Anda di halaman 1dari 6

DZIKIR

A. Pengertian Dzikir
Dzikir adalah mengingat dan menyebut nama dan sifat-sifat Allah, yang
dilakukan dalam beberapa perbuatan, antara lain: bertahlil dan bertakbir, bertasbih
dan bertahmid, membaca Al Quran, berdoa, memohon ampunan Allah, dan
shalawat kepada Rasulullah juga termasuk berdzikir.
1. Dalam pengertian bahasa, berasal dari kata dzakara, artinya ingat. Dzikrullah
yaitu ingat kepada Allah SWT.
2. Dalam pengertian yang bersifat umum. Yaitu dzikir yang dilakukan dalam
bentuk ibadah seperti: shalat, zakat, puasa, Haji, dan lain-lain.
3. Dalam pengertian yang bersifat khusus. Yaitu dzikir yang dilakukan dengan
menyebut-nyebut (dengan mulut) atau mengingat, mengenang, merasakan,
menghayati (dengan qalbu). Biasanya dilakukan setelah melaksanakan shalat.
Maka apabila kamu selesai mengerjakan shalat maka berdzikirlah kamu
kepada Allah di waktu berdiri, duduk dan di waktu berbaring.
(QS. An Nisaa : 103)
Ayat-ayat al Quran dan hadits-hadits Nabi menyebut kata dzikir dalam beragam
makna:
1. Dzikir (dzikir) adalah al Quran, sebagaimana terekam dalam surat al Hijr
ayat9
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr, dan sesungguhnya
Kami benar-benar menjaganya.
2. Dzikir adalah shalat jumat, sebagaimana tertera dalam al Quran dalam surat
al Jumuah ayat 9. Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian menuju
dzkir kepada Allah.
3. Dzikir diartikan sebagai ilmu, sebagaimana terekam dalam al Quran surat al
Anbiya ayat 7. Kami tiada mengutus Rasul sebelum kamu (Muhammad),
melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka,
Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu
tiada mengetahui. Sebagian ahli tafsir berkata, Yang dimaksud dzikir adalah
ilmu tentang yang halal dan yang haram.
4. Dzikir adalah lafal musytarak (memiliki lebih dari satu makna), mencakup
ilmu, shalat, al Quran dan dzikir kepada Allah. Tetapi yang dijadikan
sebagai patokan dalam lafal musytarak adalah makna yang paling banyak
digunakan berdasarkan kebiasaan. Kebanyakan dalam teks al Quran dan
Hadits, kata dzikir dimaksudkan sebagai tasbih, tahlil, takbir, dan shalawat
kepada Nabi. Allah berfirman dalam surat an Nisa ayat 103, Apabila kalian
sudah menyelesaikan shalat, maka berdzikirlah kalian kepada Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
5. Sedangkan makna selain itu harus disertai dengan petunjuk keadaan atau
lafal. Lafal dzikir paling banyak digunakan dalam arti dzikir kepada Allah.
Jarang sekali lafal ini dimaksudkan sebagai ilmu sebagaimana dalam firman
Allah, Maka bertanyalah kepada ahli dzikir (orang-orang yang berilmu).
Maksud dari dzikir di sini adalah ilmu, karena adanya petunjuk, yaitu
pertanyaan. (Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf).
6. Dzikir diartikan dengan tasbih, tahmid, tahlil, takbir salawat dan baca al
Quran ialah seperti firman Allah dalam surat al Anfal ayat 45, Hai orang-
orang yang beriman, apabila kalian memerangi pasukan (musuh), maka
berteguh hatilah kalian dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya.
Dan firman Allah dalam surat al Muzammil ayat 8, Sebutlah nama
Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,
Allah telah berfirman, Aku bersama hamba-Ku selama dia berdzikir
kepada-Ku dan kedua bibirnya bergerak menyebut-Ku. (HR. Ibnu Majah,
Ibnu Hibban, Ahmad, dan Hakim) dan hadits yang diriwayatkan dari
Abdullah ibn Bisr bahwa seorang laki-laki berkata, Ya Rasulullah,
sesungguhnya syariat-syariat islam itu terlalu banyak bagiku. Maka
beritahukanlah kepadaku sesuatu yang aku dapat berpegang teguh
dengannya. Beliau menjawab, Selama lisanmu masih basah menyebut
Allah. (HR. Tirmidzi)
7. Menurut Ibnu Athaillah, Dzikir adalah membebaskan diri dari sikap lalai dan
lupa dengan menghadirkan hati secara terus-menerus bersama Allah.
Sebagian kalangan mengatakan bahwa dzikir adalah menyebut secara
berulang-ulang dengan hati dan lisan nama Allah, salah satu sifatnya, salah
satu hukumnya, atau lainnya, yang dengannya seseorang dapat mendekatkan
diri kepada Allah.
B. Fungsi dan Kedudukan Dzikir
Dzikir merupakan dasar untuk setiap maqam yang dibangun di atasnya,
sebagaimana fondasi adalah landasan yang akan didirikan di atasnya serupa
dinding, bangunan, dan atap. Dzikir membuahkan maqam-maqam dan ahwal
yang diupayakan oleh para ahli Dzikir. Karena tidak ada jalan lain untuk meraih
buah dzikir kecuali dari pohon dzikir. Setiap kali pohon itu tumbuh besar, maka
akarnya akan semakin kuat dan buahnya akan semakin banyak.
Apabila seorang hamba asyik dan tenggelam dengan kelalaiannya, maka dia tidak
mungkin dapat menempuh tingkat-tingkat perjalanan yang mengantarkannya
untuk sampai kepada makrifatullah. Seseorang tidak akan terhindar dari
kelalaiannya kecuali dengan dzikir. Lalai berarti tidur atau matinya hati. Ketaatan
para Ahli Dzikir terhadap perintah Tuhan ialah mereka memperbanyak dzikir
kepada-Nya, dzikir menjadikan kehidupan mereka seperti kehidupan para
malaikat, sehingga dunia tidak pernah terlintas dalam hati mereka, dan tidak
melupakan mereka dari berhubungan dengan kekasih mereka, yaitu Allah Swt.
Bahkan mereka melupakan kepentingan diri dengan bersimpuh lama-lama di
hadapan Tuhan mereka. Mereka melenyapkan segala sesuatu selain-Nya. Mereka
selalu mengingat Allah di mana pun mereka berada dalam keadaan berdiri,
berjalan, duduk, dan berbaring. Sebagaimana diungkapkan oleh Allah dalam surat
Ali-Imran ayat 191.
Yang mengingat Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil
berbaring, dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi (sambil berkata):
Hai Tuhan kami ! Engkau tidak jadikan ini (semua) tidak sia-sia ! Maha Suci
Engkau ! Lantaran itu, peliharalah kami (dari pada) siksa neraka.
Orang yang mengenal Allah adalah orang yang senantiasa tekun berzikir
dan memalingkan hatinya dari kesenangan-kesenangan dunia yang fana, sehingga
Allah menjaganya dan melindunginya dari semua urusannya. Hal ini tidak
mengherankan. Sebab barang siapa bersabar, dia pasti akan berhasil. Dan barang
siapa yang terus mengetuk pintu, maka pintu itu akan dibukakan baginya
1. Menurut Abu Qasim al Qusyairi
Imam Abu Qasim al Qusyairi mengatakan, Dzikir adalah lembaran
kekuasaan, cahaya penghubung, pencapaian kehendak, tanda awal perjalanan
yang benar dan bukti akhir perjalanan menuju Allah. Tidak ada sesuatu
setelah dzikir. Semua perangai yang terpuji merujuk kepada dzikir dan
bersumber darinya.
Dia juga berkata, Dzikir adalah unsur penting dalam perjalanan menuju al
Haq. Bahkan, dia adalah pemimpin dalam perjalanan tersebut. Seseorang
tidak akan sampai kepada Allah kecuali dia tekun dalam berdzikir.

b. Menurut Ibnu Qayim al Jauziah
Ibnu Qayim berkata, Tidak diragukan bahwa hati dapat berkarat seperti
halnya besi dan perak. Dan alat pembersih hati adalah dzikir. Dzikir dapat
membersihkannya, sehingga dia menjadi seperti cermin yang bersih. Apabila
seseorang meninggalkan dzikir, maka hatinya akan berkarat. Dan apabila dia
berzikir, maka hatinya menjadi bersih. Berkaratnya hati disebabkan dua
perkara, yakni lalai dan dosa. Dan yang dapat membersihkannya juga dua
perkara, yakni istigfar dan dzikir. Barang siapa yang lalai dalam kebanyakan
waktunya, maka karat di hatinya akan menumpuk sesuai dengan tingkat
kelalaiannya. Apabila hati berkarat, maka segala sesuatu tidak tergambar di
dalamnya sesuai dengan faktanya. Dia akan melihat kebatilan dalam bentuk
kebenaran, dan melihat kebenaran dalam bentuk kebatilan. Sebab, ketika karat
hati itu bertumpuk, hati menjadi gelap, sehingga bentuk-bentuk kebenaran
tidak tergambar sebagaimana adanya. Apabila karat hati bertumpuk, maka hati
menjadi hitam dan pandangannya menjadi rusak, sehingga dia tidak dapat
menerima kebenaran dan tidak dapat mengingkari kebatilan. Inilah siksaan
hati yang paling berat. Sumber dari semua itu adalah kelalaian dan mengikuti
hawa nafsu. Keduanya menghilangkan cahaya hati dan membutakannya.
Allah berfirman dalam surat al Kahfi ayat 28 yang artinya : Dan janganlah
engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.
c. Menurut Ahmad Zaruq
Dalam Qawaid at Tasawwuf, Ahmad Zaruq mengatakan, Keistimewaan itu
terdapat dalam ucapan, perbuatan dan benda-benda. Dan keistimewaan yang
paling agung adalah keistimewaan dzikir. Sebab, tidak ada amal anak Adam
yang paling dapat menyelamatkannya dari siksa Allah selain dzikir kepada-
Nya. Allah telah menjadikan segala sesuatu seperti minuman. Masing-masing
memiliki manfaat khusus. Dengan demikian, setiap yang umum dan yang
khusus harus diperhatikan sesuai dengan kondisi setiap orang.
d. Menurut Ahmad Ibn Ujaibah
Ahmad ibn Ujaibah berkata, Tidak akan terbuka pintu maqam ridla bagi
seorang hamba melainkan setelah dia mengerjakan tiga perkara pada fase
awal perjalanannya, yaitu :
1) Dia tenggelam dalam nama tunggal (Allah). Dzikir dengan nama tunggal
ini hanya khusus bagi orang-orang yang telah mendapat izin dari seorang Wali
mursyid kamil.
2) Dia bergaul dengan orang-orang yang berzikir
3) Dia konsisten dalam mengerjakan amal saleh, dan bersih dari noda. Dengan
kata lain, dia berpegang teguh pada syariat yang dibawa Nabi Muhammad
Saw

Anda mungkin juga menyukai