Anda di halaman 1dari 13

AJARAN DASAR

THORIQOH NAQSYABANDIYAH
11 Dasar ajaran Tarekat Naqsyabandiyah

1). “Huwasy Dardam” , yaitu pemeliharaan keluar masuknya nafas, supaya hati tidak
lupa kepada Allah SWT atau tetap hadirnya Allah SWT pada waktu masuk dan
keluarnya nafas. Setiap murid atau salik menarikkan dan menghembuskan
nafasnya, hendaklah selalu ingat atau hadir bersama Allah di dalam hati
sanubarinya. Ingat kepada Allah setiap keluar masuknya nafas, berarti memudahkan
jalan untuk dekat kepada Allah SWT, dan sebaliknya lalai atau lupa mengingat Allah,
berarti menghambat jalan menuju kepada- Nya.

2). “Nazhar Barqadlam” yaitu setiap murid atau salik dalam iktikaf/suluk bila berjalan
harus menundukkan kepala, melihat ke arah kaki dan apabila dia duduk dia melihat
pada kedua tangannya. Dia tidak boleh memperluas pandangannya ke kiri atau ke
kanan, karena dikhawatirkan dapat membuat hatinya bimbang atau terhambat untuk
berzikir atau mengingat Allah SWT. Nazhar Barqadlam ini lebih ditekankan lagi bagi
pengamal tarikat yang baru suluk, karena yang bersangkutan belum mampu
memelihara hatinya.

3). “Safar Darwathan” yaitu perpindahan dari sifat kemanusiaan yang kotor dan
rendah, kepada sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi utama. Karena itu
wajiblah bagi si murid atau salik mengontrol hatinya, agar dalam hatinya tidak ada
rasa cinta kepada makhluk.

4). “Khalwat Daranjaman” yaitu setiap murid atau salik harus selalu menghadirkan
hati kepada Allah SWT dalam segala keadaan, baik waktu sunyi maupun di tempat
orang banyak. Dalam Tarikat Naqsyabandiyah ada dua bentuk khalwat :

a. Berkhalwat lahir, yaitu orang yang melaksanakan suluk dengan mengasingkan diri
di tempat yang sunyi dari masyarakat ramai.
b. Khalwat batin, yaitu hati sanubari si murid atau salik senantiasa musyahadah,
menyaksikan rahasia- rahasia kebesaran Allah walaupun berada di tengah- tengah
orang ramai.

5). “Ya Dakrad” yaitu selalu berkekalan zikir kepada Allah SWT, baik zikir ismus zat
(menyebut Allah, Allah,.), zikir nafi isbat (menyebut la ilaha ilallah), sampai yang
disebut dalam zikir itu hadir.

6). “Bar Kasyat” yaitu orang yang berzikir nafi isbat setelah melepaskan nafasnya,
kembali munajat kepada Allah dengan mengucapkan kalimat yang mullia

“Wahai Tuhan Allah, Engkaulah yang aku maksud (dalam perjalanan rohaniku ini)
dan keridlaan-Mulah yang aku tuntut” . Sehingga terasa dalam kalbunya rahasia
tauhid yang hakiki, dan semua makhluk ini lenyap dari pemandangannya.

7).“Nakah Dasyat” yaitu setiap murid atau salik harus memelihara hatinya dari
kemasukan sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya, walaupun hanya
sebentar. Karena godaan yang mengganggu itu adalah masalah yang besar, yang
tidak boleh terjadi dalam ajaran dasar tarikat ini.

Syekh Abu Bakar Al Kattani berkata, “Saya menjaga pintu hatiku selama 40 (empat
puluh) tahun, aku tiada membukakannya selain kepada Allah SWT, sehingga
menjadilah hatiku itu tidak mengenal seseorang pun selain daripada Allah SWT.”

Sebagian ulama tasawuf berkata “Aku menjaga hatiku 10 (sepuluh) malam, maka
dengan itu hatiku menjaga aku selama 20 (duapuluh) tahun.”

8).“Bad Dasyat” yaitu tawajuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada


musyahadah, menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT
terhadap Nur Zat Ahadiyah (Cahaya Yang Maha Esa) tanpa disertai dengan kata-
kata. Keadaan “Bad Dasyat” ini baru dapat dicapai oleh seorang murid atau salik,
setelah dia mengalami fana dan baka yang sempurna. Adapun tiga ajaran dasar
yang berasal dari Bahauddin Naqsyabandi adalah,

9).“Wuquf Zamani” yaitu kontrol yang dilakukan oleh seorang murid atau salik
tentang ingat atau tidaknya ia kepada Allah SWT setiap dua atau tiga jam. Jika
ternyata dia berada dalam keadaan ingat kepada Allah SWT pada waktu tersebut, ia
harus bersyukur dan jika ternyata tidak, ia harus meminta ampun kepada Allah SWT
dan kembali mengingat- Nya.

10).“Wuquf ‘Adadi” yaitu memelihara bilangan ganjil dalam menyelesaikan zikir nafi
isbat, sehingga setiap zikir nafi isbat tidak diakhiri dengan bilangan genap. Bilangan
ganjil itu, dapat saja 3 (tiga) atau 5 (lima) sampai dengan 21 (duapuluh satu), dan
seterusnya.

11).“Wuquf Qalbi” yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Ubaidullah Al-
Ahrar, “Keadaan hati seorang murid atau salik yang selalu hadir bersama Allah
SWT”. Pikiran yang ada terlebih dahulu dihilangkan dari segala perasaan, kemudian
dikumpulkan segenap tenaga dan panca indera untuk melakukan tawajuh dengan
mata hati yang hakiki, untuk menyelami makrifat Tuhannya, sehingga tidak ada
peluang sedikitpun dalam hati yang ditujukan kepada selain Allah SWT, dan terlepas
dari pengertian zikir.
Apa yang dilaksanakan Rasulullah S.A.W. di gua Hira itulah sebenarnya haqiqat
suluk (riyadhoh) yang dijalankan oleh para ahli sufi thariqatullah (Tarekat
Mu'thabarah).
Siapa gerangan yang dapat membantah hal ini ?

َ ‫ّللا َوا ْبتَغُواْ ِإلَي ِه ْال َو ِسيلَةَ َو َجا ِهدُواْ ِفي‬


َ‫س ِبي ِل ِه لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ه‬

Ya ayyhuhallazina amanuttaqullaha wabtaghu ilaihil washilata wajahidu fi sabililihi


laallakum tuflihun.Y aayyuhallazina amanuzkurullah dzikrankatsira laallakum
tuflihun.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah
(penghantar/yang mengantar) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah
di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan, Qs. Al-Maidah: ayat 35.
Jadi suliq bukanlah hal yang dibuat buat oleh para sufi. Beranjak dari awaluddin
makrifatullah ( awal agama adalah mengenal Allah ). Maka suluk adalah sarana
untuk mengenal allah tersebut.
Di dalam suluk tersebut dilatihlah wuquf qalbi atau hati/qalbu yang terhenti dari hal
hal yang bersifat duniawi tetapi dikonsentrasikan munajat kehadirat Allah swt. Tentu
saja dalam hal ini diperlukan pembimbing ( sang mursyid) yang menjadi wasilah
bukan perantara.
Dalam teori elektisitas (kelistrikan) kita mengenal adanya kabel yang yang menjadi
penghantar jalannya arus listrik. Maka nurun ala nurin( nur Ilahi ) yanh terpancar dari
zat dan fiil ilahi rabbi itu di dalam suluq dikonsentrasikan didalam latifatul qalbi. Sang
mursyid sebagai mediator yang maha baik menghantarkan langsung kehadirat Ilahi
Rabbi. Tidak ada yang sampai ke matahari kecuali cahaya matahari itu sendiri.
Begitulah sang mursyid yang menjadi channel KETUHANAN yang dapat
menghantarkan sang mukmin yang bersuluk menuju hadirat Ilahi rabbi. Dunia ini
hanyalah panggung sandiwara tetapi zat Allah lah yang kekal abadi yang akan
menyelamatkan umat manusia ini sampai ke alam baqa. Nah, darimanakah manusia
itu bisa mengenal sesuatu tanpa ada guru yang membimbingnya.
Suluk hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang telah menerima amalan thariqah.
Rasulullah S.A.W. telah memberikan amanah kepada para sahabat sampai kepada
para tabiin dan sampai kepada para ulama warisatulmbiyai wal mursalin termasuk
para waliyullah sebagai pemegang tampuk pusaka dari Rasulullah S.A.W. di akhir
zaman ini.
Apabila kita kelak meninggalkan dunia yang fana ini maka yang berjalan menuju
hadirat ilahi adalah ruh kita .
‫ج‬.ً‫ضيَّة‬
ِ ‫اضيَّةً َّم ْر‬
ِ ‫ِلى َربِهكَ َر‬ ْ ‫س ْال ُم‬
ْ ‫ال‬.ُ‫ط َمئِنَّة‬
َ ‫ار ِج ِع ْى ا‬ ُ ‫يآيُّ َهاالنَّ ْف‬

Ya aayatuhannafsul muthmainnah irjii ila rasbbili radhiyatam mardiyah fadkhuli fi


ibadi wadkhuli jannati.

Artinya: Hai jiwa yang tenang kembalilah Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya.(QS. al-Fajr,ayat 27-28)
Perjalan ruh yang seba metafisika ini tidak dapat berjalan begitu saja tanpa indikator
, indikator inilah yang disebut sang Mursyid. Beliaulah yang menyalurkan nurun ala
nurin (Cahaya di atas Cahaya) itu kedalam ruh para muridnya untuk dapat
melasanakan zikir sebanyak banyaknya secara intensif pula. Seperti halnya rasul
didalam gua Hira dibimbing oleh Jibril Alaihissalam. Begitu dahsyatnya pandangan
bathin sang Mursyid yang memimpin murid muridnya di seluruh dunia ini. Dan para
mursyid membimbing muridnya melalui ruhnya yang disertakan Alloh Cahaya...(red.)
-(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu
mereka berdo’a: “Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.

-Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,

-kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara


kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka
tinggal (dalam gua itu).
-Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.
Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb
mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; dan Kami telah meneguhkan
qalbu mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Rabb kami adalah
Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya
kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.
(QS. Al-Kahfi ayat 11-14)

Read more: http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/01/dalil-suluk-riyadhoh-


dalam-tarekat.html#ixzz45j92f5gU

Adab tata cara Suluk Dalam Tarekat


Suluk berarti perjalanan ruhani seorang hamba dengan tujuan untuk
mendekatkan diri, memohon ampunan, dan berkehenda mendapat ridho Allah SWT
. dengan melalui tahapan-tahapan penyucian jiwa (tazkaiatun – nafsi) yang
dipraktekan ke dalam latihan-latihan ruhani( riadlatur-ruhaniah) secara istiqamah
dan mudawamah.

Seseorang yang melaksanakan suluk dinamakan salik. Orang suluk beriktikaf di


masjid atau surau, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW atau
Salafus Shaleh. Masa suluk itu dilaksanakan 10 hari, 20 hari atau 40 hari. Orang
yang melaksanakan suluk itu wajib di bawah pimpinan seorang yang telah ma’rifat,
dalam hal ini adalah Syekh Mursyid.

Setiap orang yang suluk meyakini, bahwa dirinya akan menjadi bersih dan tobatnya
akan diterima oleh Allah SWT, sehingga dia menjadi taqarrub, dekat diri kepada-
Nya. Syekh Amin Al Kurdi mengatakan, tidak mungkin seseorang itu sampai kepada
makrifatullah dan hatinya bersih serta bercahaya, sehingga dapat musyahadah
kepada yang mahbub, yang dicintai yaitu Allah SWT, kecuali dengan jalan suluk
atau berkhalwat. Dengan cara inilah seseorang salik yang menghambakan dirinya
kepada Allah SWT semata-mata, bisa sampai kepada yang dimaksud (Amin Al Kurdi
1994 : 430).

1. Syarat-Syarat Suluk
Syekh Amin Al Kurdi dalam bukunya “Tanwirul Qulub” mengatakan ada 20
syarat suluk:

1). Berniat ikhlas, tidak riya dan sum’ah lahir dan batin.

2). Mohon ijin dan do’a dari syekh mursyidnya, dan seorang salik tidak memasuki
rumah suluk sebelum ada ijin dari syekh selama dia dalam pengawasan dan
pendidikan.

3). ‘Uzlah (mengasingkan diri), membiasakan jaga malam, lapar dan berzikir
sebelum suluk.

4). Melangkah dengan kaki kanan pada waktu masuk rumah suluk. Waktu masuk
seorang salik mohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dan membaca
basmalah, setelah itu dia membaca surat An Nas tiga kali, kemudian melangkah kaki
kiri dengan berdo’a,

Artinya : Ya Allah, yang menjadi pelindung di dunia dan akhirat, jadikanlah aku
sebagaimana Engkau telah menjadikan penghulu kami Muhammad SAW dan
berilah aku kurnia, rizki mencintai-Mu. Berilah aku kurnia, rizki mencintai kekasih-
Mu. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan kecantikan-Mu dan jadikanlah aku termasuk
hamba-Mu yang ikhlas. Ya Allah hapuskanlah diriku dengan tarikan zat-Mu, wahai
Yang Maha Peramah yang tidak ada orang peramah bagi-Nya. Ya Tuhan, janganlah
Engkau biarkan aku tinggal sendirian, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik orang
yang mewarisi.

Setelah itu dia masuk ke Musholla lalu mengucapkan,

Artinya : Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada yang menciptakan


langit dan bumi dalam keadaan hanif/lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang
musyrik.

Kalimat itu dibaca 21 kali. Setelah itu baru melaksanakan shalat sunat 2 rakaat.
Setelah membaca Al Fatihah di rakaat pertama, dibaca ayat kursi (Al Baqarah 2 :
255) dan di rakaat kedua setelah membaca Al Fatihah, dibaca Amanar Rasul
(AlBaqarah 2 : 285). Dan setelah salam membaca Ya Fatah ( ) 500 kali.
Artinya : Seseorang itu memohon kepada Allah agar dibukakan makrifat-Nya.

5). Berkekalan wudlu atau senantiasa berwudlu.

6). Jangan berangan-angan untuk memperoleh keramat.

7). Jangan menyandarkan punggungnya ke dinding.

8). Senantiasa menghadirkan musyid.

9). Berpuasa.

10). Diam, tidak berkata-kata kecuali berzikir atau terpaksa mengatakan sesuatu
yang ada kaitannya dengan masalah syariat. Berkata-kata yang tidak perlu akan
menyia-nyiakan nilai khalwat dan akan melenyapkan cahaya hati.

11). Tetap waspada terhadap musuh yang empat, yaitu syetan, dunia, hawa nafsu
dan syahwat.

12). Hendaklah jauh dari gangguan suara-suara yang membisingkan.

13). Tetap menjaga shalat jum’at dan shalat berjama’ah karena sesungguhnya
tujuan pokok dari khalwat adalah mengikuti Nabi SAW.

14). Jika terpaksa keluar haruslah menutupi kepala sampai dengan leher dengan
memandang ke tanah.

15). Jangan tidur, kecuali sudah sangat mengantuk dan harus berwudlu. Jangan
karena hendak istirahat badan, bahkan jika sanggup, jangan meletakkan rusuk ke
lantai/berbaring dan tidurlah dalam keadaan duduk.

16). Menjaga pertengahan antara lapar dan kenyang.

17). Jangan membukakan pintu kepada orang yang meminta berkat kepadanya,
kalau meminta berkat hanya kepada Syekh-Syekh Mursyid.

18). Semua nikmat yang diperolehnya harus dianggapnya berasal dari Syekh-Syekh
Mursyid, sedangkan Syekh-Syekh Mursyid memperolehnya dari Nabi Muhammad
SAW.
19). Meniadakan getaran dan lintasan dalam hati, baik yang buruk maupun yang
baik, karena lintasan-lintasan itu akan membuyarkan konsentrasi munajat kepada
Allah SWT sebagai hasil dari zikir.

20). Senantiasa berzikir dengan kaifiat yang telah ditetapkan oleh syekh Syekh
Mursyid baginya, hingga sampai dengan dia diperkenankan atau dinyatakan selesai
dan boleh keluar (Amin Al Kurdi 1994 : 430-431).

Pelaksanaan suluk pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya disamping
memenuhi syarat suluk tersebut, adalagi ketentuan adab suluk yang pada prinsipnya
sama dengan syarat suluk yang 20 tadi. Ada 21 adab suluk yang inti pokoknya
mengatur ketentuan-ketentuan orang yang suluk itu supaya mendapatkan hasil
maksimal dalam suluknya. Ada lagi 9 (sembilan) adab setelah keluar dari suluk,
yang harus diperhatikan dan dipedomani agar hasil Ubudiyah suluk itu dapat
dipertahankan dan bahkan dapat lebih ditingkatkan lagi.
Anda mungkin juga meminati:

Adab Berdzikir Dalam Thariqat

Pengertian Tata Cara Rabitah Dalam Tarekat

Benarkah Ternyata Tarekat Itu BID'AH

Silsilah ( sanad ) Talqin Dzikir Kaum Sufi ( Tarekat )

Linkwithin

METODE MERAIH MAKRIFAT DENGAN SULUK


Dalam perjalanan Tasawuf, metode untuk mencapai Ma’rifat diantaranya adalah .
Suluk dalam istilah tarekat berarti proses dalam menempuh perjalanan
ruhani/spiritual, sementara orang yang melakukan latihan ruhani disebut salik. Suluk
dalam pengertian istilah yakni berusaha dan melatih diri (riadhah) serta berjuang
(mujahadah) melepas diri dari belenggu hawa nafsu dan sifat-sifat kebendaan yang
merupakan hijab antara diri dan Tuhan.
Ibnu ‘Atha’illah menganjurkan di dalam mengadakan kegiatan ruhani (suluk),
riyadhah dan mujahadah kearah mencapai “liqa Allah”, memerlukan “tarekat”
(metode) yang lazim dipakai oleh para sufi. Tentunya Ibnu ‘Atha’illah memakai
system tarekat yang dipegangnya yaitu tarekat Sydziliyah. Adapun Para sufi
menempuh bermacam-macam cara melalui latihan-latihan jiwa antara lain :

Sistem “maqamat tujuh tingkat” dari nafsu amarah, ketingkat nafsu lawamah,
ketingkat nafsu mulhamah, ketingkat nafsu muthma’inah, ketingkat nafsu Radhiyah,
ketingkat nafsu mardhiyah, ketingkat nafsu kamilah. Menurut sistem yang dipakai
oleh Abul Futuh Al-Suhrawardi, Halawatiyah dan Naqsabandiyah

Sistem al-Gahzali yang mengedepankan pengawasan diri, juga dilakukan atas tujuh
tingkat pula, antara lain : Musyarathah (memperingati diri), Muraqabah (mengawasi
diri), Muhasabah (membuat perhitungan atas diri), Mujahadah (kesungguhan lahir
dan batin), Muatabah (menyesali diri), Mukasyafah (terbukanya Hijab).

Sistem pendidikan tiga tingkat antara lain : sistem Takhalli, Tahalli dan Tajalli. a)
Takhalli yakni Memebersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela diri maksiat lahir dan
batin. b) Tahalli yakni Mengisi diri dari dengan sifat-sifat yang terpuji yaitu taat lahir
dan batin. c) Tajalli yakni Memperolah kenyataan Tuhan

Sistem “maqamat sepuluh tingkat” dapat pula dikatakan sistem mulzamah fiz-dzikir”,
yaitu terus menerus berada dalam dzikir ingat kepada Tuhan semata. Dzikir ini
terbagi atas dua bagian anatra lain : Dzikir yang mengutamakan sebutan Allah dan
Dzikir Nafi Isbat yang mengutamakan sebutan Lailahaillallah

Dalam istilah kaum sufi, perkataan “suluk” berarti cara atau jalan (tarekat) mendekati
Tuhan untuk “Ma’rifat”. Bahwa adanya makhluk ini, karena Tuhan sebagai khalik
ingin kenal siapa Dia. Kesadaran diri sebagai makhluk, merupakan dorongan untuk
berkeinginan mencapai “Ma’rifat” yakni mengenal Tuhan atau “liqa Allah” dengan
sebaik-baiknya untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadah kita itu.

Suluk merupakan sebuah sistem dalam tarekat-tarekat sufi, dan tentunya sudah
menjadi tradisi tarekat harus diadakannya suluk. Misalnya Tarekat Naqsabandiah
yang berkembang di Nusantara, tarekat tersebut mengadakan sebuah proses awal
memasuki suluk. Adapun persiapan-persiapan tersebut antara lain :

Persiapan pertama :
Memperkuat hasrat/keinginan untuk memulai suluk
Mencari mursyid (pembimbing) yang sudah sempurna dibidang tasawuf.
Bertaubat dari segala dosa lahir dan batin dan mengakui bahwa salik mempunyai
banyak dosa.
Melupakan dan meninggalkan segala kegiatan duniawi selama melaukukan suluk.
Bertekad bahwa perjalanan suluknya menuju (Dzikrul maut), Sabda Rasulullah
SAW.

ُُ ْ‫توا‬ ْ ‫ت َ ُم ْوتُ ا َ ْن قَ ْب َل‬


ُ ‫مو‬
Artinya : “rasakanlah mati sebelum engkau mati ”

PENGENALAN TAREKAT NAQSYABANDIYYAH


Pengasas

Tarekat Naqsyabandiyyah ialah sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada Syeikh


Baha’ al-Din, Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Syarif al-Hasani al-
Husayni al-Uwaysi al-Bukhari (717-791H/1317-1388M). Beliau lebih dikenali dengan
gelaran Shah Naqsyaband. Naqsyaband terdiri daripada dua perkataan iaitu ‘naqsy’
dan ‘band’ yang membawa maksud ukiran yang kekal. Gelaran ini diberikan kepada
Syeikh Muhammad Baha’ al-Din kerana dikatakan bahawa beliau melakukan zikir
Ism al-Zhat (Allah) di dalam hati sehingga zikir tersebut seolah-olahnya terukir di
cermin hati. Ini memberikan gambaran bahawa tumpuan utama tarekat ini ialah pada
melakukan zikir secara khafi (sirr). Inilah yang menjadi keistimewaan tarekat ini dan
membezakannya dari kebanyakkan tarekat lain.

Menurut ahli tarekat ini, sejak dahulu sampai sekarang, tarekat ini dikenali dengan
beberapa panggilan iaitu Siddiqiyyah, Tayfuriyyah, Khujakaniyyah,
Naqsyabandiyyah, Ahrariyyah, Mujaddidiyyah, Mazhariyyah, dan Khalidiyyah.
Nama-nama ini diambil sempena nama tokoh-tokoh penting tarekat ini pada period-
period tertentu.

Kemasukan Tarekat Naqsyabandiyyah

Ke Negeri Sembilan Darul Khusus


Haji Ahmad bin Muhammad al-Baqir merupakan seorang tokoh yang membawa
masuk Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah ke Negeri Sembilan. Beliau menetap
di Batu 7, Pantai, Jalari, Jelebu, Negeri Sembilan. Di kampung tersebut telah
didirikan sebuah surau suluk yang menjadi pusat kegiatan pengamalan Tarekat
Naqsyabandiyyah Khalidiyyah dan beliau menjadi pemimpin pertama perjalanan
suluk di situ. Haji Ahmad telah mengambil Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah
dari Syeikh Ali al-Rida iaitu syeikh tarekat tersebut di Jabal Abi Qubays, Makah.
Syeikh Ali al-Rida pula telah mengambil Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah dari
ayahnya, Syeikh Sulayman al-Zuhdi. Syeikh Sulayman al-Zuhdi telah mengambilnya
dari Syeikh Sulayman al-Qamiri. Syeikh Sulayman al-Qamiri ialah murid serta
khalifah kepada Syeikh Abd Allah al-Arzinjani. Syeikh Abd Allah al-Arzinjani pula
mengambilnya dari Syeikh Khalid al-Uthmani al-Kurdi.

Haji Ahmad meninggal dunia pada tahun 1942. Tarekat Naqsyabandiyyah


Khalidiyyah yang dibawa oleh beliau itu kemudiannya telah diwarisi dan
dikembangkan oleh khalifah-khalifah beliau. Antara yang terkenal ialah Haji Maruf
bin Yaqub (1901-1994). Haji Maruf telah mengambil Tarekat Naqsyabandiyyah
Khalidiyyah dari Haji Ahmad pada tahun 1920. Beliau telah diizinkan memimpin
tawajjuh dan suluk oleh gurunya pada tahun 1942. Beliau telah mendirikan sebuah
surau suluk di Kampung Baru, Pekan Lenggeng, Negeri Sembilan pada tahun 1965
dan menjadikannya sebagai pusat kegiatan pengamalan Tarekat Naqsyabandiyyah
Khalidiyyah. Di bawah pimpinan beliau, Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah talah
berkembang pesat ke serata tempat di Semenanjung Malaysia khususnya di Negeri
Sembilan, Terengganu, Selangor, Kuala Lumpur, Melaka, Johor, Perak dan juga
Singapura. Setelah kematian Haji Maruf, tarekat tersebut telah dikembangkan pula
oleh beberapa orang khalifah baliau antaranya Haji Sulaiman bin Haji Muhammad
Nur yang menggantikan beliau sebagai mursyid di surau suluk Kampung Baru,
Pekan Lenggeng, Negeri Sembilan.

Amalan Tarekat Naqsyabandiyyah

Tarekat merupakan wasilah bagi tazkiyah al-Nafs. Bagi mencapai tujuan tersebut,
Tarekat Naqsyabandiyyah menekankan tiga cara utama iaitu:

1. Zikir

Tarekat Naqsyabandiyyah memberikan penekanan khusus kepada amalan zikir.


Prinsip-prinsip zikir dan perkara yang berkaitan dengannya dalam tarekat ini dapat
ditemui dalam sebelas perkataan Parsi iaitu Hush Dar Dam, Nazar Bar Qadam,
Safar Dar Watan, Khalwat Dar Anjaman, Yad Kard, Baz Kasht, Nakah Dasht, Yad
Dasht. Ianya dinisbahkan kepada pengajarnya Syeikh Abd al-Khaliq al-Ghujdawani.
Manakala 3 lagi iaitu wuquf adadi, wuquf zamani dan wuquf qalbi adalah
dinisbahkan kepada pengajaran Syeikh Muhammad Baha’ al-Din. Kebanyakan zikir
dilakukan secara khafi (sirr).

Dalam Tarekat Naqsyabandiyyah terdapat dua jenis utama iaitu zikir individu yang
terdiri dari zikir Lata’if dan Nafy Ithbat dan zikir berjamaah iaitu zikir Khatam
Khujakan yang terdiri daripada bacaan al-Fatihah, selawat, surah Insyirah, surah al-
Ikhlas, dan kemudian selawat dengan susunan dan jumlah tertentu.
2. Muraqabah

Muraqabah bermaksud tilikan atau tumpuan hati secara berterusan terhadap Allah
serta menunggu limpahan kurnia dariNya. Ianya dilakukan sehingga menjadi satu
sifat yang sebati dengan dirinya. Ahli Tarekat Naqsyabandiyyah menjelaskan
bahawa muraqabah merupakan satu cara tersendiri dalam mencapai hakikat insan,
namun ia tidak dapat dilaksanakan sebaik-baiknya kecuali setelah zikir menjadi
mantap. Berterusan melakukan muraqabah membawa kepada tercapainya
musyahadah. Dalam Tarekat Naqsyabandiyyah terdapat beberapa jenis muraqabah
yang diamalkan dan menjadi asas bagi muraqabah-muraqabah itu iaitu Muraqabah
Ahadiyyah, Muraqabah Ma‘iyyah dan Muraqabah Mutlaq.

3. Suhbah dan Rabitah

Suhbah bermaksud berdampingan murid dengan Syeikh dengan menjaga adab-


adab perdampingan, rabitah pula ialah ikatan atau tautan hati dengan Syeikh
berasaskan rasa kasih, hormat, dan mulia.

‫وهللا أعلم‬

Dipetik daripada buku ‘Munaqashah Sufi Peringkat Kebangsaan 2004’, terbitan


Jabatan Mufti Kerajaan Negeri Sembilan, kertas bertajuk Tarekat Naqsyabandiyyah:
Perkembangan dan Sumbangan Ikhwannya di Malaysia oleh Dr Abdul Manam bin
Mohamad, Pensyarah UniSZA.

Anda mungkin juga menyukai