Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah salah satu bagian terpenting yang tidak dapat terpisahkan dengan
keberlangsungan perjuangan suatu Negara. Oleh karena pentingnya peran anak ini, di
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah
diamanatkan kepada bangsa Indonesia yang termuat dalam salah satu tujuan Negara
Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjamin setiap anak ataskelangsungan
hidupnya, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Masa anak-anak merupakan masa yang krusial bagi perkembangan manusia,
karena dalam tahap ini pembentukan karakter seseorang sangat ditentukan. Anak-
anak dapat dikatakan sebagi tonggak kemajuan sebuah bangsa, karena masa depan
bangsa tergantung pada masa depan anak-anak bangsa itu sendiri sebagai generasi
penerus. Namun, akhir-akhir ini di Indonesia marak sekali kasus tindak pidana yang
melibatkan anak-anak. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak seringkali
menghiasi media massa, mulai dari kekerasan, pencurian, sampai dengan
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak.
Tujuan dilakukannya perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan kodrat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahterah. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa perlindungan hukum terhadap anak penting untuk dilakukan terutama terhadap
anak yang tersangkut masalah pidana, baik ketika menjadi korban maupun pelaku.
Perlindungan hukum anak sangat penting dilakukan mengingat anak-anak sedang
berada didalam usia pembentukan jati diri dan karakter. Apabila seorang anak terjerat

1
masalah hukum dan kemudian tidak ada perlindungan hukum baginya maka anak
tersebut secara perilaku dan psikologi akan tumbuh berbeda dari anak-anak lainnya.
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai
harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus
mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990, kemudian juga dituangkan dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, Undang UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu
non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang, dan menghargai partisipasi anak.
Undang-undang tentang sistem peradilan anak sangat penting keberadaannya
karena undang-undang ini merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi anak.
Proses peradilan terhadap anak memang harus didesain sedemikian rupa agar anak
terlindungi baik secara hukum maupun secara psikologis. Menurut Sudarto, aktivitas
pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan pejabat
lainnya terhadap anak haruslah mengutamakan kepentingan anak atau melihat
kriterium apa yang paling baik untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan tanpa
mengurangi perhatian kepada kepentingan masyarakat.
Disamping itu Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu upaya untuk
menghilangkan rasa dari seseorang untuk mendeskriminasi anak. Hal ini
dimaksudkan agar dapat memupuk karakter kita untuk memiliki rasa nasionalisme,
juga membentuk karakter sosial dan karakter bangsa sejak dini. Karakter Bangsa
adalah perilaku yang diharapkan yang dimiliki oleh warga Negara sebagai cerminan
dari Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan juga merupakan pondasi

2
atau modal utama bagi seluruh bangsa Indonesia untuk dapat mempelajari,
memahami, dan mencintai setiap aspek dari Indonesia sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan hak asasi anak di Indonesia ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak ?
3. Bagimana peran pentingnya pendidikan kewarganegaraan pada permasalahan
berbagai kasus mengenai anak ?
4. Bagaimana soulusi pada pendidikan kewarganegaraan dalam menyelesaikan kasus-
kasus kekerasan dan ketidaksejahterahan anak ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan hak asasi anak.
2. Menjelaskan perlindungan hukum terhadap anak.
3. Menjelaskan peran pentingnya pendidikan kewarganegaraan pada permasalahan
anak
4. Menjelaskan solusi pada pendidikan kewarganegaraan dalam menyelesaikan kasus-
kasus kekerasan dan ketidaksejahterahan anak.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Anak

1. Pengertian Anak
Beberapa negara memberikan definisi seseorang dikatakan anak atau dewasa
dilihat dari umur dan aktifitas atau kemampuan berpikirnya. Di Negara Inggris,
pertanggungjawaban pidana diberikan kepada anak berusia 10 (sepuluh) tahun tetapi
tidak untuk keikutsertaan dalam politik. Anak baru dapat ikut atau mempunyai hak
politik apabila telah berusia di atas 18 (delapan belas) tahun.
Pengertian anak dalam kaitannya dengan perilaku delinkuensi anak, biasanya
dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan usia, dalam arti tingkat usia berapakah
seorang dapat dikategorikan sebagai anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi manusia menjabarkan pengertian tentang anak ialah setiap
manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Adapun beberapa definisi tentang anak dalam beberapa peraturan


perudang-undangan saat ini adalah sebagai berikut :

a.Pasal 1 Convention on the Right of The Child


Anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 (delapan belas) tahun,
kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh
sebelumnya. Artinya yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa
dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu sedangkan secara mental dan fisik
masih belum dewasa.
b.Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

4
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun
dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingannya.

c. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak


Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin.

d. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak


Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuh
anak yang masih dalam kandungan. Ketentuan ini diambil dari Convention on the
Right of the Child, yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Keppres R.I Nomor
36 Tahun 1990 dengan sedikit perubahan didalamnya.

e. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahterahan


anak
Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun
dan belum pernah kawin. Dari beberapa pengertian yang disampaikan di atas dapat
disimpulkan bahwa, seseorang dikatakan sebagai anak di bawah umur apabila belum
mencapai usia 18 tahun dan belum pernah kawin.

2. Hak-Hak Anak

Anak memiliki karakteristik khusus (spesifik) dibandingkan dengan orang


dewasa dan merupakan salah satu kelompok rentan yang haknya masih terabaikan,
oleh karena itu hak-hak anak menjadi penting diprioritaskan. Batasan pengertian hak
anak yang digunakan adalah pengertian hak anak menurut Pasal 12 Undang-Undang

5
Perlindungan Anak, yaitu bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin dan
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa,


“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Dalam Pasal 4 sampai Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan


bahwa, setiap anak mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a. Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4
Undang-Undang Perlindungan Anak.
b. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan
sebagaimana bunyi Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Anak.
c. Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua
sebagaimana bunyi Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Anak.
d. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak
e. Berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sesuai Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak.
f. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial sesuai bunyi Pasal 8 Undang-
Undang Perlindungan Anak.
g. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

6
sebagaimana ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak.
h. Bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar
biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak
mendapatkan pendidikan khusus sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 2 Undang-
Undang Perlindungan Anak.
1. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan
sebagaimana bunyi Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak.
2. Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat,
bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri sebagaimana
bunyi Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak.
3. Anak penyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial,
dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana bunyi Pasal 12
Undang-Undang Perlindungan Anak.
4. Berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya (pasal 13)
i. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
1. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
2. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
3. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
4. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
5. Pelibatan dalam peperangan (Pasal 15).

7
j. Berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi sesuai bunyi Pasal 16 ayat
k. Undang-Undang Perlindungan Anak.
l. Berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum sesuai bunyi
Pasal 16 ayat (2).
Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
1. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa.
2. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
3. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum
(Pasal 17).
m. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan sesuai bunyi Pasal 17 ayat
Undang-Undang Perlindungan Anak
n. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya sesuai bunyi Pasal 18
Undang-Undang Perlindungan Anak.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

1. Pengertian Perlindungan Anak


Sesuai ketentuan perundang-undangan bahwa semua anak mempunyai hak
untuk mendapatkan perlindungan. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia
yang wajib dimajukan, dilindungi, dipenuhi, dan dijamin oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan negara.

8
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan
kondisi agar anak dapat melaksanakan hak dan kewajiban demi perkembangan dan
pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak
merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian
perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif
Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan
kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat
negative yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.
Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian, yaitu sebagai
berikut :
a. Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi : perlindungan dalam
bidang hukum public dan dalam bidang hukum keperdataan.
b. Perlindungan anak yang bersifat non-yuridis, meliputi : perlindungan dalam
bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan bahwa


perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala
upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang
mengalami tindak perlakukan salah (child abused), eksploitasi, dan penelantaran,
agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara fajar,
baik fisik, mental, dan sosialnya.
Tujuan Perlindungan Anak dijelaskan dalam pasal 3 undang-undang ini yang
berbunyi :
“Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara

9
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera”.

2. Bentuk-Bentuk Perlindungan Anak


a. Upaya rehabilitasi yang dilakukan di dalam suatu lembaga maupun di luar
lembaga, usaha tersebut dilakukan untuk memulihkan kondisi mental, fisik,
dan lain sebagainya setelah mengalami trauma yang sangat mendalam akibat
suatu peristiwa pidana yang dialaminya.
b. Upaya perlindungan pada identitas korban dari publik, usaha tersebut
diupayakan agar identitas anak yang menjadi korban ataupun keluarga korban
tidak diketahui oleh orang lain yang bertujuan untuk nama baik korban dan
keluarga korban tidak tercemar.
c. Upaya memberikan jaminan keselamatan kepada saksi korban yaitu anak dan
saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosialnya dari ancaman pihak-pihak
tertentu, hal ini diupayakan agar proses perkaranya berjalan dengan efisien.
d. Pemberian aksesbilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkaranya, hal ini diupayakan agar pihak korban dan keluarga
mengetahui mengenai perkembngan proses perkaranya.

3. Hukum Perlindungan Anak


Hukum perlindungan anak merupakan hukum yang menjamin hak- hak dan
kewajiban anak. Hukum perlindungan anak dapat berupa : hukum adat, hukum
perdata, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, dan peraturan lain
yang menyangkut anak.

C. Kekerasan dan Permasalahan Terhadap Anak yang Sering Terjadi

10
1. Tindak Pidana Perdagangan Orang
Human trafficking atau perdagangan manusia merupakan salah satu kejahatan
di dunia yang banyak sekali di alami oleh banyak Negara, tak terkecuali Indonesia.
Tindak pidana perdagangan orang ini dapat dikatakan sebagai bentuk modern dari
perbudakan manusia, yang merupakan perbuatan terburuk dari pelanggaran harkat
dan martabat manusia.
Dalam 3 Protokol PBB Tahun 2000 perdagangan orang didefinisikan sebagai:
“Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk- bentuk
lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau
memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang
yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi”.

Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mendifinisikan


perdagangan orang adalah : “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian
atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-
bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian
bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk
ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal
atau pengambilan organ-organ tubuh.
Sedangkan Perdagangan Orang (trafficking) menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (UUTPPO) adalah :
“Tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,

11
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara,
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.

Menurut Pasal 1 huruf 7 UUTPPO:


Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang
meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan
atau praktik serupa perbudakan , penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik seksual,
organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi
organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang
oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immaterial.

2. Unsur-unsur Perdangan Orang


Agar dapat dimasukkan sebagai tindak pidana perdagangan orang, maka
masing-masing unsur tersebut harus ada atau harus terpenuhi. Kegiatan harus dicapai
dengan sebuah sarana, dan keduanya harus bertujuan untuk mencapai maksud
eksploitatif. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka syarat-syarat yang
diperlukan untuk sebuah tindak pidana trafiking manusia sebagaimana ditentukan
oleh UUTPPO belum terpenuhi.
Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP dikategorikan kedalam
modus perdagangan manusia adalah : Pertama, setiap orang yang melakukan
perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. Kedua, dengan menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan,
penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang.
Ketiga, untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang
tersebut.

12
Menurut Harkristuti Harkrisnowo mengenai unsur-unsur
dari perdagangan orang yang membagi menjadi 3 (tiga) unsur yakni :
a. Perbuatan : merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau
menerima.
b. Sarana (cara) untuk mengendalikan korban : ancaman, penggunaan paksaan,
berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan
pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas korban.
c. Tujuan : eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi
seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ
tubuh.

Dengan demikian, inti dari trafficking anak adalah adanya unsur eksploitasi dan
pengambilan keuntungan secara sepihak. Eksploitasi disini diartikan sebagai tindakan
penindasan, pemerasan, dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga, dan atau kemampuan
seorang oleh pihak lain yang dilakukan sekurang-kurangnya dengan cara sewenang-
wenang atau penipuan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar pada sebagian
pihak.

3. Bentuk-Bentuk Kasus Pelanggaran Terhadap Anak


a. Kerja paksa seks dan eksploitasi seks
Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh
migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan- pekerjaan lain tanpa
keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di
daerah tujuan.
b. Pembantu Rumah Tangga (PRT)
PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia diperdagangkan ke dalam
kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk jam kerja wajib yang sangat panjang,

13
penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan
hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan
atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk
melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain
untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.
c. Kerja Migran
Meskipun banyak orang Indonesia yang bErmigrasi sebagai PRT, yang lainnnya
dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik,
restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini
diperdagangkan ke dalam kondisi kerja yang sewenang- wenang dan berbahaya
dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang
dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan.
d. Penari, Penghibur dan Pertukaran Budaya
Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya,
penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari
perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan
kondisi mirip perbudakan.
e. Pengantin Pesanan
Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari
orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam
itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga
mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.
f. Buruh/Pekerja Anak
Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis,
mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah
diperdagangkan ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini.
g. Penjualan Bayi
Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di
luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi

14
ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT
kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi
tersebut ke pasar gelap.
h. Kekerasan Pada Anak
Kekerasan fisik Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena
akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban Kasus physical abuse: persentase tertinggi
usia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%). Kekerasan biasanya
meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan lain-
lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan luka dan trauma pada
korban, juga seringkali membuat korban meninggal.

D. Peran dan Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu pelajaran yang sangat
penting bagi bangsa Indonesia. Pelajaran ini merupakan pelajaran pengembangan
pribadi, artinya ini ditujukan untuk membentuk pribadi peserta didik agar menjadi
warga negara yang baik. Pendidikan kewarganegaraan merupakan matakuliah yang
wajib diberikan dalam pendidikan tinggi, sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan juga Surat Keputusan Dirjen Dikti No.
267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurukulum Matakuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi, yang kemudian diperbaharui dengan SK Dirjen
Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Matakuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Jika dilihat dalam undang-undang di atas, disebutkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan merupakan hal yang wajib diajarkan mulai dari pendidikan dasar,
hingga kependidikan tinggi. Mengapa pendidikan kewarganegaraan wajib diberikan
hingga ke perguruan tinggi? Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air
yang dibangun dari kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional
dalam diri seseorang sebagai calon cendekiawan harapan bangsa Indonesia. Sebagai

15
calon cendekiawan, para generasi diharapkan dapat menguasai berbagai bidang ilmu
sesuai minat dan kemampuannya masing-masing yang kelak dapat digunakan sebagai
sarana pembangunan bangsa. Selain memiliki dasar keilmuan, seorang generasi
Indonesia dituntut memiliki kepribadian yang baik dan berwawasan kebangsaan.
Oleh karena itu diperlukan pembekalan kepada warga Indonesia dalam kaitannya
dengan pengembangan nilai, sikap dan kepribadiannya. Serang lulusan Pendidikan
Kewarganegaraan diharapkan memiliki kompetensi sebagai seorang warga Negara
yang sanggup bertindak cerdas dan penuh tanggung jawab dalam berhubungan
dengan Negara serta dalam memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsep falsafah bangsa, wawasan
nusantara dan ketahanan nasional.
Seorang generasi penerus bangsa merupakan seseorang yang harus memiliki
pendidikan yang tinggi. Dengan pendidikan yang tersebut, Ia dapat memiliki
pengetahuan yang luas. Namun seperti ada pepatah “Semakin tinggi pohon maka
semakin kencang anginnya”, semakin banyak pengetahuan yang diperoleh seorang,
maka akan semakin banyak godaan yang didapatnya untuk menyalah gunakan ilmu
yang telah ia peroleh. Misalnya, seorang mahasiswa komputer yang telah memiliki
kemampuan pemrograman yang baik, bukannya membuat program yang berguna
bagi masyarakat, namun justru membuat virus computer yang dapat merugikan
masyarakat. Hal-hal semacam ini tentu tidak boleh dibiarkan tumbuh subur di
kalangan mahasiswa.
Oleh karena itu diperlukan rambu-rambu agar penerapan ilmu yang telah
didapat melalui kegiatan pendidikan dapat diamalkan dengan baik dan tidak
merugikan orang lain. Di sinlah peran penting Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan memberikan pedoman-pedoman yang penting agar
para generasi bangsa yang nantinya akan terjun ke dunia tidak tersesat baik dalam
pengamalan ilmu yang tidak pada tempatnya, maupun pada tindakan-tindakan tidak
terpuji dalam pengamalan ilmu, semisal menerima suap, menjual rahasia perusahaan,
memperkerjakan anak dll.

16
Selain itu, dalam Pendidikan Kewarganegaraan, anak-anak bangsa juga
dibekali dengan pedoman-pedoman hidup sebagai warga Negara yang baik. Sebagai
seseorang yang masih berusia belia, seorang masih sering bertindak semaunya
sendiri, dan terkadang tidak terlalu peduli dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Misalnya, banyaknya mahasiswa yang tidak ikut Pemilu karena malas
pulang ke rumah, atau malas mengurus perpindahan kependudukannya. Hal semacam
ini tidak bias dibiarkan karena pemuda merupakan generasi harapan bangsa. Apa
jadinya apabila generasi mendatang diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki
kepedulian semacam itu.
Karena itu, diperlukan adanya suatu pendidikan kewarganegaraan agar dapat
menumbuhkan kepedulian sebagai generasi penerus terhadap kelangsungan bangsa
dan negaranya. Rasa cinta tanah air merupakan salah satu unsur penting yang harus
dimiliki oleh seorang mahasiswa sebagai seorang warga negara. Dengan adanya rasa
cinta tanah air, maka seorang mahasiswa akan rela berbuat bagi bangsa, termasuk
dalam urusan membela Negara dan kelestarian sumber daya bangsa. Belakangan ini
banyak kita lihat terjadinya pelecehan terhadap harga diri bangsa yang diwujudkan
antara lain dengan pelanggaran batas negara, penganiayaan tenaga kerja dari
Indonesia, mengakui budaya Indonesia sebagai budaya bangsa lain, dan sebagainya.
Jika mau dikatakan secara jujur, maka akan banyak yang tidak terlalu ambil pusing
dengan hal-hal semacam itu. Atau mungkin ada yang hanya bicara saja bahwa ia
peduli namun tidak berbuat apa-apa. Biasanya hanya ada sebagian kecil orang yang
benar-benar peduli dan berbuat untuk menjaga martabat bangsanya. Hal semacam ini
harus dihindari, karena hanya dengan adanya kekompakan, maka akan diperoleh hasil
yang maksimal. Dengan adanya Pendidikan
Kewarganegaraan, diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta air dalam diri.
Dengan adanya rasa cinta air dalam diri, maka diharapkan akan timbul kekompakan
dalam upaya membela negara, sehingga diharapkan negara Indonesia akan menjadi
lebih kokoh dan martabat bangsa Indonesia akan lebih terjaga. Selain itu, dengan
adanya rasa cinta tanah air, diharapkan sebagai generasi muda tidak melupakan

17
budaya asli bangsa Indonesia serta mau melestarikan budaya bangsa Indonesia, sebab
seperti yang telah banyak kita lihat saat ini, banyak budaya Indonesia yang hampir
punah. Selain itu ada pula yang telah banyak dipelajari oleh orang asing, namun
bahkan kita sendiri tidak tahu atau tidak dapat melakukannya karena tidak tertarik.
Sebagai generasi penerus bangsa yang berpendidikan, maka sepatutnya sadar bahwa
budaya Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Dengan
demikian, diharapkan untuk tetap menjaga warisan budaya tersebut.
Pada akhirnya, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membentuk moral,
mereka tetap terjaga sebaga warga Negara Indonesia yang baik. Jangan sampai
seseorang yang memiliki keilmuan yang tinggi tersesat dan salah jalan, sebab orang
yang berilmu tinggi namun salah jalan akan menjadi sangat berbahaya bagi
sekitarnya. Namun apabila seseorang berilmu tinggi memiliki kepribadian yang baik,
dan memiliki rasa kebangsaan, maka orang itu akan menjadi sangat berguna bagi
bangsa dan negara. Dengan hadirnya generasi-generasi penerus yang berkeilmuan
tinggi dan berwawasan kebangsaan yang tinggi, tentunya bangsa Indonesia akan
menjadi maju. Generasi semacam inilah yang diharapkan muncul dari para orang
yang sedang menimba ilmu. Oleh karena itu, selain mendalami ilmu yang sedang
ditekuni, perlu diberikan rambu-rambu moral yang tertuang dalam
Pendidikan Kewarganegaraan yang ditujukan untuk memberikan panduan
bersikap dan bagaiman dirinya kedepannya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan diadakannya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini tidak lain
karena ingin menciptakan generasi yang berkarakter dan memiliki rasa nasionalisme
yang tinggi. Hal ini jelas seperti yang disebutkan dalam landasan Pendidikan
Kewarganegaraan. Kita tentu tidak ingin masalah-masalah di Indonesia yang
berhubungan dengan Pendidikan Kewarganegaraan ini kembali terjadi di masa depan.
Pastinya kita berharap Indonesia menjadi lebih baik nantinya. Tidak ada lagi masalah
sosial seperti kekerasan anak, banyaknya kasus merajalela, Jadi, butuh partisipasi dari
masyarakat khususnya bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengamalkan
pembelajaran yang dipelajari dari Pendidikan Kewarganegaraan.

B. Saran
Pemerintah sebaiknya menjalankan program terpadu untuk lebih
mengefisienkan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraaan ini. Pendidikan
Kewarganegaraan dinilai masih kurang, dengan pembelajaran yang hanya diadakan.
Sebaiknya pembelajaran lebih diefektifkan lagi. Masyarakat juga harus lebih
berpartisipasi dalam pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan, harus dapat
memahami dan mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya menjadi
sebatas teori didalam kelas saja. Kita sebagai masyarakat juga harus mendukung
setiap upaya dari pemerintah dalam mengatasi setiap permasalahan di negeri ini.
Sehingga dapat tercipta Indonesia yang lebih baik kedepannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Hp/Downloads/S1-2015-296783-chapter1.pdf (diakses pada tanggal


24 oktober 2017)

http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/281/06bab2_prayitio_1004
00111099_skr_2015.pdf?sequence=6&isAllowed=y (diakses pada tanggal 24
oktober 2017)

Utami, Sabrina Rahma. 2017. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan diPerguruan


Tinggi.https://sabrinarahmautami.wordpress.com/2017/03/17/makalah-
pendidikan-kewarganegaraan-pentingnya-pendidikan-kewarganegaraan-di-
perguruan-tinggi/ (diakses pada tanggal 24 Oktober 2017)

20

Anda mungkin juga menyukai