PENDAHULUAN
kondisi rahim dan luar rahim membuat bayi harus berupaya keras beradaptasi
terhadap hal tersebut. Proses adaptasi ini akan menjadi lebih sulit pada bayi-
bayi risiko tinggi, yaitu bayi yang dilahirkan tanpa memperhatikan usia
gestasi dan berat badan yang memiliki kemungkinan lebih besar akan
Masalah yang paling sering terjadi pada bayi berdampak pada kondisi
pada bayi atau anak-anak, dengan atau tanpa gejala. Bayi besar Masa
Kehamilan (SMK) merupakan bayi yang dilahirkan dengan berat lahir pada
dari adanya gejala hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, dan respon
1
IDENTITAS PASIEN
a. Anamnesis :
Riwayat Kelahiran :
persalinan sc atas indikasi bayi besar. Bayi lahir langsung menangis. Air
ketuban hijau. Sianosis (+), retraksi (+) merintih (+) menangis kuat. Anus
ada, berat badan lahir 4100 gram dan panjang badan lahir 51 cm. Apgar
skor 5/7
Riwayat Maternal :
hamil (-).
b. Pemeriksaan Fisik
- Respirasi : 72 x/menit
- Suhu : 36,9 °C
2
PEMERIKSAAN FISIK :
Lingkar Kepala : 34 cm
Lingkar Dada : 37 cm
Lingkar Perut : 35 cm
Lingkar Lengan : 14 cm
- Fontanella : datar
- Kejang : (-)
- Retraksi (+)
- Merintih (+)
- Apneu (-)
- Retraksi : 1
- Sianosis : 1
- Udara Masuk : 0
3
- Merintih : 2
Total : 5
- Ikterus (-)
- Turgor : Baik
- Trauma Lahir :-
- Kelainan Kongenital : -
Total : 41
4
Estimasi Minggu Kehamilan : 40-42 minggu
c. Pemeriksaan penunjang
- Darah rutin: RBC 4,58 x 106/mm3, Hb 14,5 g/dL, Plt 225 x 103/mm3,
II. RESUME
lahir langsung menangis. Air ketuban hijau. Sianosis (+) retraksi(+) merintih
(+) menangis kuat. Anus ada.Apgar skor 5/7. Riwayat maternal G1P0A0, usia
5
Pada pemeriksaan fisik didapatkan denyut jantung 160 x/menit, respirasi
62 x/menit, suhu 36,0C, Capillary Refill Time : < 2 detik. Berat badan lahir
IV. PENATALAKSANAAN
- Beri O2 4 LPM
- Puasa sementara
10 𝑥 10
= = 2 mg/kg/menit
6 𝑥 4,1
Koreksi Cairan :
kecepatan cairan × 10
6=
6 × 4.1
147.6
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 = = 14
10
6
FOLLOW UP
Tanggal 03 Juli 2017
7
Plan IVFD Dextrosa 10% 17 tpm (mikro)
ASI/PASI 13cc/2jam
Observasi TTV/jam
Kebutuhan bayi hari ke-2 dengan BB 4100 gram = 15 tetes/menit.
Rumus perhitungan GIR:
15 𝑥 10
= =6
6 𝑥 4,1
8
HGB 21,9 g/dL 12 – 18 g/dL
HCT 58,3 % 35 – 52 %
PLT Plt 175 x 103/mm3 150 – 450 x 103/uL
GDS4 68 mg/dL >45 mg/dL
20 𝑥 10
= =8
6 𝑥 4,1
9
- Status hematologis: anemia (-), ikterik (-).
- Status gastrointestinal: tampak datar, peristaltik (+).
- Mic (+), Mec (+).
25 𝑥 10
= = 10
6 𝑥 4,1
Koreksi Cairan :
147.6
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 = = 14
10
10
V. DISKUSI
gejalanya sering tidak jelas atau asimptomatik, diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius. Sedangkan pada kasus
klinis cukup sulit karena tidak adanya tanda patognomonik untuk keadaan ini,
gula darah. Berdasarkan teori tersebut maka pada kasus ini dapat dinyatakan
homeostasis glukosa bersifat khas untuk bayi baru lahir dan anak-anak. Yang
kedua, adalah laju pemakaian glukosa pada bayi dan anak-anak relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Bayi dan anak memiliki fluks
glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini sesuai
dengan proporsi massa otak bayi terhadap ukuran tubuhnya yang lebih tinggi
(terutama bulan terakhir trimester ketiga). Sehingga Saat lahir, bayi normal
11
kekurangan kalori dalam jangka pendek dan mampu memobilisasi substrat-
gula darah. Namun, simpanan glikogen pada bayi baru lahir terbatas dan
glukoneogenesis.[1]
12
Pada keadaan ini terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan dari cairan
ekstraseluler karena insulin mengubah pengeluaran glukosa ke bentuk
simpanannya yaitu lemak dan glikogen.
5. Pengeluaran yang meningkat Karena kebutuhan energi meningkat.
Penyebab pengeluaran gula yang meningkat antara lain sepsis, syok,
asfiksia, hipotermia dan panas.
Dari kasus kali ini, penyebab hipoglikemia adalah bayi dengan besar
masa kehamilan, dimana berat badan bayi saat lahir adalah 4100 gr, dan
menurut peritungan berdasarkan grafik lubschenko bayi masuk kedalam bayi
cukup bulan + besar masa kehamilan.
Tanda klinis hipoglikemia pada bayi baru lahir tidak spesifik. gejala
yang sering terlihat adalah tremor, bayi lemah, sianosis, kejang, apneu,
merintih, hipotoni, masalah minum, dan nistagmus.
Bayi yang resiko terkena hipoglikemia: [2]
1. Bayi dari ibu dengan diabetes. Ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol
memiliki kadar glukosa darah yang tinggi yang bisa melewati plasenta
sehingga merangsang pembentukan insulin pada neonates. Saat lahir,
kadar glukosa darah tiba-tiba menurun karena pasokan dari plasenta
berhenti, padahal kadar insulin masih tinggi, sehingga terjadi
hipoglikemia. Pencegahannya adalah dengan mengontrol kadar glukosa
darah pada ibu hamil.
2. Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK). Bayi BMK biasanya lahir dari
ibu dengan toleransi glukosa yang abnormal.
3. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Selama dalam kandungan, bayi
sudah mengalami kekurangan gizi, sehingga tidak sempat membuat
cadangan glikogen, dan kadang persediaan yang ada sudah terpakai. Bayi
KMK mempunyai kecepatan metabolism lebih besar sehingga
menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang berat lahirnya
sesuai untuk masa kehamilan (SMK), dengan berat badan yang sama.
Meskipun bayi KMK bugar, bayi mungkin tampak lapar dan memerlukan
13
lebih banyak perhatian. Bayi KMK perlu diberi minum setiap 2 jam dan
kadang masih hipoglikemia, sehingga memerlukan pemberian
sumplementasi dan kadang memerlukan cairan intravena sambil
menunggu ASI ibunya cukup.
4. Bayi kurang bulan. Deposit glukosa berupa glikogen biasanya baru
terbentuk pada trimester ke-3 kehamilan, sehingga bayi lahir terlalu awal,
persediaan glikogen ini terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis terpakai.
5. Bayi lebih bulan. Fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai
berkurang. Asupan glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin
menggunakan cadangan glikogennya. Setelah bayi lahir, glikogen tinggal
sedikit, sehingga bayi muda mengalami hipoglikemia.
6. Pasca asfiksia. Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang
banyak sekali memakai persediaan glukosa. Pada merabolisme anaerob, 1
gram glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan normal 1
gram glukosa bisa menghasilkan 38 ATP.
7. Polisitemia. Bayi dengan polisitemia mempunyai risio tinggi untuk
terjadinya hipoglikemia dan hipokalsemia, karena pada polisitemia terjadi
perlambatan aliran darah.
8. Bayi yang dipuasakan, termasuk juga pemberian minum pertama yang
terlambat. Bayi dapat mengalami hipoglikemia karena kadar glukosa
darah tidak mencukupi.
9. Bayi yang mengalami stress selama kehamilan atau persalinan, misalnya
ibu hamil dengan hipertensi. Setelah kelahiran, bayi mempunyai
kecepatan metabolisme yang tinggi dan memerlukan energi yang lebih
besar dibandingkan bayi lain.
10. Bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah. Ibu mendapatkan pengobatan
(terbutalin, propanolol), ibu perokok, ibu yang mendapat glukosa
intravena saat persalinan, dapat meningkatkan resiko hipoglikemia bada
bayinya.
Tata laksana pemberian ASI pada bayi hipoglikemia:[3]
14
1. Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa
darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml
ASI perah tiap kg berat badan bayi, atau berikan suplementasi (ASI donor
3. Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya,
vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang
4. Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum, mulailah
terapi glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah;
5. ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan
b) Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25
glukosa 10% intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR)
15
2. Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan
3. Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau
>2.5 mmol/L.
didapat.
hipoglikemia menghilang.
sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa
hipoglikemia berulang.
menyertai.[4]
16
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia
2. Kosim, MS, dkk. 2009. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Ikatan
3. Batubara JR, dkk. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta;
17