Diabetes Akut Managemen
Diabetes Akut Managemen
Faktor pencetus
Infeksi merupakan faktor pencetus umum di DKA dan HHS , dengan yang
paling umum pneumonia sedang dan infeksi saluran kemih . Faktor
pencetus lainnya termasuk kelalaian insulin atau terapi insulin tidak
memadai , pankreatitis , infark miokard , stroke , dan obat-obatan . Hingga
20 % pasien dapat datang ke gawat darurat dengan baik DKA atau HHS
tanpa diagnosis sebelumnya diabetes.1 , 12
diagnosa
Sejarah pasien
Riwayat pasien biasanya meliputi poliuria , polidipsia , penurunan berat
badan ( jika kekurangan insulin hadir cukup lama ) , penglihatan kabur ,
muntah , dehidrasi , lemah , sakit perut , dan mental perubahan status.
Pasien sering melaporkan minum sejumlah besar cairan , mencoba untuk
memuaskan dahaga mereka. Urgensi buang air kecil bahkan dapat
menyebabkan inkontinensia . Beberapa pasien membingungkan muntah
dan keseluruhan perasaan sakit sebagai memiliki flu.1 , 13
Temuan fisik
Hiperglikemia hadir dalam DKA pada tingkat glukosa serum lebih besar
dari 250 mg / dL , namun tingkat dapat bervariasi pada presentasi . PH
arteri kurang dari 7,3 , dan tingkat bikarbonat serum kurang dari 15 mEq /
L. Pasien dengan DKA parah biasanya memiliki tingkat bikarbonat kurang
dari 10 mEq / L dan / atau pH kurang dari 7.0 dan diubah status.12 jiwa
pengobatan
Gambar 1 :
Protokol untuk pengelolaan pasien dewasa dengan DKA atau HHS . DKA
kriteria diagnostik : glukosa darah , 250 mg / dL; pH arteri , 7.3 , bikarbonat
, 15 mEq / L , dan ketonuria moderat atau ketonemia . HHS kriteria
diagnostik : glukosa serum , > 600 mg / dL; pH arteri , > 7,3 , bikarbonat
serum , > 15 mEq / L , dan minimal ketonuria dan ketonemia .
Tujuan 1: Rehydrate
Resolusi DKA dianggap telah terjadi ketika tingkat glukosa darah kurang
dari 200 mg / dL , dan 2 dari kriteria berikut terpenuhi : tingkat bikarbonat
serum 15 mEq / L atau lebih , pH vena lebih besar dari 7,3 , dan / atau
anion gap dari 12 mEq / L atau kurang . Resolusi HHS telah terjadi ketika
osmolalitas normal dan status mental pasien kembali ke baseline . Sampai
titik ini , pasien telah diambil tidak melalui mulut ( NPO ) atau baru saja
dimulai cairan bening . Pada saat ini , pasien dapat dialihkan ke insulin
subkutan . Untuk mencegah terulangnya hiperglikemia dan ketoasidosis ,
dokter wajib mengadministrasikan subkutan insulin 2 jam sebelum
penghentian infus insulin . Basal - bolus rejimen insulin subkutan yang
optimal , karena mereka lebih dekat perkiraan fisiologi normal, terutama
untuk pasien dengan diabetes tipe 1 . Rejimen ini akan memberikan insulin
prandial pasien yang dibutuhkan untuk nutrisi oral. Pasien dengan diabetes
diketahui bisa melanjutkan rumah mereka regimen insulin jika kadar
glukosa mereka berada di bawah kontrol sebelum krisis . Untuk pasien
dengan diabetes yang baru didiagnosa , rejimen basal - bolus harus
dimulai pada 0,5-0,8 unit / kg per day.1
Studi Kasus
A.S. adalah seorang pria kulit putih 48 tahun dengan riwayat diabetes tipe
2 dari durasi 10 tahun . Dia telah diperlukan insulin selama 6 tahun . A.S.
digunakan sebagai sopir truk . Majikannya menemukan dia tidak responsif
di belakang truk . Rumah sakit terdekat adalah 2 jam lagi . Majikannya
mengantarnya ke gawat darurat rumah sakit terdekat .
Tabel 3 :
Tabel 4 :
1 . Apa jenis diabetes lakukan A.S. miliki? Apakah jenis khas diabetes
untuk DKA ?
5 . Pada apa kerangka waktu adalah tingkat glukosa jatuh lebih dari 50
sampai 75 mg / dL per jam ?
hipoglikemia
Patofisiologi di Diabetes
Hipoglikemia iatrogenik pada orang dengan diabetes hasil dari " ... interaksi
terapeutik kelebihan insulin relatif atau absolut dan pertahanan
kompromistis terhadap konsentrasi glukosa plasma jatuh . " 7 ( p53 )
Pasien yang diobati dengan obat yang menurunkan glukosa plasma ,
termasuk insulin , sulfonilurea ( misalnya , glyburide , Glipizide , atau
glimepiride ) , dan glinides ( misalnya , nateglinide dan repaglinida ) ,
beresiko iatrogenik hypoglycemia.7
Pada diabetes tipe 1 dan diabetes lama tipe 2 , semua pertahanan yang
baru saja dijelaskan terganggu . Pada pasien dengan sepenuhnya
dikembangkan diabetes tipe 1 , tingkat insulin yang beredar tidak
berkurang plasma kadar glukosa menurun, dan [ alpha ] respon glukagon -
sel yang hilang sebagai akibat dari tidak adanya [ beta ] sinyal sel . Dari
catatan , glukagon merangsang pelepasan glukosa dari hati . Dengan tidak
adanya ini 2 pertahanan , pasien ini tergantung pada pertahanan, sekresi
epinefrin ketiga. Namun, respon epinefrin sering berkurang , yang
menyebabkan counterregulation glukosa yang rusak dan meningkatkan
risiko hipoglikemia berat . Tambahkan respon saraf berkurang bersimpati
dengan situasi ini dan hipoglikemia terjadi kemudian , yang merupakan
penurunan atau hilangnya tanda-tanda peringatan hipoglikemia . Sekarang
pasien telah kehilangan pertahanan perilaku menelan karbohidrat dengan
glukosa plasma jatuh level.14
Faktor Risiko
pengobatan
hipoglikemia Ringkasan
Pada pasien sakit kritis , beberapa faktor risiko ada yang dapat
menyebabkan hipoglikemia . Oleh karena itu , kontrol glikemik intensif tidak
dianjurkan . Kesadaran faktor risiko , bersama dengan penilaian klinis ,
adalah penting dalam mencegah hipoglikemia . Dalam hal hipoglikemia ,
akses ke protokol pengobatan hipoglikemik perawat dilaksanakan
dianjurkan untuk mencegah membahayakan pasien .
kesimpulan
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa Darah
a. Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b. pH rendah (6,8 -7,3)
c. PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
d. HCO3 turun (<15 mEg/L)
e. Keton serum positif, BUN naik
f. Kreatinin naik
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
2. Elektrolit
a. Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
b. Fosfor lebih sering menurun
3. Urinalisa
a. Leukosit dalam urin
b. Glukosa dalam urin
4. EKG gelombang T naik
5. MRI atau CT-scan
6. Foto Toraks
F. Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat,
KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1. Penilaian klinik awal
a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi),
derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
b. Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria,
ketonuria dan analisis gas darah.
Reusitasi :
a. Pertahankan jalan nafas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari
aspirasi lambung.
2. Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balance cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
3. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4. Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.
Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan
evaluasi kecepatan hidrasi.
f. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.
5. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi
di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6. Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia,
Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum
< 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam,
atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
7. Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin
belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2
tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila
tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS),
terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan
ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita,
pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan.
Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
9. Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai
diet per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1) Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3,
bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2) Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.
3) Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4) Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit
sesudah makan utama berakhir.
G. Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang
tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit
serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1
agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan
yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
2. Menghindari stress.
3. Menghindari puasa berkepanjangan.
4. Mencegah dehidrasi.
5. Mengobati infeksi secara adekuat.
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
4. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada
pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat
serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini
merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu, terganggunya saraf otonom yang tidak
berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak
dan lekas lelah.
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar
glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat
menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan
kejang – kejang.
6. Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami.
Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya
diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35-40 tahun.
Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan
hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam kandung seni
(ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan.
Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-
obatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya.
Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya
kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan
menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau
demikian diabetes melitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh
tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-
4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang
berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetes juga
lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan
yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal keotak untuk menambah
tekanan darah.
Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa komplikasi yang
mungkin timbul.
1. Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah
ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya
perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit
penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes melitus lebih
mudah terserang infeksi.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I)
tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b. Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa
keluhan Poliuria, Poliphagi,lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan
kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau
retinophati serta penyakit pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama
dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler
serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
d. Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan
(herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil
(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
e. Status metabolik : Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-
penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-
obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.
f. Pemeriksaan Fisik :
1) Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
2) Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
3) Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
4) Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
5) Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat
berdiri).
6) Sistem gastrointestinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
7) Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
8) Sistem penglihatan (penglihatan kabur).
g. Pengkajian gawat darurat :
1) Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan nafas.
2) Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
3) Circulation: kaji nadi, capillary refill.
h. Aktivitas / Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma.
i. Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda: Perubahan tekanan
darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena
jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
j. Integritas/ Ego
Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
k. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau
busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare).
l. Nutrisi/Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan
gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
m. Neurosensori
Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi,
gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma).
n. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi,
tampak sangat berhati-hati.
o. Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat.
p. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
q. Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.
r. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat,
penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,
pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual. Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batas normal.
2) Pulse perifer dapat teraba.
3) Turgor kulit dan capillary refill baik.
4) Keseimbangan urin output.
5) Kadar elektrolit normal
Intervensi Rasional
Kalium
Intervensi Rasional
Berikan Bikarbonat.
Pasang selang NG dan lakukan penghisapan.
4. Implementasi
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan