Laporan Field Lab MTBS
Laporan Field Lab MTBS
KELOMPOK B3
Akhlis Mufid Auliya G0014016
Amalina Yasserli Amraini G0014024
Banatidika Ikrarida Dzakiyyah G0014054
Dinnar Pridea Rizky G0014074
Firdaus Mauliaditya W. A G0014102
Gustafat Abdur Rahman G0014110
Lastry Wardani G0014136
Mochammad Rizal Hermawan P G0014158
Nadira Rachmianti Hartanto G0014174
Rindu Permata Putri G0014200
Sola Sacra Providentia G0014224
Tuti Ratnasari G0014232
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kegiatan Field Lab Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang
dilaksanakan di Puskesmas Kalijambe, Sragen pada hari Rabu, 3 Mei 2017 ini telah
disetujui oleh instruktur Field Lab di lapangan untuk memenuhi salah satu tugas Field
Lab MTBS.
NIP.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum mencapai
usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh 5 penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria, campak, dan
malnutrisi. Seringkali beberapa penyakit tersebut terjadi dalam waktu bersamaan
(Soenarto, 2009). Pada tahun 2005, dilaporkan terdapat 10,8 juta kematian balita di
negara berkembang akibat 5 penyakit diatas. Hal ini dapat disebabkan karena
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan.
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal,
diantaranya karena kurangnya keterampilan petugas kesehatan, kurang memadainya
sistem kesehatan dan praktek di keluarga serta di komunitas. Integrasi dari ketiga
faktor tersebut sangat diperlukan demi tercapainya peningkatan derajat kesehatan
anak. Menurut Soenarto, perbaikan kesehatan anak dapat dicapai melalui beberapa
hal:
1. Memperbaiki manajemen kasus anak sakit
2. Memperbaiki asupan gizi anak
3. Memberikan imunisasi lengkap
4. Mencegah trauma
5. Mencegah penyakit lain
6. Memperbaiki dukungan psikososial
Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara berkembang
seperti Indonesia telah berlangsung lama. Program ini berupa program intervensi
secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi secara vertical ini
antara lain program pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
program pemberantasan penyakit diare, program pemberantasan penyakit malaria,
dan penanggulangan kekurangan gizi. Program ini dapat menimbulkan masalah
kehilangan peluang dan putus obat pada pasien yang menderita penyakit lain selain
penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama.
Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi tersebut, pada
tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket yang memadukan
pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan intervensi tersebut menjadi
satu paket yang disebut Integrated Management of Chilhood Ilness (IMCI) atau
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS yang sudah dikembangkan WHO
di negara-negara Afrika dan India, telah berhasil memberikan keterampilan terhadap
tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan dasar.
MTBS merupakan suatu manajemen yang dilakukan melalui pendekatan
terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang ke sarana pelayanan kesehatan
(Wijaya, 2009). Kegiatan MTBS merupakan upaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian balita sekaligus meningkatkan kualitas pelayangan kesehatan.
Penilaian balita sakit dengan MTBS terdiri dari klasifikasi penyakit, identifikasi
tindakan, pengobatan, perawatan di rumah, dan konseling. Sasaran MTBS adalah
anak umur 0-5 tahun. Umur ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok usia 1
hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2011).
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,
namun belum seluruh Puskesmas menerapkan MTBS karena berbagai sebab yaitu:
belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmas yang sudah terlatih MTBS, sudah ada
tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya
komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dan lain sebagainya. Menurut data laporan rutin
Dinas Kesehatan dari seluruh provinsi Indonesia melalui Pertemuan Nasional
Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS
hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan
MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai
MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut
(Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2009).
Pelaksanaan MTBS tidak lepas dari peran petugas kesehatan. Dokter sebagai
salah satu petugas kesehatan perlu menguasai pengetahuan serta keterampilan dalam
penerapan MTBS agar tercapai keberhasilan MTBS. Hal tersebut yang mendasari
pentingnya mahasiswa FK UNS untuk mempelajari pelaksanaan MTBS di Puskesmas
sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan.
B. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran pada topoik keterampilan MTBS ini
adalah diharapkan mahasiswa:
1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman
MTBS.
2. Mampu menentukan klasifikasi masalah balita sakit dengan menggunakan
pedoman MTBS.
3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan
WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta.
4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita
sakit pada pedoman MTBS.
5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit berdasarkan pedoman
MTBS berupa perawatan di rumah dan pemberian nasehat berupa kapan
kembali untuk tindak lanjut.
BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
A. Kegiatan Pra-Lapangan
Sebelum melaksanakan kegiatan di lapangan, pada hari Jumat, 24 Februari
2017 mahasiswa terlebih dahulu mengikuti kuliah pengantar yang diberikan oleh
bagian Field Lab FK UNS. Kemudian dilanjutkan pada Rabu, 1 Maret 2017
mahasiswa mengikuti kegiatan pre-test tertulis yang diberikan oleh bagian Field
Lab FK UNS. Pre-test ini dilaksanakan untuk menguji seberapa jauh materi yang
telah dipahami oleh mahasiswa sedangkan kuliah pengantar ini bertujuan untuk
memberikan teori mengenai pengetahuan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
PEMBAHASAN
A. KASUS 1:
Anak L usia 37 bulan datang dengan demam sejak sehari yang lalu.
B. KASUS 2 :
Anak AA usia 14 bulan datang dengan keluhan demam dan batuk selama
2 hari. Tidak terdapat keluhan sukar bernapas maupun diare.
1. Tidak terdapat tanda bahaya umum
C. KASUS 3
Anak A usia 7 bulan datang dengan keluhan demam, batuk, dan pilek.
Tidak terdapat keluhan sukar bernapas maupun diare.
1. Tidak terdapat tanda bahaya umum
D. KASUS 4
Anak N Usia 2,5 tahun datang dengan keluhan panas batuk pilek
selama 2 hari. Batuk hingga muntah. Pasien juga mengeluh demam, serta
penurunan nafsu makan.
c.Letargis : negatif.
b.Suhu : 39,8oC.
a. 0 bulan : Hepatitis
f. 9 bulan : campak
Dari data diatas, diketahui pasien mengalami batuk dan pilek sejak
2 hari yang lalu disertai demam.
E. KASUS 5
Anak Hitatun usia 2 tahun dengan berat badan 9.5 kg datang dengan
keluhan sakit mata selama 2 hari.
G. KASUS 7
Anak F usia 2,5 tahun datang dengan keluhan gatal dan pilek selama 2
hari. Tidak terdapat keluhan batuk, demam maupun diare.
1. Tidak terdapat tanda bahaya umum
Dari data diatas, diketahui pasien mengalami gatal di dahi dan pilek
sejak 2 hari yang lalu tidak disertai batuk, demam maupun diare.
H. KASUS 8
I. KASUS 9
4. Status Gizi : baik, makan sebanyak 3 kali sehari dengan lauk lengkap,
hanya porsi lebih sedikit.
5. Imunisasi yang diberikan : lengkap
a. 0 bulan : Hepatitis
b. 1 bulan : BCG dan Polio 1
c. 2 bulan : DPT/ Hb 1 dan Polio 2
d. 4 bulan : DPT/Hb 2 dan Polio 3
e. 6 bulan : DPT/ Hb 3 dan polio 4
f. 9 bulan : campak
Dari data diatas, diketahui pasien mengalami demam sejak 5
hari yang lalu disertai muntah.
A. Kesimpulan
1. Pada kegiatan Field Lab ini kelompok kami melakukan kegiatan penilaian
terhadap balita sakit berdasarkan pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) yang dilaksanakan di Puskesmas Kalijambe, Sragen dengan subjek
balita sakit yang melakukan pemeriksaan umum ke poliklinik MTBS
Puskesmas Kalijambe.
2. Dari penilaian MTBS yang dilakukan pada balita yang diperiksa, didapatkan
total 9 balita dengan masing-masing temuan diagnosis berupa demam bukan
DBD (2 anak), demam bukan DBD + batuk bukan pneumonia (4 anak), demam
bukan DBD + batuk bukan pneumonia + diare tanpa dehidrasi (1 anak), sakit
mata (1 anak), serta gatal dan pilek (1 anak).
3. Beberapa kendala yang dialami kelompok selama melakukan penilaian MTBS
antara lain terdapat beberapa kasus yang tidak dapat di klasifikasikan sesuai
form MTBS sehingga pengaplikasian form MTBS dalam praktek lapangan
kurang maksimal.
B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan datang tepat waktu dan mempersiapkan alat, bahan dan
materi yang akan dilakukan pada kegiatan dengan lebih matang.
2. Melaksanakan MTBS secara rutin dan terarah sesuai form MTBS sehingga
dapat memaksimalkan upaya deteksi dini terhadap penyakit pada balita yang
datang. Terutama terhadap keluhan batuk, diare, demam, masalah telinga, status
gizi serta status imunisasi pada balita.
3. Mahasiswa melakukan penilaian MTBS hendaknya memiliki kemampuan
komunikasi yang baik serta mempelajari ilmu yang telah dipelajari sebelumnya
secara maksimal sehingga tidak terjadi kesalahan diagnosis pada balita sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 20011. Modul MTBS Revisi Tahun 2008. Jakarta:
Depkes RI.
Gambar 2 Mahasiswa Field Lab mengikuti apel pagi sebelum kegiatan di Puskesmas
Kalijambe, Sragen
Gambar 3 Mahasiswa mendapatkan pengarahan sebelum melakukan kegiatan MTBS