Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ULUMUL HADITS
“BIOGRAFI IMAM BUKHARI DAN IMAM MUSLIM”

DISUSUN OLEH :

1. JENAL ABIDIN NURFALAH (20080720047)


2. CHOIRUN NANGIM (20080710015)

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (FAI)


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA (UMY)

2008
PENDAHULUAN

‫بسم ال الرحنم الرحيم‬


Ilmu hadits adalah sentral mekanisme syara’ bagi umat Islam, yang berisi segala
larangan dan dasar-dasar hukum Islam. Dengan demikian, jelaslah orang-orang yang memiliki
keahlian dibidang hadits mempunyai status kemuliaan dan derajat keutamaan yang paling
tinggi. Secara interistik mereka termasuk kategori sahabat, Karena pengertian sahabat pada
hakikatnya adalah orang yang melihat dan meneliti tingkah laku Nabi Muhammad saw serta
menyaksikan tata cara beliau dalam segala hal-ikhwal ibadahnya dan adat kebiasaannya.
Sedangkan orang-orang yang menggeluti ilmu hadits pada dasarnya adalah rekonstruksi
psikhis terhadap gambaran-gambaran yang terdapat di dalam isi hadits serta menancapkan ke
dalam pikirannya segala tingkah laku Nabi saw. Oleh karena itu, mereka termasuk dalam
hukum menyaksikan, hanya saja mereka melihatnya tidak secara beraudiensi langsung.

Sufyan Al-Tsauri berkata, “Aku tidak mengetahui ilmu yang paling utama setelah
ilmu hadits, sebab motivasi orang-orang yang berkecimpung didalamnya semata-mata
karena Allah. Semua aktifitas manusia membutuhkan ilmu hadits, sampai mengenai
persoalan makan dan minum. Oleh karena itu, ilmu hadits lebih utama dari pada shalat
sunnat atau puasa sunnat, sebab mempelajari ilmu hadits itu fardhu kifayah.”

Maka dari itu, begitu teramat pentingnya ilmu hadits kami mencoba untuk menyusun
sebuah makalah tentang biografi ahli-ahli hadits khususnya biografi Imam Al-Bukhari dan
Imam Muslim. Karena ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, kita akan
mengenal terlebih dahulu tentang siapa itu Imam Al-Bukhari dan Imam Musliam, insyaAllah
nanti kita akan semangat dalam mempelajari hadits-hadits yang beliau riwayatkan kepada kita
semua. Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang perjalanan hidup beliau dalam
meriwayatkan suatu hadits sampai kitab-kitab yang beliau karang. Mudah-mudahan makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi tolak ukur kita dalam mengenal ahli-ahli
hadits yang telah berjasa dalam meriwayatkan hadits untuk kemaslahatan umat.

Mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan butuh perbaikan di akhir
kelak. Maka kami selaku penyusun menerima kritik untuk perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini.

1. IMAM AL-BUKHARI (194–256 H / 810-870M)

A. Riwayat Hidupnya
Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn
Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Ju’fi adalah nama suatu daerah di
negeri yaman, di mana kakek Imam Al-Bukhari, Mighirah ibn Bardizbah adalah seorang
majusi yang kemudian menyatakan keislamannya di hadapan wali kota yang bernama al-
Yaman ibn Ahnas Al-Ju’fi, yang karena itulah kemudian beliau dinasabkan dengan Al-ju’fi
atas dasar wala’ al-Islam. Adapun mengenai kakeknya, Ibrahim bin al-Mughirah, Ibnu Hajar
al-‘Asqalani mengatakan, “Kami tidak mengetahui (menemukan) sedikit pun tentang kabar
beritanya. ”Tentang ayahnya Imam Al-Bukhati, Ismail bin Ibrahim, Ibnu Hibban telah
menuliskan tarjamah (biografi)-nya dalam kitabnya ats-Tsiqat (orang-orang yang
tsiqah/terpercaya) dan beliau mengatakan, “Ismail bin Ibrahim, ayahnya al-Bukhari,
mengambil riwayat (hadits) dari Hammad bin Zaid dan Malik. Dan riwayat Ismail diambil
oleh ulama-ulama Irak.” Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga telah menyebutkan riwayat
hidup ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib. Ismail bin Ibrahim wafat ketika Imam al-
Bukhari masih kecil.

Imam Al-Bukhari adalah ulama hadits yang sangat masyhur, beliau kelahiran Bukhara
suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Sovyet, yang merupakan simpang jalan antara Rusia,
Persia, Hindia dan Tiongkok. Beliau di lahirkan setelah shalat Jum’at, tanggal 13 Syawal 194
H atau 21 Juli 810 M. Beliau dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang,
suci dan bersih dari barang-barang haram. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, ketika wafat seperti
yang diceritakan oleh Muhammad bin Abi Hatim, juru tulis al-Bukhari, bahwa aku pernah
mendengar Muhammad bin Kharasy mengatakan, “Aku mendengar bahwa Ahid Hafs berkata,
“Aku masuk menjenguk Ismail, bapaknya Abu Abdillah (al-Bukhari) ketika beliau menjelang
wafat, beliau berkata, “Aku tidak mengenal dari hartaku barang satu dirham pun yang haram
dan tidak pula satu dirham pun yang syubhat.”

Pada waktu masih kanak-kanak Imam Al-Bukhari sudah hapal Tujuh Puluh Ribu
(70.000) hadits di luar kepala. Dan bahkan dengan hanya melihat kitab saja, beliau langsung
hapal seluruh isi kitab tersebut, masaALLAH. Sejak umur kurang lebih 10 tahun, beliau sudah
hapal hadits dan menulisnya dengan banyak guru. Berikut ini adalah pengakuannya “Aku
telah menulis hadits tidak kurang dari 1080 orang ahli hadits/guru”, menurutnya Iman itu
adalah ucapan dan tindakan yang bisa bertambah dan juga bisa berkurang (di kutif dari syarah
Asy Syabarkhaiti ala al-Arba’in al-Nawawiyah). Ketika beliau berusia 14 tahun, beliau sudah
berhasil menampilkan kitab shahih yang berisikan Enam Puluh Ribu (60.000) hadits. Setelah
selesai menulis sebuah hadits, beliau akan mandi kemudian sembahyang sebanyak dua rakaat.
Pada usia 16 tahun, Imam Al-Bukhari telah berhasil menghafal beberapa buah buku tokoh
ulama yang prominen, seperti Ibnu Mubarok, Waki’ dan lain-lain. Beliau juga telah
memperoleh hadits dari beberapa huffadh, antara lain Maky ibn Ibrahim, ‘Abdullah ibn
‘Usman Al-Marwazy’, ‘Abdullah ibn Musa Al-‘Abbasy, Abu ‘Ashim Al-Saibany dan
Muhammad ibn ‘Abdullah Al-Ashari. Sedangkan ulama besar yang pernah mengambil hadits
dari beliau, antara lain Imam Muslim, Abu Zur’ah, Al-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Al-
Nasa’i.

Baliau merantau ke negeri Syam, Mesir Jazirah sampai dua kali, ke Basrah empat kali,
ke Hijaz bermukim enam tahun dan pergi ke Baghdad bersama-sama para ahli hadits yang
lain sampai delapan kali. Imam Al-Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli hadits yang
popular pada masa itu, di berbagai Negara, yaitu Hijaz, Syam, Mesir dan Irak.

Imam Al-Bukhari meninggal dunia pada malam Selasa tahun 255 H, dalam usia 62
tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anak pun (menurut Prof. Dr.
Muhammad Alawi Al-Maliki, dalam bukunya Ilmu Ushul Hadits). Sedangkan ada pendapat
lain yang menerangkan bahwa Imam Al-Bukhari meninggal dunia pada hari Jum’at malam
Sabtu setelah sembahyang Isya’, bertepatan pada malam ‘Idul Fitri 1 Syawal 256 H atau 31
Agustus 870 M. Dan kemudian beliau dikebumikan sehabis sembahyang Dhuhur pada hari
Sabtu, di Khirtank, suatu kampung tidak jauh dari samarkan (menurut Drs. Munzier Suparto,
M.A, dalam bukunya Ilmu Hadits).

B. Sekelumit Cerita Tentang Imam Al-Bukhari

Pada suatu hari, ketika Imam Al-Bukhari pergi ke Baghdad, para ulama hadits di
Baghdad bersepakat untuk menguji ulama muda yang mulai menanjak namanya. Mereka
terdiri dari 10 orang ahli hadits yang masing-masing akan mengutarakan 10 hadits yang
susunan sanad dan matannya telah ditukar-tukar untuk diujikan kepada beliau. Imam Al-
Bukhari diundang pada suatu pertemuan umum yang dihadiri juga oleh Muhadditsin dari
dalam dan luar kota. Bahkan di undang pula ulama dari Khurasan. Satu demi satu dari 10
ulama ahli hadits mengemukakan hadits yang mereka persiapkan. Jawaban beliau terhadap
setiap hadits yang dikemukakan mulai dari penanya pertama sampai kepada penanya terakhir
adalah “Saya tidak mengetahuinya”. Mereka yang merencanakan pengujian itu, mengambil
kesan bahwa hafalan dan pengetahuan Imam Al-Bukhari tentang hadits minim dan lmah serta
jelek sekali.

Setelah semua selesai membacakannya, kemudian Imam Al-Bukhari menerangkan dan


membetulkannya, dan kemudian mengembalikan sanad-sanad yang sudah di acak itu sesuai
dengan matan awal. Para ulama yang hadir tercengang dan terpaksa harus mengakui
kepandaian, ketelitian dan hafalannya dalam ilmu hadits.

 Terusirnya Imam Al-Bukhari Dari Bukhara

Ghonjar mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad
bin Umar berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid bin Ahmad
Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismail, yang
isinya, “Bawalah padaku kitab Jaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar
dari kamu.” Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlah kepadanya
bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan aku tidak akan membawa ilmuku
itu ke hadapan pintu para sultan. Apabila dia butuh (jika ilmu itu dikehendaki), maka
hendaknya dia datang kepadaku di masjidku atau di rumahku. Kalau hal ini tidak
menyenangkan wahai sultan, maka laranglah aku untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada
hari kiamat aku punya alasan di hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.”
Ghonjar mengatakan, “Inilah yang menyebabkan terjadinya krisis di antara keduanya.”

Al-Hakim berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby


mengatakan, “Aku mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah al-
Bukhari dari negeri Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin Thahir meminta
beliau untuk hadir di rumahnya supaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih
kepada anak-anaknya, tapi beliau menolak. Beliau katakan, “Aku tidak mempunyai waktu
jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya (mendengarkan ilmuku). Maka Khalid
bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin Abi al-Warqa` dan lainnya dari penduduk
Bukhara untuk bicara mempermasalahkan madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad
mengusir beliau dari Bukhara.

Demikianlah sekelumit cerita tentang Imam Al-Bukhari, beliau juga pernah difitnah
sebagai orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk.
Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkan secara tegas beliau membantah bahwa
orang yang membawa berita tersebut adalah pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa al-
Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba adalah
makhluk.” (Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagian akhir halaman 490-491).

C. Karya-Karya Imam Al-Bukhari


1. Al-Jami’ Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashr min Umur Rasulillah wa Sunanih wa
Ayyamihi atau bisa disebut juga “Shahih Al-Bukhari”. Kitab ini berisikan hadits-hadits
shahih semuanya, ujarnya : “Saya tidak memasukan dalam kitabku ini, kecuali shahih
semuanya”. Jumlah hadits yang ditulis dalam kitab ini ada yang mu’allaq dan muttabi’.
Yang mu’alaq sejumlah 1341 buah, dan yang muttabi’ sebanyak 384 buah (ini khilaf), jadi
seluruhnya berjumlah 8122 buah, di luar yang maqthu’ dan mauquf. Sedang jumlah yang
tulen saja, yakni tanpa berulang, tanpa mu’alaq dan muttabi’ 2513 buah. Menurut jumhur
ulama ahli hadits, kitab Al-Jami’ merupakan kitab hadits yang paling shahih setelah Al-
Qur’an.

2. Qadhaya Al-Shahabah wa Al-Tabi’in. Kitab ini dikarang ketika berusia 18 tahun, dan
sekarang tidak ada kabar berita tentang kitab tersebut.

3. Al-Tharikhu Al-Kabir (8 jilid) telah tiga kali terbit dan tiga kali direvisi.

4. Al-Tharikhu Al-Ausath

5. Al-‘Adabu Al-Munfarid

6. Birru Al-Walidain

7. Karya lainnya adalah Qira’at Khalf Al-Imam, Al-Tafsir Al-Kabir, Al-Musnad Al-Kabir,
Al-Adab Al-Mufrad, Raf’ Al-Yadain, Al-Dhu’afa, Al-Jami’ Al-Kabir, Al-Asyribah.

D. Kekaguman para Ulama Tentang Keshahihan Imam Al-Bukhari

Kitab shahih Al-Bukhari telah memperoleh penghargaan tinggi dari para ulama.
Terhadap kitabnya, mereka telah memberikan pernyataan, bahwa shahih All-Bukharu adalah
satu-satunya kitab yang paling shahuh sesudah Al-Qur’an. Contoh Kekaguman Orang
terhadap Al-Imam al-Bukhari rahimahullah, merupakan barometer bagi guru-gurunya dan
manusia yang tahu dan hidup pada zamannya maupun sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz
Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang
pujian dan jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul
huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib.

Berikut ini beberapa contoh pujian dan kekaguman mereka. Muhammad bin Abi
Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya
aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya
aku lakukan sebab kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti
lenyapnya ilmu.” Raja’ bin Raja’ mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat di
antara ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.” Abu Abdullah al-Hakim dalam
Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah Imam Ahlul hadits, tidak ada seorang pun di antara
Ahlul Naql yang mengingkarinya.”

2. IMAM MUSLIM (204-261 H / 820-875 M)

A. Riwayat Hidupnya

Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu Al-Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim Al-
Qusyairi Al-Naisabury. Beliau dinisbatkan kepada Naisabury kerena beliau adalah putra
kelahiran Naisabur, beliau juga dinisbatkan kepada nenek moyangnya Qusyair ibn Ka’ab ibn
Rabi’ah ibn Sha-sha’ah keluarga bangsawan besar. Imam Muslim adalah salah seorang di
antara panji-panji ahli hadits yang berkedudukan sebagai Imam, Hafidz, dan kuat posisinya.

Menurut Al-Hafidz Ibnu Al-Ba’i dalam kitabnya ‘Ulamau Al-Anshari’, bahwa Imam
Muslim di lahirkan di Naisabur pada tahun 206 H atau 820 M yakni kota kecil di Iran bagian
Timur Laut. Beliau di besarkan dalam lingkungan keluarga berpendidikan yang haus akan
ilmu hadits. Akibat karakternya yang terbentuk dalam lingkungan keluarga yang demikian itu,
telah mendorongnya menuntut ilmu kepada guru-guru yang memiliki nama besar di Negara-
negara Islam. Di Khurasan (Iran), beliau berguru kepada Yahya dan Ishan bin Rahuya. Di
Rayyi beliau belajar Ilmu hadits kepada Muhammad bin Mihran. Di Irak beliau belajar ilmu
hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah Bin Maslamah. Dan di Hijaz beliau berguru
Hadits kepada Amr bin Sawad dan Hamalah bin Yahya.

Imam Muslim juga mempunyai guru hadits sangat banyak sekali, diantaranya adalah:
Usman bin Abi Syaibah, Abu Bakar bin Syaibah, Syaiban bin Farukh, Abu Kamil al-Juri,
Zuhair bin Harab, 'Amar an-Naqid, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Yasar, Harun
bin Sa'id al Aili, Qutaibah bin sa'id dan lain sebagainya.

Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore bulan Rajab 261 H atau 875 M, dan
dikebumikan pada hari senin di kampung Nasr Abad daerah Naisabur. Beliau wafat dalam
usia 55 tahun.

B. Kehidupan dan Pengembaraannya


Kehidupan Imam Muslim penuh dengan kegiatan mulia. Beliau merantau ke berbagai
negeri untuk mencari hadits. Dia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
Dia belajar hadits sejak masih kecil, yakni mulai tahun 218 H. Dalam perjalanannya, Muslim
bertemu dan berguru pada ulama hadis.
Imam Muslim berulangkali pergi ke Bagdad untuk belajar hadits, dan kunjungannya
yang terakhir tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering berguru
kepadanya. Sebab dia mengetahui kelebihan ilmu Imam Bukhari. Ketika terjadi ketegangan
antara Bukhari dengan az-Zuhali, dia memihak Bukhari. Sehingga hubungannya dengan az-
Zuhali menjadi putus. Dalam kitab syahihnya maupun kitab lainnya, Muslim tidak
memasukkan hadits yang diterima dari az-Zuhali, meskipun dia adalah guru Muslim. Dan dia
pun tidak memasukkan hadits yang diterima dari Bukhari, padahal dia juga sebagai gurunya.
Bagi Muslim, lebih baik tidak memasukkan hadits yang diterimanya dari dua gurunya itu.
Tetapi dia tetap mengakui mereka sebagai gurunya.

C. Karya-karya Imam Muslim

Imam muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Di
antaranya adalah :

1. Al-Jamius Syahih yang judul aslinya, Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashar min Al-Sunan
ibn Naql Al-‘Adl ‘an Al-‘Adli ‘an Rasul Allah. Kitab shahih ini berisikan 7273 buah
hadits, termasuk dengan yang terulang. Kalau di kurangi dengan hadits-hadits yang
terulang tinggal 4000 buah hadits.
2. Al-Musnadul Kabir Alar Rijal
3. Kitab al-Asma' wal Kuna
4. Kitab al-Ilal
5. Kitab al-Aqran
6. Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal
7. Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba'
8. Kitab al-Muhadramain
9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin
10. Kitab Auladus Sahabah
11. Kitab Auhamul Muhadisin.
12. dll.
Kitabnya yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih
Muslim. Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfaat luas, serta
masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab
ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah.
Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam. Imam Muslim telah
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi,
menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama
lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu
memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang
sedemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya. Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu
ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang
pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: "Aku susun kitab Sahih ini yang
disaring dari 300.000 hadits."

Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim
untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits
Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita
kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-
ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang
tidak disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: "Tidak setiap hadits
yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya
mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits." Imam Muslim
pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila
penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan
berputar-putar di sekitar kitab musnad ini."

Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam


Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan
sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan
sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula." Imam Muslim di dalam penulisan
Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab
yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat
oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan
judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.

D. Pujian para Ulama

Apabila Imam Bukhari sebagai ahli hadits nomor satu, ahli tentang ilat-ilat (cacat)
hadits dan seluk beluk hadits, dan daya kritiknya sangat tajam, maka Imam Muslim adalah
orang kedua setelah Bukhari, baik dalam ilmu, keistimewaan dan kedudukannya. Hal ini tidak
mengherankan, karena Imam Muslim adalah salah satu dari muridnya. Al-Khatib al-Bagdadi
berkata: "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, mengembangkan ilmunya dan mengikuti
jalannya." Pernyataan ini bukanlah menunjukkan bahwa Muslim hanya seorang pengikut saja.
Sebab ia mempunyai ciri khas tersendiri dalam menyusun kitab, serta memperkenalkan
metode baru yang belum ada sebelumnya.

Imam Muslim mendapat pujian dari ulama hadis dan ulama lainnya. Al-Khatib al-
Bagdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya "Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu
Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dari pada guru-guru hadits lainnya. Ishak
bin Mansur al-Kausaj berkata kepada Muslim: "Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama
Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin."

Ishak bin Rahawaih pernah mengatakan: "Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu
Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis hadits dari dia di
Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang benar- benar ahli hadits hanya empat
orang. Di antaranya adalah Muslim." Maksudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy.
Sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.

3. Keutamaan Shahih Al-Bukhari terhadap Shahih Muslim


Sudah di maklumi bahwa shahih Al-Bukhari dan shahih Muslim merupakan dua kitab
yang paling shahih sesudah Al-Qur’an. Melalui kitab itu panji-panji sunnah menjadi lebih
berkibar, lebih intens perspektifnya, lebih melebar perkembangannya pada masa-masa
sesudahnya, karena pengaruh kedua kitab shahih itu terhadap orang-orang yang datang
sesudahnya. Eksitensi kedua kitab itu telah membuktikan adanya gerakan menghimpun dan
meriwayatkan hadits pada masa Al-Bukhari dan Muslim, sehingga derajat kedua kitab itu
tidak bisa ditandingi oleh karya imam-imam hadits yang dating sesudahnya.
Mengenai perbandingan antara shahih Al-Bikhari dan shahih Muslim, Imam An-
Nawawi di dalam pendahuluan kitab Syarah Shahih Muslim, mengatakan, “Para ulama telah
bersesuaian pendapat bahwa kitab-kitab yang paling shahih sesudah Al-Qur’an ialah dua kita
shahih, pertama Shahih Al-Bukhari dan kedua Shahih Muslim, dan kedua kitab itu telah di
terima oleh seluruh umat Islam.
Kita Shahih Al-Bukhari adalah paling shahih, banyak mengandung faedah dan
pengetahuan di antara kedua kitab tersebut. Adalah shahih riwayat yang menyebutkan, bahwa
Imam Muslim mengambil faedah dari shahih Al-Bukhari. Imam Muslim sendiri telah
mengakui, Al-Bukhari sebagai orang yang tidak ada bandingannya dalam bidang ilmu hadits.
Pendapat An-Nawawi itu juga dikuatkan oleh pernyataan Imam Muslim sendiri terhadap Al-
Bukhari, “Tidak ada orang yang marah kepadamu (Al-Bukhari) kecuali orang yang dengki,
dan aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang sepertimu.
Imam Al-Dzahabi berkata, “Bahwasanya shahih Al-Bukhari adalah satu-satunya kitab
Islam yang paling utama setelah Al-Qur’an. Karenanya, sekiranya ada seseorang berpergian
jauhsampai beribu-ribu pos hanya semata-mata untuk mendengarkan Shahih Al-Bukhari,
niscaya kepergiannya itutidak sia-sia.”
Ibnu Hajar berkata, “Para ulama sepakat mengakui Al-Bukhari lebih mulia dari
Muslim, karena Muslim adalah lulusannya, dia senantiasa mengambil faedah dari Al-Bukhari
dan mengikuti jejak-jejeknya. Al-Daaruquthni berkata, “Bahwa apa yang dilakukan Muslim
mengambil dari Shahih Al-Bukhari. Dan karena itu, Muslim memduduki posisi meriwayatkan
dari Al-Bukhari dengan menambahkan beberapa tambahan.
Akan tetapi terlepas dari itu semua, kita sebagai orang yang sedang mempelajari Ilmu
Hadits harus meyakini bahwa Shahih Al-Bukahri dan Shahih Muslim adalah sumber hokum
kedua setelah Al-Qur’an.
Sebagaimana pernyataan seorang ulama dalam syairnya yang berbunyi :

“Orang-orang berbeda pendapat terhadap Al-Bukhari dan Muslim, siapa di antara


keduanya yang paling utama, maka aku berpendapat, jika Al-Bukhari lebih utama, itu dari
segi keshahihan haditsnya, dan jika Muslim lebih utama, itu dari segi system
penyusunannya.”
KESIMPULAN DAN RANGKUMAN
1. Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn
Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Imam Al-Bukhari lahir di
Bukhara suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Sovyet, yang merupakan simpang jalan
antara Rusia, Persia, Hindia dan Tiongkok. Beliau lahir setelah shalat Jum’at, tanggal 13
Syawal 194 H atau 21 Juli 810 M.
2. Imam Al-Bukhari meninggal dunia pada malam Selasa tahun 255 H, dalam usia 62
tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anak pun (menurut Prof. Dr.
Muhammad Alawi Al-Maliki, dalam bukunya Ilmu Ushul Hadits). Sedangkan ada
pendapat lain yang menerangkan bahwa Imam Al-Bukhari meninggal dunia pada hari
Jum’at malam Sabtu setelah sembahyang Isya’, bertepatan pada malam ‘Idul Fitri 1
Syawal 256 H atau 31 Agustus 870 M. Dan kemudian beliau dikebumikan sehabis
sembahyang Dhuhur pada hari Sabtu, di Khirtank, suatu kampung tidak jauh dari
samarkan (menurut Drs. Munzier Suparto, M.A, dalam bukunya Ilmu Hadits).
3. Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu Al-Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim Al-
Qusyairi Al-Naisabury. Menurut Al-Hafidz Ibnu Al-Ba’i dalam kitabnya ‘Ulamau Al-
Anshari’, bahwa Imam Muslim di lahirkan di Naisabur pada tahun 206 H atau 820 M
yakni kota kecil di Iran bagian Timur Laut.
4. Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore bulan Rajab 261 H atau 875 M, dan
dikebumikan pada hari senin di kampung Nasr Abad daerah Naisabur. Beliau wafat dalam
usia 55 tahun.
5. Orang-orang berbeda pendapat terhadap Al-Bukhari dan Muslim, siapa di antara
keduanya yang paling utama, maka aku (pernyataan ulama) berpendapat, jika Al-Bukhari
lebih utama, itu dari segi keshahihan haditsnya, dan jika Muslim lebih utama, itu dari segi
system penyusunannya.
6. Telah diakui oleh Jumhur ulama, bahwa shahil Al-Bukhari adalah seshahih-shahih
kitab hadits dan sebesar-besar pemberi faedah, sedang shahih Muslim secermat-cermat
isnadnya dan sekurang-kurang perulangannya, sebab sebuah hadits yang telah beliau
letakkan pada suatu maudhu’, tidak lagi ditaruh di maudhu’ lain. Jadi Kitab shahih ini
berada satu tingkat di bawah shahih Bukhari.
DAFTAR ISI
1. Kitab Hadis Sahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
2. Majalah as-Sunnah, no.02/Th.I, Jumada Tsani-Rajab 1413 H/ Desember 1992 M,
diterjemahkan dan disusun oleh Ahmas Faiz dengan sedikit perubahan.
3. Ilmu Ushul hadits. Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki. Pustaka pelajar. 2006
4. Ilmu Hadits. Drs. Munzier Suparto, M.A. Grafindo persada. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai