Suluk berarti perjalanan ruhani seorang hamba dengan tujuan untuk mendekatkan diri, memohon
ampunan, dan berkehenda mendapat ridho Allah SWT . dengan melalui tahapan-tahapan penyucian jiwa
(tazkaiatun nafsi)yang dipraktekan ke dalam latihan-latihan ruhani( riadlatur-ruhaniah) secara istiqamah
dan mudawamah.
Seseorang yang melaksanakan suluk dinamakan salik. Orang suluk beriktikaf di masjid atau surau,
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW atau Salafus Shaleh. Masa suluk itu dilaksanakan
10 hari, 20 hari atau 40 hari. Orang yang melaksanakan suluk itu wajib di bawah pimpinan seorang yang
telah marifat, dalam hal ini adalah Syekh Mursyid.
Setiap orang yang suluk meyakini, bahwa dirinya akan menjadi bersih dan tobatnya akan diterima oleh
Allah SWT, sehingga dia menjadi taqarrub, dekat diri kepada-Nya. Syekh Amin Al Kurdi mengatakan, tidak
mungkin seseorang itu sampai kepada makrifatullah dan hatinya bersih serta bercahaya, sehingga dapat
musyahadah kepada yang mahbub, yang dicintai yaitu Allah SWT, kecuali dengan jalan suluk atau
berkhalwat. Dengan cara inilah seseorang salik yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT semata-
mata, bisa sampai kepada yang dimaksud (Amin Al Kurdi 1994 : 430).
1. Syarat-Syarat Suluk
Syekh Amin Al Kurdi dalam bukunya Tanwirul Qulub mengatakan ada 20 syarat suluk:
1). Berniat ikhlas, tidak riya dan sumah lahir dan batin.
2). Mohon ijin dan doa dari syekh mursyidnya, dan seorang salik tidak memasuki rumah suluk sebelum
ada ijin dari syekh selama dia dalam pengawasan dan pendidikan.
3). Uzlah (mengasingkan diri), membiasakan jaga malam, lapar dan berzikir sebelum suluk.
4). Melangkah dengan kaki kanan pada waktu masuk rumah suluk. Waktu masuk seorang salik mohon
perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dan membaca basmalah, setelah itu dia membaca surat An
Nas tiga kali, kemudian melangkah kaki kiri dengan berdoa,
Artinya : Ya Allah, yang menjadi pelindung di dunia dan akhirat, jadikanlah aku sebagaimana Engkau telah
menjadikan penghulu kami Muhammad SAW dan berilah aku kurnia, rizki mencintai-Mu. Berilah aku kurnia,
rizki mencintai kekasih-Mu. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan kecantikan-Mu dan jadikanlah aku termasuk
hamba-Mu yang ikhlas. Ya Allah hapuskanlah diriku dengan tarikan zat-Mu, wahai Yang Maha Peramah
yang tidak ada orang peramah bagi-Nya. Ya Tuhan, janganlah Engkau biarkan aku tinggal sendirian,
sedangkan Engkau adalah sebaik-baik orang yang mewarisi.
Untuk melaksanakan dzikir didalam thariqoh ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab
berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali
faedahnya. Dalam kitab Al-Mafakhir Al-Aliyah fi al-Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan, pada pasal
Adab adz-Dzikr, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Syaroni, bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat
dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima) adab dilakukan
sebelum bedzikir, 12 (dua belas) adab dilakukan pada saat berdzikir, 2(dua) adab dilakukan setelah
selesai berdzikir.
1. Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik
yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.
4. Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru
mursyidnya.
5. Menyakini bahwa dzikir thariqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari
Rasulullah Saw, karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari beliau.
Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;
3. Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di
badannya.
6. Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan
tertutupnya indra dzahir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.
7. Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh
merupakan adab yang sangat penting.
8. Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang
sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).
9. Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan
seseorang yang berdzikir akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan
segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya. Jika dia tidak
mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan
bathiniyah).
10. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak
didapati pada bacaan- bacaan dzikir syari lainnya.
12. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata
illallah terhujam di dalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.
1. Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu dan menghadirkan hatinya untuk menunggu
waridudz-dzkir. Para ulama thariqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak
memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlah dan
mujahadah tiga puluh tahun.
2. Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini menurut ulama thariqoh- lebih cepat
menyinarkan bashirah, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikanbisikan hawa nafsu dan syetan.
3. Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang
melakukannya, yang disebabkan oleh syauq (rindu) dan tahyij (gairah) kepada al-madzkur/Allah Swt
yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan
rasa tersebut.
Para guru mursyid berkata: Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena
natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut. Wallahu alam.