Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Empat belas abad lebih yang lalu sebuah risalah telah diturunkan Allah

dengan perantaraan malaikat jibril kepada Nabi Muhammad saw., agar

disampaikan kepada umat manusia.1 Untuk menjadi penerang dalam peradaban

kehidupan manusia.

Hati akan bersinar dengan mengingat Allah Swt, sebagai akibat

perenungan, zikir, dan ibadah yang ikhlas, kebenaran Ilahi terpantul di dalamnya

pada permukaan titik Qalbu, sebab titik Qalbu itu adalah milik dan kerajaan Allah

Swt. Pada hakikatnya tak satupun manusia bergerak atas kemauannya sendiri,

sebab tak satupun yang memiliki hak dan kehendak.2 Allah telah memerintahkan

kita untuk banyak berzikir dan berdo’a dalam Al Qur’an dan hadis yang

disampaikan Rasulullah Saw.

Meskipun Shalat adalah induk dzikrullah dan doa yang disyariatkan dan

menempati kedudukan Fardhu ‘Ain namun, Diluar kegiatan shalat Allah juga

memerintahkan agar kita memperbanyak zikir dan do’a baik ketika berdiri, duduk

dan berbaring atau dimanapun kita berada. Zikir dan do’a dapat melindungi diri

1
Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Mulai Dari Rumah, (Cet. I. Bandung : Mizan, 2001),
h. 15.
2
Ibnu Arabi, Menata Diri dengan Tadbir llahi, (Cet. I; Jakarta : Serambi, 2004), h. 246.

1
2

dari jeratan tipu daya syaitan dan berbagai kejahatan yang selalu mengancam

dimanapun kita berada. Praktek zikir dan do’a juga merupakan investasi berharga

bagi kehidupan dunia dan akhirat, ini merupakan usaha atau jalan untuk

mendekatkan diri kepada Allah swt. Perintah agar kita berzikir dan berdo’a

banyak sekali tercantum dalam Al-Qur’an dan hadis, antara lain :

Firman Allah dalam Surah al-Baqarah (2):152

Terjemahnya :

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) -
Ku. 3

Firman Allah dalam Surah al-Ahzab (33):41-42

Terjemahnya :

Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)


Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (41) Dan bertasbihlah kepada-Nya
di waktu pagi dan petang (42).4

3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Cet.I jakarta: Darus Sunnah,
2002), h. 23
4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Cet.I jakarta: Darus Sunnah,
2002), h. 423
3

Firman Allah dalam surah al-Jumu’ah (62):10

Terjemahnya:

Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;


dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya
kamu beruntung.5

Sesungguhnya zikir yang terbaik bagi seorang hamba adalah zikir dengan

kalam Allah swt., (Al-Quran) ia merupakan kalam terbaik, paling benar dan

paling bermanfaat. Ia merupakan wahyu Allah Swt, yang kebatilan tidak akan

mampu mendatanginya dari depan atau dari belakang. Al-Quran adalah kitab

terbaik yang diturunkan kepada Rasul yang terbaik, hamba-Nya, orang pilihan-

Nya, dan makhluk-Nya yang terbaik, Muhammad bin Abdullah saw.

Dalam menjelaskan kemuliaan Al-Quran ini Allah swt., berfirman dalam

Al-Quran surah al-Furqan (25):33 .

Terjemahnya:

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu


perumpamaan, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar
dan paling baik penjelasannya”

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Cet.I jakarta: Darus Sunnah,
2002), h. 553
4

Ibnu Katsir berkata “Dalam ayat ini terkandung keterangan yang

menunjukkan kemuliaan Rasullah saw., dimana dia didatangi oleh malaikat

dengan membawa Al-Quran pada pagi dan sore hari, dalam perjalanan ataupun

menetap. Setiap waktu malaikat mendatanginya dengan membawa Al-Quran.

Tidak seperti turunnya kitab-kitab sebelum Al-Quran. Kedudukan Rasulullah ini

lebih tinggi dan lebih mulia dari Nabi lainnya. Jadi, Al-Quran adalah kitab

termulia yang diturunkan Allah kepada Muhammad Saw sebagai Nabi termulia

yang diutus oleh Allah.”6

Allah Maha berkehendak atas segala yang ada. Tidak ada sesuatu pun

yang sedikit atau banyak, kecil maupun besar, baik atau buruk, bermanfaat atau

berbahaya, iman atau kufur, diketahui maupun tidak, menguntungkan atau

merugikan, bertambah atau berkurang, taat atau maksiat, di atas kerajaan bumi

dan Alam al-Malakut ini kecuali terselenggara atas keputusan, aturan, kebijakan,

serta kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki-Nya pasti terwujud dan apa yang

tidak diinginkan-Nya niscaya tidak ada. 7

6
Ibid., http://Ibnu Katsir. Diunduh pada senin, 12 Januari 20117
7
Arba’in Al Gazali, 40 Dasar Agama Menurut Hujjah al-Islam, (Cet. I.; Yogyakarta:
Pustaka Sufi, 2001), h. 5.
5

Manusia diberkahi dengan pengetahuan batin memandang dzikr,

“senantiasa dan terus–menerus mengingat” Allah, sebagai metode paling efektif

untuk mebersihkan hati dan mencapai kehadiran Ilahi. Objek segenap ibadah

adalah mengingat Allah, dan hanya terus-menerus mengingat Allah (dzikir)

sajalah yang bisa melahirkan cinta kepada Allah serta mengosongkan hati dari

kecintaan dan keterikatan pada dunia fana ini.8

Zikir dapat dilakukan dengan berbagai cara, dimanapun dan dalam

keadaan bagaimanapun, baik dengan duduk, berdiri, ataupun berbaring.

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah al-Imran (3):190-191

Terjemahnya:

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya


malam dan siang, itu semua adalah tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
orang-orang yang mempunyai pemikiran -yakni suka menggunakan akal
fikirannya-. (yaitu) orang-orang yang suka berdzikir kepada Allah, baik
sambil berdiri atau duduk ataupun dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Natijah zikir memberi manfaat yang besar di dunia dan di akhirat. Bagi

seseorang yang senantiasa melakukan zikir, maka diakhirat kelak akan mendapat

pahala sebagai balasannya adalah Syurga. Di dunia, zikir dapat menenangkan jiwa

dan dapat dijadikan sebagai renungan yang aplikasinya adalah taqwa.

8
Mir Valiuddin, Zikir & Kontemplasi dalam Tasawuf, (Cet. VI.; Bandung : Pustaka-
Hidayah, 2000), h. 84
6

Zikir adalah obat hati sedangkan lalai dari zikir adalah penyakit hati. zikir

dapat menghilangkan gelisah dan hati yang gundah. zikir membuat hati menjadi

gembira dan lapang. Zikir menguatkan hati dan badan, zikir menerangi hati dan

Kerasnya hati dapat dilembutkan dengan berzikir pada Allah. Oleh karena itu,

siapa yang ingin sembuh dari hati yang keras, maka perbanyaklah zikir pada Allah

SWT.

Zikir akan mendekatkan diri seseorang pada Allah sehingga

memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada

Allah seakan-akan melihatnya.  Zikir akan mendatangkan inabah, yaitu kembali

pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak

berzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali berserah pada Allah dalam

setiap waktu dan keadaan.

Zikir akan semakin menambah ma’rifah (pengenalan pada Allah).

Semakin banyak zikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah. Zikir

menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi

oleh malaikat. Dengan zikir akan menyebabkan lisan menjadi semakin sibuk

sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta,

perbuatan keji dan batil.

Zikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan

kemudahan zikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput

dari pintu zikir, maka luputlah hatinya dari berbagai kebaikan dan kemudahan
7

zikir akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu beban yang terasa berat

akan menjadi ringan, bahkan kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah penulis paparkan diatas,

penulis berusaha semaksimal mungkin mengejawantahkan tentang zikir yang

tersusun dalam rumusan masalah dari skripsi ini:

1. Apa pengertian zikir menurut tasawuf?

2. Bagaimana tingkatan-tingkatan zikir menurut tasawuf ?

3. Bagaimana zikir dalam kandungan Al-Quran?

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi dan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang beberapa hal

yakni :

1. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman tentang zikir menurut

tasawuf?

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk zikir menurut tasawuf ?

3. Untuk mengetahui bagaimana zikir dalam Al-Quran ?

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca agar lebih faham dan

mengerti tentang arti zikir dalam pemahaman tasawuf dan memberikan kontribusi

bagi pembaca agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


8

2. Sebagai motivasi bagi kaum muslimin pada umunnya dan bagi pembaca

pada khususnya agar mengetahui penjelasan ayat-ayat yang berkaitan dengan zikir

dan tasawuf.

3. Pembaca akan lebih meningkatkan lagi keimanan dan ketakwaan yang

merupakan hasil dari zikir.

E. Kajian Pustaka

Penelusuran penulis terhadap referensi yang ada, mendapatkan referensi

yang secara spesifik membahas tentang Zikir dalam Pemahaman Tasawuf (Kajian

Tafsir Tematik).

Adapun judul yang diangkat sebagai judul skripsi ini adalah zikir dalam

Pemahaman Tasawuf, Agar lebih mudah dimengerti penulis menguraikan judul

sebagai berikut :

1. Zikir

Zikir ditinjau dari segi bahasa (lughatan) adalah mengingat, sedangkan zikir

secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah

Swt.9

Secara etimologis zikir berasal dari kata “zakara-yazkuru-zikran” berarti

menyebut, mensucikan, menggabungkan, menjaga, mengerti, mempelajari,

memberi dan nasehat. Oleh karena itu zikir berarti mensucikan dan

Ismail Nawawi, Risalah Pembersih Jiwa: Terapi Prilaku Lahir & Batin Dalam Perspektif
9

Tasawuf (Surabaya: Karya Agung Surabaya, 2008), h.244


9

mengagungkan, juga dapat diartikan menyebut dan mengucapkan nama Allah atau

menjaga dalam ingatan (mengingat).10

2. Tasawuf

Kata tasawuf berasal dari bahasa Arab tashawwuf yang merupakan bentuk

masdar dari kata tashawwafa yang berarti memakai pakaian dari bulu domba

(al-shuf). Oleh karena itu, orang yang hidupnya semata-mata dalam ke-shufian

yang biasanya berpakaian dari bulu domba disebut dengan shufi. Sehubungan

dengan itu, sudah selayaknyalah ditolak pendapat yang tidak sesuai dengan

pengertian di atas. Seperti pendapat yang mengatakan bahwa kata tashawwuf

berasal dari kata ahlu al-shuffah (orang-orang ahli ibadah yang tinggal di emper

masjid Nabawi di Madinah), atau berasal dari kata shaff al-awwal (orang yang

shalat pada baris pertama), atau berasal dari kata al-shaufanah (nama dari

sayuran yang tumbuh di padang pasir), atau berasal dari kata shaufatu al-qafa

(orang-orang yang rambutnya panjang sampai ke belakang leher), atau dari kata

shafa (bersih), dari kata itu jadilah kata shufia.

Pada abad ke-18 Masehi bersamaan dengan kata shufia yang berarti orang

yang memakai pakaian dari bulu domba sebagai sindiran bagi orang yang suka

beribadah, dipakai juga kata shopie yang diambil dari bahasa Yunani theosophie

yang menjadi kata tashawwuf dalam bahasa Arab. Namun Noldeke tidak

sependapat dengan alasan bahwa dalam bahasa Yunani tidak dikenal huruf sin

10
Hazri Adlany, et al, al-Qur’an Terjemah Indonesia (Jakarta: Sari Agung,2002), h.470
10

yang diubah menjadi huruf shad dalam Aramiyyah sebagai induk dari bahasa

Arab.

Pada akhirnya, istilah ini mendapat tempat yang penting dan setelah lima

puluh tahun kemudian istilah ini diberikan kepada semua orang sufi di Irak,

sedangkan di Khurasan dinamai al-Malamatiah yang kemudian istilah ini

diberikan pula kepada semua orang yang ahli di dalam bidang kerohanian dari

kaum muslimin sampai dua abad kemudian sebagaimana kita sekarang

memberikan gelar sufi dan shuffiah kepada orang-orang tertentu.

Sepanjang masa itu pakaian bulu domba merupakan pakaian khas bagi

golongan Ahlusunnah, meskipun demikian pakaian ini pernah dikonotasikan jelek

pada tahun 100H karena dianggap pakaian Nasrani, kaum muslimin mencela

Farqad al-Sanzi salah seorang murid al-Hasan al-Bisri karena memakai pakaian

demikian, meski demikian ternyata al-Jubayari pernah meriwayatkan hadis dari

Nabi yang menganjurkan memakai pakaian dari bulu domba bagi pemimpin

agama, akan tetapi hadis ini dinilai sebagai hadis palsu.

Dalam perkembangan sejarah Islam, sebelum munculnya faham tasawwuf,

yang muncul pertama kali adalah faham zuhd. Faham ini muncul sebagai reaksi

terhadap kehidupan duniawi (kemewahan) yang terjadi pada masa kekhalifahan

Bani Umayah awal. Faham zuhd ini muncul di Kufah dan Basrah. Para zahid ini

memakai kain wol kasar sebagai reaksi pakaian sutera yang dipakai para pejabat.

Di antara para zahid Kufah waktu itu adalah: Sufyan al-Tsauri (135H), Abu

Hasyim (150H), Jabir Ibn Hasyim (190H). Adapun para zahid di Basrah antara

lain: Hasan al-Basri (110H) dan Rabi’ah al-Adawiyah (185H).11


11
Ibid., h.33
11

Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha

mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian

rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya

dilakukan dibawah bimbingan seorang guru atau syaikh. Ajaran-ajaran tasawuf

yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri itu kepada Allah merupakan hakikat

tarikat yang sebenarnya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha

mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarikat itu adalah cara dan jalan yang

ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran

ini menunjukkan bahwa tarikat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan

beberapa variasi tertentu. Sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru

pada muridnya.

Tasawuf atau yang oleh orang Barat disebut Mistisisme Islam pada dasarnya

adalah upaya pendekatan diri sedekat-dekatnya kepada Allah Swt , sehingga Allah

Swt dapat dilihat dengan mata hati, bahkan roh seseorang dapat bersatu dengan

Allah Swt. Landasan filosofis yang mendasarinya adalah, pertama Tuhan bersifat

Ghaibiyyah, maka bagian yang dapat mendekatkan diri pada Tuhan adalah roh,

bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima

Tuhan untuk mendekatinya adalah roh yang suci pula. Tasawuf adalah ilmu yang

membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Allah Swt melalui penyucian

rohnya.

Dalam filsafat mistik pythagoras Yunani diajarkan, roh manusia adalah suci

dan berasal dari tempat yang suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke
12

dalam tubuh manusia yang penuh dengan nafsu. Roh yang semula suci itu menjadi

kotor dan tidak dapat kembali ke tempat semula yang suci. Untuk itu ia harus

disucikan dengan filsafat dan ilmu pengetahuan. Filsafat sufi juga demikian. Roh

yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci,

tetapi kemudian setelah dewasa manusia mengotorinya dengan hawa nafsu. Maka

agar dapat bertemu dengan Allah Swt yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu

harus dibersihkan lagi, tetapi bukan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat seperti

dalam filsafat mistik pythagoras, tetapi dengan banyak melakukan ibadah.

Tekanan ajaran tasawuf pada aspek imanensi Allah Swt memungkinkan

terbukanya pintu bagi masuknya paham-paham panteisme. Misalnya, di Persia

muncul sufi Abu Yazid al-Busthami yang mengajarkan paham fana (terleburnya

diri pribadi) dan baqa’ (mengekalkan diri pribadi dalam kesatuan dengan

Tuhan), al-Hallaj yang terkenal dengan ucapannya yang nyeleneh “Ana al-

Haqq” (Akulah kebenaran atau Tuhan) membawa ajaran Hulul. Dari Mesir

muncul sufi Dzun Nun al-Misri yang memperkenalkan ajaran Ma’rifah,

pengetahuan yang diperoleh melalui ekstase yang berbeda sama sekali dari ilmu

yang berarti pengetahuan intelektual dan tradisional biasa. Sufi Mesir ini sangat

terkesan dengan sebuah ungkapan :

“Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, maka dia telah mengenal


Tuhannya”

Sufi melihat persatuan manusia dengan Allah Swt. Perbuatan manusia

adalah perbuatan Allah Swt. Bahwa Allah Swt dekat bukan hanya kepada

manusia, tetapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis Qudsi:
13

“Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin
dikenal, maka kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Akupun dikenal”.

Di sini terdapat paham bahwa Allah Swt dan makhluk bersatu, dan bukan

manusia saja yang bersatu dengan Allah Swt. Kalau ayat-ayat di atas mengandung

arti itihad, persatuan manusia dengan Tuhan, hadis terakhir ini mengandung

konsep wahdatul wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Allah. Allah Swt

sangat dekat dengan manusia, dalam Al-Quran banyak ayat yang menunjukkan

bahwa Allah Swt serba immanent, senantiasa hadir bersama hamba-hambanya

dan selalu maujud di mana-mana, sebagaimana firman Allah Swt didalam Al-

Quran surah al-Baqarah (1):186

Terjemahnya:

“Jika hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka aku dekat dan
mengabulkan seruan orang yang memanggil jika aku dipanggil...”

didalam surah yang sama ayat 115 Allah Swt berfirman

Terjemahnya:

“Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka ke mana saja kamu berpaling
di situ ada wajah Tuhan...”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu kegiatan

secara sadar yang bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Allah

Swt, sehingga seseorang merasa benar-benar berada dekat dengan Allah atau

bahkan bersatu. Secara filosofis, antara tasawuf Islam dengan mistisisme agama

lain khususnya Kristen, Hindu, dan Budha terdapat beberapa kesamaan, namun
14

bukan berarti tasawuf Islam tidak memiliki dasar yang mengakar dalam ajaran-

ajarannya. Ia tumbuh dari kesalihan hidup Nabi dan para sahabat pada abad

pertama Hijriah, dan berkembang setelah abad kedua dan ketiga Hijriah. Masa ini

terkenal dengan zaman Hellenisme, di dalamnya terjadi persentuhan yang kuat

antara umat Islam dengan filsafat dan pengetahuan Yunani, baik di Persia.

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini meliputi berbagai hal

sebagai berikut :

1. Metode Pendekatan

Penulis menggunakan metode komparatif yang biasa disebut metode

muqoron12 yakni dalam penerapan metode ini penulis memusatkan perhatian pada

sejumlah ayat tentang zikir. Kemudian penulis melacak berbagai pendapat para

mufassir tentang ayat zikir tersebut, baik yang klasik (salaf), maupun yang ditulis

generasi setelahnya (khalaf), serta membandingkan pendapat yang mereka

kemukakan untuk mengetahui kecenderungan–kecenderungan mereka, aliran-

aliran yang mempengaruhi mereka serta keahlian yang mereka kuasai.

2. Meteode Pengumpulan Data

Metode penulisan data, penulis menggunakan metode atau tehnik library

reseach13 yaitu mengumpulkan data-data melalui bacaan dan literatur yang ada

kaitannya dengan pembahasan. Sebagai sumber pokoknya adalah al-Quran dan

12
Rosihan Anwar, ilmu tafsir (Cet.I.; Bandung : pustaka setia, 2000).h.186.
13
Daryanto Evaluasi Pendidikan ( Cet.II; Jakarta :Rineka Cipta, 2001 ).h.141.
15

penafsirannya, serta buku–buku keislaman yang membahas secara khusus zikir

dan Tasawuf atau buku yang membahas secara umum dan implementasinya

mengenai masalah yang dibahas sebagai referensi penulis.

3. Metode Pengolahan Data

Metode yang mendominasi digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah

metode kualitatif14 karena untuk menemukan pengertian yang diinginkan, penulis

mengolah data untuk selanjutnya diintreprestasikan kedalam konsep yang bisa

mendukung sasaran dan objek pembahasan.

4. Metode Analisis

Pada metode ini, penulis menggunakan 3 macam metode antara lain :

a. Metode deduktif, yaitu yang digunakan untuk menyajikan bahan atau teori

yang sifatnya umum untuk kemudian diuraikan dan diterapkan secara khusus dan

terperinci.

b. Metode induktif yaitu metode analisis yang berangkat dari fakta–fakta yang

khusus lalu ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

c. Metode komparatif15 yaitu penyajian yang dilakukan dengan mengadakan

perbandingan antara satu konsep dengan lainnya, kemudian menarik suatu

kesimpulan.

14
Amirul Hadi, Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Cet.I; Bandung : Pustaka
setia. 1998).h.13.
15
P. Joko Subagyo , Metodologi Penelitian , (Cet.III; Jakarta : Rineka Cipta. 1997).h.86.

Anda mungkin juga menyukai