Anda di halaman 1dari 24

Adab tata cara Suluk Dalam Tarekat

Suluk berarti perjalanan ruhani seorang hamba dengan tujuan untuk


mendekatkan diri, memohon ampunan, dan berkehenda mendapat ridho Allah SWT,
dengan melalui tahapan-tahapan penyucian jiwa (tazkaiatun – nafsi)yang
dipraktekan ke dalam latihan-latihan ruhani( riadlatur-ruhaniah) secara istiqamah
dan mudawamah.
Seseorang yang melaksanakan suluk dinamakan salik. Orang suluk beriktikaf di
masjid atau surau, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW atau
Salafus Shaleh. Masa suluk itu dilaksanakan 10 hari, 20 hari atau 40 hari. Orang
yang melaksanakan suluk itu wajib di bawah pimpinan seorang yang telah ma’rifat,
dalam hal ini adalah Syekh Mursyid.
Setiap orang yang suluk meyakini, bahwa dirinya akan menjadi bersih dan tobatnya
akan diterima oleh Allah SWT, sehingga dia menjadi taqarrub, dekat diri kepada-
Nya. Syekh Amin Al Kurdi mengatakan, tidak mungkin seseorang itu sampai kepada
makrifatullah dan hatinya bersih serta bercahaya, sehingga dapat musyahadah
kepada yang mahbub, yang dicintai yaitu Allah SWT, kecuali dengan jalan suluk
atau berkhalwat. Dengan cara inilah seseorang salik yang menghambakan dirinya
kepada Allah SWT semata-mata, bisa sampai kepada yang dimaksud (Amin Al Kurdi
1994 : 430).
1. Syarat-Syarat Suluk
Syekh Amin Al Kurdi dalam bukunya “Tanwirul Qulub” mengatakan ada 20
syarat suluk:
1). Berniat ikhlas, tidak riya dan sum’ah lahir dan batin.
2). Mohon ijin dan do’a dari syekh mursyidnya, dan seorang salik tidak memasuki
rumah suluk sebelum ada ijin dari syekh selama dia dalam pengawasan dan
pendidikan.
3). ‘Uzlah (mengasingkan diri), membiasakan jaga malam, lapar dan berzikir
sebelum suluk.
4). Melangkah dengan kaki kanan pada waktu masuk rumah suluk. Waktu masuk
seorang salik mohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dan membaca
basmalah, setelah itu dia membaca surat An Nas tiga kali, kemudian melangkah kaki
kiri dengan berdo’a,
Artinya : Ya Allah, yang menjadi pelindung di dunia dan akhirat, jadikanlah aku
sebagaimana Engkau telah menjadikan penghulu kami Muhammad SAW dan
berilah aku kurnia, rizki mencintai-Mu. Berilah aku kurnia, rizki mencintai kekasih-
Mu. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan kecantikan-Mu dan jadikanlah aku termasuk
hamba-Mu yang ikhlas. Ya Allah hapuskanlah diriku dengan tarikan zat-Mu, wahai
Yang Maha Peramah yang tidak ada orang peramah bagi-Nya. Ya Tuhan, janganlah
Engkau biarkan aku tinggal sendirian, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik orang
yang mewarisi.

Setelah itu dia masuk ke Musholla lalu mengucapkan,


Artinya : Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada yang menciptakan
langit dan bumi dalam keadaan hanif/lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang
musyrik.
Kalimat itu dibaca 21 kali. Setelah itu baru melaksanakan shalat sunat 2 rakaat.
Setelah membaca Al Fatihah di rakaat pertama, dibaca ayat kursi (Al Baqarah 2 :
255) dan di rakaat kedua setelah membaca Al Fatihah, dibaca Amanar Rasul
(AlBaqarah 2 : 285). Dan setelah salam membaca Ya Fatah ( ) 500 kali.
Artinya : Seseorang itu memohon kepada Allah agar dibukakan makrifat-Nya.
5). Berkekalan wudlu atau senantiasa berwudlu.
6). Jangan berangan-angan untuk memperoleh keramat.
7). Jangan menyandarkan punggungnya ke dinding.
8). Senantiasa menghadirkan musyid.
9). Berpuasa.
10). Diam, tidak berkata-kata kecuali berzikir atau terpaksa mengatakan sesuatu
yang ada kaitannya dengan masalah syariat. Berkata-kata yang tidak perlu akan
menyia-nyiakan nilai khalwat dan akan melenyapkan cahaya hati.
11). Tetap waspada terhadap musuh yang empat, yaitu syetan, dunia, hawa nafsu
dan syahwat.
12). Hendaklah jauh dari gangguan suara-suara yang membisingkan.
13). Tetap menjaga shalat jum’at dan shalat berjama’ah karena sesungguhnya
tujuan pokok dari khalwat adalah mengikuti Nabi SAW.
14). Jika terpaksa keluar haruslah menutupi kepala sampai dengan leher dengan
memandang ke tanah.
15). Jangan tidur, kecuali sudah sangat mengantuk dan harus berwudlu. Jangan
karena hendak istirahat badan, bahkan jika sanggup, jangan meletakkan rusuk ke
lantai/berbaring dan tidurlah dalam keadaan duduk.
16). Menjaga pertengahan antara lapar dan kenyang.
17). Jangan membukakan pintu kepada orang yang meminta berkat kepadanya,
kalau meminta berkat hanya kepada Syekh-Syekh Mursyid.
18). Semua nikmat yang diperolehnya harus dianggapnya berasal dari Syekh-Syekh
Mursyid, sedangkan Syekh-Syekh Mursyid memperolehnya dari Nabi Muhammad
SAW.
19). Meniadakan getaran dan lintasan dalam hati, baik yang buruk maupun yang
baik, karena lintasan-lintasan itu akan membuyarkan konsentrasi munajat kepada
Allah SWT sebagai hasil dari zikir.
20). Senantiasa berzikir dengan kaifiat yang telah ditetapkan oleh syekh Syekh
Mursyid baginya, hingga sampai dengan dia diperkenankan atau dinyatakan selesai
dan boleh keluar (Amin Al Kurdi 1994 : 430-431).
Pelaksanaan suluk pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya disamping
memenuhi syarat suluk tersebut, adalagi ketentuan adab suluk yang pada prinsipnya
sama dengan syarat suluk yang 20 tadi. Ada 21 adab suluk yang inti pokoknya
mengatur ketentuan-ketentuan orang yang suluk itu supaya mendapatkan hasil
maksimal dalam suluknya. Ada lagi 9 (sembilan) adab setelah keluar dari suluk,
yang harus diperhatikan dan dipedomani agar hasil Ubudiyah suluk itu dapat
dipertahankan dan bahkan dapat lebih ditingkatkan lagi.
DOA DAN ZIKIR BERHUBUNG DENGAN JALAN SULUK

Sesiapa yang memilih untuk memisahkan dirinya daripada dunia supaya


dia dapat menghampiri Allah hendaklah tahu ibadat-ibadat seperti doa dan
zikir yang sesuai untuk tujuan tersebut. Melakukan ibadat tersebut
memerlukan suasana yang suci dan sebaik-baiknya berada di dalam
keadaan berpuasa. Bilik khalwat biasanya berhampiran dengan masjid
kerana syarat bagi salik perlu meninggalkan bilik khalwatnya lima kali
sehari bagi mengerjakan sembahyang berjemaah dan pada ketika tersebut
hendaklah menjaga dirinya agar tidak menonjol, menyembunyikan diri dan
tidak berkata-kata walau sepatah perkataan pun. Sesiapa yang di dalam
suluk hendaklah mengambil langkah tegas untuk lebih menghayati dan
mematuhi prinsip-prinsip, dasar-dasar dan syarat-syarat sembahyang
berjemaah.

Setiap malam, ketika tengah malam, salik mestilah bangun untuk


mengerjakan sembahyang tahajjud, yang bermaksud suasana jaga
sepenuhnya di tengah-tengah tidur. Sembahyang tahajjud membawa
symbol kebangkitan setelah mati. Bila seseorang berjaya bangun untuk
melakukan sembahyang tahajjud dia adalah Pemilik hatinya dan
pemikirannya bersih. Agar suasana jaga ini tidak rosak dia tidak
seharusnya melibatkan diri dengan kegiatan harian seperti makan dan
minum.

Sebaik sahaja bangun dengan menyedari dibangkitkan daripada kelalaian


kepada kesedaran, ucapkan:
“Alhamduli-Llahi ahyani ba’da ma amatani wa-ilaihin-nusyur- Segala puji
bagi Allah yang membangkitkan daku setelah mengambil hidupku. Selepas
mati semua akan dibangkitkan dan kembali kepada-Nya”.

Kemudian bacakan sepuluh ayat terakhir surah al-‘Imraan, iaitu ayat 190 –
200. Selepas itu mengambil wuduk dan berdoa:
“Kemenangan untuk Allah! Segala puji untuk-Mu. Tidak ada yang lain
daripada-Mu yang layak menerima ibadat. Daku bertaubat dari dosaku.
Ampuni dosaku, maafkan kehadiranku, terimalah taubatku. Engkau Maha
Pengampun, Engkau suka memaafkan. Wahai Tuhanku! Masukkan daku
ke dalam golongan mereka yang menyedari kesalahan mereka dan
masukkan daku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang salih yang
memiliki kesabaran, yang bersyukur, yang mengingati Engkau dan yang
memuji Engkau malam dan siang”.

Kemudian dongakkan pandangan ke langit dan buat pengakuan:


“Aku naik saksi tiada Tuhan melainkan Allah, Esa, tiada sekutu, dan aku
naik saksi Muhamamd adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Daku
berlindung dengan keampunan-Mu daripada azab-Mu. Daku berlindung
dengan keredaan-Mu daripada murka-Mu. Daku berlindung dengan-Mu
daripada-Mu. Aku tidak mampu mengenali-Mu sebagaimana Engkau kenali
Diri-Mu. Aku tidak mampu memuji-Mu selayaknya. Daku adalah hamba-
Mu, daku adalah anak kepada hamba-Mu. Dahiku yang di atasnya Engkau
tuliskan takdir adalah dalam tangan-Mu. Perintah-Mu berlari menerusi
daku. Apa yang Engkau tentukan untukku adalah baik bagiku. Daku
serahkan kepada-Mu tanganku dan kekuatan yang Engkau letakkan
padanya. Daku buka diriku di hadapan-Mu, mendedahkan semua dosaku.
Tiada Tuhan kecuali Engkau, dan Engkau Maha Pengampun, aku yang
zalim, aku yang berbuat kejahatan, daku menzalimi diriku. Untukku kerana
daku adalah hamba-Mu ampunkan dosa-dosaku. Engkau jualah Tuhan,
hanya Engkau yang boleh mengampunkan”.

Kemudian menghadap ke arah kiblat dan ucapkan:


“Allah Maha Besar! Segala puji untuk-Nya. Aku ingat dan membesarkan-
Nya”.

Kemudian ucapkan sepuluh kali:


“Segala kemenangan buat Allah”.

Kemudian ucapkan sepuluh kali:


“Segala puji dan syukur untuk Allah”.

Kemudian ucapkan sepuluh kali:


“Tiada Tuhan melainkan Allah”.

Kemudian lakukan sembahyang sepuluh rakaat, dua rakaat satu salam.


Nabi s.a.w bersabda, “Sembahyang malam dua, dua”. Allah memuji orang
yang bersembahyang malam.
“Dan di sebahagian malam hendaklah engkau sembahyang tahajjud
sebagai sembahyang sunat untukmu, supaya Tuhanmu bangkitkan kamu
di satu tempat yang terpuji”. (Surah Bani Israil, ayat 79).

“Renggang rusuk-rusuk mereka dari tempat tidur, dalam keadaan menyeru


Tuhan mereka dengan takut dan penuh harapan, dan sebahagian daripada
apa yang Kami kurniakan itu mereka belanjakan”. (Surah as-Sajadah, ayat 16 &
17).

Kemudian pada akhir malam bangun semula untuk mengerjakan


sembahyang witir tiga rakaat, sembahyang yang menutup semua
sembahyang-sembahyang pada hari itu. Pada rakaat ketiga selepas al-
Faatihah bacakan satu surah dari Quran, kemudian angkatkan tangan
seperti pada permulaan sembahyang sambil ucapkan “Allahu Akbar!” dan
bacakan doa qunut. Kemudian selesaikan sembahyang seperti biasa.

Setelah matahari terbit orang yang di dalam suluk perlu melakukan


sembahyang isyraq, sembahyang yang menerangi, dua rakaat. Selepas itu
melakukan sembahyang istihadha’ dua rakaat, mencari perlindungan dan
keselamatan daripada syaitan. Pada rakaat pertama selepas al-Faatihah
bacakan surah al-Falaq. Dalam rakaat kedua selepas al-Faatihah bacakan
surah an-Nas.

Bagi mempersiapkan diri untuk hari itu lakukan sembahyang sunat


istikharah, sembahyang meminta petunjuk Allah untuk keputusan yang
benar pada hari itu. Pada tiap rakaat selepas al-Faatihah bacakan ayat al-
Kursi. Kemudian tujuh kali surah al-Ikhlas. Kemudian pagi itu lakukan
sembahyang dhuha, sembahyang kesalihan dan kedamaian hati. Lakukan
enam rakaat. Bacakan surah asy-Syams dan surah ad-Dhuha.
Sembahyang dhuha diikuti oleh dua rakaat kaffarat, sembahyang
penebusan terhadap kekotoran yang mengenai seseorang tanpa boleh
dielakkan atau disedari. Tersentuh dengan kekotoran walaupun secara
tidak sengaja masih berdosa, boleh dihukum. Ini boleh berlaku walaupun di
dalam suluk, misalnya melalui keperluan tubuh badan. Nabi s.a.w
bersabda, “Jaga-jaga dari najis – walaupun ketika kamu kencing, satu titik
tidak mengenai kamu – kerana ia adalah keseksaan di dalam kubur”.
Setiap rakaat, selepas membaca al-Faatihah bacakan surah al-Kausar
tujuh kali.

Satu lagi sembahyang – panjang, walaupun empat rakaat – harus


dilakukan dalam satu hari semasa khalwat atau suluk. Ini adalah
sembahyang tasbih – sembahyang penyucian atau pemujaan. Jika
seseorang itu mengikuti mazhab Hanafi dia melakukannya empat rakaat
satu salam. Jika dia berfahaman Syafi’e dilakukannya dua rakaat satu
salam, dua kali. Ini jika dilakukan di siang hari. Jika dilakukan malam hari
Hanafi dan Syafi’e sependapat, dua rakaat satu salam, dua kali.

Nabi s.a.w memberitahu mengenai sembahyang ini kepada bapa saudara


baginda, Ibnu Abbas, “Wahai bapa saudaraku yang ku kasihi. Ingatlah aku
akan berikan kepada kamu satu pemberian. Perhatikanlah aku akan
Sampaikan kepada kamu satu yang sangat baik. Ingatlah aku akan berikan
kepada kamu kehidupan dan harapan baharu. Ingatlah aku akan berikan
kepada kamu sesuatu yang bernilai sepuluh daripada perbuatan-perbuatan
yang baik. Jika kamu kerjakan apa yang aku beritahu dan ajarkan kepada
kamu Allah akan ampunkan dosa-dosa kamu yang lalu dan yang akan
datang, yang lama dan yang baharu, yang kecil dan yang besar. Lakukan
secara diketahui atau tidak diketahui, secara tersembunyi atau terbuka”.
“Engkau kerjakan sembahyang empat rakaat. Pada tiap-tiap rakaat selepas
al-Faatihah kamu bacakan satu surah dari Quran. Ketika kamu berdiri
bacakan lima belas kali:
Subhana Llahi il-hamdu li-Llahi la ilaha illa Llahu wa-Llahu akbar, wa-la
hawla wa-la quwwata illa billahil l-‘Ali I-‘Azim.
Bila kamu rukuk, tangan di atas lutut, bacakan sepuluh kali. Ketika berdiri
ulanginya sepuluh kali lagi. Ketika kamu sujud bacakan sepuluh kali. Bila
kamu bangun dari sujud bacakan sepuluh kali. Ketika duduk bacakan
sepuluh kali. Sujud semula bacakan sepuluh kali. Duduk semula bacakan
sepuluh kali. Kemudian bangun untuk rakaat kedua. Lakukan serupa untuk
rakaat yang lain sehingga empat rakaat”.
“Jika kamu mampu lakukan sembahyang ini setiap hari. Jika tidak lakukan
sekali sebulan. Jika tidak mampu juga lakukan sekali setahun. Jika masih
tidak mampu lakukan sekali seumur hidup”.

Jadi, empat rakaat itu tasbih diucapkan sebanyak tiga ratus kali.
Sebagaimana Nabi s.a.w ajarkan kepada bapa saudara baginda Ibnu
Abbas, dianjurkan juga kepada orang yang bersuluk melakukan
sembahyang tersebut.

Selain daripada tugas tersebut orang yang di dalam suluk juga dianjurkan
membaca Quran sekurang-kurangnya sebanyak 200 ayat sehari. Dia juga
hendaklah mengingati Allah secara terus menerus dan menurut suasana
rohani, samada menyebut nama-nama-Nya yang indah secara kuat atau
senyap di dalam hati. Ingatan di dalam hati secara senyap hanya bermula
bila hati kembali jaga dan hidup. Bahasa zikir ini adalah perkataan rahsia
yang tersembunyi.

Setiap orang mengingati Allah menurut keupayaan masing-masing. Allah


berfirman:
“Hendaklah kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin kamu”. (Surah al-
Baqarah, ayat 198).

Ingatlah kepada-Nya menurut kemampuan kamu. Pada setiap tahap


kerohanian ingatan itu berbeza-beza. Ia mempunyai satu nama lagi, ia
mempunyai satu sifat lagi, satu cara lagi. Hanya orang yang ditahap itu
tahu zikir yang sesuai.

Orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca surah al-Ikhlas


seratus kali sehari. Perlu juga membaca Selawat seratus kali sehari. Dia
juga perlu membaca doa ini sebanyak seratus kali:
“Astaghfiru Llah al-‘Azim, la ilaha illa Huwa l-Hayy ul-Qayyum – mimma
qaddamtu wa-ma akhkhartu wa-ma ‘alantu wa-ma asrartu wa-ma anta
a’lamu bihi minni. Anta l-Muqaddimu wa-antal Muakhkhiru wa-anta ‘ala kulli
syai in Qadir”.

Masa yang selebihnya setelah dilakukan ibadat-ibadat yang telah


dinyatakan, gunakan untuk membaca Quran dan lain-lain pekerjaan
ibadat.
TAREKAT NAQSYABANDIYAH PIMPINAN PROF.DR.H. SAIDI SYEKH KADIRUN YAHYA
17 Agu 2011 Tinggalkan komentar
by bandarkalbu in Tarekat Naqsyabandiyah
TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Tarekat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al-Uwaisi al-Bukhari
Naqsyabandi q.s. (silsilah ke-15). Beliau dilahirkan di Qashrul ‘Arifan, Bukhara, Uzbekistan tahun
717 – 791 H / 1318 – 1389 M, yang kemudian terkenal dengan nama Bahauddin Naqsyabandi.
Beliau mendapat sebutan Naqysabandi yang berarti lukisan, disebabkan Saidi Syekh
Naqsyabandi sangat pandai melukiskan kehidupan yang ghaib-ghaib kepada muridnya. Syekh
Naqsyabandi lahir dari lingkungan keluarga sosial yang baik dan kelahirannya disertai oleh
kejadian yang aneh. Menurut satu riwayat, jauh sebelum tiba waktu kelahirannya sudah ada
tanda-tanda aneh yaitu bau harum semerbak di desa kelahirannya itu. Bau harum itu tercium
ketika rombongan Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s. (silsilah ke-13), seorang wali besar
dari Sammas (sekitar4 km dan Bukhara), bersama pengikutnya melewati dasa tersebut. Ketika
itu As Samasi berkata, “Bau harum yang kita cium sekarang ini datang dari seorang laki-laki
yang akan lahir di desa ini”.Sekitar tiga hari sebelum Naqsyabandi lahir, wali besar ini kembali
menegaskan bahwa bau harum itu semakin semerbak.
Setelah Naqsyabandi lahir, dia segera dibawa oleh ayahnya kepada Syekh Muhammad Baba As
Samasi yang menerimanya dengan gembira.As Samasi berkata, “Ini adalah anakku, dan
menjadi saksilah kamu bahwa aku menerimanya”. Naqsyabandi rajin menuntut ilmu dan dengan
senang hati menekuni tasawuf. Dia belajar tasawuf kepada Muhammad Baba Assamasi ketika
beliau berusia 18 tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai
gurunya (Syekh As Samasi) wafat. Sebelum Syekh As Samasi wafat, beliau mengangkat
Naqsyabandi sebagai khalifahnya. Setelah gurunya wafat, dia pergi ke Samarkand, kemudian
pulang ke Bukhara, setelah itu pulang ke desa tempat kelahirannya.
Setelah belajar dengan Syekh Baba As Samasi, Naqsyabandi belajar ilmu Tarikat kepada
seorang wali quthub di Nasyaf, yaitu Syekh As Sayyid Amir Kulal q.s. (silsilah ke-14).
Syekh Amir Kulal q.s. (772 H/ 1371 M) adalah salah seorang khalifah Muhammad Baba As
Samasi. Dari Syekh Amir Kulal inilah Naqsyabandi menerima statuta sebagai Ahli Silsilah,
sebagai Syekh Mursyid tarekat yang dikembangkannya.
Meskipun Naqsyabandi belajar tasawuf dari Syakh Muhammad BabaAs Samasi, dan tarekat
yang diperolehnya dari Syekh Amir Kulal juga berasal dari Syekh As Samasi, namun Tarekat
Naqsyabandiyah tidak persis sama dengan tarekat As Samasi. Zikir Syekh Muhammad Baba
AsSamasi diucapkan dengan suara keras bila dilaksanakan pada waktu zikir berjamaah, namun
bila sendiri-sendiri tetap zikir qalbi, sedangkan zikir Tarekat Naqsyabandiyah adalah zikir qalbi,
yaitu diucapkan tanpa suara, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah. Zikir Syekh Naqsyabandi
sama dengan zikir Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (Silsilah ke-9), salah seorang khalifah Syekh
Abu Yaqub Yusuf al Hamadani (silsilah ke-8). Menurut salah satu riwayat, Syekh Abdul Khalik
Fajduani mengamalkan pendidikan Uwais Al Qarni yang melaksanakan zikir qalbi tanpa suara.
Sesungguhnya zikir Tarekat Naqsyabandiyah ini pada awalnya dikembangkan oleh Syekh Abu
Yaqub Yusuf Al-Hamadani q.s.( silsilah ke-8), wafat 353 h / 1140 M. Al Hamadani adalah
seorang sufi yang hidup sezaman dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. (470 H – 561 H / 1077
M – 1166 M), seorang tokoh sufi dan wali besar. Syekh Al Hamadani mempunyai dua orang
khalifah utama yaitu Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke-9) wafat 1220 M dan Syekh
Ahmad Al-Yasawi (wafat 562 H / 1169 M). Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s inilah yang
meneruskan silsilah tarekat ini sampai dengan Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Adapun Syekh
Ahmad Al Yasawi kemudian mendirikan Tarekat Yasawiyah di Asia Tengah yang kemudian
menyebar ke daerah Turki dan di daerah Anatolia Asia Kecil.
Abdul Khalik Fajduani q.s. menyebar luaskan ajaran tarekat ini ke daerah Transoksania di Asia
Tengah. Abdul Khalik Fajduani yang taraketnya bernama Tarekat Khwajakhan menetapkan 8
(delapan) ajaran dasar tarekatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran dasar lagi oleh
Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Dalam perjalanan hidupnya, Syekh Naqsyabandi pernah bekerja untuk Sultan Khalil, penguasa
Samarkand dan memberikan andil yang besar sekali dalam membina masyarakat menjadi
makmur sehingga pemerintahan Sultan Khalil menjadi terkenal. Setelah Sultan Khalil wafat
(1347 M), AnNaqsyabandi pergi ke Zerwatun (Khurasan) dan hidup sebagai sufi yang zuhud,
sambil melakukan amal kebaikan untuk umat manusia dan binatang selama 7 tahun.
Pencatatan segala perbuatan dan amalnya dilakukan dengan baik oleh Saleh bin al-Mubarak,
salah seorang muridnya yang setia. Himpunan catatan tersebut dimuat dalam sebuah karya
berjudul “Maqamaat Sayyidina Syah Naqsyaband”.
Pusat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah ini pertama kali berada di daerah Asia Tengah.
Ketika tarekat ini dipimpin oleh Syekh Ubaidullah AlAhrar q.s. (silsilah ke-18) hampir seluruh
wilayah Asia Tengah mengikuti Tarekat Naqsyabandiyah. Atas hasil usaha keras dari Syekh Al
Ahrar, tarekat ini berkembang meluas sampai ke Turki dan India, sehingga pusat-pusat tarekat
ini berdiri di kota maupun daerah, seperti di Samarkand, Merv, Chiva, Tashkent, Harrat,
Bukhara, Cina, Turkestan, Khokand, Afghanistan, Iran, Baluchistan dan India.
Syekh Muhammad Baqi Billah q.s. (silsilah ke-22) yang bermukim di Delhi India, sangat berjasa
dalam mengembangkan dan membina tarekat ini. Sejumlah murid Syekh Baqi Billah seperti
Syekh Murad bin Ali Bukhari mengembangkan tarekat ini ke wilayah Suria dan Anatolia pada
abad ke-17. Muridnya yang lain yaitu Syekh Tajuddin bin Zakaria menyebarkan tarekat ini ke
Makkatul Mukarramah, sedangkan Syekh Ahmad Abu AlWafah bin Ujail ke daerah Yaman dan
Syekh Ahmad bin Muhammad Dimyati ke daerah Mesir.
Sekitar tahun 1837, Tarekat Naqsyabandiyah pun berkembang di Saudi Arabia dan berpusat di
Jabal Qubays Mekkah. Dari Jabal Qubays inilah mulai dari Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi q.s.
(silsilah ke-32), dilanjutkan Saidi Syekh Ali Ridla q.s. (silsilah ke-33), kemudian ketika sampai
pada Saidi Syekh Muhammad Hasyim al Khalidi q.s. (silsilah ke-34) masuk ke Indonesia. Dari
Saidi Syekh Muhammad Hasyim turun statuta Ahli Silsilah Syekh Mursyid kepada Saidi Syekh
Kadirun Yahya MuhammadAmin Al Khalidi q.s. (silsilah ke-35).
SILSILAH DAN PERUBAHAN NAMA TAREKAT NAQSYANDIYAH
SILSILAH
Seorang murid atau salik hendaklah mengambil seorang Syekh Mursyid sebagai guru dan
pembimbing rohaninya, baik secara syariat maupun hakikat. Seorang Syekh Mursyid menerima
ijazah dari Syekh Mursyidnya terus sambung menyambung sampai kepada junjungan Kita
Muhammad SAW yang menerima ajaran ini dari malaikat Jibril a.s yang diperintahkan oleh Allah
SWT.
Di dalam Tarekat Naqsyabandiyah, urutan silsilah ini harus jelas jelas sambung menyambung
Syekh Mursyidnya, dan ini adalah amat penting dan menentukan. Seorang Syekh Mursyid
menerima ijazah dari Mursyid sebelumnya dan demikian pula Syekh Mursyid pendahulunya
menerimanya dari Syekh Mursyid sebelumnya. Ijazah inilah yang menentukan sehingga dia
berhak menerima statuta Waliyam Mursyida, Syekh Mursyid yang kamil mukammil.
Pada Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah Prof. Dr. H. S.S.Kadirun Yahya adalah Syekh Mursyid
yang ke-35. Allah SWT mengutus malaikat Jibril a.s. untuk menyampaikan rahasia yang amat
halus kemudian menempatkannya pada tempat yang amat suci, yang kemudian menjadi hamba-
Nya yang sempurna dan kekasih-Nya yang utama, yaitu Nabi Muhammad SAW. Pada usia 40
(empatpuluh) tahun, Muhammad diangkat menjadi Rasul dan dinyatakan sepenuhnya bahwa
Muhammad itu adalah abduhu wa rasuluhu menjadi hamba dan Rasul-Nya.
Pada waktu menerima wahyu yang pertama di Gua Hira’ Jabal Nur, selain menerima wahyu
pertama, yaitu surat Al ‘Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5, bersamaan dengan itu pula
ditalqinkan ke dalam batin Rasulullah lafzul jalalah, rahasia yang amat sangat halus dan
merupakan inti Al Qur’an seluruhnya. Rahasia yang amat sangat halus inilah yang merupakan
jalan untuk berhubungan langsung kepada Allah Azzawajala yang diamalkan oleh Rasulullah
SAW. Pada masa Rasulullah amalan ini dinamakan Tarikatus Sirriyah. Tarikatus Sirriyah inilah
yang diturunkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya, termasuk kepada sahabat utamanya
Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Inilah cikal bakal ajaran dan amal Tarekat Naqsyabandiyah.
Silsilah lengkap Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. S. S.Kadirun Yahya
bermula dari Allah SWT mengutus Malaikat Jibril Alaihis Salam untuk mentalqinkan rahasia yang
amat sangat halus kepada hamba-Nya yang amat suci, kekasih-Nya yang utama, yaitu Nabi
Muhammad SAW, dan dari Nabi Muhammad SAW turun kepada :
1) Sayyidina Abu Bakar Siddiq radiyallahu ta’ala anhu (r.a.). GelarAs-Siddik yang berarti benar
dan membenarkan kebenaran, dan melaksanakan kebenaran itu dalam perkataan dan
perbuatan, lahir maupun batin. Beliau adalah khalifah pertama dari Khulafaur – Rasyidin. Dari
beliau turun kepada,
2) Sayyidina Salman Al-Farisi r.a. Beliau adalah murid utama Sayyidina Abu Bakar dan terkenal
sebagal tokoh sufi dan tokoh Ilmu Alam, Ilmu Falak yang kenamaan. Dari beliau turun kepada,
3) Al Imam Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As Siddiq r.a. Dari beliau turun
kepada,
4) Al Imam Sayyidina Ja’far As Shadiq r.a. Imam Ja’far adalah anak cucu Sayyidina Qasim bin
Muhammad bin Abu Bakar Siddik ra. Beliau terkenal sebagai ahli kesusasteraan dan ahli hukum
dan karena keahliannya itu, serta kebenaran dan kesuciannya, menyebabkan dia sangat
dihormati. Dari beliau turun kepada,
5) Al ‘Arif Billah Sultanul Arifin Asy Syekh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan, yang
dimashurkan namanya dengan AsySyekh Abu Yazid Al—Busthami quddusa sirruhu (q.s.). Gelar
Sultanul Arifin berarti imam besar, orang yang mengatahui, imam tasawuf, pemimpin besar yang
pertama dalam tarekat keturunan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Dari beliau turun kepada,
6) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abul Hasan Ali bin Abu Ja’far AlKharqani q.s. Keistimewaannya dia
sangat kasih kepada Allah dan Rasul-Nya, dan dari beliau turun kepada penghulu sekalian
quthub. Dari beliau turun kepada,
7) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Aththusi AlFarimadi q.s. Dari beliau
turun kepada wali Allah,
8) Al ‘Arif billah Asy Syekh Abu Yakub Yusuf AI-Hamadani bin Ayyub bin Yusuf bin AI-Husain
q.s. Nama lain beliau adalah Abu Ali As Samadani. Dari beliau turun kepada wali Allah, yaitu:
9) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abdul Khaliq AI-Fajduwani Ibnu Al-Imam Abdul Jamil q.s. Beliau itu
nasabnya sampai kepada Al-Imam Malik bin Anas ra. Dari beliau turun kepada quthub penghulu
sekalian wali Allah, yaitu,
10) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ar Riwikari q.s. Dari beliau turun kepada hamba Allah, kepala
daripada sekalian guru-guru, yaitu,
11) Al ‘Arif Billah Asy Syekh MahmudAl-Anjir Faghnawi q.s. Beliau adalah aulia Allah yang
mempunyai sifat dan perangai sempurna dalam menuntut ridla Allah dan sempurna abdinya
kepada Allah azza wajalla. Dari beliau turun kepada wali yang sangat kasih akan Tuhannya yang
ghani, yaitu,
12) Al ‘Arif Billah Asy Syekh AliAr Ramitani, yang dimasyhurkan namanya dengan AsySyekh
Azizan q.s. Dari beliau turun kepada murid yang sangat tinggi ilmu tarikat dan makrifatnya. Dari
beliau turun kepada penghulu sekalian wali Allah, yaitu,
13) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s.Beliau adalah seorang aulia Allah
dari keturunan Tionghoa. Beliau senantiasa mujahadah dan musyahadah kepada Tuhan dan
beliau adalah penghulu dari sekalian wali-wali Allah. Syakh Muhammad Baba As Samasi q.s
hidup dalam satu zaman dengan Asy Syakh Ali Ar Ramitani dan dengan Syekh Abdul Qadir
Jaelani q.s. Dari beliau turun kepada raja yang besar lagi sayyid, kepala sekalian guru-guru,
yaitu,
14) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah q.s. Syekh Sayyid Amir Kulal
adalah raja di tanah Arab yang besar dan dia bergelar sayyid mempunyai keturunan bangsawan,
dan beliau adalah guru hakikat dan makrifat. Dari beliau turun kepada wali Allah yang masyhur
keramatnya dan makmur, ialah imam Tarikat Naqsyabandiyah yang terkenal namanya dengan
Syah Naqsyabandy, yaitu,
15) Al ‘Arif Billah Asy Syekh As Sayyid Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari q.s. Beliau meletakkan dasar-dasar zikir
qalbi yang sirri, zikir batin qalbi yang tidak berbunyi dan tidak bergerak, dan beliau meletakkan
kemurnian ibadat semata-mata lillaahi ta’ala, tergambar dalam do’a beliau yang diajarkan
kepada murid-muridnya “Ilahii anta makshuudii waridhaaka mathluubii”. Secara murni
meneruskan ibadat Thariqatus Sirriyah zaman Rasulullah, Thariqatul Ubudiyah zaman Abu
Bakar Siddiq dan Thariqatus Siddiqiyah zaman Salman al Farisi. Beliau amat masyhur dengan
keramat-keramatnya dan makmur dengan kekayaannya, lagi terkenal sebagai wali akbar dan
wali quthub yang afdhal, yang amat tinggi hakikat dan makrifatnya. Dari murid-muridnya dahulu
sampai dengan sekarang, banyak melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di Barat,
sehingga ajarannya meluas ke seluruh pelosok dunia. Beliau pulalah yang mengatur
pelaksanaan iktikaf atau suluk dari 40 (empat puluh) hari menjadi 10 (sepuluh) hari, yang
dilaksanakan secara efisien dan efektif, dengan disiplin dan adab suluk yang teguh. Dan dari
beliau turun kepada,
16) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Bukhari Al-Khawarizumi yang dimashurkan dengan
namanya Asy Syekh Alaudin AI-Aththar q.s. Dari beliau turun kepada waliullah, yaitu :
17) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ya’qub Al-Jarkhiq.s. Dari beliau turun kepada wali yang agung, yaitu
:
18) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar AsSamarqandi bin Mahmud bin
Sihabuddin q.s. Dari beliau turun kepada raja yang saleh, ialah kepala sekalian guru-guru, yaitu :
19) Al ‘Arif Billah Asy Syekh MuhammadAz Zahid q.s. Dari beliau turun kepada anak saudara
perempuannya yang mempunyai kerajaan yang besar dan martabat yang tinggi, yaitu :
20) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Darwis Muhammad Samarqandi q.s. Dari beliau turun kepada
anaknya ialah seorang raja yang besar, yang adil lagi pemurah, lagi lemah lembut perkataannya,
yaitu :
21) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Khawajaki Al-Amkani As Samarqandi q.s. Dari beliau
turun kepada wali Allah yang quthub, yaitu ;
22) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muayyiddin Muhammad Al-Baqi Billah q.s. Dari beliau turun kepada
anak cucu Amirul Mukminin Sayyidina Umar Al Faruq r.a, yaitu ;
23) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Akhmad Al-Faruqi As Sirhindi q.s.,yang mashur namanya, yang
terkenal denganAl Imam ArRabbani Al-Mujaddid Alf Fassami. Dari beliau turun kepada anaknya
yang tempat kepercayaannya, yang menaruh rahasianya, yang masyhur namanya, yaitu;
24) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Ma ’sum q.s. Dari beliau turun kepada anaknya, yaitu
Sultanul Aulia, yaitu :
25) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Saifuddin q.s. yang bercahaya zahiriah dan
batiniahnya. Dari beliau turun kepada Sayyid Syarif yang gilang gemilang cahayanya, sebab
nyata zat dan sifat, yaitu ;
26) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Asy Syarif Nur Muhammad Al-Badwani q.s. Dari beliau turun kepada
wali Allah yang tinggi pangkatnya, nyata keramatnya, yaitu :
27) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Syamsuddin Habibullah Jani Janani MuzhirAl-‘Alawi q.s. Dari beliau
turun kepada kepala sekalian guru-guru, kepala sekalian khalifah dan penghulu sekalian wali
Allah, yaitu;
28) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abdullah Ad Dahlawi q.s. dan adalah Syekh Abdullah itu nasabnya
sampai kepada Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu. Dari beliau
turun kepada;
29) Al ‘Arif Billah Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al-UtsmaniAl-Kurdi q.s. Beliau adalah
anak cucu amirul mukminin Sayyidina Usman bin Affan r.a. Beliau adalah Syekh yang mashur,
ahli Tarekat Naqsyabandiyah yang fana fillah, lagi baqa billah, yang pada masa suluk menjadi
penghulu sekalian khalifah. Dari beliau turun kepada wali Allah yang zuhud akan dunia dan
sangat kasih akan zat Allah ta’ala, ialah kepala sekalian guru-guru di dalam negeri Makkah al
Musyarrafah, yaitu hamba Allah,
30) Al ‘Arif Billah Sirajul Millah Waddin Asy Syekh Abdullah Al Afandi q.s. Dari beliau turun
kepada penghulu sekalian khalifah yang mempunyai keramat yang nyata, yaitu ;
31) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Sulaiman Al Qarimi q.s. Dari beliau turun kepada menantunya yang
alim lagi Saleh, yang Senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan malam kepada
Tuhan khaliqul ‘alam, dan dari beliau nyata kebesarannya serta kemuliaannya, dan adalah
penghulu sekalian khalifah dan ikutan sekalian orang yang suluk, yaitu;
32) Mursyiduna, warabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Sulaiman Az Zuhdi q.s.
Dari beliau turun kepada anaknya yang alim lagi Saleh, yang senantiasa tafakkur dan
muraqabah, baqa billah siang dan malam dan ikutan Sekalian orang yang Suluk, yaitu ;
33) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Ali Ridha q.s. Ketika
meletus perang dunia ke-II di Eropa di sekitar tahun 1937 Ali Ridha q.s. meninggalkan Mekkah
menuju Baghdad dan kemudian ke India dan di sana dia meninggal dunia. Ali Ridha q.s. adalah
ahli tasawuf dan Syekh Tarekat Naqsyabandiyah yang sangat pintar dan alim, seorang sufi yang
masyhur. Kasih sayangnya penuh ditumpahkan kepada muridnya yang kemudian menjadi
khalifah Rasul yang ke-34 Seorang berkebangsaan Indonesia. Dari beliau turun kepada
muridnya yang menambahi Allah Ta’ala akan sucinya, dan meninggikan Allah Ta’ala akan
derajatnya, dan kuat melalui jalan kepada Allah Ta’ala, maka melapangkan dan melebihi Allah
Ta’ala baginya, karena menambahi Salam berkhidmat akan Allah Ta’ala, dan memberi bekas
barang siapa menuntut jalan kepada Allah ta’ala kepadanya. Kemudian meninggikan Allah
Ta’ala atas orang yang hidup akan menambahi yakin zikir yang batin dan mengesakan yang
dikenal bagi yang kaya dan miskin dan menjadikan Allah Ta’ala bagi orang yang suluk dengan
Tarikatul Ubudiyah dan Naqsyabandiyah, amanat suci Allah Ta’ala dan menyembunyikan dia
sebagai walinya yang pilihan, yaitu :
34) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Muhammad Hasyim Al
Khalidi q.s. Guru pertama beliau adalah Saidi Syekh Sulaiman Hutapungkut di kota Nopan,
Tapanuli Selatan. Sebagai kelanjutan dari pendidikannya, Syekh Muhammad Hasyim berguru
dan menerima Ijazah syekh dari Syekh Ali Ar Ridha q.s di Jabal Qubis Mekkah. Setelah kembali
ke Indonesia, beliau menetap di Buayan, Sumatera Barat. Selama di Jabal Qubis Mekkah
dengan tekun menuntut dan mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah, mendalami syariat dan
hakikat serta memperoleh makrifat. Pada kesempatan itu pula beliau berpuluh-puluh kali
berziarah ke makam Rasulullah SAW dan melaksanakan ibadat haji.Sebagai seorang perintis
kemerdekaan, beliau juga pernah dibuang ke Boven Digul dan menjadi penasehat beberapa
pembesar Indonesia dalam perang kemerdekaan. Beliau meninggal dalam usia lanjut, yaitu 90
tahun. Beliau lahir pada tahun 1864 dan maninggal tahun 1954.Dari beliau turun kepada
muridnya yang pilihan yang sangat kasih akan gurunya, akan Allah SWT dan Rasul-Nya, yang
kuat menjalani jalan hakikat dan kuat mengarjakan jalan berkhidmat, yang dikenal oleh orang
banyak sebagal seorang tabib besar, yang mengobati orang banyak, dari penyakit batin dan
zahir dengan kekuatan zikrullah, dan menjadi ikutan dari segala orang yang terpelajar yang
suluk, yang bertarikat dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah Khalidiyah, yaitu :
35) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Kadirun Yahya
Muhammad Amin Al Khalidi q.s.

Kaji diri Intinya apaun aliranya tetap pada Rukun = tidak ribut2, Islam/asalamah = keselamatan, jgn kita
mengkaji yg 99 tapi marilah kita mengkaji Yang 1, jalannya boleh dari mana ja, tidak ana amal jika tidak ada
perbuatan, apapun amalan kta gak ada lain tujuannya adalah Rahman n Rahim.

Syekh Kadirun Yahya


9 Oktober 2011 oleh mutiarazuhud

Syekh Kadirun Yahya

Riwayat hidup Maulana S.S. Kadirun Yahya MA. M.Sc berikut menurut saya sangat lengkap yang di

tulis oleh Anwar Rangkayo Sati saksi hidup dan merupakan murid sekaligus menantu dari Maulana

Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi dan di kemudian hari Beliau juga mengakui S.S.

Kadirun Yahya MA. M.Sc sebagai guru nya . Ayahanda Guru merupakan panggilan dari murid-

murid Maulana S.S. Kadirun Yahya MA. M.Sc kepada Beliau dan Nenek Guru adalah panggilan

murid-murid Maulana S.S. Kadirun Yahya MA. M.Sc kepada Maulana Saidi Syekh Muhammad

Hasyim Al-Khalidi. Tulisan ini di tulis pada tanggal 08 Desember 1986, tentu saja semasa Maulana
S.S. Kadirun Yahya MA. M.Sc masih hidup. Beliau berlindung kehadirat Allah pada tanggal 9 Mei

2001 dan di makam kan di Surau Qutubul Amin Arco, Jawa Barat.

Tulisan ini merupakan kiriman dari Saudara R.Darmawan <

rodhar76@gmail.com>, saya ucapkan terimakasih atas kemurahan hatinya dan tulisan ini pertama

sekali disampaikan oleh Bapak Anwar Rangkayo Sati pada acara hari Guru ke-70. Tulisan ini telah

saya sempurnakan setelah saya cocokkan dengan keterangan langsung dari Maulana S.S. Kadirun

Yahya MA. M.Sc, Bapak Anwar Rangkayo Sati dan Bapak Zyauddin Sahib yang hadir pada hari

Guru ke-70 tanggal 20 Juni 1987 di Surau Darul Amin Medan. Agar pembaca tidak bosan maka

tulisan ini saya bagi menjadi dua bagian dan tulisan ini menurut saya merupakan tulisan

terlengkap tentang sejarah ber guru Maulana S.S. Kadirun Yahya MA. M.Sc. Namun demikian jika

ada kesalahan dan kekeliruan silahkan memberikan kritik di komentar atau kirim ke email :

sufimuda@gmail.com.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk murid-murid Maulana S.S. Kadirun Yahya MA. M.Sc dan juga

untuk seluruh pembaca Sufi Muda:

BISMILLAHIRROHMANIRROHIIM

Dengan terlebih dahulu mengucapkan Astaghfirullah al’aziim yang sedalam-salamnya, serta

membaca Al Fatihah dan Qulhu atau surat Al Ikhlas yang dihadiahkan kepada rohaniah silsilah

Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah serta diiringi pula dengan shalawat dan salam kepada

junjungan Nabi besar Muhammad SAW, maka saya beranikan diri untuk menulis risalah yang saya

anggap sangat berharga ini, untuk memnuhi permintaan dari saudara-saudara seperamalan saja

yang diberi judul NAPAK TILAS…

Dengan tidak melupakan sifat ’ubudiyah atau sifat kehambaan, hina, papa, daif dan lemah saya

pandang diri saya sekecil-kecilnya sehingga menjadi nol kosong melompong yang menurut hemat

kami tidaklah bernilai sebesar rambut dibelah tujuh pada sisi Allah SWT, Rasul dan Aulia-Nya.

Sangat miskin hatinya daripada ilmu-ilmu dan amal dan jauh sekali daripada kesempurnaan adab

yang menjadi pokok utama di dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Dikarenakan oleh hal-hal yang saya uraikan di atas dengan penuh kerendahan hati, terlebih

dahulu saya memohon maaf yang sebesar-besarnya keharibaan Ayahanda Guru, sekira tulisan

kami ini tidak berkenan di hati Ayahanda Guru, tidak tepat sasarannya, kurang lengkap

keterangannya dan lain sebagainya, karena maklumlah sesuai pula dengan pepatah orang tua kita

”Dek Lamo Lupo, Dek Banyak Ragu”

Sesuai dengan judul Risalah ini, maka saya mulailah menguraikan apa-apa yang langsung saya

ketahui dan mendengarkan sebagai berikut:


Pada tahun 1947 yang bulan, hari dan tanggalnya tidak teringat lagi, Nenek Guru H.SS

Muhammad Hasyim Al Khalidi bersama saya (Anwar Rangkayo Sati) sebagai murid atau Khadam

beliau, berangkat dengan bus umum dari Sawah Lunto ke Bukit Tinggi dengan maksud dan tujuan

menemui salah seorang murid beliau yang tergolong intelek yaitu Sdr. Zyauddin Sahib, jabatannya

sebagai kepala kantor pos besar di Bukit Tinggi.

Bahwa Sdr. Zyauddin Sahib pada waktu itu mendapat musibah, mertua lelaki beliau meninggal

dunia dan jenazahnya dibawa ke rumah tempat tinggalnya Sdr. Zyauddin Sahib di lorong

Saudagar No. 46 A pasar Atas bukit tinggi. Jadi kedatangan YMM Nenek guru memperlihatkan hati

yang duka, muka yang sabak turut belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas musibah yang

menimpa diri Sdr. Zyauddin Sahib.

Sdr. Zyauddin Sahib jauh sebelumnya telah lama berkenalan dengan Bp. Kadirun Yahya M.A, guru

SPMA dan bertempat tinggal di Aur Tajungkang Bukit Tinggi. Di samping jabatan beliau sebagai

guru SPMA, beliau pun merangkap sebagai perwira menengah dengan pangkat Mayor pada

komandemen Divisi IX Banteng Sumatra bagian persenjataan dan kami melazimkan memanggil

beliau waktu itu Pak Mayor. Diangkatnya beliau sebagai perwira menengah bagian persenjataan

dikarenakan beliau adalah ahli kimia. Sekarang beliau telah memperoleh gelar dan untuk lebih

lengkapnya disebut Prof. Dr. Haji Saidi Syekh Yahya Muhammad Amin. Dalam kesempatan

beberapa hari Nenek guru berada di rumah Sdr. Zyauddin Sahib, beliau mengajak teman beliau

yaitu Bp. Kadirun Yahya MA bertemu muka dengan Nenek Guru dan kesempatan baik ini

dimanfaatkan oleh beliau dan beliau berulangkali datang berbincang-bincang dan berceramah kaji

tasawuf dengan Nenek Guru.

Ayahanda Masuk Tarekat

Pada suatu hari, kalau kami tak salah bertepatan dengan petang Kamis malam Jum’at Sdr.

Zyauddin Sahib memohon kepada Nenek Guru berkenan mengadakan wirid tawajuh pada hari

tersebut. Permintaan Sdr. Zyauddin Sahib diperkenankan oleh Nenek Guru. Lalu beliau dengan

segera menemui teman-temannya mengajak datang ke rumahnya untuk ikut bertawajuh. Teman-

teman yang ditemui:

1. Sdr. Ghulam Gaus yang menghubungkan Sdr. Zyauddin Sahib dengan Nenek Guru di

rumah Ibu Saimah di Bukit Tinggi Apit No. 13 Bukit Tinggi

2. Bp. Kadirun yahya MA

Selesai shalat Isya’ yang langsung diimani oleh Nenek Guru, maka tawajuh pun segera akan

dimulai. Sdr. Ghulam Gaus tidak lagi datang dan hadir hanya kami 4 (empat) orang, yaitu Nenek

Guru, saya sendiri (Anwar Rangkayo Sati), Zyauddin Sahib dan Ayahanda Guru.
Anehnya Ayahanda Guru belum lagi dibaiat masuk Thariqat Naqsyabandiyah, telah diizinkan ikut

bertawajuh dan sebelum tawajuh dimulai, saya bisikkanlah dahulu secara ringkas sekali kepada

Ayahanda Guru apa yang akan diamalkan selama bertawajuh.

Selesai bertawajuh yang lamanya + setengah jam, lalu Ayahanda Guru menyampaikan perasaan

atau pengalaman yang beliau alami selama bertawajuh tersebut kepada Nenek Guru, lalu Nenek

Guru menjawab dengan singkat dan padat : ”Masuk Thariqat …!”.

Saya jadi bertanya-tanya di dalam hati saya, mengapa Ayahanda Guru belum lagi dibaiat masuk

Thariqat Naqsyabandiyah kok sudah diijinkan ikut tawajuh. Sedangkan selama ini belum pernah

kejadian. Rupanya kasus pada Ayahanda Guru ada keistimewaan dari Nenek Guru. Tentu ada

hikmah yang terkandung, bak pepatah mengatakan : ”Kalau tidak ada berada, tidaklah tempua

bersarang rendah”.

Akan saya tanyakan langsung kepada Nenek Guru, saya takut kalau-kalau salah menurut adab,

lalu saya tafakkur dan merenungkannya secara mendalam. Akhirul kalam … berkat syafaat Nenek

Guru, terbukalah hijab saya dan saya bacalah yang tersiratnya, apa yang dibalik keistimewaan

yang diberikan Nenek Guru kepada Ayahanda Guru. Nenek Guru berkata kepada Ayahanda Guru,

”Kapan saja anak datang untuk bersuluk akan saya layani walaupun Cuma satu orang”

dan janji itu Beliau penuhi di kemudian hari ketika Ayahanda Guru pertama sekali ikut suluk

Kesimpulannya adalah sbb :

Kedatangan Nenek Guru ke Bukit Tinggi secara lahiriah menemui Sdr. Zyauddin Sahib yang

sedang mendapat musibah, tetapi secara hakikinya bertemu dan menemui salah seorang yang

bakal menjadi ulama intelek, ahli sufi, besar dan ulung, yang lengkap ilmu pengetahuannya baik

dunia maupun akhirat yang akan menjadi penyambung, penerus, dan pewaris dari silsilah

Tharikatullah ’Ubudiyah Naksyabandiyah Khalidiyah yang berpusat di Jabbal Qubaisy Mekkah yang

cocok pula dengan jamannya, yaitu zaman mutakhir, zaman teknologi modern yang akan menjadi

ikutan bagi para mahasiswa, para sarjana, para intelektuil, para pejabat pemerintah baik sipil

maupun ABRI, dan lain-lain. Orang tersebut tak lain adalah Ayahanda Guru Prof. Dr.H.SS. Kadirun

Yahya MA, Msc, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.

Tidaklah berkelebihan rasanya saya sampaikan dalam risalah singkat ini, keistimewaan-

keistimewaan lainnya yang diberikan oleh Nenek Guru kepada Ayahanda Guru, untuk lebih

menguatkan hasil renungan saya tersebut di atas, dan keistimewaan-keistimewaan lainnya

tersebut akan menyusul pada lanjutan risalah ini.

Pada tahun 1947 itu juga setelah Nenek Guru kembali ke Sawah Lunto, datanglah Ayahanda Guru

ke rumah Ibu Saimah di Bukit Apit No. 13 Bukit Tinggu untuk masuk thariqat. Ibu Saimah

sekarang sudah almarhum (wafat tgl. 21-12-1985) adalah keponakan kandung Nenek Guru. Pada
waktu sebelum Nenek Guru naik haji ke Mekkah tahun 1918 dan dibuang ke Boven Digoel tahun

1928-1932, almarhumah Ibu Saimah selalu berada di samping Nenek Guru dan ke mana saja

Nenek Guru bepergian selalu dibawa dan beliau bertemu dengan Ompung Hutapungkut (Maulana

H. SS Sulaiman) Guru Nenek Muhammad Hasyim dan Ayah Nenek Syekh Muhammad Baqi.

Ayahanda Guru masuk thariqat dipimpin langsung oleh kalifah Nenek Guru, yaitu Inyiak Gadang

(Almarhum). Alm Inyiak Gadang semasa hayat beliau, di samping sebagai khalifah Nenek Guru,

juga sebagai seorang pendekar ulung yang sangat ditakuti dan disegani oleh masyarakat pada

waktu itu, karena Nenek Guru juga seorang pendekar ulung, jago silat kawakan yang tak ada tolok

bandingnya.

Setelah selesai Ayahanda Guru masuk thariqat, sesuai pula dengan situasi keamanan waktu itu,

dengan bercokolnya pemerintah kolonial Belanda di kota Padang dan membunuh wali kota Padang

Bagindo Aziz Chan, di samping kesibukan Ayahanda Guru dengan tugas-tugas Beliau utama sekali

sebagai perwira menengah bagian persenjataan maka secara zahir Beliau boleh dikatakan belum

dapat berulang menemui Nenek Guru ke Sawah Lunto.

Pada waktu itu Pemerintah Kolonial Belanda menduduki kota Padang dan sesuai dengan perjanjian

Linggarjati, daerah pendudukannya hanya sampai dekat lintasan kereta api di Tabing + 7 km dari

pusat kota Padang. Kemudian Belanda mengkhianati perjanjian Linggarjati dan bulan Juli 1947

dibunuhnya walikota Padang Bagindo Aziz Chan dan mereka melakukan serangan lagi sampai

diadakannya pula perjanjian yang kedua yang disebut perjanjian Renville dan daerah

pendudukannya berbatas di Batang Tapakis Kec. Lubuk Alung Kab. Padang / Pariaman.

Karena Belanda sangat berhasrat sekali hendak mengulangi kembali penjajahannya di bumi

persada Indonesia yang kita cintai ini, maka kembali Belanda berkhianat melakukan serangan

terhadap RI yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 yang disebut pada waktu itu Agresi

Belanda Kedua yang dimulai pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 dan Belanda waktu itu

telah mendarat dengan pesawat Catalina di Danau Singkarak.

Pada hari Kamis tanggal 23-12-1948 dengan mengambil langkah pada 08.30 pagi WSU (sekarang

jam 09.00) mulailah Nenek Guru meninggalkan kota Sawah Lunto bersama anak-anak dan istri

dan salah seorang di antaranya termasuk saya, berdarurat ke daerah pedalaman RI yaitu ke

Nagari Lunto Kecamatan Sawah Lunto Kabupaten Sawah Lunto (Sijunjung). Di negeri ini banyak

pengikut Nenek Guru, di antaranya yang telah dituakan :

1. Khalifah Jini Gelar Lenggang

2. Khalifah Bakar Gelar Karib Sutan

3. Khalifah H. Abd. Rauf


Ketiga Khalifah tersebut kenal baik dengan Ayahanda Guru dan sama-sama suluk pada suluk

pertama Ayahanda Guru dengan Nenek Guru di Alkah Nenek Guru di Kubang Sirakuk Sawah Lunto

tahun 1950.

Ayahanda Guru beserta keluarga meninggalkan kota Bukit Tinggi berdarurat ke daerah pedalaman

RI dalam daerah Kabutapaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Kabupaten Tanah Datar.

Menurut cerita yang saya dengar langsung dari Ayahanda Guru, bahwa Beliau selama berdarurat

selalu suluk-suluk saja atau berkhalwat dan setiap tentara-tentara Belanda sampai ke tempat

Ayahanda Guru, mereka hanya melihat hutan belukar saja. Begitu juga dari Nenek Guru saya

dengar pula kalau tentara Belanda sudah sampai ke Pondok Nenek Guru, mereka melihat lautan

yang sangat luas.

Memperhatikan kejadian-kejadian tersebut di atas, jelas bagi kita bahwa kedua Beliau-Beliau

tersebut di atas adalah ahli/kekasih Allah SWT yang selalu dilindungi dan mendapat perlindungan

dari Allah Yang Maha Kuasa, Maha akbar, Maha Agung, dan Maha Suci, begitu juga bagi mereka

yang selalu berhampiran dan selalu kontak dengan Beliau akan selalu dilindungi dan mendapatkan

perlindungan sesuai dengan fatwa Nenek Guru ”Barang dihampiri diperoleh”.

Selama tidak berjumpa dengan Nenek Guru, Ayahanda Guru sangat rajin mengamalkan zikir ismu

zat karena memang hanya zikir itulah yang beliau terima dari Nenek Guru. Suatu saat Ayahanda

Guru sampai ke sebuah surau tua dan disitu beliau beramal dalam waktu lama. Kebetulan juga di

surau itu ada seorang syekh beserta 12 muridnya ikut berzikir disitu. Syekh tersebut berzikir di

kubah sedangkan Ayahanda Guru berzikir di samping surau.

Kemudian Syekh tersebut meminta Ayahanda Guru memimpin suluk, tentu saja tawaran tersebut

Beliau tolak secara halus karena memang saat itu Beliau tidak mengerti sama sekali tentang ilmu

suluk. Ayahanda Guru berkata, ”Saya tidak berani, silahkan tuan musyawarahkan dengan Guru

saya (syekh Hasyim) kalau Beliau mengizinkan maka saya berani melaksanakannya”. Kemudian

Syekh tersebut berkomunikasi secara rohani dengan Nenek Guru, 3 hari kemudian syekh tersebut

datang dan berkata, ”udah boleh engku mudo, udah boleh!”

Dalam suluk Syekh tersebut berkata, ”Hai engku mudo tolong tawajuhkan murid den ko (Hai anak

muda tolong tawajuhkan murid aku ini)”. Pada waktu itu Ayahanda Guru belum lagi diangkat jadi

khalifah bahkan suluk pun belum pernah sehingga Beliau bingung bagaimana harus melaksanakan

sesuatu yang belum diajarkan. Akhirnya Ayahanda Guru menawajuhkan murid-murid Syekh

tersebut namun karena seluruh energi zikir ditumpahkan maka seluruh yang ditawajuhkan itu

pingsan. Selesai tawajuh Ayahanda Guru orang yang pingsan, ajaibnya seluruh yang pingsan

sadar kembali. Pada waktu itu Ayahanda Guru masih berumur 33 tahun. Penomena ini sangat luar

biasa, belum khalifah sudah menawajuhkan.


Kemudian rombongan syekh beserta murid-murid nya pindah ke kampung lain termasuk

Ayahanda Guru ikut juga dan tersiarlah kabar akan diadakan suluk lagi, kebetulan saat itu datang

bulan puasa maka berbondong-bondong orang kampung ikut suluk. Masyarakat kampung

meminta Ayahanda Guru untuk menyulukkan mereka namun Ayahanda Guru tidak menerima

permintaan itu dan Ayahanda Guru tinggal disebuah surau dan zikr sendiri. Kemudian orang

kampung datang kembali kepada Beliau meminta untuk ikut suluk akhirnya Beliau penuhi dan

pada saat itu banyak pula syekh-syekh yang datang ikut suluk dengan Beliau dan Para Syekh

mengakui bahwa suluk yang dipimpin oleh Ayahanda Guru sangat luar biasa.

Suluk Dengan Syekh Abdul Majid

Setelah kejadian itu (memimpin suluk sebelum ikut suluk) maka Ayahanda Guru merasa bersalah

dan dalam hati Beliau berkata, ”Ah tidak benar aku ini, bagaimana aku harus mempertanggung

jawabkan semua ini kepada Guruku dan Allah?”. Akhirnya Beliau memutuskan untuk mencari

seorang Syekh yang ahli tentang tasawuf untuk menanyakan hal-hal mengenai suluk sekaligus

melaporkan apa yang telah Beliau kerjakan. Pada waktu Ayahanda Guru sampai dalam daerah

Kabupaten Tanah Datar, Beliau bertemu dengan Syekh Abdul Majid (juga ahli tasawuf) murid dari

Syekh Busthami yang terkenal dengan kekeramatannya. Jauh hari sebelum Ayahanda datang

Syekh Busthami memberikan nasehat kepada Syekh Abdul Majid

”Hai Majid, 30 tahun engkau menjadi Syekh akan datang kepadamu seorang anak muda yang

akan meminta suluk kepada engkau, engkau akan memberikan ijazah kepada dia”

Dan ternyata anak muda yang dimaksud tidak lain adalah Ayahanda Guru sendiri yang sudah 30

tahun dinantikan oleh Syekh Abdul Majid.

”Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” Ayahanda Guru memberi salam kepada Syekh

Abdul Majid ketika pertama sekali bertemu.

”Ya Tuan Syekh, saya mohon disulukkan, saya sudah menyulukkan tapi rasanya tidak bertanggung

jawab, mohon kami disulukkan”

Syekh Abdul Majid berkata dalam bahasa Padang: ”oh indak begitu doh, awak suluk menyulukkan”

maksudnya, ”Tidak begitu, kita ini saling suluk menyulukkan”. ”Saya tidak mau menyulukkan tuan

tapi diantara kita salig suluk menyulukkan”,maksudnya antara Syekh Abdul Majid dengan

Ayahanda Guru saling memimpin suluk.

Mula-mula Ayahanda Guru menganggap ucapan itu hanya gurauan atau basa basi, ketika jamaah

suluk sudah berkumpul Syekh Abdul Majid mempersilahkan Ayahanda Guru untuk zikir dalam satu

kelambu barulah Ayahanda Guru menyadari kalau ucapan ”Kita ini saling suluk menyulukkan”

adalah ucapan yang serius dan dalam pandangan Syekh Abdul Majid kedudukan rohani Ayahanda

Guru sudah sedemikian tingginya walaupun secara zahirnya belum pernah ikut suluk.. Ada

kejadian menarik dan lucu yang sering kali diceritakan oleh Ayahanda Guru tentang suluk dengan

Syekh Abdul Majid, berikut saya kutip:


”Di dalam kelambu itu kalau berzikir duduk berdua seperti orang mendayung sampan, ketika tidur

kaki saya ke kepala Beliau (Syekh Abdul Majid) dan begitu juga sebaliknya, awak anak muda yang

lasak baru berumur 33 tahun sedangkan Beliau orang tua yang jinak, waktu tidur bergulung

badannya. Sesudah 3 hari ujung kaki saya masuk ke hidungnya….”

Setelah kejadian itu, Ayahanda Guru merasa bersalah dan meminta izin kepada Syekh Abdul Majid

untuk berzikir di tempat yang lain.

”Abuya, tidak usah lah saya zikir satu kelambu dengan Buya, saya ini kalau tidur lasak, masak

kepala Buya saya tendang, salah hadap saya ini, mohon diberi tempat lain untuk saya

”Kalau bergitu, jadilah”kata Syekh Abdul Majid.

Syekh Abdul Majid memberikan tempat zikir kepada Ayahanda Guru dibawah tempat biasa Beliau

berzikir sedangkan Beliau tetap berzikir di atas ditempat biasa. Selama suluk itu banyak terjadi

keajaiban, Ayahanda Guru berzikir selama 3 hari 3 malam tanpa keluar dari kelambu, tidak mandi,

tidak makan dan tidak minum sedikitpun. Syekh Abdul Majid terus memimpin suluk sedangkan

Ayahanda Guru tetap zikir sendiri. Setelah 3 hari Syekh Abdul Majid mandi, selesai mandi

kebetulan Ayahanda Guru juga keluar, ketika bertemu dengan Ayahanda Guru, Syekh Abdul Majid

berkata, ”Abuya, setelah ini saya tidak boleh memimpin suluk lagi”.Ayahanda Guru terkejut karena

Syekh Abdul Majid memanggilnya ”Abuya” kepada Beliau, sebuah panggilan kehormatan untuk

para ulama yang dihormati, ucapan itu lebih cocok dari Ayahanda Guru kepada Syekh Abdul Majid.

Ayahanda Guru bertanya, ”Jadi siapa yang akan memimpin suluk ini?”

”Abuya” jawab Syekh Abdul Majid

Ayahanda Guru agak sedikit bingung, kenapa dipertengahan suluk Syekh Abdul Majid

menyerahkan kepemimpinan suluk kepada Beliau padahal tujuan Ayahanda Guru menemui Syekh

Abdul Majid adalah untuk ikut suluk.

”Janganlah saya, saya tidak pengelaman tentang suluk” jawab Ayahanda Guru menolak tawaran

Syekh Abdul Majid.

”Oh tidak boleh saya lagi, nanti dihantam saya” kata Syekh Abdul Majid

”Nanti siapa yang mentawajuhkan Jama’ah” Kata Ayahanda

”Buya semua, termasuk saya ini mohon ditawajuhkan” Jawab Syekh Abdul Majid

Ayahada Guru kembali menolak, tidak mungkin mentawajuhkan (mendoakan) orang yang sudah

berumur 105 dan telah lama menjadi Syekh.

”Ah tidak mau saya mentawajuhkan Buya, durhaka saya nanti” kata Ayahada Guru.

”Tidak lah, harus ditawajuhkan, ini perintah dari ATAS” kata Syekh Abdul Majid. Akhirnya Ayanda

Guru memenuhi permintaan dari Syekh Abdul Majid untuk memimpin suluk. Syekh Abdul Majid

mengalami gangguan pada matanya, namun setelah di tawajuhkan oleh Ayahanda Guru mata nya
kembali sembuh. Sehingga kelak Syekh Abdul Majid pernah berkata kepada salah seorang murid

dari Ayahanda Guru ketika berkunjung ke tempat Beliau, ”Guru mu itu sangat luar biasa, saya ini

sembuh berkat syafaat dari Gurumu, jangan pernah kalian menggantikan Gurumu dengan yang

lain”

Kebetulan Suluk itu berlangsung pada bulan Zulhijah (suluk Haji) dan ditutp satu hari sebelum

Hari Raya. Syekh Abdul Majid di akhir suluk memberikan sebuah Ijazah yang istimewa kepada

Ayahanda Guru. Disebut istimewa kerena selama ini Syekh Syekh Abdul Majid tidak pernah

memberikan satupun ijazah kepada orang lain. Kebetulan pula Syekh Abdul Majid adalah seorang

yang buta huruf tidak pandai menulis dan membaca. Tapi anehnya malam itu Syekh Abdul Majid

menulis ijazah dengan huruf yang sangat bagus dan didalam ijazahnya tertulis keistimewaan-

keistimewaan Ayahanda Guru.

Ikut Suluk dengan Nenek Guru

Walaupun telah mendapat Ijazah dari Syekh Abdul Majid namun dalam hati Ayahanda Guru belum

puas, dari Guru nya Syekh Muhamamad Hasyim Buayan belum sempat diberikan Kayfiyat,

meminta suluk kepada Syekh Abdul Majid malah disuruh memimpin suluk. Akhirnya Ayahanda

Guru memutuskan untuk menemui Nenek Guru (Syekh Muhammad Hasyim) untuk meminta ikut

suluk.

Saat itu kebetulan menjelang Ramadhan tahun 1950 dan Nenek Guru sudah memutuskan dan

mengumumkan kepada seluruh muridnya bahwa pada bulan Ramadhan kali ini tidak diadakan

suluk dikarenakan ada hal-hal yang teramat berat yang tidak bisa diberitakan oleh Nenek Guru.

Ketika Ayahanda Guru datang dan meminta izin untuk suluk Nenek Guru terkejut, satu sisi Beliau

sudah memutuskan untuk tidak suluk namun disisi lain Nenek Guru telah berjanji kepada

Ayahanda Guru kalau kapan saja datang ke tempat Beliau akan diadakan suluk walau cuma satu

orang. Akhirnya Nenek Guru memenangkan janjinya dan membuka suluk. Sebelum suluk dimulai

Ayahanda Guru menyerahkan ijazah yang diberikan oleh Syekh Abdul Majid kepada Nenek Guru

dan Nenek Guru menerimanya.

Suluk Pertama itu Ayahanda Guru langsung diangkat menjadi Khalifah dan Nenek Guru berkata

kepada, ”Lihatlah itu, pelajarilah itu”. Maksudnya lihatlah apa yang dilakukan dalam suluk,

lihatlah cara memasak, cara membangunin jama’ah, mengatur jama’ah, menghidang dan lain

sebagainya tidak pernah diajarkan kepada Ayahanda Guru cara zikir bahkan kifiyat pun tidak

pernah diajarkan oleh Nenek Guru.

Itulah pertama kali Ayahanda Guru ikut serta suluk dengan Nenek Guru. Selama Suluk tersebut,

Ayahanda Guru sangat kuat sekali beramal, betul-betul Beliau laksanakan adab yang 21 dan

secara jujur kami akui, bahwa kami yang jauh lebih dahulu berguru dengan Nenek Guru tak

sanggup mengikuti ketekunan Beliau dan kami menghaturkan salut yang setinggi-tingginya
kepada Beliau. Pada suluk yang pertama kali itulah saya melihat dan mengetahui keistimewaan

yang kedua kalinya diberikan Nenek Guru kepada Ayahanda Guru yaitu memberikan kaji suluk

secara keseluruhan sampai kepada tingkat yang paling tinggi, sedangkan kami (Rangkayo sati)

angkatan yang lama-lama sudah puluhan kali ikut suluk belum lagi mencapai yang demikian.

Sungguh hebat dan luar biasa sekali yang diterima dan dialami oleh Ayahanda Guru dan di balik

itu tentu Nenek Guru telah mengetahui dan melihat tanda-tanda bahwa Beliaulah satu-satunya

nanti yang akan menjadi Pewaris Penerima Panji-Panji Silsilah Thariqatullah ’Ubudiyah

Naqsyabandiyah Khalidiyah, setelah Nenek Guru nantinya telah tiada atau berlindung. Tepat sekali

apa yang dikatakan oleh pepatan ”Bukan intan bukan baiduri, bukan emas dapat dibeli,

siapa untung dapat sendiri”.

Setelah selesai suluk, Ayahanda Guru pun diberi ijasah oleh Nenek Guru dan keesokan harinya

Beliau bersama murid-murid kembali ke Bukit Tinggi. Semenjak itu sesuai pula dengan tugas-

tugas dan kesibukan Ayahanda Guru, Beliau sering datang menemui Nenek Guru baik Nenek Guru

sedang berada di Sawah Lunto maupun sedang berada di Buayan. Adakalanya kedatangan Beliau

sebagai ziarah biasa saja dan adakalanya ikut suluk. Kedatangan Beliau selalu diiringi oleh

beberapa murid Beliau.

Menjadi Ahli Silsilah Ke-35

Kalau kami tak salah, selama Nenek Guru masih hidup, Ayahanda Guru ada 3 (tiga) kali ikut suluk

dengan Nenek Guru dan yang terakhir suluk di Buayan. Pada suluk yang ketiga kalinya Ayahanda

Guru diberi oleh Nenek Guru tentang asal muasal Thariqat Naqsyabandiyah yang diterima oleh

YMM Nenek Guru dari Maulana Saidi Syekh Husin yang mendampingi Maulana Saidi Syekh Ali

Ridho di Jabal Qubaisy Mekkah pada tahun 1918 dan langsung pula oleh Ayahanda Guru diizinkan

untuk mendirikan suluk. Nenek Guru menumpahkan seluruh isi dada Beliau ke dalam dada

Ayahanda Guru sebagaimana Rasulullah SAW menumpahkan seluruh isi dadanya kepada dada

Saidina Abu Bakar Siddiq. Resmilah Ayahanda Guru menjadi pewaris ilmu Rasulullah sebagai Ahli

Silsilah ke-35 yang telah diberitakan dalam hadist Nabi. Kali ketiganya kami mengetahui dan

mempersaksikan keistimewaan yang diberikan oleh Nenek Guru kepada Ayahanda Guru dan cukup

kuat hasil renungan kami sebagaimana yang kami uraikan di atas. Kali pertama Ayahanda Guru

mendirikan suluk di Aur Tajungkang Bukit Tinggi tahun 1953 pada waktu Nenek Guru masih hidup

dan dibantu oleh Nenek Guru dengan 2 (dua) orang khalifahnya, yakni :

1. Alm. Engku Nuruda (Mertua Haji Hasan Hasyim).

2. Alm. Kamu Mantari Ameh (semasa agresi Belanda kedua 19-12-1948 patuh dan setia

mengikuti Nenek Guru sebagai khadam dan menjadi kuda tunggangan Nenek Guru selama

berdarurat, karena Nenek Guru terpaksa pindah-pindah tempat naik bukit turun bukit selalu Nenek
Guru dalam dukungannya, karena fisik dan usia Nenek Guru tidak mengizinkan lagi untuk jalan

sendiri).

Betapa banyaknya murid Nenek Guru yang telah dituakan dan yang telah diangkat jadi khalifah

jauh sebelum Ayahanda Guru bertemu dengan Nenek Guru, satu pun belum ada yang diijinkan

Nenek Guru untuk memimpin suluk, hanya baru diizinkan menurunkan thariqat, memimpin wirid

khatam tawajuh di tempat alkah masing-masing yang telah mempunyai alkah, dan mohon ampun,

bukan karena Penulis menonjolkan diri hanya sekedar memenuhi sejarah yang berkaitan dengan

risalah ini. Selain dari Ayahanda Guru, kami pun telah diijinkan untuk mendirikan suluk serta

dilengkapi dengan segala sesuatu yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas berat tersebut.

Pemberian ijin ini terjadi pada tahun 1947 di saat kami menerima ijasah dari Nenek Guru pada

tanggal 18 Ramadhan tahun 1367 H. Kemudian Ayahanda Guru sepeninggal Nenek Guru, pindah

ke Medan dan membuka Alkah sendiri dengan modal Nol, sampai mencapai sukses besar dan

perkembangan yang pesat sekali sebagaimana yang telah kita persaksikan bersama dan yang

telah banyak mempunyai murid yang terdiri dari berbagai macam tingkatan dan golongan sejak

dari tingkatan yang tertinggi dan mempunyai banyak alkah yang tersebar di seluruh pelosok tanah

air bahkan sampai ke luar negeri.

Kira-kira awal tahun 1954 kami satu rombongan dengan mencarter sebuah bus dibawa oleh Nenek

Guru dari Sawah Lunto untuk ziarah ke Hutapungkut di Bukit Tinggi. Ayahanda Guru diajak ikut

serta oleh Nenek Guru. Selama kami di Hutapungkut, Nenek Guru berkata pada kami ”Nanti

sepeninggal ayah telaih tiada, kalian boleh langsung ziarah ke makam Nenek kalian”. Rupanya

Nenek Guru sudah mulai sakit-sakitan dan tak berapa lama sesudah itu Nenek Guru berangkat

meninggalkan Sawah Lunto menuju Padang, istirahat beberapa hari di Purus I di rumah Sdr. B.

Rajo Bujang (sekarang bernama H. Abdul Majid dan masih hidup). Kemudian Nenek Guru terus ke

Buayan dan sakit Nenek Guru bertambah parah juga, sehingga pada hari Rabu tanggal 7 April

1954 jam 1.05 WSU (+ 13.35 WIB) Nenek Guru dipanggil oleh Allah YME dan atas amanatnya

Beliau dimakamkan di Tanah Dingin Buayan, Kecamatan Batang Anai, Kecamatan

Padang/Pariaman Propinsi Sumatera Barat. Sepeninggal Nenek Guru telah tiada sebelum

Ayahanda Guru pindah ke Medan. Beliau selalu datang ziarah ke Kubang Sirakuk Sawah Lunto dan

ke Tanah Dingin Buayan. Setelah Beliau pindah ke Medan, terakhir Beliau ziarah ke Kubang

Sirakuk Sawah Lunto tahun 1957 dengan sedan dan didampingin oleh Bp. H. Nurdin dan Bp.

Hamdan Siregar, menginap semalam di tempat Nenek Guru dan besoknya Beliau kembali ke

Medan dan saya ikut mengantar Beliau sampai ke Muara Sipongi. Setelah itu Beliau ziarah ke

Tanah Dingin Buayan saja 3 atau 4 kali dalam setahun di luar yang isidentil.

Ayahanda Guru sangat disiplin memegang amanat, segala sesuatu yang Beliau terima dari Nenek

Guru berupa ilmu, nasehat dan petunjuk, pengajaran dan lain-lain, Beliau amalkan dengan

sungguh-sungguh, seperti pepatah mengatakan ”Setitik dilautkan, sekepal digunungkan,


digenggam erat didudur mati, siang dipertongkatkan, malam diperkalang, hidup dipakai

mati ditomapang”, dan kepada Ayahanda Guru berlaku apa yang dijanjikan Tuhan ”Amalkan

oleh kamu ilmu yang telah sampai kepada engkau, mewarisi Aku ilmu yang belum

engkau ketahui”.

Seperti yang pernah diucapkan oleh Nenek Guru bahwa ilmu laduni yang dihunjamkan Allah SWT

kepada Sirr hati hamba-Nya yang dikasihi-Nya dan Ayahanda Guru berhasil dengan gilang-

gemilang betul-betul Beliau sebagaiPenegak dan Pewaris Silsilah yang ke-35.

Berbahagialah kita semuanya di dunia dan di akhirat, baik yang dekat maupun yang jauh di mana

saja kita berada yang selalu mengadakan kontak dengan Beliau. Amin … Amin Ya Rabbal ’Alamin

…………

Demikianlah ala kadarnya yang dapat saya sumbangkan kepada teman-teman seperjuangan dan

seperamalan saya dan akhirul kalam kembali saya mengucapkan ”Astaghfirullah Al ’Azim” yang

sedalam-dalamnya dan diiringi dengan Laa Haula wa laa Quwwata Illa billaahil ’Aliyil ’Azim serta

saya tutup dengan mohon ampun yang sebesar-besarnya ke haribaan Ayahanda Guru atas salah

dan janggalnya. Semoga Ayahanda Guru berkenan bermurah hati mengabulkannya.

Alhamdulillaahirobbil ’Alamiin ………………….

Wabillahitaufik Wal Hidayah

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ……………

Buayan, 08 Desember 1986

(Anwar Rangkayo Sati)

Penutup dari Sufi Muda :

Napak Tilas Ayahanda Guru Prof. Dr. Saidi Syekh Kadirun Yahya MA. M.Sc yang kami ambil dari

tulisan Menantu Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi ini semoga bermanfaat untuk kita

semua para penempuh jalan kebenaran teristimewa kepada murid-murid Beliau dan juga kepada

cucu murid Beliau (orang yang berguru kepada murid/penerus Beliau) yang sampai saat ini masih

terus berzikir memuja Allah, menyebarkan salam, menebarkan Rahmat Allah di seluruh penjuru

dunia.

Kisah hidup dan perjuangan sampai Beliau berlindung kehadirat Allah SWT pada tanggal 9 Mei

2001 di Surau Qutubul Amin Arco tidak sempat kami ceritakan disini karena sudah ada disebutkan

dalam berbagai buku Beliau.

Sekarang bukan saatnya lagi memperdebatkan siapa yang paling berhak sebagai penerus Beliau

yang menyandang gelar Ahli Silsilah-36. Pada suatu kesempatan Beliau pernah berfatwa
sebagaimana yang sering di kutip oleh putra Beliau Buya H. Iskandar Zulkarnain SH : ”Seorang

Saidi Syekh bisa mencetak 4 orang Saidi Syekh”.

Walaupun Beliau telah tiada, namun Arwahul Muqadasah Rasulullah yang ada dalam dada Beliau

akan tetap abadi membimbing murid-muridnya sampai akhir zaman. Beliau akan selalu datang

dalam zikir dan mimpi. Mimpi dengan seorang Guru Mursyid adalah benar dan setan tidak akan

bisa menyerupai wajah Guru Mursyid yang Kamil Mukamil. Fatwa Beliau kepada salah seorang

muridnya ketika menanyakan yang mana paling benar Beliau berkata : ”Arco Benar, Panca Budi

Benar dan Batam juga benar, silahkan kalian ikuti yang mana cocok bagi kalian karena

kesemuanya bermuara pada yang SATU”.

Saudaraku, kalau hanya memandang dari kacamata kesurauan dunia ini terlalu luas, masih

banyak tempat yang belum di singgahi Kalimah Allah. Mari kita satukan energi untuk

membesarkan nama-Nya. Seorang Wali Allah akan tetap harum namanya walaupun semua

manusia mencaci, walaupun semua kita tidak mau berdakwah. Akan tetapi sangat disayangkan

kalau kita tidak menyiapkan diri untuk dilewati rahmat dan karunia-Nya.

Salam cinta dan sayang untuk semua yang membaca tulisan ini, Guru kita selalu berpesan untuk

menghindari fitnah, gunjing dan caci maki karena itu akan mengurangi amal ibadah kita. Masih

ingat pesan-pesan sejuk dari Guru kita, ”Jangan kau jelek-jelekkan saudaramu, belum tentu

engkau lebih baik dari yang kau jelekkan”.

Menyatakan diri sebagai murid wali sangat mudah, tetapi menjalankannya sungguh sangat sulit.

Maqam kita terkadang sudah melewati maqam Khalifah bahkan malaikatpun terkadang iri melihat

kita. Tapi sayangnya zikir La Thaifsebagai zikir sangat dasar belum duduk dengan benar dalam

qalbu sehingga tanpa sadar setan bersemayam dengan nyaman di sana. Saling menyalahkan

menandakan 7 tempat bersemayamnya Iblis belum selesai di bongkar.

Penutup tulisan ini saya mengutip sebuah lagu yang dibawakan oleh Bimbo yang kalau saya

menyanyikan lagu ini terkenang suatu masa indah, tanpa terasa air matapun mengalir….

Rindu kami padamu ya Rasul

Rindu tiada terperi

Berabad jarak darimu ya Rasul

Serasa dikau disini

Cinta Ikhlas-Mu pada manusia

Bagai cahaya Surgawi

Dapatkah Kami Membalas Cintamu

Secara Bersahaja…

Dan ada sebuah syair lagu yang sering terdengar di surau :


…Kalau pergi bawalah kami, kami ini turut berbhakti (2x)

Meneluri pelosok negeri, menyebarluaskan kalam ilahi (2x)

Amin Ya Allah, Salam Ya Rasulullah

Terimakasih tidak terhingga selalu kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat yang luar biasa dengan diperkenalkannya kita kepada salah seorang kekasih-Nya.

Semoga kita diberi kekuatan untuk bisa terus memuja dan mengabdi kepada-Nya.

Amien Ya Rabbal Alamin..

Anda mungkin juga menyukai