Anda di halaman 1dari 17

HERBAL MEDICINE

(Anissed, Capsicum, Dandelion, Echinacea)

Disusun Oleh:
Cut Putri Arhandhi
Ernida Fermadani Harahap
Nailul Ramadhilla
Noval Syahputra
Riskha Nasution
Rizha Daina Arif Hasibuan

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

1
1. Aniseed (Pimpinella Anisum )

Gambar 1.1 Aniseed (Pimpinella Anisum )

Kandungan Senyawa Kimia Adas Manis (Pimpinella Anisum )

Antioksidan
Antimikroba

Kandungan Kimia:
Minyak Atsiri 1,5 – 5 %
Anetol 80 – 90 %
Flavonoid
-Sitosterol

Antihiperlipidemia
Bronkodilator

Ekspetoran

Bagan 1.1 Kandungan Senyawa Kimia Aniseed (Pimpinella Anisum )

Minyak atsiri berfungsi sebagai antimikroba dengan cara merusak membran sitoplasma.
Sitoplasma dibatasi oleh membran sitoplasma yang merupakan penghalang dengan
permeabilitas yang selektif. Membran sitopla sma akan mempertahankan bahan-bahan
tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Jika terjadi

2
kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel.
Minyak atsiri juga dapat sebagai antispasmodik, yaitu mampu mengurangi atau
menghentikan kejang otot di usus dengan memblok secara selektif sinaps muskarinik pada
saraf parasimpatik
Anetol memiliki efek sebagai ekspetoran dimana anetol merangsang pengeluaran sputum
dengan cara mengencerkan dahak
Struktur β-sitosterol mempunyai kemiripan dengan kolesterol, sehingga dapat
memblokir penyerapan kolesterol dengan cara penghambatan kompetitif. Meskipun β-
sitosterol tidak diserap dengan baik oleh tubuh (5-10%), bila dikonsumsi dengan kolesterol
secara efektif memblokir penyerapan kolesterol, yang mengakibatkan menurunkan kadar
kolesterol serum. Beta-sitosterol juga dapat meningkatkan profil lipoprotein (HDL, LDL),
oleh karena itu adas manis dapat dimamfaatkan sebagai antihiperlipidemia.
Flavonoid dapat bertindak sebagai antioksidan melalui dua mekanisme, yaitu
flavonoid menghambat kerja enzim yang terlibat dalam reaksi produksi anion superoksida,
flavonoid juga mengikat logam kelumit yang terlibat dalam reaksi yang menghasilkan radikal
bebas. Dengan potensial reduksi yang rendah, flavonoid memadamkan radikal dengan jalan
mereduksi radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil. Radikal aroksil saling
bereaksi menghasilkan quinon yang stabil. Stabilnya aroksil ditentukan oleh adanya
delokalisasi elektron pada 2,3-ikatan ganda terkonyugasi dengan 4-okso. Mekanisme lain
yang dijalankan flavonoid dalam memadamkan radikal adalah dengan cara menyediakan sisi
pengikatan untuk radikal –radikal tersebut.

3
2. Cabai Merah ( Capsicum annuum L.)

2.1 Latar Belakang

Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan

anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu,

tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di

Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabai atau lombok termasuk dalam suku

terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran

rendah ataupun di dataran tinggi. Cabe bisa dikelompokkan menjadi cabe manis, (sweet),

agak pedas (mild), pedas sedang (medium), pedas (hot), dan sangat pedas (very hot). Cabe

manis biasanya berkisar di skala 0-1000 dalam satuan Scoville, contohnya yang biasa kita

sebut paprika (cabe gendut yang biasa ada di salad). Nama-nama asing seperti Pimentos,

Rellenos, dan Sweet Banana peppers juga masuk dalam kelompok ini. Skala 1000-3000

digolongkan ke tingkat agak pedas. Untuk kelompok ini sepertinya tidak ada yang familiar

dengan kita. Cabe merah besar yang biasa kita temui dan kita makan masuk di kelompok

pedas sedang, dengan skala 3000-6000 satuan Scoville.

Gambar 2.1. Cabai Merah ( Capsicum annuum L.)

4
2.2. Kandungan Senyawa Kimia Capsaicin

Kapsaisinoid alfa &beta karoten


menurunkan meningkatkan
kadar kolestrol antinociceptif

Antioksidan
Antiinflamasi
Antinosiseptiv
Antikoagulan
Antimikroba
Sebagai stimulan
Karminatif

Kapsaisin bertanggung jawab atas


antioksidan dalam mendonorkan Kapsaisin menghambat
elektron pada radikal bebas. adhesi platelet pada
antikoagulan

Kapsaisin mencegah
terbentuknya kerak
pada pembuluh darah

Bagan 2.1 Kandungan Senyawa Kimia Capsaicin

Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri

capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan

untuk rempah-rempah (bumbu dapur).

Manfaat dari cabe sudah banyak diteliti, dan hasilnya ditemukan bahwa kandungan

cabe mampu membunuh bakteri merugikan dalam pencernaan, walaupun juga beresiko

mengiritasi dinding organ pencernaan. Pengaruh rasa (pedas) yang ditimbulkan oleh

capsaicin juga mampu menstimulasi aliran darah menjadi lebih cepat, menghalangi aktivitas

otak menerima rasa sakit dari system saraf kalau kita sedang sakit kepala, melonggarkan

penyumbatan lendir pada hidung dan tenggorokan, dan meningkatkan temperatur tubuh,

sehingga kita biasa berkeringat dan tidak mengantuk jika kepedasan. Dan ternyata

5
capsaicin juga bersifat antikoagulan, yaitu menjaga darah tetap encer dan mencegah

terbentuknya kerak pada pembuluh darah.

Kandungan bahan aktif capsaicin, telah dilaporkan dapat mengatur suhu tubuh,

menstimulasi sekresi dari cathecholamines, dan menekan akumulasi lemak tubuh yang telah

diuji pada binatang. Capsaicin sangat potensial sebagai terapi diet pada obesitas dan diabetes

(Misuda et al., 2003).

Obesitas kemungkinan bisa dikurangi dengan mencegah sel lemak immature

(adipocytes) berkembang menjadi mature cell, dan beberapa studi melaporkan bahwa

capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan level lemak dalam darah. Capsaicin

dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis (kematian sel

terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes [sel yang dapat distimulasi untuk membentuk sel

lemak ) (Lin Hsu and Chin Yen, 2007).

Kandungan capsaicin pada cabe, termasuk vitamin C dan karotenoid merupakan

antioksidan yang penting dan dapat mengurangi atherosklerosis. Antioksidan adalah bahan

yang menghambat atau mencegah kerusakan atau kehancuran akibat oksidasi. Tindakan

oksidasi dari radikal bebas bisa dikendalikan atau bahkan dicegah oleh berbagai bahan

antioksidan. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu

antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan

antioksidan alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang

sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk

dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari

sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt,1992

dalam Ardiansah, 2007).

6
Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti

rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan

tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas

antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol,

karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain

(Pratt,1992 dalam Trilaksani, 2003).

Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat,

tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang kini banyak

diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan

dan cita rasanya menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh,

seperti dapat menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol, dan kadar gula darah, serta

meningkatkan penyerapan kalsium, (Astawan 2003). Goldberg (1994) menyebutkan bahwa

dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan bukan

hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap

kesehatan tubuh. Fenomena tersebut melahirkan konsep pangan fungsional.

Disamping itu penelitian menngunakan teknik Thin Layer Chromatography (TLC),

juga menemukan bahwa cabai merupakan tanaman yang kaya akan pigmen karotenoid,

termasuk capsanthin, capsorubrin, dan zeaxanthin.

Diketahui bahwa pigmen karotenoid merupakan prekursor vitamin A. Sebagai

precursor vitamin A, karotenoid merupakan komponen dasar dalam makanan dan mempunyai

peranan penting dalam kesehatan manusia. Menurut Ausich (1997), karotenoid memiliki

fungsi biologis yang sangat penting sebagai antioksidan, sistim imun, mencegah penyakit

degeneratif, anti-inflamasi, anti stress (Johnson & Schroeder, 1995). Karotenoid juga

memiliki efek memperlambat penuaan (spot penuaan dan kerutan) dan menyembuhkan

7
kelelahan otot, dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk radiasi ultraviolet, dan

meningkatkan sistim kekebalan tubuh.

Sebagian karotenoid khususnya beta-karoten adalah prekursor vitamin A. Satu

molekul beta-karoten yang dimakan dapat dirubah oleh enzim dalam usus halus menjadi dua

molekul vitamin A. Saat ini suplemen vitamin A sering diberikan dalam bentuk -karoten

bukan sebagai vitamin A aktif. Hal ini karena konsumsi dalam betakaroten dalam jumlah

banyak sampai saat ini diketahui tidak bersifat toksik, sedangkan konsumsi vitamin A aktif

yang berlebihan dapat bersifat toksik (Muwarni, 2003).

Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman

mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam

pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui

mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol,

inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, tersebut banyak terkandung dalam sayuran dan

kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan obat. Menurut Craig (1999), diet yang

menggunakan rempah-rempah dalam jumlah banyak sebagai penyedap makanan dapat

menyediakan berbagai komponen aktif fitokimia yang bermanfaat menjaga kesehatan dan

melindungi tubuh dari penyakit kronis.

Analisis kandungan senyawa lebih lanjut menunjukkan bahwa kandungan yang paling

penting pada cabai adalah capsaicin. Capsaicin (aka trans-8 methyl-N-vanillyl-6-noneamide)

merupakan senyawa yang penting pada beberapa spesies Capsicum. Analisis kami

menunjukkan bahwa kandungan capsaicin mencapai 48,6 %. Beberapa studi melaporkan

bahwa capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan kadar lemak dalam darah.

Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis (kematian sel

terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes [sel yang dapat distimulasi untuk membentuk sel

8
lemak ) (Lin Hsu and Chin Yen, 2007). Pada beberapa penelitian terhadap tikus yang diberi

pakan yang mengandung capsaicin menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap

metabolisme lipid dibandingkan dengan kontrol (tanpa capsaicin).

Kandungan bahan aktif capsaicin, telah dilaporkan dapat mengatur suhu tubuh,

menstimulasi sekresi dari cathecholamines, dan menekan akumulasi lemak tubuh yang telah

diuji pada binatang. Capsaicin sangat potensial sebagai terapi diet pada obesitas dan diabetes

(Misuda et al., 2003). Dengan demikian potensi cabe dengan kandungan capsaicinnya

mempunyai potensi yang baik untuk bahan diet untuk mencegah terjadinya kegemukan

(obesitas).

3. Tanaman Obat Herbal : Taraxacum officinale F. H. Wigg

Gambar 3.1 tumbuhan Taraxacum officinale F. H. Wigg

9
3.1 Kandungan Senyawa Kimia Taraxacum officinale F. H. Wigg

Bagan 3.1 Kandungan Senyawa Kimia Taraxacum officinale F. H. Wigg

3.2 Mekanisme Kerja Senyawa Kimia Taraxacum officinale F. H. Wigg


a) Meningkatkan kesehatan tulang
Kalsium untuk mengatasi kerusakan tulang yang disebabkan karena penuaan.

b) Menjaga kesehatan pencernaan


Dandelion sebagai prebiotik bagi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan.

c) Mengurangi risiko sirosis hati


vitamin C sebagai antioksidan menetralisir racun di dalam hati, serta Choline
membantu melancarkan aliran empedu ke dalam hati yang sangat berguna untuk
menjaga kesehatan hati.

d) Melawan kanker
Daun bunga mengandung Vitamin A dan C mampu meningkatkan daya tahan tubuh
sehingga bermamfaat sebagai antibodi bagi penderita kanker.

10
e) Menurunkan tekanan darah
Dandelion adalah diuretik alami, yang membantu mengurangi tekanan darah dengan
mengekskresikan sodium melalui diuresis tanpa kehilangan kalium. Kelebihan sodium
dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah dengan konstriksi pembuluh darah,
sedangkan kalium membantu mengatur itu. Magnesium berfungsi melarutkan bekuan
darah dan merangsang produksi nitrat oksida, membantu untuk merelaksasi dan
vasodilatasi pembuluh darah untuk aliran darah yang lebih baik.

f) Mengobati Masalah Kulit


Getah tumbuhan Dandelion bersifat alkali berfunsi sebagai fungisida, insektasida yang
dapat mengobati kurap dan keluhan gatal yang disebabkan oleh infeksi jamur ataupun
mikroba.

g) Mencegah Diabetes
Akar Dandelion terdapat zat kimia inulin dan levulin, rasanya pahit. zat ini mampu
memperlambat proses penyerapan gula pada intestin.

4. Tanaman Obat Herbal : Echinacea (Echinacea purpurea L)

4.1 Latar belakang echinacea

Gambar 4.1 tumbuhan Echinacea

11
Echinacea memegang peranan penting pada pengobatan tradisional di Amerika. Nama
umumnya adalah cone flower, black susan, black sampson, Rudbeckia, Missouri snakeroot,
Red sunflower, coneflower ungu dan narrowleafed coneflower. Ekstrak echinacea sering
diresepkan sampai diperkenalkan pada tahun 1930-an. Tanaman obat ini menjadi populer
lagi pada tahun 1980-an (Riyadi, 2008).
Suplemen echinacea sp berisi ekstrak segar bagian tumbuhan yang berada diatas tanah
dan dipanen pada musim berbunga, meskipun bagian lain tumbuhan itu telah digunakan
untuk kepentingan medis. Dari 9 spesies, E.angustifolia, E.purpurea dan E.pallida sudah biasa
digunakan untuk mengobati common cold dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Meskipun sudah lama E.angustifolia diketahui mempunyai efek imunostimulasi yang besar
tetapi sekarang tidak banyak digunakan. E.purpurea lebih mudah dibudidayakan secara
komersial, sehingga merupakan spesies yang paling banyak digunakan di Amerika (Riyadi,
2008).

4.2 Kandungan Senyawa Kimia Echinacea

Imunostimulator

Penghambatan
Pengaktif Sistem hyaluronidase
Kekebalan Tubuh
Polisakarida
Flavonida
Glikosida
Alkylamides
Asam chicoric
Polyacetylenes
Phytosterol
Minyak essensial
Mineral
Anti inflammation
Antibacterial activy activy

Antiviral activity

12
meningkatkan
produksi IL-1, IL-
6, IL-10 dan TNF-α

Aktivitas
megendalikan Antihyaluronidas
TNF-α e

▪Imunostimulan
▪ Influenza
▪ Luka
▪Antibacteri
▪Antivirus
▪Antiinflamasi
Penghambatan Produksi
Meningkatkan Mediator Inflamasi
Produksi Antibodi

Aktifitas Sel-Sel
Darah Putih

Bagan 4.1 Hubungan Kandungan Senyawa Kimia Echinacea

Komponen kimia yang terdapat pada Echinacea meliputi karbohidrat: polisakarida


(arabinogalaktan, xyloglycan, echinacin), inulin; glikosida: asam kafeat dan derivatnya
(chichoric acid, echinacoside, chlorogenic acid), cynarin; alkaloids: isotussilagine,
tussilagine; alkylamides (alkamides) seperti echinacein; polyacetylenes; germacrene
sesquiterpene alkohol; komponen lain: glikoprotein, flavonoids, resin, asam lemak, minyak
esensial, phytosterol dan mineral. Derivat asam kafeat, cynarin, polisakarida, dan
glikoprotein bersifat polar sedangkan alkylamides dan polyacetylenes bersifat lipofilik
(Riyadi, 2008). Polisakarida dan glikosida asam chicoric memiliki aktivitas imunostimulan di
Echinacea ( Kumar dan Ramaiah, 2011).
Jumlah polisakarida telah diisolasi dan dianalisis efek farmakologis yang pada sistem
kekebalan tubuh. Tinggi molekul polisakarida berat heteroxylan memiliki potensi untuk
mengaktifkan fagositosis. polisakarida lainnya arabinogalactan menginduksi pelepasan tumor
necrosis factor (TNF) yang meningkatkan tingkat macrohpage interlekin 1 dan interferon beta
2. Alkylamide dan glikosida asam chicoric juga merangsang fagositosis. Isobutylamide
adalah salah satu yang alkylamides yang memberikan bau yang tajam dan rasa yang berbeda
untuk Echinacea ( Kumar dan Ramaiah, 2011).

13
4.3 Farmakologi (mekanisme kerja)

Echinacea dapat digunakan sebagai tanaman obat sebagai imunostimulator, influenza,


sebagai obat untuk luka, antibakteri, antivirus, dan antiinflamasi. Mekanisme kerja nya
sebagai berikut :

a. Mekanisme kerja Imunostimulan : Echinacea mempengaruhi sistim imun terutama


sistim imun non spesifik. Pemberian Echinacea meningkatkan respon imun fase awal
dan mempercepat terjadinya respon imun adaptif (Riyadi, 2008). Dari hasilnya
didapatkan bahwa jumlah polisakarida telah diisolasi dan dianalisis efek farmakologis
yang pada sistem kekebalan tubuh. Tinggi molekul polisakarida berat heteroxylan
memiliki potensi untuk mengaktifkan fagositosis (Kumar dan Ramaiah, 2011).
Polisakarida lainnya arabinogalactan bermakna meningkatkan produksi IL-1, IL-6,
IL-10 dan TNF-α. Disamping itu Echinacea juga diketahui dapat mengaktifasi Natural
Killer (NK) sel dan antibody-dependendent cellular cytotoxicity oleh sel mononuklear
(Riyadi, 2008).

b. Mekanisme kerja Influenza : Keampuhan echinacea sp mengatasi flu sudah banyak


dibuktikan. Hasil uji invitro yang dilakukan A. Vogel bekerja sama dengan tim riset
dari Eidgenossishe Technishe Hochschule (Institut Tehnologi Federal Swiss),
echinacea mengandung senyawa alkilamid. Senyawa ini menetap dalam reseptor CB2
dari sel imun. Alkilamid membantu megendalikan TNF-α, pengaktif sistem kekebalan
tubuh (Riyadi, 2008).
c. Mekanisme kerja luka : Ekstrak alkohol dari Echinacea terdiri dari dua kelas bahan
kimia alami alkamides lipofilik dan larut dalam air turunan asam caffeic. Turunan
asam caffeic memiliki aktivitas antihyaluronidase. Penghambatan hyaluronidase
menyebabkan akumulasi cukup Hyaluronan dalam matriks ekstraselular untuk
perbaikan luka. Pada tikus, luka eksisi diperlakukan dengan turunan asam caffeic,
menunjukkan proses penyembuhan yang ditandai dengan berkurangnya respon
inflamasi dan konten Hyaluronan lebih tinggi. Data ini menunjukkan bahwa
Echinacea menyajikan aktivitas anti inflamasi yang jelas yang mempercepat luka
pemulihan jaringan (Kumar dan Ramaiah, 2011).
d. Mekanisme kerja antibakteri dan antivirus : Penelitian-penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa echinacea dapat meningkatkan produksi antibodi, jumlah dan
aktifitas sel-sel darah putih sehingga dapat disimpulkan hal-hal inilah yang

14
meningkatkan sistem kekebalan untuk mencegah sakit. Bahkan pada salah satu buku
yang berjudul “The AIDS Fighters” menyebutkan bahwa Echinacea mungkin dapat
membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang menurun pada penderita AIDS
(Riyadi, 2008).
e. Mekanisme kerja antiinflamasi : kandungan alkamides dan turunan asam kafeat pada
echinacea sebagai anti – inflamasi. Ekstrak alkohol dari Echinacea memberikan efek
anti inflamasi melalui penghambatan produksi inflamasi mediator tumor necrosis
factor alpha (TNF α) dan oksida nitrat (NO). Prostaglandin E2 (PGE2) adalah
mediator inflamasi penting yang dihasilkan melalui kaskade asam arakidonat. Peran
anti inflamasi Echinacea juga dimediasi melalui peraturan sendiri siklooksigenase 1
dan siklooksigenase 2 melalui penekanan aktivasi Prostaglandin E2. COX 1 dan COX
2 mengkatalisis reaksi mengkonversi asam arakidonat, yang dirilis oleh fosfolipase A,
untuk Prostaglandin E2. Wagner telah melaporkan lipoxygenase menghambat
aktivitas anti inflamasi disebabkan salah isobutylamides E. purpurea ini, asam
dodecatetraenoic (Kumar dan Ramaiah, 2011).

15
Daftar Pustaka

Ardiansah. 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Artikel Iptek.

Astawan, M. 2003. Pangan fungsional untuk kesehatan yang optimal. Kompas Sabtu 23
Maret 2003.

Ausich, R.L. 1997. Commercial oppurtunities for carotenoid production by biotechnology.


Pure and Appl. Chem 69: 2169-2173

Alkuraishy, Hayder. (2012). Journal of Clinical Research and Healthcare Management:


Evaluation the Antibacterial Activity of Aniseed; In vivo Study. Iraq : Webmed
Central. Halaman : 3

Barclay, L. 2007. Chili May Attenuate Post Prandial Insulin Response. Medscape, Medical
News

Craig, W.J. 1999. Health-promoting properties of common herbs. Am. J. Clin. Nutr.
70(3): 491s−499s.

Goldberg, I. 1994. Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals.


Chapman & Hall, London.

Hariana, Arief. (2013). 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Swadaya. Halaman :
28

Hofman, David. (2003). Medical Herbalism. Vermont : Healing Arts Press. Halaman : 12

Fiechter (ed). Advances in biochemical engineering biotechnology, vol 53. Springer-Verlag,


Berlin, Germany

Kumar, K. M., dan Ramaiah, S. (2011). Pharmacological Importance of Echinacea Purpurea.


Internasional Journal of Pharma and Biosciences. Vellore, India : Biofarmatics
Division, School of Biosciences and Technology VIT Univercity. Vol(2) : 304-309.

Lin Hsu, Chin and Chin Yen,Gow. 2007. Effect of Capsaicin on Induction of Apoptosis and
Inhibition of Adipogenesis in 3T3-L1 Cells. Journal of Agricultural and Food
Chemistry,55 1730-1736. Departement of Food Science and Biotechnology, National
Chung Hsing University . 250 Kuokuang Road. Taichung 40227, Taiwan.

Mdidea. 2007. Capsicum, Cayenne, Red pepper, Capsicum frustecens. 2007. Exporting
Division. Extract Professional. http://www.mdidea.com

Muwarni, 2003. Kuning Telur Bukan Sekedar Warna. Laboratorium Biokimia Nutrisi
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

16
Riyadi, B. F. (2008). Efek Echinacea Terhadap Kemampuan Fagositosis dan Kadar Nictric
Oxide (NO) Makrofag Pada Adenokarsinoma Mammae Mencit C3H yang Mengalami
Stress. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro. Halaman : 29-33.

Widyarto, adrian. UjiAktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Jeruk Keprok (Citrus nobilis
Lour.) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Surakarta : Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Halaman : 13

Trilaksani, W. 2003. Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran Terhadap
Kesehatan. Graduate Program/S3. Institut Pertanian Bogor.

Wijayanti, Siti. (2014). Jurnal Kimia.: Metabolit Sekunder. Semarang : Universitas Negeri
Semarang. Halaman : 9

17

Anda mungkin juga menyukai