Anda di halaman 1dari 50

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN 62 TAHUN DENGAN STROKE HEMORRHAGIC JENIS


PENDARAHAN INTRASEREBRAL

Periode : 4 Juni 2018 – 1 Juli 2018

Disusun oleh :
Sekar Kinantia G99172013
Evan Permana Putra G99172071

Pembimbing :
dr. Rivan Danuaji, Sp.S., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. SM
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kusumodilagan RT 04 RW 12
Nomor Rekam Medis : 01 42 1x xx
Status : Menikah
Pekerjaan : Penjahit
Masuk Bangsal : 10 Juni 2018 pukul 12.58
Tanggal Pemeriksaan : 13 Juni 2018 pukul 16.30
B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Moewardi dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kanan dan wajah perot sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut
muncul secara mendadak setelah pasien menjenguk temannya di RSUD Dr Moewardi. Saat
tiba di IGD, pasien tetap sadar tetapi tidak dapat berbicara dan tidak dapat diajak
komunikasi. Selain itu, pasien juga mengalami muntah. Nyeri kepala, kejang, kesemutan,
dan demam semuanya disangkal. Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan dan
gangguan pendengaran. Buang air kecil dan buang air besar semuanya dalam batas normal
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : (+) tidak terkontrol, jarang minum obat
Riwayat diabetes mellitus : Tidak diketahui
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal

1
Riwayat stroke : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat stroke : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat makan : Makan 3 kali sehari
Riwayat minum obat bebas : Disangkal
Riwayat minum jamu : Disangkal
Riwayat minum alkohol : Disangkal
Riwayat merokok : Disangkal
Riwayat olahraga : Jarang
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan umur 62 tahun yang bekerja sebagai penjahit. Di rumah,
pasien tinggal bersama dengan suami, satu orang anak, dua orang menantu, dan dua orang
cucu. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Juni 2018
1. Status Generalis
a. Kondisi umum : Sakit sedang, GCS E3VxM6, kesan gizi berlebih
b. Tanda vital
Tekanan darah : 172/68
Denyut nadi : 76 kali/menit
Frekuensi napas : 18 kali/menit
Suhu tubuh : 36,7°C
c. Kepala dan Leher

2
Bentuk kepala : Mesocephalus, atrofi m. temporalis (-/-), rambut
rontok (-), massa (-)
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera icterus (-/-)
eksoftalmus (-/-), ptosis (-/-), pendarahan
subkonjunctiva (-/-), edema palpebrae (-/-),
strabismus (-/-)
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-), tinnitus (-), otorrhea (-)
Tenggorokan : Sulit dievaluasi
Wajah : Edema (-)
Leher : Struma (-), distensi v. jugularis (-), limfadenopati (-),
trakea di tengah, JVP R + 2 cm
d. Thoraks
Bentuk thoraks : Normochest, simetris, retraksi intercostae (-), sela iga
melebar (-), limfadenopati axilla (-/-), limfadenopati
supraclavicula (-/-), limfadenopati infraclavicula (-/-)
e. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kanan atas di SIC II linea sternalis dextra
Batas kanan bawah di SIC II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas di SIC II linea sternalis sinistra
Batas kiri bawah di SIC V linea miclavicularis sinistra
Batas jantung kesan melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, bising (-)
f. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil dada kanan-kiri normal
Pengembangan dada kanan-kiri simetris
Perkusi : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar di SIC VI

3
Auskulasi : Suara dasar vesikular (+/+), suara tambahan
wheezing (-/-), ronki basah kasar (-/-), ronki basah
halus (-/-)
g. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, striae (-),
ascites (-), luka (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus 16 kali/menit, suara tambahan (-)
Palpasi : Timpani, ascites (-)
h. Ekstremitas
Warna kulit : Warna kulit sawo matang, turgor menurun (-),
hiperpigmentasi (-), petechiae (-), icterus (-)

Akral dingin Edema Eritema


- - - - - -
- - - - - -
2. Pemeriksaan Neurologi
a. Kesadaran dan Fungsi Luhur
Kesadaran : GCS E3VxM6
Fungsi Luhur : Sulit dievaluasi, kesan afasia motorik
b. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)
c. Pemeriksaan Nervi Craniales
1) N. I
Sulit dievaluasi
2) N. II
Sulit dievaluasi

4
3) N. III, IV, VI
Kanan Kiri
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung : (+) (+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)
Gerakan bola mata : Sulit dievaluasi
Doll’s eye movement : Intact
4) N. V
Kanan Kiri
Sensorik V1 – V3 : Sulit dievaluasi
M. masseter dan m. temporalis : Sulit dievaluasi
Refleks kornea : (+) (+)
5) N. VII
Kanan Kiri
Kerutan dahi : Ada Ada
Tinggi alis : Lebih rendah Lebih tinggi
Memejamkan mata : Bisa Normal
Lipatan nasolabial : Hilang Normal
Meringis : Deviasi ke kiri
Simpulan : Paralisis N. VII dextra tipe UMN
6) N. VIII
Sulit dievaluasi
7) N. IX dan N. X
Refleks muntah (+)
8) N. XI
Sulit dievaluasi
9) N. XII
Kanan Kiri
Atrofi lidah : Tidak ada Tidak ada

5
Fasikulasi : Tidak ada Tidak ada
Posisi lidah saat diam : Deviasi ke kiri
Posisi lidah saat dijulurkan : Deviasi ke kanan
Simpulan : Paralisis N. XII dextra tipe UMN
d. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
e. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Sulit dievaluasi
f. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Refleks biceps : +3 +2
Refleks triceps : +3 +2
Refleks patella : +3 +2
Refleks Achilles : +3 +2
g. Pemeriksaan Refleks Patologis
Kanan Kiri
Hoffman : - -
Trommer : - -
Babinski : + -
Chaddock : + -
Oppenheim : + -
Schaeffer : + -
Rossolimo : - -
Mendel B : - -
h. Pemeriksaan Fungsi Otonom
Miksi dan defekasi semuanya dalam batas normal
i. Pemeriksaan Fungsi Koordinasi
Sulit dievaluasi
j. Pemeriksaan Fungsi Columna Vertebralis

6
Laseque : (-)
Contra Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)
k. Skor Siriraj
= (2,5  Kesadaran) + (2  Muntah) + (2  Nyeri kepala) + (0,1  Diastole) – (3 
Atheroma) – 12
= (2,5  0) + (2  1) + (2  0) + (0,1  130) – (3  0) – 12
= 0 + 2 + 0 + 13 – 0 – 12
= 3 (Stroke hemorrhagic)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
a. Tanggal 10 Juni 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13,2 gram/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 39 % 33 – 45
Leukosit 11,5 ribu/L 4,5 – 11,0
Trombosit 270 ribu/L 150 – 450
Eritrosit 4,33 juta/L 4,10 – 5,10
Indeks Eritrosit
MCV 89 /m 80,0 – 96,0
MCH 30,4 pg 28,0 – 33,0
MCHC 34,2 g/dL 33,0 – 36,0
RDW 13,7 % 11,6 – 14,6
MPV 8,1 fl 7,2 – 11,1
PDW 16 % 25 – 65
Hitung Jenis dan Golongan Darah
Neutrofil 68,50 % 55,00 – 80,00
Limfosit 27,20 % 22,00 – 44,00

7
Mono, Eos, Bas 4,30 % 0,00 – 12,00
Golongan Darah B
Hemostasis
PT 11,7 detik 10,0 – 15,0
APTT 24,8 detik 20,0 – 40,0
INR 0,870 detik -
Kimia Klinik
Gula darah sewaktu 123 mg/dL 60 – 140
SGOT 24 /L < 31
SGPT 25 /L < 34
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,6 – 1,2
Ureum 30 mg/dL < 50
Elektrolit
Natrium darah 142 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 3,3 mmol/L 3,7 – 5,4
Ion calsium 1,20 mmol/L 1,17 – 1,29
Serologi
HBsAg rapid Nonreactive Nonreactive

b. Tanggal 11 Juni 2018


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HbA1c 5,8 % 4,8 – 5,9
Glukosa darah puasa 90 mg/dL 70 – 110
Glukosa 2 jam PP 99 mg/dL 80 – 140
Asam urat 5,8 mg/dL 2,4 – 6,1
Kolesterol total 227 mg/dL 50 – 200
Kolesterol LDL 163 mg/dL 100 – 224
Kolesterol HDL 37 mg/dL 38 – 92
Trigliserida 245 mg/dL < 150

8
c. Tanggal 15 Juni 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13,1 gram/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 40 % 33 – 45
Leukosit 26,7 ribu/L 4,5 – 11,0
Trombosit 240 ribu/L 150 – 450
Eritrosit 4,53 juta/L 4,10 – 5,10
Indeks Eritrosit
MCV 87,4 /m 80,0 – 96,0
MCH 28,9 pg 28,0 – 33,0
MCHC 33,1 g/dL 33,0 – 36,0
RDW 12,2 % 11,6 – 14,6
MPV 9,2 fl 7,2 – 11,1
PDW 17 % 25 – 65
Hitung Jenis
Eosinofil 0,30 % 0,00 – 4,00
Basofil 0,20 % 0,00 – 2,00
Neutrofil 87,10 % 55,00 – 80,00
Limfosit 8,2 % 22,00 – 44,00
Monosit 4,20 % 0,00 – 7,00
Kimia Klinik
Kreatinin 1,1 mg/dL 0,6 – 1,2
Ureum 71 mg/dL < 50

d. Tanggal 16 Juni 2018


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 14,2 gram/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 42 % 33 – 45
Leukosit 4,9 ribu/L 4,5 – 11,0

9
Trombosit 188 ribu/L 150 – 450
Eritrosit 4,63 juta/L 4,10 – 5,10
Hemostasis
PT 13,3 detik 10,0 – 15,0
APTT 28,3 detik 20,0 – 40,0
INR 1,030 detik -
Kimia Klinik
Kreatinin 0,9 mg/dL 0,6 – 1,2
Ureum 58 mg/dL < 50
Elektrolit
Natrium darah 135 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 4,5 mmol/L 3,7 – 5,4
Ion calsium 1,16 mmol/L 1,17 – 1,29
Analisis Gas Darah
pH 7,430 7,310 – 7,420
BE -0,6 mmol/L -2 – +3
PCO2 34,0 mmHg 27,0 – 41,0
PO2 76,0 mmHg 80,0 – 100,0
Hematokrit 50 % 37 – 50
HCO3 23,4 mmol/L 21,0 – 28,0
Total CO2 24,5 mmol/L 19,0 – 24,0
O2 saturasi 96,0 % 94,0 – 98,0
Laktat
Arteri 4,80 mmol/L 0,36 – 0,75

e. Tanggal 20 Juni 2018


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 14,1 gram/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 44 % 33 – 45
Leukosit 13,5 ribu/L 4,5 – 11,0

10
Trombosit 410 ribu/L 150 – 450
Eritrosit 5,01 juta/L 4,10 – 5,10

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thoraks PA

1) Cor : Ukuran dan bentuk membesar CTR 65%


2) Pulmo tak tampak infiltrat di kedua lapang paru. Corakan bronchovascular normal
3) Sudut costophrenicus kanan kiri tajam
4) Hemidiaphragma kanan kiri normal
5) Trachea di tengah
6) Sistema tulang baik
Kesimpulan
1) Cardiomegaly
2) Paru tak tampak kelainan

11
b. CT Scan Kepala tanpa Kontras

1) Tampak lesi hiperdens densitas darah (61 – 80 HU) ukuran 3,34  1,95  3,08 cm
(volume : ± 10 cc) disertai perifocal edema di lobus temporoparietalis kiri
2) Tampak lesi hiperdens densitas darah (70 HU) di ventrikel lateralis kiri
3) Tampak midline shifting ke kanan sejauh 0,25 cm
4) Sulci dan gyri normal
5) Pons, cerebellum, dan cerebellopontine angle tidak tampak kelainan
6) Orbita, mastoid, dan sinus paranasalis kanan kiri tidak tampak kelainann
7) Craniocerebral space tak tampak kelainan
8) Calvaria intact

12
Kesimpulan
1) ICH lobus temporoparietalis kiri disertai perifocal edema yang menyebabkan
herniasi subfalcine ke kanan sejauh 0,25 cm
2) IVH ventrikel lateralis kiri
E. Assessment
Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dextra UMN, paresis
N. XII dextra UMN
Topis : Subcortex sinistra
Etiologis : Intracerebral hemorrhage (ICH)
F. Plan
1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm nasal canul
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi citicolin 250 gram/12 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Infus manitol 100 ml/12 jam
7. Injeksi ranitidine 50 gram/12 jam
8. Injeksi ketorolac 30 gram/12 jam
9. Paracetamol tab 1 gram/12 jam
10. Aspar K 3  1 tab
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipine 10 gram
G. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam

13
BAB II
FOLLOW UP

10 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan


16.00 O : GCS E4VxM5 RR : 24 kali/menit
DPH 0 TD : 160 / 130 mmHg T : 36,70C
Onset 1 HR : 98 kali/menit SpO2 : 99%
Fungsi luhur kesan afasia global
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Sde
N. IX, X : Gag reflex (+)

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
Normal Normal

Normal Normal
Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+2 / +2 +2 / +2 - -
+2 / +2 +2 / +2 + -
Babinski

Fungsi koordinasi : Sde


Fungsi sensorik : Sde

14
Fungsi otonom : BAB dan BAK dbn
Fungsi columna vertebralis : Sde
A : Klinis : Lateralisasi motorik dextra, paresis N. VII UMN dextra,
afasia global
Topis : Cortex sinistra
Etiologi : Stroke hemorrhagic, hipokalemia ringan
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 2 – 3 lpm
3. Infus Ringer laktat 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/6 jam tappering off, masuk pukul 17.00
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi metoklopramid 50 mg/12 jam prn muntah
7. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
8. Aspar K 300 mg/8 jam
Plan : Cek lab GDP, GD2PP, HbA1c, profil lipid, asam urat
Konsultasi ke rehabilitasi medis
Pindah ke unit stroke jika ada tempat
Edukasi keluarga
Awasi tanda – tanda peningkatan TIK
Monitoring kondisi umum dan tanda vital per 6 jam
11 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
16.00 O : GCS E4VxM6 RR : 20 kali/menit
DPH 1 TD : 186 / 110 mmHg T : 36,50C
Onset 2 HR : 84 kali/menit SpO2 : 99%
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)

15
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
Normal Normal

Normal Normal
Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+2 / +2 +2 / +2 - -
+3 / +2 +2 / +2 + -
B, O, C

Fungsi koordinasi : Sde


Fungsi sensorik : Sde
Fungsi otonom : BAB dan BAK dbn

Kolesterol total : 227 mg/dL (lebih dari normal)


Kolesterol HDL : 37 mg/dL (kurang dari normal)
Trigliserida : 245 mg/dL (lebih dari normal)
HbA1c, glukosa darah puasa, glukosa 2 jam PP, dan asam urat semuanya
dalam batas normal
A : Klinis : Lateralisasi dextra, paresis N. VII UMN dextra, kesan
afasia motorik
Topis : Cortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 2 – 3 lpm
3. Infus Ringer laktat 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/6 jam tappering off 100 ml/8 jam

16
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
7. Injeksi metoklopramid 50 mg/12 jam prn muntah
8. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
9. Aspar K 300 mg/8 jam
10. Pindah ke Unit Stroke apabila ada tempat
12 Juni 2018 S: Penurunan kesadaran (somnolen)
06.00 O : GCS E3V4M5 RR : 20 kali/menit
DPH 2 TD : 186 / 110 mmHg T : 36,50C
Onset 3 HR : 84 kali/menit
Fungsi luhur sde kesan disartria berat / afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
Normal Normal

Normal Normal
Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+2 / +2 +2 / +2 - -
+2 / +2 +2 / +2 + -
B, O, C

17
Fungsi sensorik : Sde
Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Lateralisasi dextra, paresis N. VII UMN dextra, kesan
disartria berat / afasia motorik
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 4 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/8 jam
5. Injeksi perdipin kecepatan 10 ml/jam dosis titrasi
6. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
7. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
8. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
9. Injeksi metoklopramid 10 mg/12 jam prn muntah
10. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
11. Aspar K 300 mg/8 jam
12. Atorvastatin 1  20 gram
13 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
06.00 O : GCS E3VxM6 RR : 18 kali/menit
DPH 3 TD : 172 / 68 mmHg T : 36,70C
Onset 4 HR : 76 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)

18
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII UMN
dextra, paralisis N. XII UMN dextra
Topis : Cortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/12 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
7. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
8. Injeksi ketorolak 30 gram/12 jam
9. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
10. Aspar K 300 mg/8 jam
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipin 10 gram

19
14 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
06.00 O : GCS E3VxM6 RR : 12 kali/menit
DPH 4 TD : 185 / 68 mmHg T : 36,50C
Onset 5 HR : 102 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH

20
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/24 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
7. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
8. Injeksi ketorolak 30 gram/12 jam
9. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
10. Aspar K 300 mg/8 jam
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipin 1 10 gram
Injeksi perdipin dalam NaCl 100 ml dengan kecepatan 5 ml/jam
15 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
06.00 O : GCS E4VxM6 RR : 24 kali/menit
DPH 5 TD : 114 / 69 mmHg T : 36,50C
Onset 6 HR : 72 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XII : Paresis dextra UMN

21
Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC

Hitung leukosit : 26,7 ribu/L


PDW : 17%
Neutrofil : 87,10%
Limfosit : 8,20%
Ureum : 71 mg/dL
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
6. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
7. Injeksi ketorolak 30 gram/12 jam
8. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
9. Aspar K 300 mg/8 jam

22
10. Atorvastatin 1  20 gram
11. Amlodipin 1 10 gram
12. Ampisilin-sulbaktam 1,8 gram/8 jam
13. Stop manitol dan perdipin
14. Cek darah rutin dan urine, kultur darah
16 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4VxM5 RR : 20 kali/menit
DPH 6 TD : 135 / 90 mmHg T : 36,50C
Onset 7 HR : 90 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. VII dan XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi koordinasi : Sde


Fungsi sensorik : Sde
Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC

23
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 5 lpm dengan non-rebreather mask
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injesi citicolin 250 mg/12 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam
7. Injeksi ketorolak 30 mg/12 jam
8. Injeksi ampisilin-sulbaktam 1,5 gram/8 jam
9. Parasetamol 1 gram/12 jam
10. Aspar K 3  1
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipin 1  10 mg
Plan : Cek analisis gas darah
Cek darah rutin, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, elektrolit
Konsultasi ke TS jantung dan paru
Kultur darah dan urine
Edukasi keluarga
Monitoring kondisi umum dan tanda vital
17 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4VxM6 RR : 20 kali/menit
DPH 7 TD : 120 / 80 mmHg T : 36,50C
Onset 8 HR : 80 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

24
Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm non re-breathing mask
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Injesi citicolin 250 mg/12 jam
6. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
7. Injeksi ampisilin-sulbaktam 1,5 gram/8 jam
8. Injeksi omeprazol 80 mg dalam 50 ml NaCl 0,9% sampai kecepatan
5 ml/jam kemudian ganti dengan omeprazol 40 mg/12 jam

25
9. Parasetamol 1 gram/12 jam
10. Aspar K 300 mg/8 jam
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipin 1 10 gram
13. Sukralfat 3  1
14. Kultur darah dan urine
18 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4VxM6 RR : 20 kali/menit
DPH 8 TD : 130 / 90 mmHg T : 36,50C
Onset 9 HR : 80 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +2 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
Babinski

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC

26
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 12 lpm non re-breathing mask
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Injesi citicolin 250 mg/12 jam
6. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
7. Injeksi omeprazol 40 mg/12 jam
8. Parasetamol 1 gram/12 jam
9. Aspar K 300 mg/8 jam
10. Atorvastatin 1  20 gram
11. Amlodipin 1 10 gram
12. Sukralfat 3  1
19 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4V3M6 RR : 20 kali/menit
DPH 9 TD : 130 / 90 mmHg T : 36,50C
Onset 10 HR : 85 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik membaik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Paresis dextra UMN

27
Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm nasal kanul
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
6. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
7. Injeksi omeprazol 40 mg/12 jam
8. Parasetamol 1 gram/12 jam
9. Aspar K 300 mg/8 jam
10. Atorvastatin 1  20 gram
11. Amlodipin 1 10 gram
12. Sukralfat 3  1
13. Kultur darah dan darah rutin
20 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4VxM6 RR : 20 kali/menit

28
DPH 10 TD : 135 / 90 mmHg T : 36,50C
Onset 11 HR : 90 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik membaik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + +
Babinski

Fungsi sensorik : Sde


A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm nasal kanul
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam

29
6. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
7. Aspar K 300 mg/8 jam
8. Atorvastatin 1  20 gram
9. Amlodipin 1 10 gram
10. Cek darah rutin
21 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4VxM6 RR : 22 kali/menit
DPH 11 TD : 135 / 70 mmHg T : 36,00C
Onset 12 HR : 88 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik membaik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
Babinski

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang DC

30
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm nasal kanul jika perlu
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
6. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
7. Aspar K 300 mg/8 jam
8. Atorvastatin 1  20 gram
9. Amlodipin 1 10 gram
Sudah melewati fase akut
22 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4V5M6 RR : 20 kali/menit
DPH 12 TD : 135 / 80 mmHg T : 36,00C
Onset 13 HR : 68 kali/menit
Fungsi luhur disartria berat
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

31
Refleks Fisiologis Refleks Patologis
+2 / +2 +2 / +2 - -
+2 / +2 +2 / +2 - -

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, disartria berat, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
3. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
4. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
5. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
6. Aspar K 300 mg/8 jam
7. Atorvastatin 1  20 gram
8. Amlodipin 1 10 gram
BLPL besok
23 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O : GCS E4V5M6 RR : 20 kali/menit
DPH 13 TD : 130 / 70 mmHg T : 36,50C
Onset 14 HR : 70 kali/menit
Fungsi luhur disartria berat
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal

32
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+2 / +2 +2 / +2 - -
+2 / +2 +2 / +2 - -

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, disartria berat, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra thalamus
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
3. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
4. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
5. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
6. Aspar K 300 mg/8 jam
7. Atorvastatin 1  20 gram
8. Amlodipin 1 10 gram
BLPL hari ini

33
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke Pendarahan Intraserebral


Stroke adalah gangguan neurologi fokal atau global yang muncul secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan disebabkan oleh gangguan vaskular
(WHO, 2005). Stroke pendarahan adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah di parenkim otak dan/atau di antara piamater dengan arachnoid (WHO, 2005)
1. Etiologi
a. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan arteriosklerosis pembuluh darah, terutama pada cabang a.
cerebri media di dalam ganglia basalis dan capsula interna. Pembuluh – pembuluh
darah tersebut menjadi lemah sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada tunica
intima, hyalinisasi tunica media, dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang disebut
mikroaneurisma Charchot-Bouchard. Hal yang sama juga dapat terjadi pada pembuluh
darah di pons dan ceebellum. Pecahnya salah satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan pendarahan ke substansia otak (Gilroy, 2000; Ropper dkk., 2014)
b. Cerebral Amyloid Angiopathy
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan usia lanjut, pendarahan intraserebral
dapat disebabkan oleh cerebral amyloid angiopathy. Akumulasi protein beta-amyloid
di dalam dinding arteri menggantikan kolagen dan elemen – elemen kontraktil sehingga
arteri menjadi rapuh dan lemah. Penurunan elemen – elemen kontraktil disertai
vasokonstriksi dapat menimbulkan pendarahan masif yang dapat meluas ke ventrikel
atau ruang subdural. Selanjutnya, penurunan kontraktilitas meningkatkan
kecenderungan terjadi pendarahan di kemudian hari (Gilroy, 2000; Ropper dkk., 2014)
c. Arteriovenous Malformation (AVM)
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena.
Meskipun rupture aneurisma Berry menjadi penyebab pendarahan subarachnoid, tetapi
pendarahan secara langsung pada parenkim otak dapat menyebabkan pendarahan
intraserebral. Selain AVM, malformasi vaskular lain yang berhubungan dengan

34
pendarahan intraserebral adalah hemangioma cavernosa, dural arteriovenous fistula,
malformasi vena, dan capillary telenangiectasis (Carhuapoma dkk., 2010)
d. Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan dapat meningkatkan risiko terjadinya pendarahan intraserebral
terutama pada pasien dengan trombosis vena, emboli paru, transient ischemic attack,
atau katub jantung prostetik. Pada beberapa eksperimen, warfarin sebagai terapi
fibrilasi atrium dan infark myocard merupakan penyebab paling banyak dari
anticoagualant-associated intracerebral hemorrhage (AAICH). Selain warfarin,
antikoagulan lain, trombolitik, dan antiplatelet seperti aspirin juga meningkatkan risiko
pendarahan intraserebral (Carhuapoma dkk., 2010)
e. Gangguan Koagulasi
Koagulopati dapat bersifat herediter atau akuisita. Penyakit hati kronis
meningkatkan risiko pendarahan karena penurunan sekresi trombopoietin, gangguan
distribusi trombosit, dan defisiensi faktor koagulasi. Kondisi lain yang dapat
meningkatkan risiko pendarahan adalah trombositopenia, vaskulitis, koagulasi
intravaskular diseminata, hemofilia, leukemia, anemia sel sabit, dan defisiensi faktor
koagulasi herediter (Suroto, 2014)
f. Penyalahgunaan Obat
Penyalahgunaan alkohol, amfetamin, dan kokain dapat meningkatkan risiko
pendarahan intraserebral (Walker dkk., 2014)
2. Patofisiologi
Pendarahan intraserebral disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak sehingga
darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam parenkim otak. Pendarahan kecil
hanya dapat menyela di antara akson substansia alba tanpa merusaknya. Absorpsi darah
akan diikuti oleh kembalinya fungsi neurologi. Sedangkan pendarahan luas dapat
menyebabkan destruksi otak, peningkatan tekanan intrakranial, bahkan yang lebih berat
adalah herniasi otak (Smeltzer & Bare, 2005)
Peningkatan tekanan intrakranial akan menurunkan aliran darah ke otak sehingga
menurunkan cerebral perfusion pressure (CPP). Elemen vasoaktif darah yang keluar dan
kaskade ischemia akibat penurunan CPP menyebabkan neuron di daerah hematoma
semakin tertekan. Jika volume darah lebih dari 60 ml, maka risiko kematian sebesar 93%

35
pada pendarahan dalam dan 71% pada pendarahan lobar. Sedangkan pendarahan
cerebellum dengan volume 30 – 60 ml memiliki risiko kematian sebesar 75%. Pendarahan
sebesar 5 ml di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999)

Gambar 4.1 Mekanisme kerusakan neuron karena pendarahan intraserebral


(McCance & Huether, 2014)

3. Gejala Klinis
Gejala klinis pada stroke pendarahan terdiri dari gejala peningkatan tekanan
intrakranial dan gejala neurologi fokal. Gejala peningkatan tekanan intrakranial adalah
nyeri kepala, muntah proyektil tanpa mual, papilledema yang menyebab gangguan
penglihatan, dan penurunan kesadaran. Sedangkan gejala neurologi tergantung dari lokasi
pendarahan (McCance & Huether, 2014)
4. Neuroimaging
Computed Tomography (CT) Scan dapat membantu menentukan lokasi, luas, dan
volume pendarahan. Estimasi volume darah dapat dihitung dengan rumus :

36
A×B×C
2
A adalah ukuran diameter paling besar dari pendarahan, B adalah ukuran diameter yang
tegak lurus dengan A, dan C adalah tinggi pendarahan yang dihitung dari perkalian antara
jumlah irisan yang memiliki lesi pendarahan dengan ketebalan irisan. Ketiga komponen
tersebut dinyatakan dalam cm sehingga diperoleh estimasi volume pendarahan dalam
satuan cm3 (Kothari dkk., 1996)
5. Terapi Spesifik
a. Pengendalian Tekanan Darah
1) Jika tekanan systole > 200 mmHg atau MAP > 150 mmHg, maka tekanan darah
diturunkan dengan antihipertensi IV secara kontinu dengan monitoring tekanan
darah setiap 5 menit
2) Jika tekanan systole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai gejala
peningkatan tekanan intrakranial, maka tekanan darah diturunkan dengan
antihipertensi IV secara kontinu atau intermittent dengan monitoring tekanan
perfusi otak ≥ 60 mmHg
3) Jika tekanan systole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala
peningkatan tekanan intracranial, maka tekanan darah diturunkan dengan
antihipertensi IV secara kontinu atau intermittent dengan monitoring tekanan darah
setiap 15 menit sampai MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg
4) Pada tekanan systole 150 – 220 mmHg, penurunan tekanan darah masih cukup
aman sampai tekanan systole 140 mmHg. Setelah operasi kraniotomi, target MAP
adalah 100 mmHg
(Perdossi, 2011)
b. Evakuasi Hematoma
1) Pada sebagian besar pasien dengan pendarahan intrakranial, kegunaan tindakan
operasi masih belum pasti
2) Pasien dengan pendarahan intraserebral yang mengalami perburukan neurologi,
atau terdapat kompresi batang otak, dan/atau hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel
sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnya. Tata laksana awal

37
pada pasien tersebut dengan drainase ventrikular saja tanpa evakuasi bekuan darah
tidak direkomendasikan
3) Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terletak 1 cm dari
permukaan, evakuasi pendarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi
standar dapat dipertimbangkan
4) Saat ini tidak terdapat bukti yang mengindikasikan pengangkatan segera dari
pendarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatkan keluaran fungsional
atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan karena meningkatkan
risiko pendarahan berulang
(Perdossi, 2011)
6. Prognosis
Prediksi outcome mortalitas dalam waktu 30 hari dapat ditentukan dengan
intracerebral hemorrhage (ICH) score. ICH score terdiri dari lima komponen yaitu nilai
Glasgow coma scale (GCS), volume pendarahan, umur, pendarahan intraventrikular, dan
pendarahan infratentorial
Tabel 4.1 Intracerebral Hemorrhage (ICS) Score (Hemphill dkk., 2001)
ICH Score Skor
Nilai GCS
3–4 2
5 – 12 1
13 – 15 0
Volume pendarahan
≥ 30 cm3 1
< 30 cm3 0
Pendarahan intraventricular
Ya 1
Tidak 0
Sumber pendarahan dari infratentorial
Ya 1
Tidak 0
Umur

38
≥ 80 tahun 1
< 80 tahun 0

Hubungan antara ICH score dengan mortalitas 30 hari dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.2 Hubungan ICH Score dengan Mortalitas 30 Hari (Hemphill dkk., 2001)
Nilai Total ICH Score Prediksi Mortalitas 30 hari
0 0%
1 13%
2 26%
3 72%
4 97%
5 100%
6 100%

B. Analisis Kasus
1. Analisis Gejala Klinis
a. Anamnesis
Seorang perempuan umur 62 tahun datang ke IGD RSUD Dr Moewardi dengan
keluhan kelemahan anggota gerak kanan dan wajah perot sejak 30 menit yang lalu.
Letak kelainan yang mungkin adalah di tractus corticospinal dan corticobulbar pada
cortex dan/atau subcortex di atas medulla. Lesi pada pons dapat dihilangkan karena
kelumpuhan terjadi pada sisi wajah dan ekstremitas yang sama (hemiparesis tipikal).
Kelainan tidak mungkin di medulla oblongata atau medulla spinalis karena kelainan di
lokasi tersebut tidak melibatkan bagian wajah. Selain itu, kelainan juga tidak mungkin
pada saraf tepi karena kelumpuhan tidak sesuai dengan distribusi saraf tertentu
(Blumenfeld, 2010)
Pada lesi di cortex motorik, biasanya terdapat perbedaan tingkat kelumpuhan antara
lengan dengan kaki. Hal tersebut disebabkan oleh cortex motorik mendapatkan
vaskularisasi dari dua arteri, yaitu a. cerebri anterior dan a. cerebri media. A. cerebri
anterior memvaskularisasi sebagian besar aspek medial, dimana terdapat pemetaan
homunculus untuk extremitas inferior. Sedangkan, a. cerebri media memvaskularisasi
sebagian besar aspek lateral yang terdapat pemetaan homunculus untuk extremitas
superior. Lesi pada cortex motorik sering melibatkan daerah lain di sekitarnya. Maka

39
dari itu, biasanya juga muncul gejala lain seperti hipestesia, gangguan berbahasa,
dan/atau gangguan fungsi luhur lainnya (Mardjono & Sidharta, 2010)

Gambar 4.2 Vaskularisasi encephalon (Aminoff dkk., 2005)

Lesi di capsula interna menyebabkan kelumpuhan pada derajat yang sama antara
lengan dengan kaki. Hal tersebut karena semua akson dari cortex motorik sudah
bergabung di capsula interna. Berbeda dengan lesi di cortex, lesi di capsula interna
jarang disertai gangguan fungsi luhur, meskipun sering disertai gangguan sensorik pada
sisi yang sama dengan hemiparesis. Maka dari itu, kelainannya sering disebut dengan
pure motor hemiparesis (Daroff dkk., 2016)
Keluhan muncul secara mendadak setelah pasien menjenguk temannya. Hal
tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan vaskular, yaitu stroke.
Penyebab neoplasma dapat dihilangkan karena gejala klinis neoplasma bersifat
40
progresif, tidak muncul secara mendadak. Penyebab infeksi juga dapat dihilangkan
karena pasien tidak demam. Keluhan tidak disebabkan oleh trauma atau penggunaan
obat karena pasien sebelumnya tidak mengalami trauma dan tidak mengonsumsi obat
– obatan (Campbell, 2013). Penyebab metabolik belum dapat disingkirkan sebelum
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Contoh gangguan metabolik yang dapat
menyebabkan kelemahan anggota gerak adalah hipoglikemia, hipokalemia,
hiponatremia, dan hiperkalsemia (Mount, 2015)
Pasien ini mengalami hemiparesis dextra yang muncul secara mendadak. Tidak
diketahui apakah disertai gangguan sensorik karena pasien sulit diajak komunikasi.
Kesulitan komunikasi dapat disebabkan oleh afasia motorik dan/atau disartria akibat
paralisis N. XII. Jadi dari anamnesis, pasien kemungkinan mengalami lesi di cortex
motorik atau capsula interna karena gangguan vaskular (stroke). Menurut
penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke ischemic karena obstruksi
pembuluh darah dan stroke hemorrhagic karena pecahnya pembuluh darah. Menurut
letak pendarahannya, stroke hemorrhagic dibagi lagi menjadi pendarahan intraserebral
dan pendarahan subarachnoid (Walker dkk., 2014)
Pasien juga mengalami muntah, yang merupakan salah satu tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Hal tersebut mengarah pada stroke hemorrhagic jenis pendarahan
intraserebral, dimana hematoma pada otak menyebabkan lesi desak ruang sehingga
lama – kelamaan akan meningkatkan tekanan intrakranial (McCance & Huether, 2014).
Kecurigaan stroke hemorrhagic diperkuat dengan serangan yang muncul saat aktivitas
(setelah pasien menjenguk temannya) dan Skor Siriraj lebih dari satu. Meskipun
demikian, tetap harus dilakukan pemeriksaan CT scan kepala untuk memastikan
apakah terdapat pendarahan di otak atau tidak
Menurut doktrin Monro-Kelli, cranium merupakan ruangan yang rigid dan tidak
dapat mengembang. Volume intrakranial terdiri dari 80% jaringan otak, 10% darah,
dan 10% liquor cerebrospinal (LCS) yang jumlahnya selalu konstan. Jika terdapat
penambahan salah satu volume, maka akan diikuti oleh pengurangan volume yang lain.
Namun lama – kelamaan, mekanisme kompensasi akan gagal sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial

41
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko stroke, baik ischemic maupun hemorrhagic (Pandey dkk., 2016).
Pada pasien ini, hipertensi kemungkinan menyebabkan stroke hemorrhagic jenis
pendarahan intraserebral karena terdapat gangguan neurologi fokal disertai tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Hipertensi kronis menyebabkan berbagai perubahan
pada dinding arteri seperti nekrosis fibrinoid, lipohyalinosis, dan pembentukan
mikroaneurisma Charchot-Bouchard. Semua perubahan tersebut menyebabkan dinding
arteri menjadi mudah rupture sehingga terjadi pendarahan. Semakin tinggi tekanan
darah, maka risiko pendarahan intraserebral juga semakin tinggi (Kumar, 2017)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan Fungsi Luhur
Pasien tampak sadar penuh tetapi sulit diajak berbicara sehingga komponen
verbal tidak dapat dinilai. Karena pasien tampak sadar penuh, berarti tidak terdapat
gangguan pada substansia reticularis diencephalon (Mardjono & Sidharta, 2010)
Pada pemeriksaan fungsi luhur diperoleh kesan afasia motorik karena pasien
tampak kesulitan berbicara (labored speech) serta kata – kata yang diucapkan hanya
sedikit dan kurang jelas (nonfluent). Tetapi saat diminta untuk mengangkat alis,
pasien dapat melakukannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien mengerti apa
yang dibicarakan orang lain tetapi tidak dapat mengucapkan kata – kata yang
dipikirkan. Afasia motorik disebabkan oleh lesi pada area Broca yang
divaskularisasi oleh r. superior a. cerebri media sinistra. Area Broca terletak di
gyrus frontalis inferior, di dekat fissura lateralis, pada hemispherium dominan
(Daroff dkk., 2016). Karena pasien menggunakan tangan kanan untuk aktivitas
sehari – hari, maka hemispherium yang dominan adalah hemispherium sinistra. Jadi
pada pasien ini, afasia motorik disebabkan oleh lesi di gyrus frontalis inferior
sinistra. Untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan CT scan kepala
2) Rangsang Meningeal
Pemeriksaan rangsang meningeal semuanya negatif. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tidak terdapat iritasi meninges, baik karena infeksi atau benda asing di ruang
subarachnoid (Campbell, 2013). Maka dari itu, diagnosis meningitis dan
pendarahan subarachnoid dapat disingkirkan

42
3) Nervi Craniales
Pada pemeriksaan nervi craniales, ditemukan paresis N. VII dextra tipe UMN
karena pasien dapat mengangkat kedua alis dan terdapat kerutan dahi pada bagian
kanan dan kiri. Hal tersebut disebabkan oleh wajah bagian atas mendapatkan
inervasi dari kedua hemispherium cerebri, sedangkan wajah bagian bawah hanya
mendapatkan inervasi dari hemispherium kontralateral saja. Jika terjadi kerusakan
pada salah satu hemispherium, maka wajah bagian atas tetap normal sedangkan
wajah bagian bawah mengalami paralisis (Blumenfeld, 2010)
Selain itu, juga ditemukan paresis N. XII dextra tipe UMN karena saat
dijulurkan, lidah menyimpang ke kanan tanpa disertai atrofi dan fasikulasi. Deviasi
lidah ke kanan disebabkan oleh kontraksi m. geniglossus sinistra yang mendorong
lidah ke kanan (Baehr & Frotscher, 2005)
4) Pemeriksaan Motorik dan Refleks
Kekuatan otot pada extremitas dextra (lengan atas, lengan bawah, tangan,
tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki) semuanya bernilai 1 karena pasien tidak
dapat menggerakkan otot sama sekali tetapi muncul sedikit kontraksi
Refleks fisiologis pada extremitas dextra semuanya bernilai +3 karena muncul
lebih cepat, terdapat perluasan tetapi tidak disertai klonus. Selain itu, pada
extremitas dextra juga ditemukan refleks patologis pada berupa refleks Babinski,
Chaddock, Oppenheim, dan Schaeffer. Hiperefleks dan munculnya refleks
patologis menunjukkan lesi pada upper motor neuron mulai dari cortex motorik
sampai tepat di atas segmen asal lengkung refleks (Campbell, 2013)
2. Analisis Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan hematologi rutin digunakan untuk mendeteksi penyulit berupa
anemia, polisitemia, infeksi, dan trombositopenia. Pada anemia, CBF meningkat tetapi
oksigenasi jaringan berkurang karena penurunan kapasitas transport oksigen (oxygen-
carrying capacity). Sedangkan pada polisitemia, viskositas darah meningkat sehingga
akan menurunkan CBF (Mardjono & Sidharta, 2010). Trombositopenia menyebabkan
gangguan hemostasis sehingga meningkatkan risiko pendarahan

43
Pemeriksaan PT, APTT, dan INR digunakan untuk mendeteksi gangguan pada
faktor koagulasi yang dapat menyebabkan pendarahan. Pemeriksaan glukosa darah
sewaktu digunakan untuk menyingkirkan hipoglikemia yang memiliki gejala seperti
stroke (stroke-mimics). Pemeriksaan SGOT dan SGPT digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding ensefalopati hepatikum. Selain itu juga untuk
mendeteksi fungsi hepar karena sebagian besar obat yang akan diberikan,
dimetabolisme di hepar
Pemeriksaan ureum dan kreatinin digunakan untuk mendeteksi fungsi ginjal. Pasien
ini akan diberikan manitol untuk menurunkan tekanan intrakranial. Salah satu
kontraindikasi manitol adalah gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan
peningkatan ureum dan kreatinin. Kontraindikasi lainnya adalah gagal jantung, edema
paru, gangguan elektrolit seperti hiponatremia, dehidrasi berat, dan syok hipovolemia
(Tenny & Thorell, 2018)
Pemeriksaan elektrolit digunakan untuk menyingkirkan gangguan elektrolit yang
dapat menyebabkan kelemahan anggota gerak. Contohnya adalah hipokalemia,
hiponatremia, dan hiperkalsemia. Hipokalemia menyebabkan hiperpolarisasi neuron
dimana bagian dalam sel semakin bermuatan negatif. Hal tersebut menyebabkan
neuron menjadi kurang reaktif terhadap stimulus sehingga akan menghambat kontraksi
semua otot, termasuk otot skelet. Hiperkalsemia menurunkan permeabilias natrium
sehingga neuron menjadi sulit depolarisasi dan menghambat kontraksi otot.
Hiponatremia juga menghambat depolarisasi sehingga menghambat kontraksi otot. Hal
tersebut menyebabkan otot menjadi lemah (flaccid paralysis) dan hiporefleksia (Barrett
dkk., 2012; Silverthorn, 2013)
Pada tanggal 11 Juni 2018, dilakukan pemeriksaan kimia klinik untuk mendeteksi
penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, asam urat, dan dislipidemia. Diabetes
mellitus dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko stroke ischemic karena
menyebabkan disfungsi endotel (Walker dkk., 2014)
b. Pemeriksaan CT Scan Kepala
Dari pemeriksaan CT scan kepala, ditemukan pendarahan intracerebral pada
thalamus sinistra yang meluas ke capsula interna, disertai perifocal edema yang
menyebabkan herniasi subfalcine ke kanan. Lokasi pendarahan intraserebral akibat

44
hipertensi biasanya di ganglia basalis (55%), thalamus (26%), hemispherium cerebri
(11%), truncus cerebri (8%), dan cerebellum (7%) (Kumar, 2017)
Mekanisme edema pada pendarahan intraserebrl terdiri dari tiga fase. Beberapa jam
pertama setelah onset, terjadi pembekuan darah. Eritrosit yang intak pada daerah
hematoma tidak menyebabkan edema. Setelah terjadi kaskade koagulasi dalam 24 – 48
jam berikutnya, trombin menjadi aktif dan merusak sawar darah otak. Hal tersebut
menyebabkan edema vasogenik, dimana cairan intravascular masuk ke cairan
ekstraseluler. Pada fase ketiga, eritrosit pada daerah hematoma mulai lisis. Hemoglobin
dan produk degradasi lainnya menyebabkan inflamasi sehingga terjadi edema
sitotoksik (Affandi & Panggabean, 2016)
Pada pasien ini, hemiparesis disebabkan oleh hematoma pada crus posterior capsula
interna. Secara teori, pasien seharusnya juga mengalami gangguan sensorik karena
terdapat hematoma di thalamus. Namun, fungsi sensorik sulit dievaluasi karena pasien
kurang kooperatif. Sedangkan afasia motorik disebabkan oleh edema cerebri pada area
Broca yang menyebabkan gangguan fungsi neuron. Karena manitol dapat mengurangi
edema cerebri, maka afasia motorik semakin lama semakin berkurang dan akhirnya
akan hilang sendiri
3. Analisis Terapi
a. Head Up 300
Elevasi kepala dapat menurunkan tekanan intrakranial melalui dua mekanisme,
yaitu: 1) meningkatkan aliran LCS dari ruang subarachnoid otak ke ruang subarachnoid
medulla spinalis; dan 2) meningkatkan aliran darah dari otak ke jantung (venous return)
melalui v. jugularis (Feldman dkk., 1992). Tetapi semakin tinggi posisi kepala, maka
MAP semakin turun sehingga CPP akan berkurang. Maka dari itu, elevasi kepala
dilakukan pada sudut 300 dengan tujuan menurunkan tekanan intrakranial tanpa
menyebabkan penurunkan CPP yang bermakna (Schwarz dkk., 2002)
Posisi head up hampir sama seperti posisi semi-Fowler, yaitu pasien dalam posisi
setengah duduk menggunakan bantal atau dengan meninggikan tempat tidur
membentuk sudut 300. Kepala dan leher dalam posisi netral tanpa rotasi kanan-kiri,
fleksi, atau ekstensi

45
Gambar 4.2 Posisi head up 300 yang benar

b. Oksigen
Oksigen diberikan untuk mempertahankan saturasi > 95%. Inhalasi oksigen
meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk daerah otak yang mengalami
ischemia (Perdossi, 2011)
c. Infus NaCl
Cairan IV diberikan untuk mempertahankan euvolemia dan mencegah dehidrasi
d. Injeksi Citicolin dan Mecobalamin
Citicoline merupakan neuroprotektor dengan mekanisme kerja: 1) merangsang
sintesis kardiolipin, spingomyelin, fosfatidilkolin, dan fosfatidiletanolamin yang
semuanya digunakan untuk sintesis selubung myelin; 2) meningkatkan sintesis
glutathione dan aktivitas glutathione reductase; 3) mengurangi peroksidasi lipid
sehingga menurunkan produksi radikal bebas; 4) memperbaiki fungsi pompa Na-K-
ATPase; dan 5) menyediakan gugus kolin untuk sintesis neurotransmitter asetilkolin
(Hatcher & Dempsey, 2002). Pada pendarahan intraserebral, citicoline mengurangi
edema perihematoma dan luas daerah ischemia akibat desakan hematoma
Selain citicoline, juga diberikan mecobalamin (vitamin B12) sebagai
neuroprotektor. Akan tetapi, mekanisme neuprotektor dari mecobalamin belum
diketahui secara pasti, kemungkinan dengan memperbaiki kerusakan dan merangsang
regenerasi myelin (Miller dkk., 2005)
e. Infus Manitol
Manitol merupakan salah satu cairan hipertonis yang digunakan untuk menurunkan
tekanan intrakranial akibat edema cerebri. Mekanisme kerja manitol adalah
meningkatkan tekanan osmosis plasma sehingga menarik cairan dari otak ke pembuluh
darah. Selain itu, manitol juga menurunkan viskositas darah dan meningkatkan volume

46
plasma sehingga meningkatkan cerebral blood flow (CBF) dan aliran oksigen ke otak
(Rangel-Castillo dkk., 2008)
f. Injeksi Ranitidin
Ranitidin digunakan sebagai profilaksis terhadap ulkus stress. Ulkus stress yang
berhubungan dengan penyakit intrakranial disebut dengan ulkus Cushing (Mohan,
2015). Peningkatan tekanan intrakranial menurunkan CPP sehingga menyebabkan
ischemia. Ischemia kemudian merangsang saraf simpatik dan meningkatkan tekanan
darah. Jika tekanan darah terlalu tinggi, maka baroreseptor di sinus caroticus akan
meregang sehingga mengaktivasi saraf parasimpatik melalui n. vagus. Salah satu efek
aktivasi n. vagus adalah peningkatkan sekresi ion H+ oleh sel parietal. Jika sekresi ion
H+ terlalu tinggi, maka akan menyebabkan ulkus (Costanzo, 2014)
g. Pemberian Obat Oral
Parasetamol digunakan untuk menurunkan suhu tubuh karena hipertermia dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Aspar K digunakan untuk suplementasi kalium
pada hipokalemia. Atorvastatin digunakan untuk mengatasi dislipidemia. Amlodipin
digunakan untuk menurunkan tekanan darah

47
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I. G., & Panggabean, R. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke.
CDK-238, 3(3), 180–184.
Aminoff, M., Greenberg, D., & Simon, R. (2005). Clinical Neurology. New York: McGraw Hill.
Baehr, M., & Frotscher, M. (2005). Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. New York: Thieme.
Barrett, K., Barman, S., Boitano, S., & Brooks, H. (2012). Ganong’s Review of Medical
Physiology. New York: McGraw Hill.
Blumenfeld, H. (2010). Neuroanatomy through Clinical Case. Sunderland: Sinauer Associates.
Campbell, W. (2013). DeJong’s The Neurologic Examination. Philadelphia: Lippincott Williams
and Wilkins.
Carhuapoma, J., Mayer, S., & Hanley, D. (2010). Intracerebral Hemorrhage. New York:
Cambridge University Press.
Costanzo, L. (2014). Physiology Fifth Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Daroff, R., Jankovic, J., Mazziotta, J., & Pomeroy, S. (2016). Bradley’s Neurology in Clinical
Practice. Philadelphia: Elsevier.
Feldman, Z., dkk. (1992). Effect of head elevation on intracranial pressure, cerebral perfusion
pressure, and cerebral blood flow in head-injured patients. Journal of Neurosurgery, 76(2),
207–211.
Gilroy, J. (2000). Basic Neurology. New York: McGraw Hill.
Hatcher, J. F., & Dempsey, R. J. (2002). Citicoline: neuroprotective mechanisms in cerebral
ischemia. Journal of Neurochemistry, 80(1), 12–23.
Hemphill, J. C., Bonovich, D. C., Besmertis, L., Manley, G. T., & Johnston, S. C. (2001). The ICH
score: a simple, reliable grading scale for intracerebral hemorrhage. Stroke, 32(4), 891–897.
Kothari, R. U., dkk. (1996). The ABCs of measuring intracerebral hemorrhage volumes. Stroke,
27(8), 1304–1305.
Kumar, S. (2017). Hypertension and Hemorrhagic Stroke. Hypertension Journal, 3(2), 89–93.
Mardjono, M., & Sidharta, P. (2010). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
McCance, K., & Huether, S. (2014). Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adults
and Children. Missouri: Mosby Elsevier.
Miller, A., Korem, M., Almog, R., & Galboiz, Y. (2005). Vitamin B12, demyelination,
remyelination and repair in multiple sclerosis. Journal of the Neurological Sciences, 233(1),
93–97.

48
Misbach, J. (1999). Stroke : Aspek Diagnostik, Patofisiologi, dan Manajemen. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Mohan, H. (2015). Textbook of Pathology. Jaypee Brothers Medical Publisher: New Delhi.
Mount, D. (2015). Fluid and Electrolyte Disturbances. Dalam Harrison’s Principles of Internal
Medicine (hlm. 295–312). New York: McGraw Hill.
Pandey, D., Aljehani, N., & Soga, Y. (2016). The Link Between Hypertension and Stroke:
Summary of Observational Epidemiological Studies. Dalam Hypertension and Stroke
Pathophysiology and Management (hlm. 17–37). Michigan: Humana Press.
Perdossi. (2011). Guideline Stroke tahun 2011. Jakarta: Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
Rangel-Castillo, L., Gopinath, S., & Robertson, C. S. (2008). Management of Intracranial
Hypertension. Neurologic clinics, 26(2), 521–541.
Ropper, A., Samuels, M., & Klein, J. (2014). Adams and Victor’s Principles of Neurology. New
York: McGraw Hill.
Schwarz, S., Georgiadis, D., Aschoff, A., & Schwab, S. (2002). Effects of Body Position on
Intracranial Pressure and Cerebral Perfusion in Patients With Large Hemispheric Stroke.
Stroke, 33(2), 497–501.
Silverthorn, D. (2013). Human Physiology. New York: Pearson Education.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddarth.
Jakarta: EGC.
Suroto. (2014). Pendarahan Intraserebral. Dalam Neurologi untuk Dokter Umum (hlm. 111–115).
Surakarta: UNS Press.
Tenny, S., & Thorell, W. (2018). Mannitol. Dalam StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. Diambil dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470392/
Walker, B., Colledge, N., Ralston, S., & Penman, I. (2014). Davidson’s Principles and Practice
of Medicine. Toronto: Churchill Livingstone.
WHO. (2005). WHO STEPS Stroke Manual : The WHO STEPwise Approach to Stroke
Surveillance. Geneva: World Health Organization.

49

Anda mungkin juga menyukai