Anda di halaman 1dari 10

Dzikir Syariat-Tarekat-Hakikat-Ma’rifat

BAB I

HAKIKAT PENGENALAN DIRI.

Assalamu Alaikum Brothers…………………….

Tema pada saat ini yg saya mau uraikan adalah SANGAT2 RAHASIA, Beruntunglah, Berbahagialah &
Bersyukurlah kpd ALLAH SWT, Karena penjelasannya TIDAK ADA DI BUKU2 LAINNYA, Dan ilmu2
AgamaNYA ALLAH SWT tidak gampang ditemukan & tidak sebanding dengan harta & Material yang
ada di muka bumi ini, maka tunduk sujud syukurlah KepadaNYA semoga penjelasan ini menjadi
HIDAYAH bagi anda,……..AMIN

ini adalah kekuatan cahaya Dzikir yg ada pada diri manusia dgn 4 tingkatan ingatan fokus pada
ALLAH SWT Sang Maha Bercahaya.

Makin dalam & fana (hampa) suatu fokus dzikir maka makin terlenalah Sang Hamba oleh fenomena
kegaiban alam Nur Ilahiah. karena jika ingin mengenali ALLAH pahamilah tentang Gaib sesungguhnya
ALLAH pun sifatNYA GAIB & Perkenalanmu KepadaNYA Takkkan habis sampai seumur hidupmu di
dunia ini.

Seorang Hamba terkadang tidak menyadari bahwa ia sebenarnya masih di dunia sehingga
menerawang melintasi alam kegaiban nur Ilahiah yang tak ada batas akhirnya membutuhkan power
energi cahaya dzikir yg kuat.

Jika sang Hamba berpikir bijak ia pasti kembali ke dunia ibarat orang yang lagi menyelam melihat
cakrawala keindahan bawah laut tidak terlalu lama lalu ia kembali ke permukaaan dasar laut untuk
persiapan oksigennya kembali.

Begitulah tehnik berzikir yang bijaksana saudara……………………………

Ketahuilah Brothers secara realita banyak saudara2 kita yang ERROR oleh fenomena alam kegaiban
ALLAH SWT ketika mengosongkan pikiran & masuk dalam alam kefanaan (hampa) melalui dzikir 4
tingkatan Syariat-Tarekat-Hakikat-Ma’rifat.

Padahal kalau ditelaah secara hakikat Alam fenomena visual kegaiban ALLAH SWT Takkan Habis oleh
masa, batas, ruang & waktu ibaratnya kalo menghitung ilmu2-NYA ALLAH SWT takkan habis biarpun
laut dijadikan tinta untuk menulis ayat2 ilmu ALLAH SWT Yang Maha Luas PengetahuanNYA Di Alam
Jagat Raya (Q.s Al Kahfi : 109). Pohon dijadikan pena utk menulis ilmu2 Allah takkan pernah habis
ilmu-Nya (Lukman:27)

Berikut ini adalah tuntunan2 dzikir:

Dzikir Syariat : “La Ilaha Illallah” diucapkan berulang2 dgn lisan sampai masuk kedalam hati sehingga
lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf yg sama maknanya dengan Waktu
12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para malaikat bumi (Malaikatul Ahyar) ketika ALLAH
SWT menciptakan setiap makhlukNYA di muka bumi.

Dzikir Tarekat : “ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang2 di dalam hati saja dengan pengosongan
pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama tadi sehingga nama ALLAH tadi membuat & menciptakan
alam bayangan hidup didepan mata anda sendiri, jangan kaget & takut oleh fenomena tersebut
karena para jin syetan selalu mengintai anda tetapi berlindunglah Kepada ALLAH SWT yang Maha
Menjaga Orang Beriman dgn ayat & doa : audzu billahi minas syathanir rajim…………… La ilaha illallah
anta subhanaka inni kuntu minaz zhalimin……….lalu lafazkan… ALLAHU SALAMUN HAFIZHUN
WALIYYUN WA MUHAIMIN ( Allah Yang Maha sejahtera, Maha Memelihara, Maha Melindungi lagi
Maha Menjaga Hambanya yg beriman).

Dzikir Hakikat : “HU”HU”HU (DIA ALLAH) diucapkan dalam hati saja dengan keadaan fana (hampa)
melalui perantaraan tarikan Nafas ke dalam sampai ke perut, usahakan perut tetap keras biarpun
nafas telah keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini adalah metode pemusatan power lahiriah
dari perut, dalam istilah cina yin & yang ini adalah penyembuhan/pengobatan pada diri secara
bathiniah dan kesemuanya itu benar adanya karena pusat perut adalah sumber daya energi
kekuatan manusia secara lahiriah & bathiniah serta secara hakikat dzikir”HU” sebenarnaya
tempatnya pada pusat perut dengan perantaraan cahaya nafas yg sangat berharga pada manusia.

Dzikir Ma’rifat : ” HU”AH”-“HU”AH”-HU”AH” atau HU-WAH” (Dia ALLAH Bersamaku”) sebenarnya


bunyi dzikir ini sudah perpaduan antara hakikat & ma’rifat, dzikir tersebut dilantunkan dalam hati
saja dengan gerakan nafas “HU” masuk kedalam “AH” keluar nafas, pada para sufi (wali Allah) ini
adalah dzikir kenikmatan, kecintaan ( Mahabbatullah) yang sangat luas faedah hidayahnya &
karomahnya sehinngga dapat menyingkap tabir rahasia2 Allah Swt pada gerakan kehidupan ini.

Dzikir rahasia ma’rifat : ” Hu”wallahu Ahad (Allah Maha Tunggal)

Pada penjelasan diatas tentang dzikir sebenarnya kalau bicara tentang tingkatan pemahaman Agama
dengan ilmun2NYA ALLAH SWT terdiri 7 fase tingkatan :

Syariat : mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-NYA

Tarekat : Jalan spritual (kebatinan) menuju kepada-NYA

Hakikat : Mengetahui arti makna sesuatu pada kehidupan TAPI hamba itu diam pada orang awam
KARENA itulah ikatan janjinya kepada ALLAH SWT.

Ma’rifat : Mengetahui pengenalan dirinya kepada ALLAH SWT. seperti yang dikatakan para Ahli Sufi
Waliyullah “Man Arafa Nafsahu Fakade Arafa Rabbahu” Brgsiapa mengenal dirinya, niscaya pasti
mengenali Tuhan-Nya, jadi maknanya kenalilah dirimu sendiri sebelum mengenali ALLAH setelah
engkau Mengenali-Nya maka bersatulah wujud hakikimu BERSAMANYA… “Subhanallah
Wabihamdihi”.

Musyahadah : Penyaksian fenomena kegaiban NUR ALLAH SWT Di langit & di bumi, ia menyaksikan-
NYA bersama para wali2 ALLAH & nabi2 ALLAH & Khususnya Baginda Rasulullah Nabi Muhammad
SAW

Mukasyaf : Terbukanya Hijab Tabir rahasia2 Allah seluruhnya di langit & di bumi, para mukasyaf saat
ini hanya terdiri dari 111 orang saja di seluruh dunia & setiap ada wafat ada yang menggantikan
Wali tersebut, jadi berbahagialah hamba yang telah menemukannya & menemuinya. karena mereka
biasanya gak terkenal dan gak diketahui, gak sama dgn ustad2 yg “kondang” terkenal.

Mahabbah : Kecintaan kepada ALLAH SWT dengan penglihatan pada setiap gerakan nafas &
hidupnya ada kasih sayang TuhanNYA Yang Maha Pemberi Nan Maha pemurah, tingkatan ini hanya
ALLAH SWT saja yang tahu tentang kedudukan hambanya, karena Maqom Kecintaan sendiri itu ada
pada ke ikhlasan, kesabaran, istiqomah, Tawakkal, Keyakinan, Ketakwaan, tapi ketahuilah saudara
Wali-NYA saat ini yang mencapai tingkatan MAHABBAH cuma berjumlah 11(sebelas) orang saja Di
dunia ini & setiap ada yg kembali kehadirat-NYA akan ada yg menggantikannya (sama para
Mukasyaf), maka sangat Berbahagialah di dunia & Akherat orang2 yang telah menjumpainya.

BAB II.

Ini adalah sambungan dari BAB I. yg baru saya jelaskan lagi tentang arti makna Dzikir Syariat-Tarekat-
Hakikat-Makrifat.

ALHAMDULILLAH dengan adanya tulisan2 saya ini sangat banyak sekali peminat nya yg mau
berkunjung & berkomentar di dalam blog ini. Itu TANDA bahwa masih banyak dr saudara2ku yg
MENCINTAI tentang hakikat pemahaman ISLAM.

Dzikir diatas hanya untuk sebagai pengantar “Keyakinan” bagi org2 yg berjalan di jalan Tasawuf & Yg
sudah mengenali hakikat dirinya dan Allah Subhanahu Wa Ta’Ala.

Karena Di zaman sekarang ini banyak sekali perbedaan2 antar umat Islam dgn pemahaman2 ISLAM
yg radikal, Bid’ah, menambah2 Ayat Al-quran & Al-hadist, dan yg saling meng-klaim bahwa
“Alirannya lah yg terbaik” dimata Allah, padahal Firman Allah: “Inna Dina Indallahil Islam” Agama yg
diridhoi-diterima Allah adalah agama ISLAM.

Apakah ISLAM itu ? maksudnya (Ingin Selamat Laksanakan Ajaran Muhammad) yg gak diajarkan
oleh baginda Nabi Muhammad SAW jangan di ikuti. Dan semua Ajaran2 Baginda Nabi Muhammad
SAW sudah tertera di dalam Al-Quran & Al-Hadist sebagai petunjuk & pedoman kehidupan di dunia
sampai di akherat kelak.

ISLAM adalah agama perdamaian, saling memberikan rasa cinta & kasih kepada sesama muslim yg
beriman & seluruh manusia, Agama FITRAH, dan dengan tidak ada pemaksaan masuk ke dalam
agama ISLAM, kecuali org tersebut sdh ikhlas & Ridha bahwa Allah SWT sebagai Tuhan nya &
Baginda Rasulullah sebagai Nabinya.

Dalam Uraian Pemahaman dzikir diatas saya telah bercerita panjangggg.. tentang Rahasia2 sesuatu,
tapi YAKINLAH itu semua KHUSUS bagi saudara2ku yg berbudi baik nan pekerti luhur & beriman,
bertaqwa yg mau memegang TEGUH SYAHADAT & ISLAM (Ingin Selamat Lakukan Ajaran
Muhammad)

Memang Pemahaman2 Dzikir diatas KHUSUS bagi org2 BENAR2 YAKIN & SUNGGUH2 ingin
“MENGENAL DIRINYA” & “MENGENAL ALLAH SWT” Al Khaliq- Pencipta Alam semesta jagad raya. &
pencipta lahir dan batin kita, jasmani-ruhani kita, Nampak dan Tiada Nampak, NYATA & GAIB, Logika
dan Non Logika.

Karena org beriman selalu memandang TAJALLI kekuasaan Allah Swt secara NYATA pada AINUL
YAKIN (Pandangan keyakinan) yg bergerak pd alam semesta & kekuasaan HAQQUL YAKIN
(Pandangan mata hati) yg bernuansa secara GAIB yg bergerak dlm batin dan pd unsur Bayang2
kekuasaan ALLAH.

Diatasnya HAQQUL YAKIN masih ada lagi KAMALUL YAKIN (kesempurnaan keyakinan) dan keyakinan
ini bisa dirasakan setelah kita telah BERJUMPA dgn ALLAH di akherat nanti, Namun ada juga bagi
org2 khusus Dicintai-NYA yg telah diberi hidayah KAROMAH-NYA & yg telah dibukakan hijab-NYA
pada “KAMALUL YAKIN” di dlm dunia.

Dan Dialah orang2 yg mau ber-makrifat kepada ALLAH SWT & Orang2 tersebut selalu memandang
pada kefanaan (hampa) bahwa dimuka bumi ini semua Fana “tidak ada” yg ADA cuma “WAJAH
ALLAH & GERAK ALLAH SEMATA (LAA ILAHA ILLALLAH) & ini di abadikan dlm surah Ar-Rahman:26-27.
“Kullu Man Alaiha Fanin, Wa Yabqa Wajhu Rabbika Dzal Jalali Wal Ikram”.

Semua pasti binasa (TIADA), yg kekal hanya WAJAH TUHANMU yg Maha memiliki keagungan &
kemuliaan.

Karena Semua punya akhir & Masanya Masing-masing……………………..

Adapun Tentang Makrifat:

1. AWALUDIN MA’RIFATULLAH Artinya :Awal agama adalah mengenal Allah.

2. LAYASUL SHALAT ILLA BIN MA’RIFAT Artinya :Tidak syah shalat tanpa mengenal Allah.

3. MAN ARAFA NAFSAHU FAKADE ARAFA RABBAHU Artinya :Barang siapa mengenal dirinya niscaya
dia pasti akan mengenal Tuhannya.

4. ALASTUBIRABBIKUM QOLU BALA SYAHIDNA Artinya :Bukankah aku ini Tuhanmu ? Betul engkau
Tuhan kami,kami menjadi saksi.(QS.AL-ARAF 172)

5. AL INSANNU SIRRI WA ANNALLAHU SIRRUHU Artinya :Manusia itu rahasiaKU dan akupun ALLAH
rahasia baginya.

6. WAFI AMFUSIKUM AFALA TUBSIRUUN Artinya :Aku ALLAH ada didalam Jiwamu mengapa kamu
sendiri tidak dpt melihat (Q.s. Adz-Dzariyat:21)

7. WANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ Artinya :Aku ALLAH lebih dekat dari urat nadi lehermu.

8. LAA TAK BUDU RABBANA LAM YARAH Artinya :Aku tidak akan menyembah Allah bila aku tidak
melihatnya lebih dahulu.

9. INNAHU ALIMUN BIZATISH SHUDUR Artinya: Sesungguhnya AKU ALLAH maha mengetahui segala
isi hati (Q.s AL MULK:13).

10. WA HUWA MA AKUM AINAMA KUNTUM Artinya: AKU ALLAH berada dimana saja kamu berada.
(Q.s AL HADID:4).

11. “KEMANAPUN ENGKAU HADAPKAN WAJAHMU DISITULAH WAJAH ALLAH” (Al-baqarah : 115).

BAB III.

HAKIKAT NUR MUHAMMAD.

Alimul Fadhil H. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari (Guru Sekumpul) pernah menyinggung
dan menguraikan pembahasan tentang salah satu tema yang selalu aktual diperbincangkan dalam
dunia tasawuf, yakni wacana tentang ‘Nur Muhammad’ dalam salah satu pengajian beliau di
Komplek al-Raudah Sekumpul Martapura. Untuk membutiri kembali pandangan tentang Nur
Muhammad dimaksud seiring dengan peringatan haul beliau yang ke-5 tahun ini (5 Rajab 1431 H ─
17 Juni 2010 M) berikut tulisan ini dihadirkan guna pencerahan. Apakah yang dimaksud dengan Nur
Muhammad tersebut?

Dalam kitab Hikayat Nur Muhammad diceritakan bahwa tubuh manusia (anak Adam) mengandungi
tiga unsur, yakni jasad, hati dan roh. Di dalam roh terdapat hakikat, di dalam hakikat tersimpan
rahasia, rahasia itulah yang dinamakan makrifah Allah. Di dalam makrifah pula ada zat yang tidak
menyerupai sesuatu pun.
Rahasia atau makrifah Allah ini dinamakan Insan Kamil. Insan Kamil dijadikan dari Nur yang
melimpah dari zat Haqq Ta’ala.

Menurut riwayat, sumber cerita tentang kejadian Nur Muhammad ini bermula dari biografi Nabi
Muhammad yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (sejarawan Islam). Dalam biografi tersebut, Ibnu Ishaq ada
mencatat riwayat yang menyatakan bahwa Allah telah menciptakan Nur Muhammad dan Nur itu
telah diwarisi melalui generasi nabi-nabi hingga ia sampai kepada Abdullah bin Abdul Muthalib dan
turun kepada Nabi Muhammad Saw.

Kemudian terdapat sejumlah hadis yang menerangkan tentang Nur tersebut, antaranya,
“sesungguhnya yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah cahaya-ku (Nur Muhammad)………”.

Beragam pandangan terhadap hadis ini, ada yang menyatakan maudhu’ (tertolak), dhaif (lemah),
bersumber dari falsafah Yunani, tetapi ada pula yang menyatakan bahwa riwayat tersebut boleh
diterima karenanya sanadnya bersambung.

Hadis tersebut cukup panjang matannya dan diringkas sebagai berikut: “Dan telah meriwayatkan
oleh Abdul Razak dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah ra, beliau berkata: “Ya Rasulullah, demi
bapaku, engkau dan ibuku, khabarkanlah daku berkenaan awal-awal sesuatu yang Allah telah
ciptakan sebelum sesuatu! Bersabda Nabi Saw: “Ya Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan sebelum
sesuatu, Nur Nabi-mu daripada Nur-Nya’.

Maka jadilah Nur tersebut berkeliling dengan Qudrat-Nya sekira-kira yang dihendaki Allah. Padahal
tiada pada waktu itu lagi sesuatu pun; tidak ada lauh mahfuzh, qalam, sorga, neraka, Malaikat,
langit, bumi, matahari, bulan, jin dan manusia; tiada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini.

Dari nur inilah kemudian diciptakan-Nya qalam, lauh mahfuzh dan Arsy. Allah kemudian
memerintahkan qalam untuk menulis, dan qalam bertanya, “Ya Allah, apa yang harus saya tulis?”
Allah berfirman: “Tulislah La ilaha illallah Muhammad Rasulullah.” Atas perintah itu qalam berseru:
“Oh, betapa sebuah nama yang indah dan agung Muhammad itu, bahwa dia disebut bersama Asma-
Mu yang Suci, ya Allah.” Allah kemudian berkata, “Wahai qalam, jagalah kelakuanmu ! Nama ini
adalah nama kekasih-Ku, dari Nur-nya Aku menciptakan arsy, qalam dan lauh mahfuzh; kamu, juga
diciptakan dari Nur-nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apa pun.”

Ketika Allah telah mengatakan kalimat tersebut, qalam itu terbelah dua karena takutnya akan Allah
dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup, sehingga sampai dengan hari ini
ujung nya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia
ilahiah yang agung.

Maka, jangan seorangpun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci, atau menjadi lalai
dalam mengikuti contohnya (Nabi) yang cemerlang, atau membangkang dan meninggalkan
kebiasaan mulia yang diajarkannya kepada kita.………dan seterusnya.

Bagaimana penjelasan Guru Sekumpul tentang Nur Muhammad tersebut? Secara ringkas penjelasan
beliau sebagaimana konten materi pengajian yang bertemakan tentang ‘Kesempurnaan’ (penjelasan
ini bahkan beliau ulang-ulang tidak kurang dari tiga kali) boleh diringkaskan sebagai berikut:

Beliau memulai penjelasannya dengan ungkapan yang sangat dikenal dalam dunia tasawuf, di mana
untuk mengenal Tuhan seseorang harus terlebih dahulu mengenal akan dirinya.

Maksudnya, untuk sampai kepada pengenalan terhadap Tuhan, menurut Guru Sekumpul haruslah
terlebih dahulu dipahami dua hal. Pertama, ia harus terlebih dahulu mengenal asal mula akan
kejadian dirinya sendiri, dari mana, di mana dan bagaimana ia dijadikan? Kedua, ia harus terlebih
dahulu mengetahui apa sesuatu yang mula-mula dijadikan oleh Allah Swt. Kedua perkara di atas
menjadi prasyarat kesempurnaan bagi para penuntut (salik) dalam mengenal (makrifah) kepada
Allah.

Adapun yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah Nur Muhammad Saw yang kemudiannya dari
Nur Muhammad inilah Allah jadikan roh dan jasad alam semesta.

Bermula dari Nur Muhammad inilah maka sekalian roh (dan roh manusia) diciptakan Allah
sedangkan jasad manusia diciptakan mengikut kepada dan dari jasad Nabi Adam as. Karena itu, Nabi
Muhammad Saw adalah ‘nenek moyang roh’ sedangkan Nabi Adam as adalah ‘nenek moyang jasad’.

Hakikat dari penciptaan Adam as sendiri adalah berasal dari tanah (Nur Turab), tanah berasal dari
air, air berasal dari angin, angin berasal dari api, dan api itu sendiri berasal dari Nur Muhammad.

Sehingga pada prinsipnya roh manusia diciptakan berasal dari Nur Muhammad dan jasad atau tubuh
manusia pun hakikatnya berasal dari Nur Muhammad. Jadilah kemudian ‘cahaya di atas cahaya’ (QS.
An-Nuur 35), di mana roh yang mengandung Nur Muhammad ditiupkan kepada jasad yang juga
mengandung Nur Muhammad.

Bertemu dan meleburlah kemudian roh dan jasad yang berisikan Nur Muhammad ke dalam hakikat
Nur Muhammad yang sebenarnya. Tersebab bersumber pada satu wujud dan nama yang sama,
maka roh dan jasad tersebut haruslah disatukan dengan mesra menuju kepada pengenalan Yang
Maha Mutlak, Zat Wajibul Wujud yang memberi cahaya kepada langit dan bumi, dan yang semula
menciptakan, sebagaimana mesranya hubungan antara air dan tumbuhan, di mana ada air di situ
ada tumbuhan, dan dengan airlah segala makhluk dihidupkan (QS. Al-Anbiya 30).

Pengenalan terhadap hakikat Nur Muhammad inilah maqam atau stasiun yang terakhir dari
pencarian akan makrifah kepada Allah, Martabat Nur Muhammad inilah martabat yang paling tinggi,
dan pengenalan akan Nur Muhammad inilah yang menjadi ‘kesempurnaan ilmu atau ilmu yang
sempurna’.

Menarik untuk mengkaji ulang penjelasan Guru Sekumpul di atas dengan membandingkannya
kepada penjelasan tokoh-tokoh tasawuf yang juga membahas dan menyinggung tentang wacana ini.

Al-Hallaj yang mencetuskan teori hulul misalnya menyatakan bahwa Nur Muhammad mempunyai
dua bentuk, yakni Nabi Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam “tidaklah
engkau diutus wahai (Muhammad Rasulullah Saw) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam”
(martabat al-a’yanu’l Kharijiyyah) dan yang berbentuk Nur (martabat a’yanu’l Thabitah).

Nur Muhammad adalah cahaya semula yang melewati dari Nabi Adam ke nabi yang lain bahkan
berlanjut kepada para imam maupun wali; cahaya melindungi mereka dari perbuatan dosa
(maksum); dan mengaruniai mereka dengan pengetahuan tentang rahasia-rahasia Illahi.

Allah telah menciptakan Nur Muhammad jauh sebelum diciptakan Adam as. Lalu, Allah
menunjukkan kepada para malaikat dan makhluk lainnya, bahwa: “Inilah makhluk Allah yang paling
mulia”. Oleh itu, harus dibedakan antara konsep Nur (Muhammad) sebagai manusia biasa (seorang
Nabi) dan Nur Muhammad secara dimensi spiritual yang tidak dapat digambarkan dalam dimensi
fisik dan realiti.

Menurut sufi, Muhyiddin Ibn Arabi, Nur Muhammad sebagai prinsip aktif di dalam semua
pewahyuan dan inspirasi. Melalui Nur ini pengetahuan yang kudus itu diturunkan kepada semua
nabi, tetapi hanya kepada Ruh Muhammad saja diberikan jawami al-qalim (firman universal).
Sedangkan menurut pencetus teori ‘insan kamil’, Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428 M)
dalam karyanya, al-Insan al-Kamil fî Ma’rifat al-Awakhir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam
Mengetahui Allah Sejak Awal hingga Akhirnya), menyatakan bahwa Nur Muhammad memiliki
banyak nama sebanyak aspek yang dimilikinya. Ia disebut ruh dan malak apabila dikaitkan dengan
ketinggiannya.

Tidak ada kekuasaan makhluk yang melebihinya, semuanya tunduk mengitarinya, karena ia kutub
dari segenap malak. Ia disebut al-Haqq al Makhluq bih, (al-Haqq sebagai alat pencipta), hanya Allah
yang tahu hakikatnya secara pasti. Dia disebut al-Qalam al-A’la (pena tertinggi) dan al-Aql al-Awal
(akal pertama) karena wadah pengetahuan Tuhan terhadap alam maujud, dan Tuhanlah yang
menuangkan sebagian pengetahuannya kepada makhluk.

Adapun disebut al-Ruh al-Ilahi (ruh ketuhanan) karena ada kaitannya dengan ruh al-Quds (ruh
Tuhan), al-Amin (ruh yang jujur) adalah karena ia adalah perbendaharaan ilmu tuhan dan dapat
dipercayai-Nya. Oleh itu, menurut Al-Jili, lokus tajalli al-Haq yang paling sempurna adalah Nur
Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum alam ini ada, ia bersifat qadim lagi azali.
Nur Muhammad itu berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para
nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa hingga dalam bentuk nabi penutup (khatamun nabiyyin),
Muhammad Saw.

Banyak lagi penjelasan dan pembahasan tentang Nur Muhammad dimaksud. Karena, memang sejak
awal kedatangan dan perkembangan Islam di ‘Bumi Nusantara’, wacana Nur Muhammad dalam
berbagai konteksnya sehingga sekarang, telah menarik perhatian umat Islam. Hal ini paling tidak
didukung oleh tiga faktor.

Pertama, terlihat dari banyaknya salinan yang beredar pada masa itu berkenaan dengan ‘Hikayat Nur
Muhammad’ Misalnya, Hikayat Nur Muhammad naskah Betawi yang disalin pada tahun 1668 M oleh
Ahmad Syamsuddin Syah. Menurut Ali Ahmad (2005) sehingga sekarang, sekurang-kurangnya
terdapat tujuh versi Hikayat Nur Muhammad.

Kedua, apresiasi terhadap konsep Nur Muhammad telah mendorong lahirnya karya klasik ulama
Nusantara yang secara khusus berisikan pembahasan tentang teori ini. Antaranya adalah kitab Asrar
al-Insan fi Makrifah al-Ruh wa al-Rahman karya Nuruddin al-Raniri (Aceh), tiga kitab karangan
Hamzah Fansuri (Barus-Aceh); Asrar al-‘Arifin, Syarab al-‘Asyiqin, dan al-Muntahi, serta Nur al-
Daqa’iq oleh Syamsuddin al-Sumaterani (Pasai).

Dalam kitab Asrar al-Insan dijelaskan bahwa Allah menjadikan Nur Muhammad dari tajalli
(manifestasi) sifat Jamal-Nya dan Jalal-Nya, maka jadilah Nur Muhammad itu khalifah di langit dan di
bumi; Nur Muhammad adalah asal segala kejadian di langit dan di bumi. Di dalam kitab Asrar
al-’Arifin dibincangkan teori wahdah al-wujud yang semula diperkenalkan oleh Abdullah Arif dalam
Bahr al-Lahut dan Ibnu Arabi, kemudian dikembangkan lagi oleh Muhammad bin Fadhlullah al-
Burhanpuri melalui teori Martabat Tujuh dalam kitab Tuhfah al-Mursalah ila Ruh al-Nabi. Kemudian,
dalam al-Muntahi, Hamzah menyatakan bahwa wujud itu satu yaitu wujud Allah yang mutlak. Wujud
itu bertajalli dalam dua martabat; ahadiyah dan wahidiyah. Dalam kitab Nur al-Daqa’iq juga dibahas
tentang wujudiyah dan martabat tujuh.

Variasi teori Nur Muhammad dalam bentuk martabat tujuh boleh didapati pembahasannya dalam
beberapa kitab yang ditulis oleh ulama Melayu Nusantara, antaranya adalah dibahas dalam kitab
Siyarus Salikin yang dikarang oleh Syekh Abdul Shamad al-Palimbani; kitab Manhalus Syafi (Uthman
el-Muhammady, 2003) yang dikarang oleh Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani; Pengenalan terhadap
Ajaran Martabat Tujuh yang dikarang atau dinukilkan kepada Syekh Abdul Muhyi Pamijahan; dan
kitab al-Durr al-Nafis yang di karang oleh Syekh Muhammad Nafis al-Banjari. Oleh itu, Syekh
Muhammad Nafis al-Banjari dengan kitabnya Al-Durr al-Nafis ditegaskan oleh Wan Mohd Shagir
Abdullah (2000) sebagai salah seorang ulama Banjar penganjur ajaran tasawuf Martabat Tujuh di
Nusantara.

Dalam teori martabat tujuh dipahami bahwa dunia manusia merupakan dunia perubahan dan
pergantian, tidak ada sesuatu yang tetap di dalamnya. Segalanya akan selalu berubah, memudar,
dan setelah itu akan mati. Oleh karena itulah, manusia ingin berusaha mengungkap hakikat dirinya
agar dapat hidup kekal seperti Yang Menciptakannya. Untuk mengungkap hakikat dirinya, manusia
memerlukan seperangkat pengetahuan batin yang hanya dapat dilihat dengan mata hati yang ada
dalam sanubarinya. Seperangkat pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu ma‘rifatullah.

Ilmu ma’rifatullah merupakan suatu pengetahuan yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia
untuk mengenal dan mengetahui Allah. Ilmu ma‘rifatullah terbahagi menjadi dua macam, yaitu ilmu
‘makrifat tanzih’ (transeden) dan ‘ilmu makrifat tasybih’ (imanen). Tuhan menyatakan diri-Nya dalam
Tujuh Martabat, yaitu martabat pertama disebut martabat tanzih (la ta‘ayyun atau martabat tidak
nyata, tak terinderawi) dan martabat kedua sampai dengan martabat ketujuh disebut martabat
tasybih (ta‘ayyun atau martabat nyata, terinderawi).

Yakni, martabat Ahadiyyah (ke-’ada’-an Zat yang Esa); martabat Ahadiyyah (ke-’ada’-an Zat yang
Esa); martabat Wahidiyyah (ke-’ada’-an asma yang meliputi hakikat realitas keesaan); Keempat,
martabat Alam Arwah; martabat Alam Mitsal; martabat Alam Ajsam (alam benda); dan martabat
Alam Insan.

Ketujuh proses perwujudan di atas, keberadaannya terjadi bukan melalui penciptaan, tetapi melalui
emanasi (pancaran). Untuk itulah, antara martabat tanzih (transenden atau la ta‘ayyun atau
martabat tidak nyata) dengan martabat tasybih (imanen atau ta‘ayyun atau martabat nyata) secara
lahiriah keduanya berbeda, tetapi pada hakikatnya keduanya sama.

Seorang Sâlik yang telah mengetahui kedua ilmu ma‘rifatullah, baik Ma‘rifah Tanzih (ilmu yang tak
terinderawi) maupun Ma‘rifah Tasybih (ilmu yang terinderawi), ia akan sampai pada tataran
tertinggi, yaitu tataran rasa bersatunya manusia dengan Tuhan atau dikenal dengan sebutan
Wahdatul-Wujûd.

Uraian tersebut dapat dianalogikan dengan air laut dan ombak. Air laut dan ombak secara lahiriah
merupakan dua hal yang berbeda, tetapi pada hakikatnya ombak itu berasal dari air laut sehingga
keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisah.

Ketiga, di Nusantara, Hikayat Nur Muhammad merupakan teks yang populer sekitar abad ke-14 M.
Ini dibuktikan dengan tersebar luasnya kitab yang berjudul Tarjamah Maulid al-Mustafa bertahun
1351 M (Ali Ahmad, 2005), dan disinggungnya wacana ini dalam kitab Taj al-Muluk, Qishah al-
Anbiya, Bustan al-Salatin, atau Hikayat Ali Hanafiah.

Membandingkan apa-apa yang digambarkan oleh Guru Sekumpul berkenaan dengan Nur
Muhammad dengan uraian-uraian ulama terdahulu tampaknya tidak jauh berbeda sebagaimana
pandangan umum para sufi dalam melihat Nur Muhammad sebagai yang terawal diciptakan dan
kemudiannya menjadi sumber dari segala penciptaan.

Di samping itu, menurut Guru Sekumpul maqam Nur Muhammad adalah maqam paling tinggi dari
pencarian dan pendakian sufi menuju makrifah kepada Allah, tiada lagi maqam atau stasiun paling
tinggi sesudah ini. Kesimpulannya, berbahagialah orang-orang yang dapat menyandingkan
penyatuan sumber asal mula penciptaannya dalam satu harmoni, yakni Nur Muhammad, sebab ia
berada pada satu kedudukan yang tinggi dan terbukanya segala hijab yang membatasinya.

Penciptaan Ruh Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Saat Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan keputusan Ilahiah untuk mewujudkan makhluq, Ia
pun menciptakan Haqiqat Muhammadaniyyah (Realitas Muhammad –Nuur Muhammad) dari
Cahaya-Nya. Ia Subhanahu wa Ta’ala kemudian menciptakan dari Haqiqat ini keseluruhan alam, baik
alam atas maupun bawah. Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian memberitahu Muhammad akan
Kenabiannya, sementara saat itu Adam masih belum berbentuk apa-apa kecuali berupa ruh dan
badan. Kemudian darinya (dari Muhammad) keluar tercipta sumber-sumber dari ruh, yang membuat
beliau lebih luhur dibandingkan seluruh makhluq ciptaan lainnya, dan menjadikannya pula ayah dari
semua makhluq yang wujud.

Dalam Sahih Muslim, Nabi (SAW) bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menulis Taqdir
seluruh makhluq lima puluh ribu tahun (dan tahun di sisi Allah adalah berbeda dari tahun manusia,
peny.) sebelum Ia menciptakan Langit dan Bumi, dan `Arasy-Nya berada di atas Air, dan di antara
hal-hal yang telah tertulis dalam ad-Dzikir, yang merupakan Umm al-Kitab (induk Kitab), adalah
bahwa Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah Penutup para Nabi. Al Irbadh ibn Sariya,
berkata bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Menurut Allah, aku sudah menjadi
Penutup Para Nabi, ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.”

Maysara al-Dhabbi (ra) berkata bahwa ia bertanya pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, “Ya
RasulAllah, kapankah Anda menjadi seorang Nabi?” Beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam menjawab,
“Ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.”

Suhail bin Salih Al-Hamadani berkata, “Aku bertanya pada Abu Ja’far Muhammad ibn `Ali radiy-
Allahu ‘anhu, `Bagaimanakah Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam bisa mendahului nabi-
nabi lain sedangkan beliau akan diutus paling akhir?” Abu Ja’far radiy-Allahu ‘anhu menjawab bahwa
ketika Allah menciptakan anak-anak Adam (manusia) dan menyuruh mereka bersaksi tentang Diri-
Nya (menjawab pertanyaan-Nya, `Bukankah Aku ini Tuhanmu?’), Muhammad sall-Allahu ‘alayhi
wasallam-lah yang pertama menjawab `Ya!’ Karena itu, beliau mendahului seluruh nabi-nabi,
sekalipun beliau diutus paling akhir.”

Al-Syaikh Taqiyu d-Diin Al-Subki mengomentari hadits ini dengan mengatakan bahwa karena Allah
Ta’ala menciptakan arwah (jamak dari ruh) sebelum tubuh fisik, perkataan Muhammad sall-Allahu
‘alayhi wasallam “Aku adalah seorang Nabi,” ini mengacu pada ruh suci beliau, mengacu pada
hakikat beliau; dan akal pikiran kita tak mampu memahami hakikat-hakikat ini. Tak seorang pun
memahaminya kecuali Dia yang menciptakannya, dan mereka yang telah Allah dukung dengan Nur
Ilahiah.

Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengaruniakan kenabian pada ruh Nabi sall-Allahu ‘alayhi
wasallam bahkan sebelum penciptaan Adam; yang Ia telah ciptakan ruh itu, dan Ia limpahkan
barakah tak berhingga atas ciptaan ini, dengan menuliskan nama Muhammad sall-Allahu ‘alayhi
wasallam pada `Arasy Ilahiah, dan memberitahu para Malaikat dan lainnya akan penghargaan-Nya
yang tinggi bagi beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam). Dus, Haqiqat Nabi Muhammad sall-Allahu
‘alayhi wasallam telah wujud sejak saat itu, meski tubuh ragawinya baru diciptakan kemudian. Al
Syi’bi meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya RasulAllah, kapankah Anda menjadi
seorang Nabi?” Beliau menjawab, “ketika Adam masih di antara ruh dan badannya, ketika janji
dibuat atasku.” Karena itulah, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah yang pertama diciptakan di
antara para Nabi, dan yang terakhir diutus.
Diriwayatkan bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah satu-satunya yang diciptakan keluar
dari sulbi Adam sebelum ruh Adam ditiupkan pada badannya, karena beliau (sall-Allahu ‘alayhi
wasallam) adalah sebab dari diciptakannya manusia, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah
junjungan mereka, substansi mereka, ekstraksi mereka, dan mahkota dari kalung mereka.

`Ali ibn Abi Thalib karram-Allahu wajhahu dan Ibn `Abbas radiy-Allahu ‘anhu keduanya meriwayatkan
bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Allah tak pernah mengutus seorang nabi, dari
Adam dan seterusnya, melainkan sang Nabi itu harus melakukan perjanjian dengan-Nya berkenaan
dengan Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam): seandainya Muhammad (SAW) diutus di masa
hidup sang Nabi itu, maka ia harus beriman pada beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan
mendukung beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), dan Nabi itu pun harus mengambil janji yang
serupa dari ummatnya.

Diriwayatkan bahwa ketika Allah SWT menciptakan Nur Nabi kita Muhammad sall-Allahu ‘alayhi
wasallam, Ia Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan padanya untuk memandang pada nur-nur dari
Nabi-nabi lainnya. Cahaya beliau melingkupi cahaya mereka semua, dan Allah SWT membuat
mereka berbicara, dan mereka pun berkata, “Wahai, Tuhan kami, siapakah yang meliputi diri kami
dengan cahayanya?” Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab, “Ini adalah cahaya dari Muhammad ibn
`Abdullah; jika kalian beriman padanya akan Kujadikan kalian sebagai nabi-nabi.” Mereka menjawab,
“Kami beriman padanya dan pada kenabiannya.” Allah berfirman, “Apakah Aku menjadi saksimu?”
Mereka menjawab, “Ya.” Allah berfirman, “Apakah kalian setuju, dan mengambil perjanjian dengan-
Ku ini sebagai mengikat dirimu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Maka
saksikanlah (hai para Nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu.”(QS 3:81).

Inilah makna dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil
perjanjian dari para nabi: `Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hukmah,
kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu
akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’” (QS 3:81).

Syaikh Taqiyyud Diin al-Subki mengatakan, “Dalam ayat mulia ini, tampak jelas penghormatan
kepada Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan pujian atas kemuliaannya. Ayat ini juga menunjukkan
bahwa seandainya beliau diutus di zaman Nabi-nabi lain itu, maka risalah da’wah beliau pun harus
diikuti oleh mereka. Karena itulah, kenabiannya dan risalahnya adalah universal dan umum bagi
seluruh ciptaan dari masa Adam hingga hari Pembalasan, dan seluruh Nabi beserta ummat mereka
adalah termasuk pula dalam ummat beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Jadi, sabda sayyidina
Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), “Aku telah diutus bagi seluruh ummat manusia,” bukan
hanya ditujukan bagi orang-orang di zaman beliau hingga Hari Pembalasan, tapi juga meliputi
mereka yang hidup sebelumnya. Hal ini menjelaskan lebih jauh perkataan beliau, “Aku adalah
seorang Nabi ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.” Berpijak dari hal ini, Muhammad
(sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah Nabi dari para nabi, sebagaimana telah pula jelas saat malam
Isra’ Mi’raj, saat mana para Nabi melakukan salat berjama’ah di belakang beliau (yang bertindak
selaku Imam). Keunggulan beliau ini akan menjadi jelas nanti di Akhirat, saat seluruh Nabi akan
berkumpul di bawah bendera beliau.

Barokallah.

Anda mungkin juga menyukai