Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Neurofibromatosis yang juga dikenal sebagai von recklinghausen disease, merupakan suatu
kelainan genetic yang memberi efek pada berbagai organ tubuh, terutama kulit dan sistem
saraf. Beberapa terjadi saat lahir, tetapi yang lain terjadi setelah dewasa. Terdapat tiga bentuk
neurofibromatosis, yaitu NF1, NF2, dan Schwannomatosis.

Neurofibromatosis (NF) 1 atau yang dikenal sebagai peripheral neurofibromatosis merupakan


jenis yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 1/3000-4000 orang. NF1 memiliki ciri khas
berupa banyak bercak lahir, dan tumor pada sistem saraf dan otak. NF1 merupakan suatu
penyakit autosomal dominant yang diturunkan. Namun ditemukan 50% penderita yang tidak
berhubungan dengan turunan keluarga dan merupakan hasil dari suatu mutasi gen, yaitu suatu
perubahan baru yang tidak ditemukan pada anggota keluarga yang lain. Neurofibromatosis
(NF) 2 yang diketahui sebagai central neurofibromatosis atau bilateral acoustic
neurofibromatosis ditemukan sekitar 10% dari seluruh penderita NF dengan insiden.

1/150.000 jiwa. Tumor pada saraf pendengaran yang biasanya mengenai kedua telinga
(auditory nerve). Penderita NF2 dapat juga memunyai lesi yang lain, seperti tumor otak dan
spinal cord. Mayoritas penderita NF2 hasil dari mutasi gen dengan perubahan yang baru, dan
tidak ditemukan pada anggota keluarga yang lain. Schwannomatosis adalah suatu bentuk lain
dari NF yang jarang. Jenis ini baru dikenal dan tidak seperti NF1 dan NF2.
Neurofibromatosis tipe I memiliki ciri khas berupa café-au-lait spots, perkembangan bagian
mata yang disebut iris Lisch nodules, lesi rubbery pada kulit yang disebut neurofibroma. Lesi
ini dapat terjadi juga pada dermatofibromas, multiple optic nerve gliomas, bilateral plexiform
neurofibroma, dan malignant peripheral nerve sheath tumor.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Adalah penyakit kulit dengan gejala berupa tumor multiple yang pada perabaan lunak dan
disertai gejala lain.

2.2. Epidemiologi

NF 1 merupakan salah satu kelainan genetic yang terbanyak, dengan insiden 1 dari 3000-
4000 orang.1 NF 1 atau von Recklinghausen’s disease merupakan suatu penyakit autosomal
dominant dengan distribusi kelamin yang sama, dan predisposisi etnik yang tidak jelas.

Sekitar 50% dari kasus NF1 timbul secara sporadic karena terjadi mutasi baru. NF1
merupakan satu dari kebanyakan kelainan single gene. Kelainan ini memunyai turunan
fenotipe yang tinggi, sehingga orang tua yang tidak memberikan efek, memunyai risiko
rekuren yang rendah. Kebanyakan NF1 dapat dideteksi pada bayi dengan berdasarkan pada
suatu kelainan kulit yang biasanya makin jelas dengan pertambahan usia, terutama setelah
pubertas. Hampir 100% NF1 menunjukan penetrasi pada usia delapan tahun.3 Sindroma ini
disebabkan oleh mutasi gen dari kromosom 17q11.2 dengan kode protein besar disebut
neurofibromin. Bagian dari protein ini, yaitu GTPase-activator yang berperan sebagai signal
transduction melalui perubahan yang menguntungkan dari bentuk aktif GTP-bound dari ras
dan menghubungkan G-protein kebentuk inaktif GDP-bound. 4,5 Fungsi gen NF1 sebagai
gen supresi tumor dalam inaktivasi ke dua allele diperlukan untuk tumorigenesis. Penderita
dengan NF1 lahir dengan hanya satu kopi normal dari gen dan, yang lain mutasi atau hilang
menyebabkan inaktif allele ke dua dan secara teori cukup untuk pembentukan tumor. NF2
suatu turunan pada autosomal dominant dengan insiden 1:37.000, dan tanpa adanya
predileksi kelamin. Umumnya penderita NF2 memberikan gejala pada usia pubertas, namun
onset usianya sangat bervariasi. Onset gejala pada usia menengah sekitar tujuh belas tahun
biasanya dengan tinnitus dan/atau hilangnya pendengaran akut akibat tumor vestibular.

2
2.3. Klasifikasi

Neurofibromatosis disebabkan oleh pewarisan pada autosom dominan atau terjadinya mutasi
gen. Berdasarkan etiologinya neurofibromatosis dibedakan menjadi 3 tipe :

a. Neurofibromatosis tipe 1 (penyakit von Recklinghausen)


NF tipe 1 disebabkan oleh mutasi kromosom 17q11.2. Jenis neurofibromatosis ini
lebih sering ditemukan.
b. Neurofibromatosis tipe 2 (Sindrom MISME)
NF 2 disebabkan oleh mutasi kromosom 22q12.2. Jenis ini lebih jarang dimana terjadi
pertumbuhan tumor di telinga bagian dalam (neuroma akustik) yang dapat
menyebabkan tuli dan vertigo pada penderita.
c. Schwannomatosis
Mutasi genetiknya belum dapat diidentifikasi.

2.4. Etiologi

Penyakit NF adalah penyakit autosomal dominan. NF1 disebabkan oleh mutasi pada gen
NF1 yang mengkodekan protein yang disebut neurofibromin, yang berfungsi sebagai
penekan tumor. Banyak mutasi yang berbeda pada gen NF1 telah diidentifikasi pada
individu dengan kondisi tersebut. Kondisi ini mengikuti pola pewarisan autosomal
dominan. Sekitar 50% dari kasus NF1 diwariskan dari orangtua. Sekitar 50%
disebabkan oleh mutasi baru pada gen NF1 terjadi secara acak pada atau sekitar
konsepsi untuk alasan yang tidak diketahui.

3
2.5. Patogenesis

Gen NF1 berfungsi untuk membentuk protein yang disebut sebagai neurofibromin. Protein ini
dibentuk dibanyak sel, termasuk sel saraf dan sel-sel yang menyelebungi saraf
(oligodendrosit dan sel schwan). Neurofibromin merupakan 220 kDa guanosine triphosphate
(GTP) ase-activating cytoplasmatic protein yang bertindak sebagai supresor tumor yang
menjaga pertumbuhan dan pembelahan sel terkontrol. Neurofibromin meregulasi RAS
protein, terutama dengan mengubah bentuk aktif RAS-GDP menjadi bentuk tidak aktif RAS-
GDP. Mutasi pada gen NF1 menyebabkan produksi neurofibromin yang non fungsional,
sehingga terjadi kelebihan bentuk aktif RAS-GDP, yang mencetuskan pertumbuhan sel
berlebihan, menyebabkan deregulasi dan tumorigenesis. Akibatnya tumor seperti
neurofibroma dapat timbul sepanjang perjalanan saraf di seluruh tubuh. Namun belum
diketahui bagaimana mutase pada gen NF1 dapat menyebabkan manifestasi klinis lain seperti
café au lait spot.

Mutasi gen NF1 diturunkan secara autosomal dominan. Pasien dengan kondisi ini lahir
dengan kondisi satu salinan gen NF1 bermutasi pada tiap sel. Pada hampir setengah kasus
gen tersebut diturunkan dari orangtua yang mengalami mutase gen. Kasus lain terjadi akibat
mutase baru pada gen NF1 tanpa riwayat adanya penyakit tersebut dalam keluarga mereka.
Tidak seperti kondisi autosomal dominan lainnya dimana satu salinan gen yang bermutasi
dapat menyebabkan kelainan, pada NF1 diperlukan dua salinan gen yang bermutasi untuk
mencetuskan perkembangan tumor. Mutasi pada salinan gen kedua di sel-sel selubung saraf
dapat terjadi kapan saja selama kehidupan.

2.6. Gejala Klinis & Diagnosis

Milia sering asimptomatik. Pada anak-anak dan dewasa biasa muncul di area sekitar
mata. Erupsi milia biasanya onsetnya lebih cepat bahkan dalam beberapa minggu. Pada
pemeriksaan kulit, Milia ditemukan di superficial kulit, uniform, warna putih mutiara
sampai kuning muda, lesi membentuk kubah dengan diameter antara 1 – 2 mm.
Efloresensi yang ditemukan adalah papula-papula milier, multiple kadang berkelompok.
Pada milia en plaque, milia dalam jumlah lebih banyak muncul pada plaque eritem.

Distribusi di kulit: milia primer, pada bayi ditemukan di wajah terutama di area hidung.
Milia juga bisa ditemukan di mukosa (Epstein pearls) dan palatum (Bohn nodules). Milia
primer di anak-anak dan dewasa berkembang di wajah, terutama di area mata. Milia sering
ditemukan dengan distribusi linier, melintang sepanjang lekuk hidung pada beberapa anak.
Milia sekunder ditemukan di tubuh bagian mana saja yang dipengaruhi oleh bermacam-

4
macam kondisi. Erupsi milia ditemukan di kepala, leher dan tubuh bagian atas.1,2 Milia
juga bisa ditemukan di langit-langit mulut. (1)

Lokasi-lokasi yang paling sering dijumpai milia primer pada bayi:

- Sekitar hidung
- Sekitar mata (periorbital area)
- Pipi
- Dagu
- Dahi

Lokasi-lokasi jarang dijumpai milia pada bayi, tetapi bisa muncul walaupun jarang:

- Badan
- Tungkai dan lengan
- Penis (korpus penis)
- Membrane mucosa (area di dalam mulut)

Milia en plaque memberi gambaran plaque yang berbeda di wajah dan leher. Plaque
pernah dilaporkan terdapat di area postauricular, unilateral atau bilateral, pipi dan plaque
submandibula.

a. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk milia sederhana. Diagnosa pasti dengan
pemeriksaan klinis.4 Pemeriksaan penyakit yang mendasari penting untuk milia sekunder.
Biopsy kulit dilakukan bila perlu pada pasien dengan diagnosis yang masih diragukan.

5
Jika curiga adanya milia en plaque, biopsy adalah tindakan yang bijaksana untuk
menyingkirkan diagnosa lain, seperti mucinosis follicular dan trichoepitheliomata
multiple. Pada orang yang lebih tua dengan kerusakan kulit akibat sinar matahari, sindrom
Favre-Rachouchet (nodul elastosis pada kulit) harus disingkirkan. (2)

b.PEMERIKSAAN HISTOLOGI

Pemeriksaan histology menunjukkan adanya kista epidermoid, tetapi besar kista lebih
kecil. Milia biasanya terletak di dermis superficial dan mempunyai garis epithelial (dengan
lapisan sel bergranula). Kista berisi keratin lamellated dalam jumlah bervariasi. Milia
primer yang sering dijumpai pada bayi dan anak-anak ditemukan di rambut sebacea yang
mengelilingi folikel rambut vellus. Milia sekunder di area kulit lepuh ditemukan pada
duktus kelenjar ekrin keringat. (2)

2.7. Diagnosa Banding

Syringoma

Trichoepithelioma

2.8. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi topical maupun sistemik yang efektif untuk milia primer dan sekunder.
Terdapat laporan tentang penggunaan isotretinoin topical, etretinate oral dan minocycline
dalam menerapi pasien dengan milia en plaque. Milia dapat dibiarkan begitu saja, tetapi jika
pasien meminta pengangkatan, insisi dengan jarum cutting-edge dan pengeluaran isi biasanya
efektif. Tindakan ini dapat dilakukan tanpa anestesi local. Paper clip dilaporkan berhasil
digunakan untuk mengeluarkan isi kista. Milia en plaque dapat diterapi dengan efektif dengan
elektrodesiccation, laser karbon dioksida, dermabrasi dan cryosurgery. Ekstirpasi milia
dengan tindakan yang benar tidak akan menimbulkan scar pada kulit. (1)

Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada milia diantaranya yaitu:

Bedah listrik

Elektrolisis

Elektrofulgurasi

2.9. Komplikasi

6
Tidak ada komplikasi sistemik yang dilaporkan.

2.10. Prognosis

Milia yang ditemukan pada bayi biasanya akan menghilang spontan dalam mingu-
minggu pertama. Kadang milia akan menetap sampai 2 – 3 bulan. Milia pada anak-anak
dan dewasa biasanya menetap. Milia sekunder pada kulit lepuh jarang sembuh. (1)

BAB III

KESIMPULAN

7
Milia adalah kista epithelial yang berasal dari penyumbatan saluran kelenjar ekrin yang
berisi massa keratin. Milia dapat ditemukan pada berbagai populasi dan umur. Milia dibagi
menjadi 2 tipe, yaitu milia primer merupakan kondisi normal ditemui pada kulit sehat dan
milia sekunder yang secara khas ditemukan di kulit karena dipengaruhi berbagai macam
kondisi. Pada pemeriksaan kulit, Milia ditemukan di superficial kulit, uniform, warna putih
mutiara sampai kuning muda, lesi membentuk kubah dengan diameter antara 1 – 2 mm.
Efloresensi yang ditemukan adalah papula-papula milier, multiple kadang berkelompok.
Milia primer dipercaya timbul di kelenjar sebacea yang tidak berkembang secara lengkap.
Kelenjar minyak belum terbentuk sempurna dan kulit tidak mengelupas secara normal
sehingga menyebabkan massa keratin terperangkap di dalam kulit. Milia sering dihubungkan
dengan berbagai macam kelainan, termasuk pemphigoid bulosa, keturunan dan epidermolysis
bulosa dapatan, liken planus bulosa, porphyria cutanea tarda dan luka bakar. Trauma kulit
dari dermabrasi atau radioterapi dapat menyebabkan pembentukan milia. Tidak ada terapi
topical maupun sistemik yang efektif untuk milia primer dan sekunder. Milia dapat
menghilang spontan. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada milia diantaranya yaitu
bedah listrik, elektrolisis, elektrofulgurasi dan insisi dengan jarum cutting-edge dan
pengeluaran isi biasanya efektif tanpa anestesi local.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cooper, S et al. Milia. 2008. http://emedicine.medscape.com/article/1058063-overview

8
2. Wolf. K et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th edition. Mc Graw Hill
Medical. United States ; 2008. Pages 1065, 2339.

3. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta; 2005. Hal 267 – 268

Anda mungkin juga menyukai