diasarankan mendapatkan asupan energi yang adekuat
dimana pada pasien berusia kurang dari 60 tahun membutuhkan 126 – 167 kJ/hari
(hemodialisis)) dan 146 kJ/hari (dialisis peritoneal) serta lebih dari 60 tahun
membutuhkan 126 – 146 kJ/hari. Rekomendasi ini lebih rendah dibandingkan dengan
rekomendasi sebelumnya tetapi pemberiannya dikhususkan pada pasien dengan kondisi
stabil dan pada psaien dengan kondisi yang tidak stabil asupan energi nya harus
dihitung lebih lanjut.

The National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcomes Quality Initiative


Guidelines on Hypertension and Antihyper- tensive Agents in CKD merekomendasikan

12
asupan diet untuk pasien CKD stadium 3 – 4. Diet tersebut termasuk asupan protein
yang lebih tinggi dibandingkan populasi normal tetapi protein berasal dari sayur-
sayuran, produk dairy, dan daging tidak merah. Protein yang disarankan adalah sebesar
0.6 – 0.8 g/kgBB ideal/hari dengan jumlah asupan fosfor lebih rendah yaitu 0.8 – 1.0
g/hari serta potasium kalium sebesar 2 – 4 g/hari. Rekomendasi ini mirip dengan yang
dikeluarkan oleh American Diabetes Association untuk pasien dengan DM dan CKD
dimana asupan protein harus konsisten dengan rekomendasi sebesar 0.8 g/kgBB
ideal/hari. Jika terdapat penurunan GFR hingga < 60 ml/menit/1.73 m2 maka asupan
protein yang disarankan adalah sebesar 0.6 g/kgBB ideal/hari. Diet tinggi protein harus
dihindari pada pasien dengan CKD tanpa dialisa.

 Vitamin D

Pemberian vitamin D dipusatkan pada populasi yang mengalami penurunan pada


serum 25-hydroxy-vitamin D. Pada stadium lanjut dari CKD, pemberian nutrisi
menitikberatkan pada hasil yang diperoleh dari kombinasi kalsium, fosfat, hormon
paratiroid, dan vitamin D. Wang et al menyebutkan dalam penelitiannya bahwa pada 87
% pasien dengan dialisis peritoneal mengalami penurunan nilai 25(OH)D (kurang dari
75 mmol/L) dan semakin rendahnya nilai 25(OH)D terkait dengan peningkatan risiko
kardiovaskular meskipun tidak terkait dengan risiko mortalitas jangka panjang. Salah
satu penelitian menunjukkan bahwa suplemen parikalsitol oral sebanyak 1 μg/hari
memberikan hasil penurunan dari rasio protein-kreatinin sebesar 17.6% dibandingkan
dengan plasebo yang hanya memberikan penurunan rasio protein-kreatinin sebesar
2.9%.

Agarwal et al pada penelitiannya menemukan bahwa konsumsi suplemen


parikalsitol oral (dosis rata-rata 9.5 μg.minggu) memiliki efek yang signifikan terhadap
51% penurunan dari proteinuria dibandingkan dengan plasebo yang hanya memberikan
penurunan sebesar 25%. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO )
merekomendasikan pemberian kalsitriol atau suplemen vitamin D lainnya pada pasien
dengan peningkatan hormon paratiroid. Hal ini berbeda dengan rekomendasi dari CARI
dimana pemberian vitamin D pada pasien CKD fase awal yang disertai dengan
peningkatan serum hormon paratiroid harus dipantau adanya risiko peningkatan nilai
serum kalsium dan fosfat, oleh karena itu pemberiannya harus dipantau secara rutin.

13
 Lemak

Sampai saat ini penelitian mengenai asupan lemak pada pasien CKD masih
terbatas. Beavers et al pada penelitiannya menyatakan bahwa suplemen dari omega 3
sebesar 6 gr tidak memiliki efek pada nilai homosistein pada pasien dengan
hemodialisis selama 6 bulan. Saltissi et al menemukan bahwa tingkat kepatuhan pasien
dalam mengonsumsi nutrisi yang telah diperhitungkan merupakan kendala utama.
Pemberian nutrisi yang telah dimodifikasi agar menyesuaikan
dengan guidelines dari National Heart Foundation untuk menurunkan asupan lemak
jenuh dan kolesterol, memberikan hasil yang baik pada pasien dengan hemodialisis
dimana terjadi penurunan pada kolesterol total dan LDL. Pada pasien dengan dialisis
perotoneal di sisi lain tidak memberikan efek besar. Belum ada bukti yang menunjukkan
kegunaan plant sterols dalam menurunkan nilai kolesterol pada pasien CKD, tetapi
penggunaannya sampai saat ini aman dengan pemberian sebesar 2 gram per hari dapat
menurunkan nilai kolesterol pada populasi umum.

 Sodium

Asupan makanan tinggi sodirum terkait dengan peningkatan tekanan darah,


perburukan dair protenuria, dan adanya respon dari agen yang menghambat RAAS.
Oleh karena itu, restriksi dari asupan sodium harus dipikirkan sebagar tatalaksana
nutrisi pada semua pasien dengan proteinuria. Meskipun begitu, restriksi sodium sesuai
target kadang sulit dilakukan pada praktik sehari-hari, khususnya pada pasien dengan
usia lebih muda. Konseling nutrisi harus menitikberatkan pada makanan olahan dan
makanan kaleng, makanan yang dibeli diluar rumah, dan produk-produk roti yang
mengandung sodium yang tinggi.

Asupan sodium di bawah 100 mml/hari (2.3 gram) merupakan faktor utama
dalam tatalaksana hipertensi meskipun tidak dijelaskan secara spesifik pada stadium
CKD mana jumlah ini harus diberikan. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa pada
34 pasien dengan proteinuria tanpa diabetes dengan konsumsi sodium 50 mmol/hari,
menunjukkan efek penurunan dari proteinuria dan tekanan darah dan hal ini sebanding
dengan tatalaksana kombinasi hidrokolorotiazid dan diuretik. Restriksi sodium sendiri
menunjukkan efek yang signifikan terhadap efek antiproteinurik. Pembatasan sodium

14
kurang dari 100 mmol/hari atau setara dengan 5 gr garam pada pasien dengan
hemodialisis, dibandingkan dengan pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi,
menunjukkan penurunan kebutuhan dari tatalaksana medikamentosa perbaikan fungsi
ventrikel, serta penurunan terjadinya hipotensi intradialisis.

KDIGO merekomendasikan restriksi sodium kurang dari 2 gram per hari pada
pasien CKD stadium 1 – 4. CHEP merekomendasikan restriksi asupan sodium tidak
melebihi 1.5 gram per hari pada usia kurang dari 50 tahun, 1.3 gram per hari pada usia
50 hingga 70 tahun, dan tidak lebih dari 1.2 gram per hari pada usia lebih dari 70 tahun.

 Karbohidrat

Yang harus diperhatikan dalam pemberian karbohidrat pada pasien CKD adalah
tidak melebihi dari kebutuhan kalori tiap pasien dan jumlah yang direkomendasikan
untuk karbohidrat sendiri adalah 45% - 60% dari total kebutuhan kalori.

 Serat

Beberapa penelitian yang terkait CKD pada dewasa dengan adanya hipertensi
menunjukkan bahwa tambahan sodium bikarbonat atau buah-buahan dan sayur-sayuran
terkait dengan perlambatan penurunan nilai GFR. Dietary fiber mengacu pada
karbohidrat atau apapun yang mengandung karbohidrat yang tidak di absorpsi oleh usus
halus. Serat yang dapat dicerna oleh bakteri adalah yang dapat di fermentasi sementara
yang tidak dapat dicerna oleh bakteri termasuk kedalam serat yang tidak dapat di
fermentasi. Asupan serat yang rendah terkait dengan peningkatan biomarker inflamasi
dimana peningkatan ini terkait dengan insidensi dan progresi dari CKD. American
Diabetic Association merekomendasikan asupan dietary fiber sebanyak 14 gram per
1000 kcal per hari. Diet tinggi serat termasuk konsumsi sayur, gandum, dan buah-
buahan. Saat ini belum ada rekomendasi khusus untuk dietary fiber pada pasien dengan
CKD tetapi dipikirkan jumlah asupan untuk populasi umum termasuk aman dan dapat
memiliki keuntungan selama nilai kalium dan fosfat di serum selalu dipantau.

Pada pasien dengan CKD, urease bakterial dan produk hasilnya diatas normal
sehingga menimbulkan akumulasi dari urea. Urea secara langsung mengganggu fungsi
dari gut barrier dengan menurunkan adanya occludin dan protein pada zonula okludens

15
yang berada pada tight junction sehingga meningkatkan permeabilitas. Penurunan
inflamasi karena efek dari serat dipikirkan berpengaruh secara langsung pada
mikroorganisme yang ada di usus.

 Cairan

Retensi cairan biasanya tidak dipantau pada pasien CKD stadium 3 – 4 kecuali
timbul komplikasi lain seperti gagal jantung kongestif. Secara umum pasien akan
dipantau jika terjadi peningkatan drastis pada berat badan yang tidak terkait dengan
massa otot.

 Asupan Tambahan

Sebagian besar pasien CKD membutuhkan asupan tambahan untuk mencapai


status nutrisi yang optimal. Setiap pasien harus dipantau secara ketat mengenai
perubahan-perubahan yang dapat bersifat sementara atau menetap. Sebagai contoh,
anemia merupaakan komplikasi yang paling sering ditemui pada pasien CKD sehingga
membutuhkan suplemen besi tambahan tetapi hal ini justru lebih efektif diobati dengan
pemberian eritropoietin pada pasien.

Asupan minyak ikan pada pasien dengan CKD akibat glomerulonefritis


imunoglobulin A memberikan hasil yang memuaskan Penelitian menunjukkan bahwa
pada penggunaan minyak ikan pada penyakit ginjal lainnya belum memberikan hasil
yang baik.

 Berat Badan

Pada pasien CKD stadium 1 – 3 dengan berat badan lebih atau obesitas,
penurunan berat badan sebesar 5% - 10% dari BB awal direkomendasikan. Academy of
Nutrition and Dietetics merekomendasikan asupan kalori sebesar 23 hingga 35
kcal/kgBB/hari pada pasien CKD tanpa dialisis. Kebutuhan energi pada populasi ini
mirip dengan pada individu yang sehat; meskipun begitu, pada CKD stadium lanjut
dibutuhkan asupan kalori yang lebih tingi yaitu sebesar 35 sampai 35 kcal/kgBB/hari
untuk menyeimbangkan nitrogen serta mengatur nilai serum albumin. Jadi, dengan

16
adanya penurunan dari GFR maka asupan kalori juga harus ditingkatkan mendekati
batas atas rentang kalori yang dibutuhkan. Pemantauan rutin dibutuhkan untuk
memastikan target berat badan yang diinginkan tercapai. Penilaian dari jumlah cairan
dan edema harus diperhatikan saat melakukan evaluasi target berat badan.

2.3 Jenis diet pada penyakit ginjal


Gagal ginjal merupakan ketidakmampuan ginjal memenuhi fungsinya secara
optimal. Kualitas hidup penderita gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisis
sewaktu-waktu dapat menurun. Adalah hal penting bagi penderita maupun keluarga
agar dapat menjaganya, salah satunya yaitu dengan mengatur pola diet yang tepat, yaitu
dengan Diet Dialisis.

Diet Dialisis merupakan diet yang didasarkan pada frekuensi dialisis, sisa fungsi
ginjal dan ukuran tubuh. Karena nafsu makan pasien umumnya rendah, perlu
diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet yang ditetapkan.

Adapun tujuan Diet Gagal Ginjal dengan Dialisis adalah

1. Mencegah kekurangan gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi,


agar pasien dapat melakukan aktivitas normal.
2. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan.

Syarat dan Ketentuan Diet Dialisis agar berhasil adalah

1. Energi cukup 35 kkal/kg BB ideal/hr


2. Konsumsi protein tinggi untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan
mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB ideal/hr.
Diutamakan mengkonsumsi sumber protein hewani, seperti susu, daging, ikan
telur, ayam dll.
3. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75% dari kebutuhan energi total.
4. Kalium dan natrium kebutuhannya disesuaikan dengan urin yang keluar per 24
jam.
5. Kalsium tinggi yaitu 1000mg/hr.

17
6. Cairan yang dibatasi yaitu jumlah urin per 24 jam ditambah 500 – 759 ml.
7. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B6, asam
folat dan vitamin C.
8. Bila nafsu makan kurang, bisa diberikan suplemen eternal yang mengandung
energi dan protein tinggi.

Bagaimanakah Mengatur Diet Ini?

1. Makanan sumber protein nabati seperti tahu, tempe, oncom, kacang tanah,
kacang merah, kacang tholo dan kacang kedelai mempunyai mutu protein lebih
rendah daripada protein hewani, oleh karena itu sebaiknya dibatasi
penggunaannya.
2. Protein hewani yang bernilai biologis tinggi boleh dikonsumsi sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan dietnya.
3. Porsi makanan kecil diberikan sering, misal 5 – 6 kali sehari.
4. Bila ada oedema (bengkak di kaki dan bagian tubuh yang lain) dan atau tekanan
darah tinggi maka perlu mengurangi garam dan bahan makanan tinggi natrium
(ikan asin, makanan yang diawetkan, dll)
5. Bila jumlah air seni berkurang dari normal, maka perlu dibatasi minumnya.

Cara Memasak

1. Masakan lebih baik dibuat dalam bentuk kering seperti ditumis, dipanggang atau
dikukus.
2. Cairan lebih baik dibuat dalam bentuk minuman segar atau soup.
3. Bila harus membatasi garam gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu seperti
gula, asam dan bumbu dapur lainnya untuk menambah rasa.

Jenis Diet Dialisis

1. Diet dialisis I (60 g protein) : diberikan kepada pasien dengan berat badan
kurang lebih 50kg.
2. Diet dialisis II (65 g protein) : diberikan kepada pasien dengan berat badan
kurang lebih 60kg.

18
3. Diet dialisis III (70 g protein) : diberikan kepada pasien dengan berat badan
kurang lebih 65 kg.

Contoh menu

1. Makanan pagi : Nasi, telur dadar, tumis sayuran, teh


Pukul 10.00 : Susu, buah
2. Makan siang / malam : Nasi, daging/ayam goreng, cah sayuran, buah
Pukul 16.00 : Puding maizena + saos, sirup

19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jenis – jenis penyakit ginjal ada 12 jenis penyakit yaitu batu ginjal, uremia,
pyelonephritis, gagal ginjal, nefritis, syndrome nefrotik, glomerolunepritis, anuria,
diabetes militus, albuminuria, hematuria dan polisistik.
Kebutuhan gizi atau nutrisi pada penderita penyakit ginjal pada umumnya
menggunakan asupan makanan yang tidak memberatkan fungsi ginjal yang telah
menurun atau mungkin yang sudah tidak berfungsi, jadi asupan makanan yang sesuai
adalah makanan yang telah di sarankan oleh dokter.
Jenis diet pada penderita penyakit ginjal yaitu dengan diet dialysis. Diet dialysis
adalah diet yang didasarkan pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal dan ukuran tubuh.
Karena nafsu makan pasien umumnya rendah, perlu diperhatikan makanan kesukaan
pasien dalam batas-batas diet yang ditetapkan.
3.2 Saran
Kebutuhan gizi atau nutrisi bagi penderita penyakit ginjal wajib di perhatikan
secara baik, karena apabila tidak diperhatikan penyakit yang di derita bisa jadi menjadi
lebih buruk dari keadaan awal.
Agar seorang perawat mengetahui apa yang harus dibatasi dan dilebihkan bagi
asupan nutrisi bagi penderita penyakit ginjal.

20
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)


Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit FKUI

21

Anda mungkin juga menyukai