Anda di halaman 1dari 3

Ciri Guru Mursyid Sejati

Al Faqir Abu Ahmed Nawawi

Pada edisi sebelumya, kita telah membahas tentang pentingnya guru mursyid yang bisa
mendidik serta membimbing perjalanan murid agar sampai pada tujuan yang ingin dicapai. Maka
tidaklah berlebihan jika Abu Yazid al-Bisthami berpendapat bahwa:

‫لششييدخ ُنميرششدد ُ ط نل ُفطنميرششندنه ُالشش شييططاَنن‬


‫طمين ُ ط ط‬
Artinya: “Barangsiapa yang tiada Syekh Mursyid (guru) yang memimpinnya ke jalan Allah,
maka syetanlah yang menjadi gurunya”.

Disinilah pentingnya kita mempunyai Guru Pembimbing atau yang disebut dengan Guru
Mursyid, yang sudah mencapai tahap ma’rifatullah, seorang Guru yang ‘Arifbillah, sudah sangat
berpengalaman melewati jalan kepada Tuhan sehingga bisa memberikan kepada kita petunjuk
agar bisa selamat sampai ke tujuan. Dengan bimbingan dari seorang guru mursyid guna
menunjukkan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (al-Wushul ilallah), maka posisi
guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga
jika kita dibimbingnya akan dapat dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika
kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita
akan tersesat, apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk atau maps.
Namun mursyid dalam Ilmu Tarekat dan Ilmu Hakikat tidak hanya membimbing secara
lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang
murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT. Dengan bahasa yang lebih mudah, bila
diibaratkan sebagai sebuah kendaraan baik berupa bus, kapal laut atau pesawat terbang yang
disopiri (mursyid) oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk
membawa kendaraannya dengan beberapa penumpang (murid) di dalamnya untuk mencapai
tujuan yang dimaksud maka sampailah pada tujuan itu.
Namun masalahnya ialah mencari guru mursyid yang betul-betul mursyid bukanlah
persoalan yang mudah, bahkan lebih sulit dari pada mencari mutiara dalam lautan, karena lebih
mudah mencari wali dari pada guru mursyid yang sejati. Mengapa demikian? Sebab guru
mursyid yang sejati sudah pasti wali, hanya saja selain pangkat wali juga mendapatkan amanah
lain untuk membimbing manusia menuju Allah, beda dengan wali yang untuk dirinya sendiri,
sedang kebanyakan wali tidak menjadi mursyid. Demikian ini seperti hal nya perbandingan
jumlah nabi dan rasul, tidak semua nabi menjadi rasul, namun jumlah rasul sangat sedikit
dibanding jumlah nabi secara keseluruhan.
Terlebih belakangan ini banyak orang yang dikultuskan sebagai wali atau guru mursyid.
Seakan mudah sekali gelar itu didapatkan, padahal gelar Wali atau Mursyid sejatinya bukanlah
wilayah penilaian manusia, melainkan murni Gelar Pemberian Allah dan Rasulullah SAW. Untuk
itulah sudah sepatutnya kita berhati-hati terhadap hal semacam itu sembari tetap berhusnudhon
kepada orang-orang sholih lagi mulia agar hati kita selamat dari penyakit-penyakit hati yang
hina.
Lantas, seperti apakah guru mursyid yang sejati itu? Apa ciri-cirinya? Bagaimana cara
kita mencarinya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut marilah kita simak satu-persatu dawuh-
dawuh para Guru Shufi yang mulia. Berkata Waliyu Qutbi Wal Irsyad Al Habib Abdullah bin
Alawi Al Haddad di dalam karyanya yang berjudul Risalah Adab Sulukil Murid pasal ke 17 :

‫ِ ُطونكن ُطشديطد ُاشلرشص ُعطل ُططلَشب‬.‫ُ ُشعناَي طدة ُ طتشمدة ُشبنصحُبشة ُاللخياَشر ُطونمجُاَل ططسشة ُالشصاَشلحِطي ُاللبَأراشر‬-‫ُأأيياَ ُال نريند‬-ُ ‫طولطتنكن ُ ط طل‬
‫طششيقخ ُطصاَشلقح ُنمرششقد ُ طن ش ق‬
‫ِ ُطحطسشن‬،‫ِ ُطكشمشل ُالطعقَشل ُطواشسع ش ُالشصدشر‬،‫ِ ُطذائشقق ُلشلَطحُشقَيطقَشة‬،‫ِ ُطساَ ش قل ُلشلَططشريطقَشة‬،‫ِ ُعطاَشرقف ُ شبلششيطعشة‬،‫ص‬
ِ.ِ‫السشطياَطسشة ُعطاَشرقف ُشبططبقَاَشت ُالنشاَشس ُنمطم ش ي قي ُب ططي ُغطرائششزشه ُطوشفططشرشه ُطولأحطواشلشهم‬
‫شي‬
Artinya : “ Hendaknya kau –wahai muriid- memiliki perhatian penuh dengan bersahabat
dengan orang-orang baik dan mendatangi majlis orang-orang sholih. Jadilah kau orang yang
benar-benar menginginkan mencari syaikh (guru) yang sholih, bisa memberi petunjuk dan
nasehat, mengetahui hukum syariat, menempuh jalan thariqah, telah mencapai hakikat,
sempurna akal, lapang dada (sabar), memiliki strategi yang baik dan mengetahui tingkatan
manusia serta mampu membedakan antara tabiat, naluri dan kondisi-kondisi mereka.”

Syaikh atau ‫ شششيخ‬secara harfiah bermakna orang yang telah mencapai usia 40 tahun.
Sedangkan secara istilah bermakna seseorang yang alim dalam bidang agama. Sedangkan dalam
bidang tashawwuf Syaikh sama artinya dengan Mursyid. Di dalam dawuh beliau tersebut bisa
kita cermati bahwa diantara ciri guru mursyid yang sejati ialah : (1) Sholih (dimana sholih ini
tidak ada stempelnya alias tidak mudah dicari) (2) Dapat membimbing (3) Mampu
memberikan nasehat (4) Mengerti tentang syari’at (5) Telah menempuh thariqah (6) Telah
merasakan haqiqat (7) Sempurna akalnya (8) Lapang dadanya (9) Bagus pengaturannya
(10) Mengerti tingkatan-tingkatan manusia (11) Mampu membedakan sifat insting,
pembawaan dan ahwal manusia.
Adapun menurut Syeikh Suhrowardi dalam kitab Khozinatul-Asror halaman 194 dalam
salah satu wasiatnya berkata : Seorang Syeikh lagi Mursyid itu : (1) Mesti menjalani ilmu haq
(2) Terpelihara dari akhlak yang buruk/hina (3) Statusnya sebagai pengganti/penerus
Rasulullah SAW "al-ulamaa-u warotsaatul ambiyaa" (4) Dia seorang yang mata
hati/bathinnya bisa melihat dan silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW (5) Dia
adalah seorang yang 'alim / berilmu bukan orang yang bodoh/Jahil. (6) Tidak mencintai
dunia (bukan berarti harus miskin), hatinya tidak disibukkan oleh urusan-urusan dunia (7) Dia
harus sanggup melatih nafsunya sendiri, diantaranya melatih sedikit makan, sedikit tidur,
sedikit bicara atau tidak bicara yang tidak perlu (8) Banyak sholatnya (9) Banyak sodaqohnya
(10) Banyak puasanya (11) Akhlaknya seperti Rasulullah SAW.
Sejatinya masih banyak dawuh-dawuh yang semisal dengan itu, namun setidaknya inti
daripada itu semua ialah seorang guru mursyid yang sejati akan selalu berpegang teguh terhadap
al-Qur’an dan Sunah Nabi SAW. Sebagaimana Dawuh Syeikh Junaid Al Bagdadi :
‫علَمناَ ُهذا ُمقَيد ُبلكتاَب ُوالسشنة ُفن ُل ُيقَرأأ ُالقَران ُولهه ُيكتهب ُالهديث ُولهه ُيهاَلس ُالعلَمهءا ُليقَتهدى ُبهه ُف ُههذا‬
‫لشأأن‬
Artinya : “Ilmu kita ini terikat oleh Al-Qur`an dan As-Sunnah. Siapa saja yang belum belajar
Al-Qur`an dan As-Sunnah dan tidak pula pernah duduk di depan para Ulama (untuk menuntut
ilmu) orang tersebut tidak boleh diikuti di dalam tingkah laku perkara ini”
Maka setiap guru mursyid sejati, pastilah berpegang teguh pada syariat disamping
luasnya ilmu hakikat yang dimiliki, dimana yang selalu menjadi prinsip hidupnya ialah
mengerjakan apa-apa sesuai dengan yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW. Bahkan senantiasa
Rasulullah lah yang selalu ada di dalam hati, fikiran dan perbuatannya.
Dari penjelasan singkat ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa seorang guru mursyid
sejati adalah seorang hamba Allah yang sholih, dipilih lagi terpilih yang bertugas menyampaikan
amanah yang dipikulnya untuk membimbing manusia menuju pada hakikat pengabdian yang
sebetulnya. Seorang wali belumlah tentu diangkat menjadi guru mursyid, namun guru mursyid
pastilah seorang wali. Oleh karena itu guru mursyid yang sejati jumlahnya tidaklah banyak.
Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa guru mursyid yang kamil wal mukammil munculnya
100 tahun sekali dan yang menjadi pemimpin zaman di masanya.
Salah satu ciri yang lain dari guru mursyid yang sejati sebagaimana dijelaskan oleh Imam
Abdul Wahab As- Sya’roni didalam kitab-kitabnya ialah bahwa syeikh atau mursyid yang hakiki
ialah mereka yang biasa bekumpul, bersanding dan berinteraksi dengan Nabi SAW secara
langsung dan bertatap muka. Untuk lebih jelasnya penjelesan bab ini, akan dimuat khusus pada
edisi berikutnya. Insyaallah. La’allahu yanfa’. Aamin.

Anda mungkin juga menyukai