Anda di halaman 1dari 10

TASAWUF IRFANI

Wayan Salsa1, Erma Ayudhia2, Putri Juniarti3, Abel Shava4


Program Studi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta
wayanviyata@gmail.com1, ermaayudhia10@gmail.com2, pjuniarti225@gmail.com3,
abelshavafe@gmail.com4

Abstrak
Pada hakikatnya semua manusia itu mempunyai ilmu ma’rifat masing-masing pada diri
manusia itu sendiri, tetapi hal tersebut hanya didapat oleh manusia yang senantiasa
berupaya untuk mensucikan diri serta selalu berusaha untuk lebih dekat dengan
Tuhannya. Tasawuf merupakan cabang ilmu islam yang menekankan dimensi atau aspek
spiritual dalam islam, lebih menekankan rohaninya dan akhirat dengan cara
menyempurnakan akhlak manusia dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Banyak aliran-aliran yang dimiliki oleh ilmu tasawuf, salah satu dari aliran yang dimiliki
ilmu tasawuf tersebut adalah Tasawuf Irfani, yaitu pendekatan yang dilakukan oleh
makhluk dengann cara pendekatan batin atau bisa dikenal dengan ilmu ma’rifat.
Kata kunci: Tasawuf Irfani, Akhlak, Ma’rifat.

Pendahuluan
Banyak sekali para sufi yang menggunakan ilmu tasawuf, alasannya karena pada ilmu
tasawuf terdapat banyak aliran-aliran ilmu yang mengkaji serta menganalisis dengan
mengedepankan batin pada posisi utama. Tujuannya yaitu untuk mendekatkan diri kepada
Tuhannya serta sebagai usaha dalam proses mensucikan diri dari tindakan tercela dan
menjauhi kesenangan duniawi. Terdapat banyak aliran dalam kajian ilmu tasawuf, salah
satunya yaitu tasawuf irfani yang isinya tentang persoalan ilmu ma’rifat, banyak para
tokoh yang mengungkapkan hal tersebut. Ilmu ma’rifat merupakan suatu ilmu yang
dicapai melalui qolbu atau hati seorang hamba yang berinteraksi langsung dengan
Rabbnya. Adapun nama-nama para tokoh peletak pertama tasawuf irfani yaitu, Rabi’ah
bin Ismail al-adawiyah al-basyariah al-qoisiyah, Abu al-faidh tsauban bin Ibrahim, Yazid
thaifur bin Isa bin surusyan Al Bustami, dan Abu Al mughits Al Husain bin Manshur bin

1
Muhammad Al baidhawi Al halla, Dzun Nun Al-Mishri. Namun, dalam makalah ini
hanya disinggung beberapa tokoh dari yang sudah disebutkan tadi. Maka dari itu bahasan
kita kali ini yaitu mengenai Tasawuf Irfani.

Definisi Tasawuf Irfani


Tasawuf berasal dari bahasa arab yang artinya “membersihkan” atau “saling
membersihkan”. Objek kajian tasawuf adalah jiwa manusia. Tasawuf merupakan upaya
yang dilakukan seseorang untuk mencapai kebebasan dari kesenangan duniawi dengan
cara melakukan pendekatan diri kepada Allah Swt. melalui sifat-sifat ilahiyah.1 Selain itu
tafsir tasawuf juga dapat diartikan sebagai upaya untuk menyempurnakan akhlak manusia
serta menjauhi pengaruh yang menyebabkan kebergantungan pada dunia. 2 Sedangkan
pengertian irfani itu sendiri adalah pengetahuan yang didapatkan dari hati nurani,
kesucian hati, tadabur dan tafakur. Irfani merupakan bentuk pengalaman eksistensial yang
dimiliki oleh aspek batin jiwa manusia, emosional, mental, dan spiritual. Pengalaman
eksistensial ialah pengalaman yang dihayati dan dirasakan, bukan yang ditangkap dan
dikonsepsikan oleh akal. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Tasawuf Irfani ialah
suatu upaya untuk menyikapi hakikat ma’rifat yang diperoleh seorang hamba melalui
qolbu atau hati dan tidak dapat melalui logika.3

Karakteristik Tasawuf Irfani


Tasawuf Irfani memiliki karakteristik yang berkaitan dengan qolbu atau hati yang
sifatnya abstrak seperti rasa bahagia, cinta, sedih, kecewa dan lain-lain yang berhubungan
dengan batin.4

Pertama, tasawuf irfani tidak bisa diperoleh dari analisis teks atau pembuktian, karena
lebih menekankan pada kebatinan atau kerohanian. Tasawuf irfani didapat dari
pegalaman langsung dan merasakan sendiri objek tersebut.

1
Zulpa Makiah, “Epistemologi Bayani, Burhani, dan Irfani Dalam Memperoleh
Pengetahuan Tentang Mashlahah”, Jurnal Hukum, Vol.14, No.2, 2015.
2
M. Alif, “Tauhid Dalam Tasawuf”, Aqlania, Vol.8, No.2, 2017, hlm. 97-129.
3
Indah Agus & Uswatun, “Studi Tasawuf Irfani”, Vol.2, No.2, Jurnal Tasawuf dan
Psikoterapi, 2021, hlm. 52-60.
4
Zainal Abidin, “Nalar Irfani: Tradisi Pembentukan dan Karakteristiknya”, Ri’ayah:
Jurnal Sosial dan Keagamaan, Vol.4, No.1, 2019, hlm. 121.

2
Kedua, tasawuf irfani bisa dilihat dari munculnya hudhur atau jiwa didalam diri subjek.
Pengenalan yang ada dalam tasawuf irfani berbeda dengan pengenalan yang lain, karena
tasawuf irfani mampu melewati dan menembus sampai kedalam qolbu atau hati.

Ajaran Tasawuf Irfani


1. Riyadhah
Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar
pembiasaan biasanya dilakukan terus-menerus secara rutin sehingga seseorang benar-
benar terlatih, khususnya dalam menahan diri agar jauh dari perbuatan maksiat dan dosa.
Riyadhah bukan perkara yang mudah, sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan
mujahadah, yaitu kesungguhan dalam berusaha meninggalkan sifat-sifat buruk. Dengan
kata lain, riyadhah dapat diartikan sebagai salah satu metode sufistik dengan latihan amal-
amal positif (salih) secara istiqamah dan mujahadah guna menjauhi pengaruh negatif
(maksiat) dan jiwa yang terkontiminasi dosa. Setelah riyadhah berhasil dilakukan, maka
salik akan memperoleh ilmu makrifat.5

2. Tafakur (Refleksi)
Secara harfiyah tafakur berarti memikirkan sesuatu secara mendalam, sistematis,
dan terperinci. Jika ilmu sudah sampai pada hati, keadaan hati akan berubah, jika hati
sudah berubah, perilaku anggota badan juga akan berubah.6 Tafakur penting dilakukan
oleh setiap manusia yang menginginkan ma’rifat. Sebab, apabila jiwa telah belajar dan
mengolah ilmu, lalu memikirkan dan menganalisanya maka pintu kegaiban akan
dibukakan untuknya. Menurut ghazali, orang yang berfikir dengan benar kan menjadi
dzawil albab yang terbuka kalbunya sehingga akan mendapat ilham.

3. Tazkiyat An-Nafs
Secara etimologi Tazkiyat An-Nafs terdiri dari dua kata, yaitu “Tazkiyat” dan “An-Nafs”.
Kata ‘tazkiyat’ dari bahasa arab, yakni isim mashdar dari kata ‘zakka’ yang berarti
penyucian. Sedangkan ‘An-Nafs’ berarti jiwa dalam arti psikis. Dengan begitu dapat
diketahui Tazkiyat An-Nafs bermakna penyucian jiwa. Tazkiyat An-Nafs ialah suatu
metode atau latihan untuk membersihkan diri atau emnyucikan diri dan menjadikan diri

5
Solihin & Rosihan Anwar, Ilmu tasawuf, CV pustaka setia : Bandung, 2008, hlm. 90.
6
Al-Ghazali, RIsalah Al-Ladunniyah, dalam Al-Qushur Al-Awali, Jilid I, Mesir:
Maktabah Al-Jundi, 1970, hlm 122.

3
lebih baik dihadapan Allah. Muhammad Ath Thakhisi berpendapat, Tazkiyat An-Nafs
adalah mengeluarkan jiwa dari ikatan-ikatan hawa nafsu, riya’, dan nifak, sehingga jiwa
menjadi bersih, penuh cahaya, dan petunjuk menuju keridhaan Allah.7

4. Dzikrullah
Istilah ‘zikr’ berasal dari bahasa Arab, yang berarti mengisyaratkan, mengagungkan,
menyebut atau mengingat-ingat. Berzikir kepada Allah berarti zikrullah, atau
mengingatkan diri kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah dengan sebaik-baiknya,
Tuhan Maha Agung dan Maha Suci. Dzikrullah adalah tuntunan masalah ruhiyah atau
yang berhubungan dengan masalah pengalaman ruhiyah (batin). Al-qur’an
mengisyaratkan tentang dzikrullah, karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku
ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku (QS Al-Baqarah: 152). Dalam Munqidz, Al-Ghazali menjelaskan bahwa
dzikir kepada Allah merupakan hiasan bagi kaum sufi. Syarat utama bagi orang yang
menempuh jalan Allah adalah membesihkan hati secara menyeluruh, sedangkan kuncinya
menenggelamkan hati secara keseluruhan dengan dzikirullah.8

Tokoh Tasawuf Irfani dan Pemikirannya


1. Rabi’ah al Adawiyah
Nama lengkap Rabiah ialah Rabiah binti Ismail Al Adawiyah Al Bashiriyah Al
Qaisiyah. Beliau diperkirakan lahir pada tahun 99H/ 717M di perkampungan dekat kota
Bashrah (Irak) dan wafat di kota tersebut pada tahun 185H/ 801M. Beliau dilahirkan
dari keluarga yang sangat miskin dan ia adalah anak keempat dari empat bersaudara,
sehingga ia dinamakan Rabiah yang artinya anak keempat.
Orang tua Rabiah sendiri meninggal sejak ia masih kecil. Dikarenakan
orangtuanya sudah meninggal dan keadaan ekonominya yang buruk, Rabiah dijadikan
seorang yang kemudian dia dimerdekakan oleh tuannya. Setelah dimerdekakan,
kemudian rabiah menjalani kehidupannya dengan menempuh jalan sufi. Ia
menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

7
Rosihan Anwar, Philosophy and Science in The Islamic World, Jakarta: C.A Qadir, 2011,
hlm.90.
8
Rosihan Anwar, Al-Munqidz, Jakarta: Fadli Zon Library. 2011, hlm.93.

4
Rabiah Al-Adawiyah telah membuktikan bahwa meskipun ia seorang
perempuan, ia mamppu mencapai maqamat tertinggi dalam tasawuf. Jadi jenis kelamin
tidak membatasi orang untuk bisa beribadah secara total kepada Allah, oleh karena itu
Allah tidak pernah melihat hambanya dari aspek apapun kecuali dari tingkat
ketaqwaannya. Dan itu pula sudah dibuktikan oleh Rabiah Al-Adawiyah.
Rabiah ialah tokoh tasawuf pertama yang dianggap sebagai pelopor doktrin
cinta tanpa pamrih (kepada Allah) (Mahabbah). Di dalam sejarah perkembangan
tasawuf, hal ini merupakan konsepsi baru di kalangan sufi kala itu. Karena itulah beliau
disebut “TheMother of The Grand Master atau Ibu dari para sufi besar”.
Ada dua batasan cinta yang dikemukakan oleh Rabiah Al-Adawiyah, yaitu:
a. Cinta sebagai ekspresi cinta hamba kepada Allah, maka cinta itu harus menutup
selain yang dicintai. Artinya, jika seseorang benar-benar mencintai Allah maka
(1) dia harus memalingkan dirinya dari segala sesuatu selain Allah SWT; (2) dia
harus memisahnkan dirinya dari hal-hal selain Allah SWT; (3) dan dia harus
meninggalkan semua hawa nafsunya yang mengarah pada kesenangan dunia.
b. Cinta tanpa pamrih kepada yang dicintai (Allah SWT). artinya ketika seseorang
benar-benar mencintai Allah SWT, maka sesungguhnya dia tidak pernah
mengharap imbalan dari Allah SWT baik itu berupa pahala (surge) atau
dijauhkan dari siksanya (neraka), tetapi dia benar-benar mencintai Allah dan
menerima dengan ikhlas apapun yang diberikan Allah kepada dirinya.9
2. Dzun Nun Al-Mishri
Dzun Nun Al-Mishri memiliki nama lengkap Abu al-Faid Tsauban bin Ibrahim.
Beliau lahir di Ekhmim Mesir pada tahun 180H (798M). dan wafat pada tahun
246H/856M. ia diberi julukan Dzu al-Nun karena berbagai kelebihan yang telah Allah
berikan kepada dirinya. Posisi Al-Mushri dalam tasawuf dilihat penting karena ia adalah
orang pertama di Mesir yang membicarakan Ahwal dan maqamat para wali. Beliau juga
dipandang sebagai bapak faham ma’rifat.10
a. Maqam
Maqam menurut bahasa berarti kedudukan, tempat berpijak dua telapak kaki.
Bentuk jamaknya adalah Maqamat. Dalam ilmu tasawuf, istilah maqamat berarti

9
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010, hlm. 146-150.
10
Jamil, Akhlak Tasawuf, Medan: Referensi, 2013, hlm. 121-122.

5
kedudukan hamba dalam pandangan Allah, menurut pada yang diusahakan
berupa ibadah, latihan dan perjuangan menuju Allah “azza wa jalla”. Dalam
bahasa al-Thusi, pendapat al-Mishri tentang maqamat dikemukakan dalam
beberapa hal, yaitu:
1) Al-tawbah
Menurut al-Mishri, al-tawbah dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu
a) Orang yang bertobat dari dosa dan keburukannya
b) Orang yang bertobat dari kelalaian mengingat Allah
c) Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatnnya
2) Al-sabr
Al-sabr oleh al-Mishri dikemukakan dalam bentuk kepingan dialog dari
sebuah riwayat. Berikut contoh ucapan al-Mishri selagi kedua tangan dan
kakinya dibelenggu sambil dibawa ke hadapan penguasa dengan disaksikan
oleh banyak orang. Ia berkata “ini adalah salah satu pemberian Tuhan dan
Karunia-Nya, semua perbuatan Tuhan nikmat dan baik.”
3) Al-tawakal
Al-tawakal dimaknai berhenti memikirkan diri sendiri dan tidak merasa
memiliki daya kekuatan. Intinya penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah
disertai perasaantidak memiliki kekuatan
4) Al-ridla
Menurut al-Mishri, al-ridla adalah kegembiraan hati karena berlakunya
ketentuan Tuhan.
b. Ahwal
Ahwal ialah bentuk jamak dari hal, yang secara bahasa berarti sifat dan keadaan
sesuatu. “Hal” adalah pemberian yang berasal dari Tuhan kepada hamba-Nya
yang dikehendaki-Nya.11 Dalam bagian ini al-Mishri membahas tentang cinta
kepada Tuhan. Cinta kepada Tuhan oleh al-Mishri. Dia melihat tanda-tanda dari
orang yang mencintai Allah dengan mengikuti kekasih Allah, yakni Nabi dalam
hal akhlak, perbuatan, segala perintah dan sunnahnya. Artinya orang-orang yang

Ris’an Ruslin, Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi,
11

Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006, hlm 54-59.

6
mencintai Allah senantiasa mengikuti sunnah Rasul dan tidak mengabaikan
syariat.12
c. Ma’rifah
Ma’rifah secara etimologi adalah pengetahuan atau mengetahui sesuatu dengan
seyakin-yakinnya. Sedangkan secara terminology ma’rifah ialah mengetahui
Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan. Dzun Nun al-
mishri di dalam kitabnya al-Qalam ‘alam al-Basmalah membagi ma’rifat atau
pengetahuan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Ma’rifat tauhid yang dialami oleh orang-orang awam.
2) Ma’rifat alasan dan uraian mengenai Tuhan yang dialami oleh ilmuan,
filsuf, dan sastrawan.
3) Ma’rifat tentang sifat-sifat keesaan dan ketunggalan Tuhan yang dialami
oleh para wali dan kekasih Allah.13
Menurut al-Mishri bahwa ma’rifat hanya terdapat pada kaum sufi yang sanggup
melihat Tuhan dengan hati sanubari mereka. Pengetahuan sejenis ini khusus diberikan
Tuhan kepada kaum sufi. Ini menjelaskan bahwa ma’rifah hanya diperoleh dari
pemberian Tuhan, bukan hasil pemikiran.

3. Abu Yazid Al-Bustami


Beliau lahir di daerah Bustam atau Persia tahun 874 sampai 947 M. Beliau
bernama asli abu Yazid thaifur bin Isa bin surusyan Al Bustami, dan mempunyai
panggilan saat beliau masih kecil yaitu taifur, beliau mempunyai seorang kakek yang
bernama Surusyan yang memeluk agama Islam di Bustam sebelumnya beragama
zoroaster. Abu Yazid dulunya adalah seorang ahli fikih dalam mazhab hanafiyah dan
menjadi seorang sufi setelah ia berguru kepada ulama yang bernama ali as Sindi, yang
mengajarkan tentang ilmu hakikat tauhid dan ilmu lainnya. Untuk menjadi seorang sufi,
abu Yazid melakukan pengembaraan dari tempat ke tempat lainnya seperti naik turun
gunung makan minum dan tidur yang sangat sedikit.
Ajaran yang dibawa oleh abu Yazid dalam tasawuf adalah fana dan baqa, fana
yang artinya musnah dan lenyap atau dalam tasawuf diartikan sebagai keadaan moral

12
Ris’an Ruslin, Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, hlm. 61
13
Ris’an Ruslin, Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, hlm. 63

7
yang luhur. Sedangkan baqa dari segi bahasa berarti tetap sedangkan dalam istilah
tasawuf berarti mendirikan sifatsifat terpuji kepada Allah.

4. Abu Mansur Al-Hallaj


Nama aslinya adalah abu Al mughits Al Husain bin Manshur bin Muhammad Al
baidhawi Al hallaj. Beliau lahir tahun 24 H atau 885 M di Persia Baida, nama hallaj
diberikan karena mata pencahariannya didapat dari memintal kain wol. Ia melakukan
pengembaraan dari suatu tempat ke tempat lainnya sebab itulah ia mendapatkan banyak
pendukung dan pengikut hal tersebut disebabkan karena ia lantang dalam menyuarakan
protes dan kecaman terhadap penguasa dikarenakan kekejaman yang di lakukan oleh
pemerintah saat itu dan kemudian ia ditangkap karena ucapannya yaitu ana Al Haqq.
Ajaran Al hajj yang terkenal adalah Al halul, yaitu menyatakan dirinya menyatu kepada
Allah sementara al-haul dalam ilmu tasawuf berarti Tuhan menempati anggota tubuh
manusia tertentu setelah sifat-sifat kemanusiaan dari manusia itu dilenyapkan.

Relevansi Tasawuf Irfani dengan Ekonomi Islam


Dalam bertasawuf manusia perlu untuk membunuh nafsu, mematikan nafsu atau
keinginan. Di dalam prinsip ekonomi sendiri manusia harus hidup secara ekonomis yang
mengedepankan kebutuhan dan mengabaikan keinginan. Dengan begitu manusia hidup
akan terarah, biaya hidup akan murah karena yang mahal adalah gaya hidup bukan
kebutuhan hidup.
Relevansinya tasawuf irfani dengan ekonomi:
1. Dalam berekonomi harus melibatkan Tuhan, orang muslim berekonomi dengan niat
karena Allah dan mengikuti peraturan dan hukum-hukum Allah Swt. Tujuannya
yaitu untuk mendapatkan ridha dan kasih sayang Allah saja.
2. Dalam berkonomi harus berlandaskan taqwa, Kegiatan ekonomi islam merupakan
jalan untuk mencapai taqwa serta melahirkan akhlak yang mulia. Merupakan
tuntunan Tuhan. Jika dalam sistem ekonomi kapitalis modalnya uang untuk
mendapatkan uang sedangkan dalam ekonomi islam modalnya taqwa untuk
mendapatkan taqwa. Hasil dari ekonomi yang berlandaskan taqwa yaitu akan lahir
ukhuwah dan kasih sayang, saling tolong menolong, bersopan santun serta
mendahulukan kepentingan orang lain. Semua orang yang terlibat dalam kegiatan

8
ekonomi islam akan menjadi orang yang rendah hati. Terhindar dari penindasan,
penekanan, pendzaliman dan ketidakadilan. Akhirnya masyarakat menjadi aman,
damai dan hidup sejahtera.
3. Dalam berekonomi harus mengedepankan keuntungan perdagangan untuk
masyarakat. Keuntungan ada dua bentuk yaitu keuntungan maknawi dan
keuntungan material. Islam mengajarkan untuk mengutamakan keuntungan
maknawi daripada material. Walaupun ada keuntungan material namun harus
digunakan untuk kepentingan masyarakat. Keuntungan boleh diambil sekadarnya
saja tetapi selebihnya mesti dikembalikan kepada Tuhan melalui bantuan kepada
fakir miskin dan masyarakat. Inilah yang disebut bersyukur.14

Kesimpulan
Tasawuf irfani merupakan ilmu yang memperlajari tentang hakikat dari makrifat
yang memunculkan rasa cinta atau mahabbah kepada Allah Swt., yang sejatinya dimiliki
oleh semua manusia yang dapat mencapai ilmu ma’rifat. Hal tersebut juga dapat dicapai
dengan upaya seperti riyadhah, tafakur, tazkiyat an-nafs, dan dziikrullah. Sebagian tokoh
yang populer dalam tasawuf irfani antara lain Rabi’ah Al- Adawiyah yang
mengungkapkan dasar tasawuf bersumber pada cinta(mahabbah) kepada Allah SWT.
Dzu An- Nun AlMisri yang populer selaku pelopor paham ma’rifat.
Relevansi tasawuf irfani dengan ekonomi yaitu kita dalam menjalankan kegiatan ekonomi
harus senantiasa diniati karena Allah semata, dilandasi dengan takwa, dan senantiasa
selalu bersyukur atas apa yang didapatkan.

14
Feriska Listriani, Tasawuf dan Ekonomi,
(https://feriskal.wordpress.com/2010/12/04/tasawuf-dan-ekonomi/, Diakses pada 28 Februari
2023, 12.10)

9
Daftar Pustaka
Abidin, Zainal. Nalar Irfani: Tradisi Pembentukan dan Karakteristiknya. Ri’ayah: Jurnal
Sosial dan Keagamaan. Vol.4, No.1. 2019.
Agus, Indah & Uswatun. Studi Tasawuf Irfani. Vol.2, No.2. Jurnal Tasawuf dan
Psikoterapi. 2021.
Al Ghazali. Risalah Al-Ladunniyah dalam Al-Qushur Al-Awali. Mesir: Maktabah Al-
Jundi. 1970.
Alif, M. Tauhid Dalam Tasawuf. Aqlania. Vol.8, No.2. 2017.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2010.
Al-Munqidz. Jakarta: Fadli Zon Library. 2011.
Philosophy and Science in The Islamic World. Jakarta: C.A Qadir.
2011
Anwar, Rosihon & Solihin. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2008.
Jamil. Akhlak Tasawuf. Medan: Referensi. 2013.
Listriani, Feriska. 2010. Tasawuf dan Ekonomi. Diakses pada 28 Februari 2023, dari
https://feriskal.wordpress.com/2010/12/04/tasawuf-dan-ekonomi/

Makiah, Zulpa. Epistemologi Bayani, Burhani, dan Irfani Dalam Memperoleh


Pengetahuan Tentang Mashlahah. Jurnal Hukum. Vol.14, No.2. 2015.
Ruslin, Ris’an. Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi.
Palembang: IAIN Raden Fatah Press. 2006.

10

Anda mungkin juga menyukai