Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN FIELD LAB

ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA


SAKIT (MTBS)
DI PUSKESMAS KALIJAMBE SRAGEN

KELOMPOK B3
Akhlis Mufid Auliya G0014016
Amalina Yasserli Amraini G0014024
Banatidika Ikrarida Dzakiyyah G0014054
Dinnar Pridea Rizky G0014074
Firdaus Mauliaditya W. A G0014102
Gustafat Abdur Rahman G0014110
Lastry Wardani G0014136
Mochammad Rizal Hermawan P G0014158
Nadira Rachmianti Hartanto G0014174
Rindu Permata Putri G0014200
Sola Sacra Providentia G0014224
Tuti Ratnasari G0014232
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kegiatan Field Lab Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang
dilaksanakan di Puskesmas Kalijambe, Sragen pada hari Rabu, 3 Mei 2017 ini telah
disetujui oleh instruktur Field Lab di lapangan untuk memenuhi salah satu tugas Field
Lab MTBS.

Surakarta, 3 Mei 2017


Mengetahui,
Kepala Puskesmas Kalijambe, Sragen

NIP.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum mencapai
usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh 5 penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria, campak, dan
malnutrisi. Seringkali beberapa penyakit tersebut terjadi dalam waktu bersamaan
(Soenarto, 2009). Pada tahun 2005, dilaporkan terdapat 10,8 juta kematian balita di
negara berkembang akibat 5 penyakit diatas. Hal ini dapat disebabkan karena
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan.
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal,
diantaranya karena kurangnya keterampilan petugas kesehatan, kurang memadainya
sistem kesehatan dan praktek di keluarga serta di komunitas. Integrasi dari ketiga
faktor tersebut sangat diperlukan demi tercapainya peningkatan derajat kesehatan
anak. Menurut Soenarto, perbaikan kesehatan anak dapat dicapai melalui beberapa
hal:
1. Memperbaiki manajemen kasus anak sakit
2. Memperbaiki asupan gizi anak
3. Memberikan imunisasi lengkap
4. Mencegah trauma
5. Mencegah penyakit lain
6. Memperbaiki dukungan psikososial
Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara berkembang
seperti Indonesia telah berlangsung lama. Program ini berupa program intervensi
secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi secara vertical ini
antara lain program pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
program pemberantasan penyakit diare, program pemberantasan penyakit malaria,
dan penanggulangan kekurangan gizi. Program ini dapat menimbulkan masalah
kehilangan peluang dan putus obat pada pasien yang menderita penyakit lain selain
penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama.
Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi tersebut, pada
tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket yang memadukan
pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan intervensi tersebut menjadi
satu paket yang disebut Integrated Management of Chilhood Ilness (IMCI) atau
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS yang sudah dikembangkan WHO
di negara-negara Afrika dan India, telah berhasil memberikan keterampilan terhadap
tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan dasar.
MTBS merupakan suatu manajemen yang dilakukan melalui pendekatan
terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang ke sarana pelayanan kesehatan
(Wijaya, 2009). Kegiatan MTBS merupakan upaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian balita sekaligus meningkatkan kualitas pelayangan kesehatan.
Penilaian balita sakit dengan MTBS terdiri dari klasifikasi penyakit, identifikasi
tindakan, pengobatan, perawatan di rumah, dan konseling. Sasaran MTBS adalah
anak umur 0-5 tahun. Umur ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok usia 1
hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2011).
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,
namun belum seluruh Puskesmas menerapkan MTBS karena berbagai sebab yaitu:
belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmas yang sudah terlatih MTBS, sudah ada
tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya
komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dan lain sebagainya. Menurut data laporan rutin
Dinas Kesehatan dari seluruh provinsi Indonesia melalui Pertemuan Nasional
Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS
hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan
MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai
MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut
(Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2009).
Pelaksanaan MTBS tidak lepas dari peran petugas kesehatan. Dokter sebagai
salah satu petugas kesehatan perlu menguasai pengetahuan serta keterampilan dalam
penerapan MTBS agar tercapai keberhasilan MTBS. Hal tersebut yang mendasari
pentingnya mahasiswa FK UNS untuk mempelajari pelaksanaan MTBS di Puskesmas
sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran pada topoik keterampilan MTBS ini
adalah diharapkan mahasiswa:
1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman
MTBS.
2. Mampu menentukan klasifikasi masalah balita sakit dengan menggunakan
pedoman MTBS.
3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan
WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta.
4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita
sakit pada pedoman MTBS.
5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit berdasarkan pedoman
MTBS berupa perawatan di rumah dan pemberian nasehat berupa kapan
kembali untuk tindak lanjut.
BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Kegiatan Pra-Lapangan
Sebelum melaksanakan kegiatan di lapangan, pada hari Jumat, 24 Februari
2017 mahasiswa terlebih dahulu mengikuti kuliah pengantar yang diberikan oleh
bagian Field Lab FK UNS. Kemudian dilanjutkan pada Rabu, 1 Maret 2017
mahasiswa mengikuti kegiatan pre-test tertulis yang diberikan oleh bagian Field
Lab FK UNS. Pre-test ini dilaksanakan untuk menguji seberapa jauh materi yang
telah dipahami oleh mahasiswa sedangkan kuliah pengantar ini bertujuan untuk
memberikan teori mengenai pengetahuan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).

B. Koordinasi dengan Puskesmas Kalijambe (Rabu,15 Maret 2017)


Sehari sebelum melakukan koordinasi, kami menghubungi Kepala Puskesmas
Kalijambe, dr. Lukman Hakim untuk membuat janji bertemu dikeesokan harinya
dan kapuskes menyarankan agar kami datang dengan anggota kelompok yang
lengkap. Pada hari koordinasi, kami tiba di puskesmas kalijambe sekitar pukul
7.30, kemudian kami langsung diarahkan menuju aula puskesmas di lantai 2.
Disana kami melakukan perkenalan dengan kepala puskesmas dan instruktur
lapangan dr. Dwi Cahyanti, menyerahkan berkas kelengkapan Field Lab, serta
pembekalan singkat mengenai teknis kegiatan yang akan dilakukan pertemuan
selanjutnya. Untuk pertemuan selanjutnya kami diminta datang pukul 7.30 dan
mengikuti apel pagi.

C. Kegiatan Lapangan Hari Pertama (Rabu, 22 Maret 2017)


Kegiatan lapangan hari pertama dilaksanakan hari Rabu tanggal 22 Maret
2017. Kami berangkat sekitar pukul 06.30 WIB dan sampai di Puskesmas sekitar
pukul 07.20 WIB. Setiba di puskemas, kami menuju lokasi apel di depan
puskesmas kalijambe. Kami mengikuti apel bersama pegawai-pegawai
puskesmas. Setelah itu kami masuk ke aula puskesmas dan melakukan latihan
soal mengenai kasus yang sering ditemukan pada MTBS.
Kami diberikan form mengenai MTBS dan kami diajarkan cara
menggunakan form MTBS. Materi ini berikan oleh dr. Dwi Cahyanti selaku
instruktur lapangan dan petugas yang bertugas di poli Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA). Setelah pembekalan materi, kami berdiskusi mengenai teknis pelaksanaan
MTBS untuk pertemuan selanjutnya. Pada pertemuan selanjutnya kami dibagi
menjadi 6 kelompok, yang masing-masing berisi 2 orang.

D. Kegiatan Lapangan Hari Kedua (Rabu, 19 April 2017)


Pada pertemuan kedua (Rabu, 19 April 2017), kami berangkat sekitar
pukul 06.30 WIB dan sampai di Puskesmas sekitar pukul 07.20 WIB. Setiba di
puskemas, kami menuju lokasi apel. Kami mengikuti apel bersama pegawai-
pegawai puskesmas. Setelah itu kami masuk ke ruang KIA, sembari menunggu
pasien yang datang, kami mempelajari form MTBS dan buku panduan MTBS.
Ketika pasien datang, maka 1 kelompok menganamnesis dan mengisi form
MTBS sesuai dengan keluhan pasie dan kemudian bergantian dengan kelompok
selanjutnya.

E. Kegiatan Lapangan Hari Ketiga (Rabu, 3 Mei 2017)


Pada pertemuan terakhir ini, kami melakukan presentasi laporan
mengenai kasus yang kami dapatkan pada pertemuan sebelumnya. Kami juga
menerima segala kritik atau saran dari Kepala Puskesmas Kalijambe atas laporan
yang telah kami buat. Setelah selesai presentasi kami berpamitan dengan seluruh
pegawai puskesmas yang telah berbaik hati menerima kami selama kegiatan ini.
BAB III

PEMBAHASAN

A. KASUS 1:

Anak L usia 37 bulan datang dengan demam sejak sehari yang lalu.

1. Tanda bahaya umum :


a) Riwayat kejang : disangkal.
b) Anak masih mau minum.
c) Letargis : negatif.
d) Riwayat muntah : negatif

2. Data pemeriksaan tanda vital :


a. Berat badan : 11,1 kg
b. Suhu : 39 oC.

3. Data pemeriksaan fisik :


a. Kesadaran : Compos mentis (tidak letargis).
b. Tarikan dinding dada : positive.

4. Status Gizi : baik

5. Imunisasi yang diberikan : lengkap


a. 0 bulan : Hepatitis
b. 1 bulan : BCG dan Polio 1
c. 2 bulan : DPT/ Hb 1 dan Polio 2
d. 4 bulan : DPT/Hb 2 dan Polio 3
e. 6 bulan : DPT/ Hb 3 dan polio 4
f. 9 bulan : campak

Dari data dan anamnesis di atas, diketahui pasien mengalami


demam sejak sehari yang lalu dengan tanpa pilek atau menderita campak
dalam 3 bulan terakhir serta tanpa risiko malaria.

Dari keseluruhan hasil pemeriksaan, anak L diduga menderita


demam bukan DBD.

Menurut pedoman MTBS, penanganan pasien yang harusnya diberikan


adalah

1. Beri parasetamol dosis ¼ tablet 500mg atau 1 tablet 100 mg atau 5 ml


(1 sendok takar) sirup 120 mg/5 ml.

2. Rujuk jika demam terjadi setiap hari selama 7 hari.

3. Kunjungan ulang setiap dua hari jika tetap demam.

B. KASUS 2 :

Anak AA usia 14 bulan datang dengan keluhan demam dan batuk selama
2 hari. Tidak terdapat keluhan sukar bernapas maupun diare.
1. Tidak terdapat tanda bahaya umum

2. Data pemeriksaan tanda vital :


a. Respiratory rate : 32x / menit.
b. Suhu : 37,6oC.

3. Status Gizi : baik

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami demam dan batuk


sejak 2 hari yang lalu tidak disertai sukar bernapas maupun diare.

Menurut alur MTBS mula – mula kita harus memeriksa/ mencari


adanya tanda bahaya umum untuk menentukan apakah anak dapat
dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat atau tidak.
Setelah dilakukan pemeriksaan pada anak dan alloanamnesa terhadap ibu
tidak ditemukan tanda bahaya umum pada anak, sehingga anak tidak bisa
dimasukkan ke dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat.

Sesuai dengan form isian MTBS kami kemudian menggali riwayat


sesak nafas, diare, dan demam anak. Pendekatan MTBS ini dimulai dari
anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan frekuensi napas
pasien (respiratory rate/ RR). Hasil anamnesis menyebutkan bahwa anak
telah batuk demam sejak 2 hari lalu tanpa gangguan napas. Setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan RR 32 kali per menit (normal < 40 kali
permenit, tidak ada napas cepat), tidak ditemukan adanya tarikan dinding
dada serta tidak ada stridor. Anak tidak mengalami diare. Didapatkan
demam dengan suhu 37,6oC tanpa adanya tanda-tanda DBD, campak
maupun malaria. Tidak terdapat gangguan pada telinga.

Dari keseluruhan hasil pemeriksaan, anak diduga menderita batuk


bukan pneumonia karena pasien mengalami batuk tetapi tidak ada tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan tidak ada napas cepat
serta demam bukan malaria.

Kemudian pasien tersebut diberikan terapi farmakologis berupa


paracetamol ½ tablet dosis dewasa atau 250 mg 3x sehari selama 2 hari
serta cotrimoxazole 1 tablet dosis dewasa 2x sehari selama 5 hari. Selain
terapi farmakologis juga ibu harus diberikan edukasi mengenai kapan harus
kembali (jika batuk memberat atau tidak sembuh lebih dari 3 minggu) serta
kunjungan ulang.

C. KASUS 3

Anak A usia 7 bulan datang dengan keluhan demam, batuk, dan pilek.
Tidak terdapat keluhan sukar bernapas maupun diare.
1. Tidak terdapat tanda bahaya umum

2. Data pemeriksaan tanda vital :


a. Respiratory rate : 30x / menit.
b. Suhu : 37,3oC.

3. Status Gizi : baik

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami demam sejak 2 hari


yang lalu serta batuk sejak 3 hari yang lalu tidak disertai sukar bernapas
maupun diare.

Menurut alur MTBS mula – mula kita harus memeriksa/ mencari


adanya tanda bahaya umum untuk menentukan apakah anak dapat
dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat atau tidak.
Setelah dilakukan pemeriksaan pada anak dan alloanamnesa terhadap ibu
tidak ditemukan tanda bahaya umum pada anak, sehingga anak tidak bisa
dimasukkan ke dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat.

Sesuai dengan form isian MTBS kami kemudian menggali riwayat


sesak nafas, diare, dan demam anak. Pendekatan MTBS ini dimulai dari
anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan frekuensi napas
pasien (respiratory rate/ RR). Hasil anamnesis menyebutkan bahwa anak
telah batuk sejak 3 hari lalu tanpa gangguan napas dan demam sejak 2 hari
lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan RR 30 kali per menit
(normal < 40 kali permenit, tidak ada napas cepat), tidak ditemukan adanya
tarikan dinding dada serta tidak ada stridor. Anak tidak mengalami diare.
Didapatkan demam dengan suhu 37,3oC tanpa adanya tanda-tanda DBD,
campak maupun malaria. Tidak terdapat gangguan pada telinga.

Dari keseluruhan hasil pemeriksaan, anak diduga menderita batuk


bukan pneumonia karena pasien mengalami batuk tetapi tidak ada tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan tidak ada napas cepat
serta demam mungkin bukan DBD.

Kemudian pasien tersebut diberikan terapi farmakologis berupa


paracetamol ½ tablet dosis dewasa atau 250 mg 3x sehari selama 2 hari
serta cotrimoxazole 1 tablet dosis dewasa 2x sehari selama 5 hari. Selain
terapi farmakologis juga ibu harus diberikan edukasi mengenai kapan harus
kembali (jika batuk memberat atau tidak sembuh lebih dari 3 minggu) serta
kunjungan ulang setelah 5 hari batuk tidak membaik dan setelah 2 hari
demam tidak turun.

D. KASUS 4

Anak N Usia 2,5 tahun datang dengan keluhan panas batuk pilek
selama 2 hari. Batuk hingga muntah. Pasien juga mengeluh demam, serta
penurunan nafsu makan.

1. Tanda bahaya umum :


a.Riwayat kejang : disangkal.

b.Anak masih mau minum.

c.Letargis : negatif.

d.Riwayat muntah : negatif.

2. Data pemeriksaan tanda vital :

a.Respiratory rate : 25x / menit.

b.Suhu : 39,8oC.

3. Data pemeriksaan fisik :

a.Kesadaran : Compos mentis (tidak letargis).

b.Tarikan dinding dada : negatif.

4. Status Gizi : baik

5. Imunisasi yang diberikan : lengkap

a. 0 bulan : Hepatitis

b. 1 bulan : BCG dan Polio 1

c. 2 bulan : DPT/ Hb 1 dan Polio 2

d. 4 bulan : DPT/Hb 2 dan Polio 3

e. 6 bulan : DPT/ Hb 3 dan polio 4

f. 9 bulan : campak
Dari data diatas, diketahui pasien mengalami batuk dan pilek sejak
2 hari yang lalu disertai demam.

Menurut alur MTBS mula – mula kita harus memeriksa/ mencari


adanya tanda bahaya umum untuk menentukan apakah anak dapat
dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat atau tidak.
Tanda bahaya umum ini dapat dilihat dari kondisi anak antara lain; apakah
anak masih mau minum /menyusu, apakah ada riwayat atau tanda kejang,
apakah anak selalu memuntahkan semuanya, dan apakah anak tampak
letargis atau tidak sadar.

Sesuai dengan form isian MTBS kami kemudian menggali riwayat


sesak nafas, diare, dan demam anak. Hal ini bertujuan mencari tanda untuk
mengklasifikasikan anak apakah dapat dimasukkan ke klasifikasi merah
pneumonia berat, ataukah kuning pneumonia, ataukah hijau batuk bukan
pneumonia. Pendekatan MTBS ini dimulai dari anamnesis yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan frekuensi napas pasien (respiratory rate/
RR). Dari anamnesis diketahui pasien mengalami batuk dan pilek sejak 2
hari yang lalu disertai demam. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan
RR 25 kali per menit. Menurut panduan MTBS jika pada pemeriksaan
napas pertama didapatkan hasil napas cepat ( pada kasus ini karena usia
pasien antara 12 bulan - < 5 tahun, napas cepat terjadi saat RRnya lebih
dari 40 kali permenit), pemeriksaan napas harus diulang satu kali lagi dan
jika hasilnya tetap termasuk kategori napas cepat, baru kita bisa
mengkategorikannya sebagai napas cepat. Pada pasien ini setelah diulang
lagi ternyata hasilnya tetap lebih dari 25 kali permenit sehingga pernapasan
anak dikategorikan normal. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan suhu tubuh
dan denyut jantung (heart rate/HR). Pada pemeriksaan ini didapatkan suhu
tubuh pasien 39,8oC (demam).
Dari keseluruhan hasil pemeriksaan, anak N di duga menderita
batuk bukan pneumonia yang termasuk dalam klasifikasi hijau karena
menurut panduan MTBS, batuk tetapi tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam (TDDK) dan tidak ada napas cepat.

Menurut pedoman MTBS, anak yang diklasifikasikan menderita


batuk tanpa pneumonia bisa dirawat di rumah tanpa antibiotik (jangan
berikan antibiotik kepada anak dengan batuk atau pilek tanpa tanda-tanda
pneumonia). Kemudian beri pereda tenggorokan dan pereda batuk yang
aman misalnya Glycerin Guaiacolat (GG) 3x sehari selama 3 hari. Selain
terapi farmakologis juga ibu harus diberikan edukasi mengenai kapan harus
kembali serta kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan.
Setelah itu pendekatan MTBS diakhiri dengan konseling kepada ibu pasien
untuk lebih memperhatikan kesehatan dan asupan gizi pasien sesuai dengan
“Anjuran Makan Untuk Anak Sehat Maupun Sakit‟.

E. KASUS 5

Ananda R Usia 4 tahun dengan berat badan 12,8 kg datang dengan


keluhan batuk, pilek, diare selama 1 hari.

1. Tanda bahaya umum :


a) Riwayat kejang : disangkal.
b) Anak masih mau minum.
c) Letargis : negatif.
d) Riwayat muntah : negatif

2. Data pemeriksaan tanda vital :


a. Respiratory rate : 35x / menit.
b. Suhu : 38,6oC.
3. Data pemeriksaan fisik :
a. Kesadaran : Compos mentis (tidak letargis).
b. Tarikan dinding dada : negatif
4. Status Gizi : baik
5. Imunisasi yang diberikan : lengkap
a. 0 bulan : Hepatitis
b. 1 bulan : BCG dan Polio 1
c. 2 bulan : DPT/ Hb 1 dan Polio 2
d. 4 bulan : DPT/Hb 2 dan Polio 3
e. 6 bulan : DPT/ Hb 3 dan polio 4
f. 9 bulan : campak

Menurut alur MTBS mula – mula kita menanyakan identitas


pasien (Rama, Usia 4 tahun), menimbang berat badan (12,8 kg), mengukur
suhu tubuh (38,6 °C) dan menanyakan keluhannya (batuk, pilek, diare).
Setelah mendapatkan keluhan dilanjutkan dengan memeriksa/ mencari
adanya tanda bahaya umum untuk menentukan apakah anak dapat
dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat atau
tidak. Tanda bahaya umum ini dapat dilihat dari kondisi anak antara lain;
apakah anak masih mau minum /menyusu, apakah ada riwayat atau tanda
kejang, apakah anak selalu memuntahkan semuanya, dan apakah anak
tampak letargis atau tidak sadar. Setelah dilakukan pemeriksaan pada anak
dan alloanamnesa terhadap ibu ditemukan bahwa anak tidak pernah
mengalami tanda tanda bahaya yang seperti disebutkan diatas.

Sesuai dengan form isian MTBS kami kemudian menggali riwayat


sesak nafas, diare, dan demam anak. Dimulai dengan menggali riwayat
batuk. Hal ini bertujuan mencari tanda untuk mengklasifikasikan anak
apakah dapat dimasukkan ke klasifikasi merah pneumonia berat, ataukah
kuning pneumonia, ataukah hijau batuk bukan pneumonia. Pendekatan
MTBS ini dimulai dari anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan frekuensi napas pasien (respiratory rate/ RR). Dari
anamnesis diketahui pasien mengalami batuk dan pilek sejak 1 hari yang
lalu disertai demam. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan RR 35
kali per menit. Menurut panduan MTBS jika pada pemeriksaan napas
pertama didapatkan hasil frekuensi napas normal ( klasifikasi nafas cepat
pada usia 12 bulan - < 5 tahun jika RRnya lebih dari 40 kali permenit).
Tidak ditemukan tarikan dinding dada maupun stridor. Klasifikasi yang
kami berikan adalah Batuk: Bukan Pneumonia karena tidak ada tanda-
tanda pneumonia atau penyakit sangat berat. Dan tindakan yang diberikan
adalah

 Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman

 Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan

Selanjutnya menggali riwayat diare pasien. Pasien diketahui sudah


mengalami diare sejak 1 hari yang lalu. Warna tinja kuning tidak
didapatkan darah dalam tinja. Keadaan umum anak aktif, tidak letargis
dan tidak gelisah maupun rewel. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi seperti
mata cekung, anak masih bisa minum, cubit kulit perut kembali dengan
cepat (< 2 detik). Klasifikasi yang kami berikan adalah Diare Tanpa
Dehidrasi tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare
dehidrasi berat atau ringan/sedang. Tindakan yang kami berikan adalah

 Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi A yaitu beri


cairan tambahan sebanyak anak mau dan beri 1 tablet zinc
selama 10 hari. Dan tetap lanjutkan pemberian makan.

 Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan


Selanjutnya menggali riwayat demam. Suhu anak saat pemeriksaan
awal adalah 38,6 °C. Puskesmas Kalijambe merupakan daerah tanpa risiko
malaria, dan anak tidak dibawa berkunjung keluar daerah yang berisiko
rendah atau tinggi malaria. Anak sudah demam selama 3 hari dan anak
tidak menderita campak dalam 3 bulan terakhir. tidak ditemukan kaku
kuduk, pilek, ataupun tanda-tanda campak seperti ruam kemerahan di kulit
menyeluruh DAN salah satu dari batuk, pilek, atau mata merah. klasifikasi
yang kami berikan adalah Demam: bukan Malaria karena tidak ada
tanda bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk. Tindakan yang kami
berikan adalah

 Beri dosis pertama parasetamol karena demam ≥38,5°C.


Dengan dosis ½ tablet parasetamol 500mg 3x sehari.

 Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam

Karena anak mengalami demam kurang dari 7 hari, maka kami


juga menggali riwayat untuk klasifikasi demam berdarah. Pada anamnesis
tidak didapatkan perdarahan dari hidung atau gusi yang berat, anak tidak
muntah, berak berwarna bukan hitam dan tidak didapatkan nyeri ulu hati.
Pada pemeriksaan tidak didapatkan perdarahan dari hidung atau gusi yang
berat, tidak ada bintik perdarahan kulit (petekie). Tidak ditemukan tanda-
tanda syok. Klasifikasi yang kami berikan adalah Demam mungkin DBD
karena tidak ada satupun gejala diatas. Tindakan yang kami berikan adalah

 Beri dosis pertama parasetamol bukan golongan salisilat


dan ibuprofen karena demam tinggi ≥38,5°C. Dengan dosis
½ tablet parasetamol 500mg 3x sehari.

 Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam


F. KASUS 6

Anak Hitatun usia 2 tahun dengan berat badan 9.5 kg datang dengan
keluhan sakit mata selama 2 hari.

1. Tanda bahaya umum :

a) Riwayat kejang : disangkal.


b) Anak masih mau minum.
c) Letargis : negatif.
d) Riwayat muntah : disangkal.

6. Data pemeriksaan tanda vital :


a. Respiratory rate : 40x / menit.
b. Suhu : 37oC.

7. Data pemeriksaan fisik :


a. Kesadaran : Compos mentis (tidak letargis).
b. Tarikan dinding dada : negatif.

8. Status Gizi : kurang

9. Imunisasi yang diberikan : lengkap


a. 0 bulan : Hepatitis
b. 1 bulan : BCG dan Polio 1
c. 2 bulan : DPT/ Hb 1 dan Polio 2
d. 4 bulan : DPT/Hb 2 dan Polio 3
e. 6 bulan : DPT/ Hb 3 dan polio 4
f. 9 bulan : campak
Diketahui pasien tidak mengalami batuk dan pilek atau sukar
bernapas.

Menurut alur MTBS mula – mula kita harus memeriksa/ mencari


adanya tanda bahaya umum untuk menentukan apakah anak dapat
dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat atau
tidak. Tanda bahaya umum ini dapat dilihat dari kondisi anak antara lain;
apakah anak masih mau minum /menyusu, apakah ada riwayat atau tanda
kejang, apakah anak selalu memuntahkan semuanya, dan apakah anak
tampak letargis atau tidak sadar. Setelah dilakukan pemeriksaan pada anak
dan alloanamnesa terhadap ibu tidak ditemukan adanya tanda bahaya
umum.

Sesuai dengan form isian MTBS kami kemudian menggali riwayat


sesak nafas, diare, demam, masalah telinga. Yang ternyata tidak
ditemukan pada anak Hitatun. Pendekatan MTBS ini dimulai dari
anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan frekuensi
napas pasien (respiratory rate/ RR). Dari anamnesis diketahui pasien
mengalami sakit mata. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan RR 40
kali per menit. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan suhu tubuh didapatkan
suhu tubuh pasien 37oC. Status gizi pasien terlihat kurus. Pasien telah
diberikan vitamin A.

Dari keseluruhan hasil pemeriksaan, anak RK di duga menderita


konjungtivitis

Jadi pada pasien ini penanganan yang harusnya diberikan adalah

1. Salep mata tetrasiklin

2. Edukasi untuk menambah asupan gizi agar berat badan bertambah.


Agar ibu pasien lebih memperhatikan kesehatan dan asupan gizi
pasien sesuai dengan “Anjuran Makan Untuk Anak Sehat Maupun
Sakit‟

G. KASUS 7

Anak F usia 2,5 tahun datang dengan keluhan gatal dan pilek selama 2
hari. Tidak terdapat keluhan batuk, demam maupun diare.
1. Tidak terdapat tanda bahaya umum

2. Data pemeriksaan tanda vital :


a. Suhu : 36,7oC.

3. Status Gizi : baik

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami gatal di dahi dan pilek
sejak 2 hari yang lalu tidak disertai batuk, demam maupun diare.

Menurut alur MTBS mula – mula kita harus memeriksa/ mencari


adanya tanda bahaya umum untuk menentukan apakah anak dapat
dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat atau tidak.
Setelah dilakukan pemeriksaan pada anak dan alloanamnesa terhadap ibu
tidak ditemukan tanda bahaya umum pada anak, sehingga anak tidak bisa
dimasukkan ke dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat.

Sesuai dengan form isian MTBS kami kemudian menggali riwayat


sesak nafas, diare, dan demam anak. Pendekatan MTBS ini dimulai dari
anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan suhu badan
pasien. Hasil anamnesis menyebutkan bahwa anak telah gatal dan pilek sejak
2 hari lalu tanpa demam. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan suhu
badan 36,7oC tanpa adanya tanda-tanda DBD, campak maupun malaria. Tidak
terdapat gangguan pada telinga.

Dari keseluruhan hasil pemeriksaan, anak diduga menderita gatal pada


kulit bagian dahi serta pilek yang diklasifikasikan dalam keluhan lain.

Kemudian pasien tersebut diberikan terapi farmakologis berupa salep


gatal yang dioleskan di bagian yang gatal serta vitamin. Selain terapi
farmakologis juga ibu harus diberikan edukasi mengenai pemberian asupan
gizi yang baik pada balita.

H. KASUS 8

Anak MZ Usia 9 bulan datang dengan keluhan batuk pilek selama 1


hari. Disertai dengan demam.

1. Tanda bahaya umum :


a. Riwayat kejang : disangkal.
b. Bayi masih mau minum.
c. Letargis : negatif.
d. Riwayat muntah : disangkal

2. Data pemeriksaan tanda vital :


a. Respiratory rate : 59x / menit.
b. Suhu : 37,9oC.

3. Data pemeriksaan fisik :


a. Kesadaran : Compos mentis (tidak letargis).
b. Tarikan dinding dada : negatif.
4. Status Gizi : baik, asupan ASI sering serta bayi sudah diberi
makanan pendamping ASI sebanyak 3 kali sehari.
5. Imunisasi yang diberikan :
a. 0 bulan : Hepatitis
b. 1 bulan : BCG dan Polio 1
c. 2 bulan : DPT/ Hb 1 dan Polio 2
d. 4 bulan : DPT/Hb 2 dan Polio 3
e. 6 bulan : DPT/ Hb 3 dan polio 4
f. 9 bulan : belum mendapat imunisasi campak
Dari data diatas, diketahui pasien mengalami batuk dan pilek
sejak 1 hari yang lalu disertai demam.

Menurut alur MTBS mula – mula kita harus memeriksa/


mencari adanya tanda bahaya umum untuk menentukan apakah anak
dapat dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat
atau tidak. Tanda bahaya umum ini dapat dilihat dari kondisi anak
antara lain; apakah anak masih mau minum /menyusu, apakah ada
riwayat atau tanda kejang, apakah anak selalu memuntahkan
semuanya, dan apakah anak tampak letargis atau tidak sadar. Setelah
dilakukan pemeriksaan pada anak dan alloanamnesa terhadap ibu tidak
ditemukan tanda bahaya umum pada anak, sehingga anak tidak bisa
dimasukkan ke dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat berat.

Sesuai dengan form isian MTBS, kami kemudian menggali


riwayat sesak nafas, diare, dan demam anak. Hal ini bertujuan mencari
tanda untuk mengklasifikasikan anak apakah dapat dimasukkan ke
klasifikasi merah pneumonia berat, ataukah kuning pneumonia,
ataukah hijau batuk bukan pneumonia. Pendekatan MTBS ini dimulai
dari anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
frekuensi napas pasien (respiratory rate/ RR). Hasil anamnesis
menyebutkan bahwa anak telah batuk pilek sejak 1 hari lalu disertai
demam. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan RR 59 kali per
menit (normal < 40 kali permenit, napas cepat), tidak ditemukan
adanya tarikan dinding dada serta tidak ada stridor.

Dari keseluruhan hasil pemeriksaan, anak A diduga menderita


pneumonia tanpa komplikasi yang termasuk dalam klasifikasi hijau
karena pasien mengalami batuk tetapi tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam (TDDK). Menurut pedoman MTBS, anak yang
diklasifikasikan menderita pneumonia bisa dirawat di rumah dengan
pemberian antibiotik (jangan berikan antibiotik kepada anak dengan
batuk atau pilek tanpa tanda-tanda pneumonia). Kemudian beri pereda
tenggorokan dan pereda batuk yang aman misalnya Glycerin
Guaiacolat (GG) 3x sehari selama 3 hari. Selain terapi farmakologis
juga ibu harus diberikan edukasi mengenai kapan harus kembali serta
kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan. Setelah itu
pendekatan MTBS diakhiri dengan konseling kepada ibu pasien untuk
lebih memperhatikan kesehatan dan asupan gizi pasien sesuai dengan
“Anjuran Makan Untuk Anak Sehat Maupun Sakit‟.

I. KASUS 9

Anak Kenzo usia 3 tahun datang dengan keluhan demam selama 5


hari.

1. Tanda bahaya umum :

a. Riwayat kejang : disangkal.


b. Bayi masih mau minum.
c. Letargis : negatif.
d. Terdapat riwayat anak tersebut memuntahkan semuanya

2. Data pemeriksaan tanda vital :

a. Respiratory rate : - (tidak dihitung karena pemeriksa kesulitan


menilai frekuensi napas anak)
b. Suhu : 37,7oC.

3. Data pemeriksaan fisik :


a. Kesadaran : Compos mentis (tidak letargis).
b. Tarikan dinding dada : negatif.

4. Status Gizi : baik, makan sebanyak 3 kali sehari dengan lauk lengkap,
hanya porsi lebih sedikit.
5. Imunisasi yang diberikan : lengkap
a. 0 bulan : Hepatitis
b. 1 bulan : BCG dan Polio 1
c. 2 bulan : DPT/ Hb 1 dan Polio 2
d. 4 bulan : DPT/Hb 2 dan Polio 3
e. 6 bulan : DPT/ Hb 3 dan polio 4
f. 9 bulan : campak
Dari data diatas, diketahui pasien mengalami demam sejak 5
hari yang lalu disertai muntah.

Menurut alur MTBS, yabg dilakukan pertama kali adalah


memeriksa/ mencari adanya tanda bahaya umum untuk menentukan
apakah anak dapat dimasukkan dalam klasifikasi merah penyakit yang
sangat berat atau tidak. Tanda bahaya umum tersebut dapat dilihat dari
kondisi anak antara lain; apakah anak masih mau minum /menyusu,
apakah ada riwayat atau tanda kejang, apakah anak selalu
memuntahkan semuanya, dan apakah anak tampak letargis atau tidak
sadar. Setelah dilakukan pemeriksaan pada anak dan alloanamnesa
terhadap ibu, ditemukan tanda bahaya umum pada anak, sehingga anak
bisa dimasukkan ke dalam klasifikasi merah penyakit yang sangat
berat.

Sesuai dengan form isian MTBS, kami kemudian menggali


riwayat sesak nafas, diare, dan demam anak. Hal ini bertujuan mencari
tanda untuk mengklasifikasikan anak apakah dapat dimasukkan ke
klasifikasi merah pneumonia berat, ataukah kuning pneumonia,
ataukah hijau batuk bukan pneumonia. Pendekatan MTBS ini dimulai
dari anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
frekuensi napas pasien (respiratory rate/ RR). Hasil anamnesis
menyebutkan bahwa anak telah batuk pilek sejak 1 hari lalu tanpa
disertai demam. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan RR 32 kali
per menit (normal < 40 kali permenit, tidak ada napas cepat), tidak
ditemukan adanya tarikan dinding dada serta tidak ada stridor.

Berdasarkan hasil pemeriksaa secara keseluruhan, anak A


diduga menderita batuk tanpa pneumonia yang termasuk dalam
klasifikasi hijau karena pasien mengalami batuk tetapi tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan tidak ada
napas cepat.

Menurut pedoman MTBS, anak yang diklasifikasikan


menderita batuk tanpa pneumonia bisa dirawat di rumah tanpa
antibiotik (jangan berikan antibiotik kepada anak dengan batuk atau
pilek tanpa tanda-tanda pneumonia). Kemudian beri pereda
tenggorokan dan pereda batuk yang aman misalnya Glycerin
Guaiacolat (GG) 3x sehari selama 3 hari. Selain terapi farmakologis
juga ibu harus diberikan edukasi mengenai kapan harus kembali serta
kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan. Setelah itu
pendekatan MTBS diakhiri dengan konseling kepada ibu pasien untuk
lebih memperhatikan kesehatan dan asupan gizi pasien sesuai dengan
“Anjuran Makan Untuk Anak Sehat Maupun Sakit‟.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada kegiatan Field Lab ini kelompok kami melakukan kegiatan penilaian
terhadap balita sakit berdasarkan pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) yang dilaksanakan di Puskesmas Kalijambe, Sragen dengan subjek
balita sakit yang melakukan pemeriksaan umum ke poliklinik MTBS
Puskesmas Kalijambe.
2. Dari penilaian MTBS yang dilakukan pada balita yang diperiksa, didapatkan
total 9 balita dengan masing-masing temuan diagnosis berupa demam bukan
DBD (2 anak), demam bukan DBD + batuk bukan pneumonia (4 anak), demam
bukan DBD + batuk bukan pneumonia + diare tanpa dehidrasi (1 anak), sakit
mata (1 anak), serta gatal dan pilek (1 anak).
3. Beberapa kendala yang dialami kelompok selama melakukan penilaian MTBS
antara lain terdapat beberapa kasus yang tidak dapat di klasifikasikan sesuai
form MTBS sehingga pengaplikasian form MTBS dalam praktek lapangan
kurang maksimal.
B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan datang tepat waktu dan mempersiapkan alat, bahan dan
materi yang akan dilakukan pada kegiatan dengan lebih matang.
2. Melaksanakan MTBS secara rutin dan terarah sesuai form MTBS sehingga
dapat memaksimalkan upaya deteksi dini terhadap penyakit pada balita yang
datang. Terutama terhadap keluhan batuk, diare, demam, masalah telinga, status
gizi serta status imunisasi pada balita.
3. Mahasiswa melakukan penilaian MTBS hendaknya memiliki kemampuan
komunikasi yang baik serta mempelajari ilmu yang telah dipelajari sebelumnya
secara maksimal sehingga tidak terjadi kesalahan diagnosis pada balita sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 20011. Modul MTBS Revisi Tahun 2008. Jakarta:
Depkes RI.

Direktorat Bina Kesehatan Anak. 2009. Pertemuan Nasional Program


Kesehatan Anak Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Depkes RI.
LAMPIRAN

Gambar 1 Pengarahan pelaksanaan MTBS dan penjelasan form MTBS di


Puskesmas Kalijambe, Sragen

Gambar 2 Mahasiswa Field Lab mengikuti apel pagi sebelum kegiatan di Puskesmas
Kalijambe, Sragen
Gambar 3 Mahasiswa mendapatkan pengarahan sebelum melakukan kegiatan MTBS

Gambar 2 Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Kalijambe, Sragen

Anda mungkin juga menyukai