PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi seorang
anak. Sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, seorang anak akan berkenalan
terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam keluarga akan
memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak untuk masa yang akan
datang. Keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah
anak mulai menerima pendidikan. Pada setiap anak terdapat suatu dorongan dan daya untuk
meniru. Dengan dorongan ini anak dapat mengerjakan sesuatu yang dikerjakan oleh orang
tuanya. Oleh karena itu orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Apa saja yang
didengarnya dan dilihat selalu ditirunya tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya.
Dalam hal ini sangat diharapkan kewaspadaan serta perhatian yang besar dari orang tua.
Karena masa meniru ini secara tidak langsung turut membentuk watak anak di kemudian
hari.
Anak adalah generasi penerus bangsa. Anak dan masa depan adalah satu kesatuan
yang dapat diwujudkan untuk membentuk suatu generasi yang dibutuhkan oleh bangsa
terutama bangsa yang sedang membangun. Peningkatan keterampilan, pembinaan mental
dan moral harus lebih ditingkatkan begitu juga dengan aspek-aspek lainnya. Menghadapi
era globalisasi yang ditandai dengan berbagai perubahan tata nilai, maka anak harus
mendapat pembinaan intensif dan terpadu. Untuk itu, orang tua harus memperhatikan
perkembangan jasmani, rohani, dan akal anak-anaknya. Pendidikan anak yang pertama dan
paling utama dalam Islam adalah pendidikan dalam keluarga yang berperspektif Islam.
Pendidikan dalam keluarga yang berperspektif Islam adalah pendidikan yang didasarkan
pada tuntunan agama Islam yang diterapkan dalam keluarga yang dimaksudkan untuk
membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha
Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral, budi pekerti, spiritual atau
pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Yang
nantinya hal itu merupakan sumbangan penting bagi pembangunan bangsa dan negara.
Tanggung jawab besar orang tua untuk mendidik anak menjadi pribadi yang shaleh
tertuang dalam firman Allah SWT QS At Tahrim ayat 6 yang artrinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At Tahrim : 6)
Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
memberikan contoh yang baik dalam mendidik anak. Beliau dikenal penyayang dan
penyabar. Tidak suka membentak anak namun juga tegas dalam urusan agama.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam mendidik anak, Rasulullah jarang mengekang. Beliau suka melihat anak
bermain. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Pada suatu hari
aku melayani Rasulullah. Setelah tugasku selesai, aku berkata dalam hati, ‘Rasulullah
pasti sedang istirahat siang.’ Akhirnya, aku keluar ke tempat anak-anak bermain. Aku
menyaksikan mereka sedang bermain. Tidak lama kemudian, Rasulullah datang seraya
mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain. Beliau lalu memanggil
dan menyuruhku untuk suatu keperluan. Aku pun segera pergi untuk menunaikannya,
sedangkan beliau duduk dibawah sebuah pohon hingga aku kembali.” (HR. Ahmad).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain
bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa salam masuk dalam rumah,
mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu
demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Bukhari).
2. Mengajarkan ilmu tauhid
Ilmu tauhid adalah ilmu tentang ketuhanan. Ilmu ini sangat penting untuk diajarkan
kepada anak semenjak dini. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, beliu
mengajarkan anak-anaknya untuk mengucapkan Lailaha illaallah yang mana berarti
tidak ada Tuhan selain Allah. Dan Allah itu Maha Esa.
Dijelaskan dari Ibn Abbas, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bukalah
lidah anak-anak kalian pertama kali dengan kalimat “Lailaha-illaallah”. Dan saat
mereka hendak meninggal dunia maka bacakanlah, “Lailaha-illallah. Sesungguhnya
barangsiapa awal dan akhir pembicaraannya “Lailah-illallah”, kemudian ia hidup
selama seribu tahun, maka dosa apa pun, tidak akan ditanyakan kepadanya.” (sya’bul
Iman)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan ilmu agama kepada anak
semenjak dini. Sebab jika anak tidak dididik agama sejak kecil maka bisa saja ia
terpengaruh pergaulan dan menjadi salah langkah. Ilmu agama yang diajarkan oleh
Rasul kepada anaknya tentu sangat luas. Dan itu diajarkan secara bertahap tidak serta-
merta dalam sekali waktu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga sering melatih kepada anak-anaknya rutin
membaca doa harian. Misalnya doa bercermin, doa keluar-masuk toilet, doa sebelum
dan sesudah makan, doa keluar rumah dan sebagainya. Ini penting agar diri kita
senantiasa dijaga oleh Allah SWT dan terlindungi dari bahaya.
Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Aku tidak pernah melihat seseorang
yang lebih mirip dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam cara bicara maupun
duduk daripada Fathimah.” ‘Aisyah berkata lagi, “Biasanya apabila Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam melihat Fathimah datang, beliau mengucapkan selamat datang
padanya, lalu berdiri menyambutnya dan menciumnya, kemudian beliau menggamit
tangannya hingga beliau dudukkan Fathimah di tempat duduk beliau. Begitu pula
apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang padanya, maka Fathimah
mengucapkan selamat datang pada beliau, kemudian berdiri menyambutnya,
menggandeng tangannya, lalu menciumnya.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-
Albani).
Dari Nu’man bin Basyir, beliau pernah datang kepada Rasulullah lalu berkata,
“Sungguh, aku telah memberikan sesuatu kepada anak laki-lakiku yang dari Amarah
binti Rawwahah, lalu Amarah menyuruhku untuk menghadap kepadamu agar engkau
menyaksikannya, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah bertanya, “Apakah engkau juga
memberikan hal yang sama kepada anak-anakmu yang lain?” Ia menjawab, “Tidak.”
Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah dan berlaku adillah kamu
diantara anak-anakmu.” Nu’man pun mencabut kembali pemberiannya.” (HR.
Bukhari).
Kebaikan seseorang dinilai dari 2 hal yakni agama dan akhlaknya. Sedangkan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang akhlaknya paling baik di
muka bumi ini. Beliau diutus untuk memperbaiki perilaku manusia. Maka itu, beliau
selalu mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anaknya, tentang akhlak sesuai
ajaran Islam, cara meningkatkan dan memperbaiki akhlak, hubungan akhlak dengan
iman dalam islam serta hubungan akhlak dengan iman islam dan ihsan.
Bagi anak perempuan, Rasul juga memberikan pendidikan tentang bagaimana menjadi
muslimah yang baik dengan cara berpakaian secara islami, yaitu mengenakan pakaian
longgar dan berjilbab syar’i.
Diriwayatkan dari Aisyah ra: bahwa Asma’ binti Abi Bakar menemui Rasulullah SAW
dengan kondisi ia berpakaian pendek, aka berpalinglah Rasulullah SAW seraya berkata,
“Wahai Asma’, sesungguhnya wanita, apabila telah baligh, tidak pantas terlihat
kecuali ini dan ini (beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya).” (HR. Abu
Daud)
11. Mengajarkan batasan pergaulan antara perempuan dan laki-laki
Cara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mendidik anak juga meliputi pergaulan.
Beliau mengajarkan tentang batasan-batasan berteman antara laki-laki dan perempuan,
tentang pentingnya menjaga pandangan, tentang besarnya dosa zina dan sebagainya.
Pergaulan anak laki-laki dan perempuan harus dijaga demi terhindarnya hal-hal yang
tidak diinginkan.
Kemudian selesai azan, Rasulullah bersabda “Alangkah baiknya suara anak remaja
yang baru kudengar suaranya ini. Sekarang pergilah kamu dan jadilah juru azan buat
penduduk Mekkah.” Beliau bersabda demikian seraya mengusap ubun-ubun Abu
Mahdzurah, kemudian beliau mengajarinya azan dan bersabda kepadanya “Tentu
engkau sudah hafal bukan?” Abu Mahdzurah tidak mencukur rambutnya karena
Rasulullah waktu itu mengusapnya. (HR. Ahmad, Musnadul Makkiyah).
“Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa. Maka ia akan
datang pada hari kiamat bersamaku.” Kemudian Anas bin Malik berkata: Nabi
menggabungkan jari-jari jemari beliau.” (HR Muslim).
Walaupun Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemimpin umat muslim. Namun
beliau tidak pernah sombong ataupun bersikap semena-mena terhadap keluarganya.
Beliau justru menunjukkan akhlak yang baik dan lemah lembut. Kepada anak-anaknya,
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sering memanggil mereka dengan
sebutan yang indah, menggendong dan mengusap kepala mereka.
Aqra’ bin Habis, pemuka Bani Tamim mengaku, “Demi Allah, aku mempunyai 10
orang anak, tetapi tak satu pun kuciumi di antara mereka.” Nabi pun memandangnya
dan berkata, “Barang siapa yang tidak mengasihi, ia tidak akan dikasihi.
Abu Ayyub lalu mengatakan, bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa
memisahkan antara seorang ibu dan anaknya, niscaya Allah akan memisahkan antara
dia dan orang-orang yang dicintainya pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi).
18. Memberikan hadiah
Demikianlah beberapa cara Nabi Muhammad mendidik anak-anaknya. Semoga kita bisa
mencontoh beliau, sebab beliau adalah sebaiknya-baiknya suri tauladan di muka bumi. Amin
ya Rabbal Alamin.
BAB III
ANALISIS JURNAL
Salah satu wujud amar makruf nahi munkar dalam kehidupan berkeluarga adalah
memberikan pendidikan kepada putra putrinya berdasarkan ajaran Islam. Antara keluarga
satu dengan keluarga lainnya mempunyai prinsip dan sistem sendiri- sendiri dalam
mendidik anaknya. Namun orang tua jangan terbuai atau melupakan terhadap ajaran-ajaran
Islam, terutama dalam hal pendidikan anak sebagaimana yang telah dicontohkan Rasul
SAW sebagai pembawa panji-panji Islam, Rasul SAW tidak pernah mendidik putra-
putrinya dengan pendidikan keras dan tidak dengan membebaskan anak-anaknya, tetapi
beliau dalam mendidik keluarganya terutama kepada anak-anaknya adalah dengan limpahan
kasih sayang yang amat besar. Senada dengan yang dikatakan oleh sahabat Anas ra. yaitu
“aku tidak mendapatkan seseorang yang kasih sayangnya pada keluarganya melebihi
Rasulullah SAW.”
Dari uraian diatas jelaslah bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya
sangatlah besar, terutama dalam pendidikannya. Pendidikan agama dalam keluarga telah
disyariatkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran dan diinterpretasikan melalui hadits Nabi
Muhammad SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Al-Quran Surat At-Tahrim ayat 6, artinya; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
2. Al-Quran Surat Al-Kahfi ayat 46, artinya; “Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
3. Al-Quran Surat Al-Furqon ayat 74-75, artinya; “Dan orang-orang yang berkata: Ya
Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Mereka itulah orang yang dibalas dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena
kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di
dalamnya.”
4. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “Semua anak dilahirkan membawa fitrah (bakat
keagamaan), maka terserah kepada kedua orang tuanya untuk menjadikannya beragama
5. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya; “Kewajiban orang tua kepada anaknya ialah
memberi nama yang baik, mendidik sopan santun dan mengajari tulis menulis, renang,
memanah, memberi makan dengan makanan yang baik serta mengawinkannya apabila ia
telah mencapai dewasa” (HR. Muslim).
“Suruhlah anak-anakmu Shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukulah mereka (jika
tidak mau) Shalat ketika sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR. Abu
Dawud).
BAB IV
REKOMENDASI
Dari beberapa keterangan di atas, baik al-Quran maupun al- Hadits mengisyaratkan
bahwa pendidikan anak dalam keluarga itu sangat penting terutama dalam pendidikan
agama. Pendidikan yang ditanamkan orang tua pada anak merupakan landasan dasar
berpijak anak dalam berpikir dan berkembang secara jasmani, rohani dan mental anak.
Landasan tersebut kelak yang akan menjadi dasar pondasi mental anak dalam menghadapi
kehidupannya dimasa dewasa dan dalam menghadapi tantangan dan masalah dalam
kehidupan mereka. Anak adalah karunia dari Allah Ta’ala dan sebagai orang tua sudah
seharusnya kita menjaga anak dengan sebaik mungkin. Memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohaninya. Serta memberikan pendidikan untuk bekal masa depannya agar si anak bisa
menjadi pribadi yang cerdas dan berakhlakul karimah.
Ada 5 pola dalam mendidik anak yang dapat direkomendasikan yaitu; dengan
keteladanan oleh orang tua, dengan adat kebiasaan yang baik dalam lingkungan, dengan
nasihat, dengan perhatian penuh, dan dengan konsekuensi aturan (hukuman dan pujian) dari
tindakan yang mereka lakukan. Pola-pola pendidikan yang dipraktikkan tersebut tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi saling mendukung dan terkait satu dengan lainnya. Pola-pola tersebut
juga dipraktikkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dalam keluarga sehingga
keluarga dapat menjadi tempat pertama dan utama dalam mendidik anak sesuai yang
dicontohkan dan disunnahkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Hery Noer & Munzier. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers.
Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asas Pendidikan Islam . Jakarta: Pustaka al-Husna Baru.
Ali Abdul Halim. 2000. Pendidikan Ruhani .Jakarta: Gema Insani.