ULTRA-PANJANG
Oleh :
Prof.DR.Ir. Wiratman Wangsadinata
1. BENTANG MAKSIMUM
y = 180 e0,0175 x
Kurva ini agaknya menunjukkan panjang bentang maksimum jembatan gantung yang
dapat dicapai pada suatu saat dalam sejarah jembatan gantung dengan mengerahkan
segala pengetahuan teknologi dan kekuatan bahan yang tersedia pada saat itu.
1
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 1. Jembatan gantung dengan lonjakan panjang bentang, (a) Jembatan Menai (177 m), (b)
Jembatan Brooklyn (486 m), (c) Jembatan Golden Gate (1.280 m), (d) Jembatan Selat
Messina (3.300 m), (e) Jembatan Selat Gibraltar (5.000 m).
0,015 MN/m3, jadi hanya 20% dari berat jenis baja. Jelaslah, bahwa bahan
jenis hanya 7000
kabel yang 80% lebih ringan dari baja akan membawa dampak yang luar biasa terhadap
Panjang Bentang
yang asam maupun basa, daya redamnya yang baik, ketahanannya terhadap kelelahan dan
relaksasi yang4000
rendah akibat0.175 beban
x
tarik yang bekerja
Messina Strait 1994 tanpa henti. Namun demikian,
y = 180 e
mengingat kekuatan
3000 bahan ada batasnya dan kemampuan
Bentang 3300 m
manusia untuk meningkatkan
kecanggihannya juga ada batasnya, maka dapat diperkirakanAkashi
Golden Gate 1937
bahwa
Bentang 1991 m
pada suatu saat di
Kaikyo 1998
gantung dengan 0
panjang
1800 1825
bentang
1850 1875
sampai
1900
katakanlah
1925 1950
10.000
1975 2000
meter.
2025
Berdasarkan
2050 2075
kurva
ini, di abad ke duapuluh satu nanti dapat diperkirakan, bahwa panjang bentang
Tahun
maksimum jembatan gantung yang dapat dipakai untuk menyeberangi selat, misalnya
Selat Sunda, adalah antara 3.000 meter dan 3.500 meter. Dengan sendirinya panjang
bentang maksimum ini tidak harus diterapkan, apabila dengan bentang yang lebih pendek
dapat diperoleh solusi yang lebih menguntungkan.
2
Gambar 2. Perkembangan panjang maksimum jembatan gantung.
Bila sekarang kita gambarkan data jembatan gantung dengan panjang bentang lebih
dari 1.000 meter seperti tercantum dalam Tabel 2 ke dalam Gambar 2, maka akan terlihat
bahwa titik-titiknya akan jatuh di bawah kurva. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai
berikut :
- para perencananya tidak memanfaatkan penuh teknologi jembatan gantung dan
kekuatan bahan yang tersedia pada saat itu untuk mencapai panjang bentang yang
maksimum, atau
- memang tidak diperlukan pemakaian panjang bentang sampai yang maksimum, sebab
dengan panjang bentang yang lebih pendek diperoleh solusi yang lebih
menguntungkan.
3
- geometri kabel dan konfigurasi dari dek yang bersama-sama menentukan ragam
vibrasi lateral dan torsional, yang selanjutnya menentukan kepekaan gelepar (flutter
sensitivity) terhadap angin.
Dalam sejarah jembatan gantung, peningkatan panjang bentang tercerminkan oleh
peningkatan kemampuan para perencananya dalam menangani ke tiga butir perencanaan
di atas. Dalam perkembangan ini dapat dilihat adanya tiga generasi jembatan gantung
berturut-turut yang dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
Generasi Pertama
4
Generasi Kedua
5
konfigurasi kabel yang ada menghasilkan kekakuan torsional yang baik, yang
menghasilkan kepekaan gelepar yang rendah, berarti jembatan memiliki kecepatan angin
kritis yang tinggi.
Mengenai perilaku jembatan gantung dari Generasi Kedua terhadap gempa dapat
dikatakan, bahwa deknya yang relatif fleksibel akan mengalami getaran respons yang
relatif lemah oleh gerakan tanah; hanya pilonnya yang masih relatif kaku yang
mengalami getaran respons yang relatif kuat.
Dua buah contoh jembatan gantung dari Generasi Kedua adalah Jembatan Severn
(1966) dengan panjang bentang 988 meter dan tinggi dek 3,05 meter dan Jembatan
Humber (1981) dengan panjang bentang 1.410 meter dan tinggi dek 3,82 meter.
Untuk mencapai panjang bentang yang lebih besar, diperlukan tinggi penampang
dek yang lebih besar untuk menghasilkan kekakuan yang diperlukan, yang bertentangan
dengan syarat untuk mengusahakan berat sendiri dan pengaruh angin (desakan, hempasan
turbulen dan gaya pusaran) yang sekecil-kecilnya. Faktor-faktor yang saling berlawanan
inilah yang menyebabkan jembatan gantung dari Generasi Kedua tidak dapat mencapai
panjang bentang lebih dari sekitar 2.000 meter. Jembatan Great Belt-East (1998) dengan
panjang bentang 1.624 meter dan tinggi dek 4,35 meter merupakan suatu jembatan
gantung Generasi Kedua yang sudah hampir mencapai batas panjang bentang
maksimumnya (lihat Gambar 4 dan 5(b)).
Generasi Ketiga
6
Untuk membentangi jarak lebih dari 2.000 meter, suatu penyempurnaan lebih lanjut
dari Generasi Kedua perlu dilakukan, khususnya mengenai konfigurasi deknya. Untuk
mencapai berat sendiri dek yang kecil, tinggi dek harus diusahakan sekecil-kecilnya.
Mengingat dek yang rendah dengan penampang kotak hanya dapat menghasilkan
kekakuan torsional yang tinggi bila terdapat beberapa buah kotak, maka dibuatlah suatu
sistem dek multi-kotak dengan tinggi yang kecil. Dengan memberikan bentuk
aerodinamik yang baik pada masing-masing kotak tersebut, terciptalah bentuk-bentuk
yang menyerupai sayap pesawat terbang dan karenanya masing-masing kotak disebut
unsur sayap. Dengan demikian, desakan, hempasan turbulen dan gaya pusaran dapat
dibatasi. Suatu rasio yang baik antara frikuensi ragam torsional dan ragam lateral
menghasilkan kepekaan terhadap gelepar yang sangat rendah atau kecepatan angin kritis
yang sangat tinggi. Hal-hal di atas merupakan ciri-ciri jembatan gantung dari General
Ketiga.
Karena panjang bentang jembatan-jembatan gantung dari Generasi Ketiga relatif
sangat besar, maka pilonnya menjadi relatif sangat tinggi untuk mempertahankan rasio
yang baik antara tinggi busur (sag) dan bentang kabel utama. Dengan demikian, pilon-
pilon menjadi relatif sangat fleksibel, lebih-lebih deknya. Bila jembatan gantung dari
Generasi Ketiga ini mengalami gerakan tanah akibat gempa, maka yang mengalami
getaran respons yang kuat hanyalah pilon-pilonnya, yang karena kekakuannya yang
relatif kecil berperilaku sebagai isolator alas yang mencegah merambatnya gelombang
gempa lebih lanjut, sehingga deknya tetap relatif tenang.
Contoh pertama jembatan gantung dari Generasi Ketiga adalah Jembatan Selat
Messina (perencanaan oleh Stretto di Messina telah selesai tahun 1994). Panjang
bentangnya adalah 3.300 meter yang memikul lantai kendaraan 6 jalur terpisah, jalan
kereta rel lintasan ganda, jalur-jalur darurat dan pemeliharaan serta jalur-jalur tepi untuk
pejalan kaki. Penampang dek menunjukkan konsep triple-kotak, dengan masing-masing
kotak mempunyai bentuk aerodinamik yang sangat baik dengan tinggi dek hanya 3 meter.
Kotak yang tengah memikul lintasan ganda jalan kereta rel, sedangkan masing-masing
kotak samping memikul lantai kendaraan untuk 3 jalur dan jalur tepi untuk pejalan kaki.
Ketiga buah kotak tersebut dihubungkan yang satu dengan lainnya melalui balok-balok
melintang dengan tinggi tidak lebih dari 4,5 meter yang terdapat setiap 30 meter dengan
suatu ruang kosong di antara masing-masing kotak. Ruang-ruang kosong ini ditutup oleh
suatu kisi-kisi yang meloloskan angin, sehingga hal itu dapat mengurangi gaya angkat
dan momen aerodinamik. Di samping itu, ruang-ruang yang ditutup dengan kisi-kisi ini
juga dimanfaatkan sebagai jalur darurat dan pemeliharaan. Walaupun perencanaan
jembatan ini telah selesai tahun 1994, tetapi tidak diketahui kapan pelaksanaannya akan
dimulai (lihat Gambar 1(d) dan 5(c).
Contoh kedua jembatan gantung dari Generasi Ketiga adalah Jembatan Selat Bali,
suatu usulan BOT kepada Departemen Pekerjaan Umum (perencana Brown Beech &
Associates). Jembatan ini mempunyai panjang bentang 2.100 meter dan dalam tahapnya
yang terakhir akan memikul lantai kendaraan untuk 6 jalur terpisah. Jembatan-jembatan
ultra-panjang dari Generasi Ketiga lainnya yang saat ini sedang direncanakan adalah di
Jepang (Teluk Tokyo) dan di Venezuella (Maracaibo).
Panjang bentang maksimum yang dapat dicapai oleh jembatan gantung Generasi
24.50
7
4.35
Ketiga ini diperkirakan sekitar 5.000 meter, yang ditunjukkan oleh Jembatan Selat
Gibraltar. Pada jembatan ini dipakai sistem hibrida, dimana pilon-pilonnya dibuat dengan
sistem cable stayed. Walaupun rencana dasar jembatan ini yang dibuat oleh T.Y. Lin
International telah selesai tahun 1992, tetapi tidak diketahui kapan proses perencanaannya
akan dilanjutkan (lihat Gambar 1(c)).
4.50
3.00
dari jembatan gantung Generasi Ketiga memberikan berat sendiri yang relatif paling
ringan dengan kemampuan menghindari pengaruh aerodinamik angin yang relatif paling
baik. Dengan konfirgurasi dek seperti ditunjukkan dalam Gambar 5, masing-masing
generasi jembatan gantung menunjukkan karakteristik dinamik berupa frikuensi pertama
ragam torsional, frikuensi pertama ragam lateral dan kecepatan angin kritis yang
menimbulkan gejala gelepar seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.
Di dalam Tabel 3 rasio antara frikuensi pertama ragam torsional dan ragam lateral
merupakan indikator kepekaan jembatan terhadap gelepar. Rasio ini selalu harus lebih
besar dari 1 nilainya. Apabila rasio tersebut tepat sama dengan 1, maka ragam torsional
menjadi identik dengan ragam lateral dan timbullah instabilitas gelepar. Keadaan seperti
inilah yang telah terjadi pada Jembatan Tacoma Narrows Pertama dengan panjang
bentang 854 meter, yang telah runtuh akibat instabilitas gelepar pada tanggal 7
Nopember 1940 hanya empat bulan setelah dibuka, akibat angin dengan kecepatan hanya
70 km/jam (19 m/det) (lihat Gambar 6). Dari Tabel 3 dapat dilihat, bahwa jembatan
gantung dari Generasi Ketiga yang diwakili oleh Jembatan Selat Messina, menunjukkan
kecepatan angin kritis yang sangat tinggi, yaitu 90 m/det (324 km/jam). Berhubung di
Selat Messina angin dengan kecepatan 60 m/det (216 km/jam) merupakan angin dengan
periode ulang 2.000 tahun, maka dapat dikatakan angin dengan kecepatan kritis tersebut
tidak pernah akan terjadi. Hal ini berarti, bahwa Jembatan Selat Messina adalah bebas
gelepar.
(c) 8
bentang dek pertama pertama frikuensi angin
Nama Jembatan (m) ragam ragam pertama kritis
lateral torsional ragam (m/det)
(Hz) (Hz) torsional
dan
lateral
Generasi Pertama
Innoshima (Jepang) 770 rangka 0,178 0,374 2,10 66
Minami-Bisan Seto (Jepang) 1.100 rangka 0,126 0,324 2,57 80
Akashi Kaikyo (Jepang) 1.991 rangka 0,064 0,142 2,22 78
Generasi Kedua
Severn (Inggris) 988 kotak tunggal 0,143 0,374 2,62 65
Humber (Inggris) 1.410 kotak tunggal 0,100 0,280 2,80 60
Great Belt-East (Denmark) 1.624 kotak tunggal 0,099 0,272 2,75 70
Generasi Ketiga
Selat Bali (Indonesia) 2.100 multi kotak
Selat Sunda (Indonesia) >3.000 multi kotak
Selat Messina (Italia) 3.300 multi kotak 0,060 0,080 1,33 90
Selat Gibraltar (Spanyol/ 5.000 multi kotak
Maroko)
9
Secara umum dapat dikatakan, bahwa jembatan gantung sangat tahan terhadap
pengaruh gempa. Hal ini telah dibuktikan oleh Jembatan Akashi Kaikyo, ketika pada
tahap pelaksanaan yang sudah lanjut dilanda gempa yang sangat kuat, yaitu Gempa Kobe
pada tanggal 17 Januari 1995 dengan magnitude 7,2 menurut Skala Richter dan dengan
pusat gempa dekat dari lokasi jembatan. Akibat gempa ini pilon kedua dan blok jangkar
yang terdekat dari pilon itu bersama-sama bergeser sekitar 1 meter menjauhi pilon yang
pertama. Pada saat yang sama pilon pertama naik setinggi 0,2 meter, sedangkan pilon
kedua turun sedalam 0,3 meter. Ternyata akibat perubahan-perubahan tersebut jembatan
hanya mengalami sedikit kerusakan pada salah satu blok jangkarnya, sedangkan pada
struktur jembatannya sendiri sama sekali tidak terjadi sesuatu kerusakan. Perpindahan
pilon yang saling menjauhi inilah yang menyebabkan panjang bentang yang tadinya
(dalam rencana) 1.990 meter, sekarang dengan resmi dinyatakan 1.991 meter.
Kegempaan yang kuat dari Selat Sunda merupakan salah satu alasan mengapa dipilih
jembatan gantung dan bukan terowongan di bawah dasar laut sebagai sarana
penyeberangan.
Dari uraian di atas jelaslah, bahwa dalam merencanakan jembatan gantung baru
untuk menyeberangi suatu selat, konsep Generasi Pertama dengan memakai gelegar
rangka pengaku dan konsep Generasi Kedua dengan memakai sistem dek berupa kotak
tunggal seyogyanya tidak ditinjau lagi, kecuali untuk jembatan-jembatan gantung
berbentang pendek (sampai beberapa ratus meter) yang tidak memerlukan kecanggihan
yang tinggi. Untuk membentangi Selat Sunda dengan palung-palung lautnya yang lebar
dan dalam, dengan sendirinya harus dipilih jembatan gantung dari Generasi Ketiga.
3. PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Jembatan-jembatan gantung yang sudah ada di Indonesia dan yang masih dalam
tahap pelaksanaan, mempunyai panjang bentang beberapa ratus meter saja, belum
melampaui 1.000 meter. Di dalam Tabel 4 ditunjukkan jembatan-jembatan gantung
tersebut, dimana terlihat bahwa tiga jembatan gantung yang pertama, yaitu Jembatan
Sungai Membramo (235 meter), Jembatan Sungai Barito (240 meter) dan Jembatan
Sungai Mahakam II (270 meter) adalah masih dari Generasi Pertama. Hal ini adalah
mengingat bentangnya yang relatif masih pendek (beberapa ratus meter) dan
pelaksanaannya yang lebih mudah untuk lokasi-lokasinya yang terpencil.
(a) (b)
10
(c) (d)
Gambar 7. Jembatan-jembatan gantung di Indonesia, (a) Jembatan S. Membramo (235 m), (b) Jembatan
S. Barito (240 m), (c) Jembatan S. Mahakam II (270 m) dan (d) Jembatan S. Batam-Tonton
(350 m, cable-stayed).
Jembatan antara Pulau Batam dan Pulau Tonton, salah satu dari enam jembatan
Barelang, sebenarnya bukan jembatan gantung, tetapi jembatan cable-stayed. Untuk
jembatan jenis ini panjang bentang 350 meter termasuk cukup panjang. Dengan deknya
yang berupa kotak tunggal dengan bentuk aerodinamik, konsepnya adalah setara dengan
konsep jembatan gantung Generasi Kedua.
Jembatan Selat Bali dengan panjang bentang 2.100 meter, seperti sudah dikatakan
di muka, masih merupakan usulan BOT kepada Departemen Pekerjaan Umum,
sedangkan Jembatan Selat Sunda dengan panjang bentang lebih dari 3.000 meter (lihat
Gambar 8) baru akan dimulai studi kelayakan dan rencana dasarnya. Keduanya termasuk
dalam jembatan Tri Nusa Bima Sakti, dan akan direncanakan menurut konsep teknologi
jembatan gantung mutakhir, yaitu konsep Generasi Ketiga.
11
Gambar 8. Jembatan Selat Sunda (impresi artis) dengan konsep Generasi Ketiga.
12