Anda di halaman 1dari 4

1.

Akhlak Tasawuf
Dilihat dari akar katanya, Akhlak Tasawuf berasal dari dua kata, yakni Aklak dan Tasawuf.
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang akan muncul secara spontan jika
diperlakukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu dan tidak perlu
adanya dorongan dari luar.
Sedangkan tasawuf bermakna upaya melatih jiwa dengan berbagai macam kegiatan yang dapat
membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan dunia yang kemudian melahirkan kahlak
yang mulia serta kedekatan dengan sang Khaliq. Dalam hal ini, tasawuf berkaitan dengan
pembinaan jiwa (ruhani) manusia agar senantiasa dekat dengan Khaliqnya.
Akhlak Tasawuf jika dilihat dari sudut pandang term pembelajaran dapat bermakna cabang
ilmu (pembelajaran) yang membahas tentang konsep dasar akhlak, tugas-tugas manusia, serta
riyadah-riyadah dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah, sehingga kemudian
memunculkan kahlaq yang terpuji.
2. Ajaran Robi’ah al-Adawiyah
Konsep ajaran beliau atau isi pokok ajaran tasawuf beliau adalah tentang cinta (al-habb) atau
Mahabbah. Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud yakni yang sangat kasih atau
penyayang. Selain itu al-Mahabbah dapat pula berarti kecenderungan kepada sesuatu yang
sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun
spiritual. Tasawuf yang diamalkan oleh Rabi’ah termasuk tasawuf irfani. Konsep tasawuf
mahabbah yang diajarkan oleh Rabi’ah merupakan perwujudan rasa tulus dan ikhlas dengan
cinta tanpa adanya permintaan ganti dari Allah. Ajaran-ajaran Rabi’ah tentang tasawuf dan
sumbangannya terhadap perkembangan tasawuf dapat dikatakan sangat besar. Keberhasilan
menjadi kekasih Allah membawanya kepada pengalaman baru, yakni pengalaman merasakan
cinta yang kedua, yaitu cinta karena dirimu. Pada maqām ini Rabi’ah al-Adawiyah mengalami
kasyaf, yaitu keterbukaan tabir yang selama ini menghalangi hamba dengan Tuhan. Melalui
proses mukasyafah, hamba berusaha, Tuhan membukakan hijab Rabi’ah al-Adawiyah
sehingga tercapailah maqām musyahadah, yaitu pengalaman menyaksikan keagungan Allah
melalui basyirah (mata hati) sehingga ia mencapai ma’rifat (mengenal Allah dengan
meyakinkan). Pada tahap ini Rabi’ah al-Adawiyah merasakan cinta Allah karena diri- Nya, ia
berada pada posisi yang pasif, menjadi objek yang menerima limpahan cinta Allah.
3. Ajaran al-Hallaj
Syaikh Mansur al-Hallaj merupakan tokoh tasawuf kontroversial yang memiliki ajaran-ajaran
inti sebagai berikut :
1. Hulul
Hulul artinya Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang
telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Fana bagi Al-Hallaj
mengandung tiga tingatan: Tingkat memfanakan semua fikiran (tajrid taqli), khayalan,
perasaan dan perbuatan hingga tersimpul semata-mata hanya kepada Allah dan tingkat
menghilangkan semua kekuatan pikiran dan kesadaran. Dari tingkat fana dilanjutan
ketingkat fana al fana, peleburan wujud jati manusia menjadi sadar keTuhanan melarut
dalam hulul hingga yang di sadarinya hanya Tuhan.
2. Nur Muhammad
Ajaran al-Hallaj yang kedua adalah tentang haqiqah Muhammadiyah yakni kejadian alam
ini yang berasal dari nur Muhammad, menurut Al-Hallaj, bahwa Nabi Muhammad SAW
terjadi dari dua wujud yaitu wujud qadim dan azali serta sebagai manusia (Nabi). Dari nur
rupa yang qadim tersebut diambil segala nur untuk menciptakan segala makhluk. Nur
Muhammad bersifat qadim tetapi berbeda dengan qadimnya Allah SWT, tetapi
perbedannya hanyalah pada namanya saja, qadim pada zat Allah SWT, disebut lebih
dahulu, sedangkan rupa yang kedua adalah Muhammad sebagai manusia, nabi dan utusan
Allah yang mengalami kematian.
3. Wihdatul Adyan
Konsep ini menekankan bahwa yang paling esensi dari keberagamaan seseorang tidak
terletak pada siapa dan bagaimana bentuk pemahaman orang tentang Tuhan, namun lebih
pada nilai ketaatannya terhadap Tuhan dari masing-masing agama.
4. Ajaran Imam al-Ghazali
Konsep ajaran tasawuf Imam al-Ghazali adalah Tasawuf Akhlaki. konsep dari tasawuf akhlaki
Al-Ghazali adalah hablum minallah (hubungan baik dengan Allah) dan hablum minannas
(hubungan baik dengan manusia). Jika sudah menempuh dua jalan tersebut, menurut Al-
Ghazali, seorang muslim sudah menjadi sufi, tanpa harus mengenakan atribut kesufian, seperti
jubah, bertongkat, janggut lebat, dan lain sebagainya. Diantara ajaran imam Al-Ghazali
diantaranya :
1. Jalan (At-Thariq)
Jalan tasawuf yang dapat ditempuh seorang muslim terbagi menjadi lima jenjang
(maqamat), yaitu tobat, sabar, kefakiran, zuhud, dan tawakal. Kelima jenjang itu harus
harus dilakoni dengan hidup menyendiri atau setidaknya diam sejenak, mengintrospeksi
diri untuk membina kalbu agar tidak tergoda pada kenikmatan duniawi.
2. Makrifat
Makrifat adalah pengetahuan tanpa ada keraguan sedikit pun. Dalam hal ini, pengetahuan
yang dimaksud adalah zat Allah SWT dan sifat-sifatnya. Mencapai makrifat adalah esensi
dari taqarrub atau pendekatan diri seorang hamba pada Tuhannya. Sarana untuk mencapai
makrifat, menurut Al-Ghazali adalah kalbu yang suci, bukan dari perasaan atau akal budi.
Kalbu dalam tasawuf adalah percikan rohaniah ilahiah yang merupakan inti dari hakikat
manusia. Kalbu yang suci ini akan menuntun pada hati nurani yang bersih. Namun,
makrifat ini tidak boleh hanya bersandar pada intuisi semata, melainkan juga harus sejalan
dengan syariat (Al-Quran dan hadis), serta bertujuan untuk menyempurnakan moral dan
akhlak manusia.
3. Tingkatan Manusia
Dalam tasawuf Al-Ghazali, terdapat tiga tingkatan manusia, yaitu orang awam yang cara
berpikirnya sederhana sekali, kaum pilihan yang berpikir tajam dan mendalam atau
golongan khawas, dan kaum ahli debat yang dapat mempersuasi orang dan mematahkan
argumen (al-mujadalah). Dari tiga tingkatan tersebut, yang paling umum adalah golongan
pertama dan kedua, yaitu orang awam dan orang khawas. Orang awam sering kali hanya
dapat membaca tanda-tanda dan pengetahuan yang tersirat. Sementara itu, orang khawas
dapat membaca yang implisit dan melihat gagasan di balik suatu peristiwa.
4. Kebahagiaan Menurut Al-Ghazali, kebahagiaan adalah tujuan akhir dari jalan sufi, sebagai
buah perkenalannya dengan Allah SWT. Dalam konsep tasawuf, kebahagiaan itu dapat
hadir melalui ilmu dan amal. Ketika seorang manusia paham dan mengerti suatu konsep,
serta mempraktikkannya, maka ia akan menemukan kebahagiaan.
5. Ajaran Syek Abdul Qadir al-Jailani
Di bidang tasawuf, ajaran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani berorientasi pada perbaikan akhlak
dalam mencari hakikat kebenaran, agar manusia mencapai maqam (kedudukan) makrifat di
sisi Allah SWT. Tasawuf yang dikembangkan oleh Syaikh Abdul Qadir termasuk tasawuf
akhlaki, yaitu tasawuf yang berorientasi kepada perbaikan akhlak, mencari hakikat kebenaran
dan mewujudkan manusia yang dapat mencapai maqam ma’rifat kepada Allah. Beliau adalah
seorang sufi besar yang berhasil memadukan syari’at dan hakikat secara sinergis, serta
berpedoman kepada al-Qur’an dan al–Hadiś secara konsisten. Beliau menyatakan: Setiap
hakikat yang tidak berpijak kepada syari’at adalah kezindikan. Terbanglah kepada Tuhanmu
dengan dua sayapmu, yaitu al-Kitab dan as- Sunnah, masuklah kepada-Nya sedangkan kedua
tanganmu ada dalam genggaman Rasulullah, jadikanlah Rasulullah Saw.sebagai temanmu dan
pengajarmu, biarkan tangannya menghiasimu dan membawamu kepada-Nya
6. Ajaran Syekh Syarif Hidayatullah
Inti ajaran Syekh Syarif hidayatullah adalah pemujaan terhadap Allah baik secara dzahir
maupun bathin. Salah satu perwujudan dari konsep ini adalah keseimbangan antara ibadah dan
sosial. Sebagaimana pesan beliau “saya titip surau dan anak yatin” . perkataan beliau ini, secara
tersirat bermakna surau sebagai ibadah dan pengabdian kepada Allah. Sedangkan anak yatim
adalah sosial kemasyarakatan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan manifestasi tugas
manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Anda mungkin juga menyukai