Anda di halaman 1dari 33

ZAKAT FITRAH

dan
PERMASALAHANNYA
(MENURUT MADZHAB SYAFI’I)

Disusun oleh :
Ust. Drs. H. M. Atho’illah Wijayanto
Ketua LBM NU Kota Malang
&
Pengasuh P.P MAMBAUL HUDA
Bandulan - Malang

RISALAH INI PERNAH DISAMPAIKAN SEBAGAI MATERI DALAM ACARA SEMINAR

KAMIS, 09 AGUSTUS 2012

1
dan

2
ZAKAT FITRAH (ZAKATUN NAFS)

Ungkapan lafad “zakat fitrah” adalah lafad islami yang tidak


dikenal di zaman jahiliyah sebelum datangnya agama Islam, jadi
ungkapan “zakat fitrah” ini merupakan kekhususan bagi umat Nabi
Muhammad SAW.1
Sedang menurut Imam Al-Khotib As-Syarbini dinamakan
“zakatul fitri” ini, sebab ia diwajibkan bersamaan dengan datangnya
waktu idul fitri, atau ada yang mengatakan dia disebut dengan
“zakatul fitroh” (‫ )زاكة الفطرة‬yang seakan-akan dia ini berasal dari
fitroh / khilqoh atau asal kejadian manusia seperti firman Alloh Q.S
Ar-Rum ayat 30 :

َ َ َ‫ت ٱ َّللِ ٱ َلت َف َط َر ٱنل‬


‫اس َعل ۡي َها‬ َ ‫ف ِۡط َر‬
ِ
(tetaplah atas) fitrah Alloh yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu.2

Sedang Imam Ibnu Qutaibah berkata : “Yang dimaksud dengan zakat


fitrah adalah zakat jiwa”. Nama ini diambil dari kata fitrah yang
berarti asal kejadian manusia. Dengan demikian, zakat fitrah adalah
zakat sebagai pembersih jiwa, sebagaimana zakat mal sebagai
pembersih harta dari hak-hak mustahiq.3
Dan zakat fitrah ini merupakan salah satu dari kekhususan
umat ini yang menurut pendapat yang masyhur, bahwasannya zakat

1
Al-Iqna’ Fi Halli Alfadhi Abi Syuja’, karya Al-Imam Syamsuddin Muhammad
Al-Khothib As-Syarbini, juz 1 hal. 454 cetakan Darul Kutub Ilmiyyah Beirut-
Lebanon
2
Idem
3
Panduan Praktis Zakat Empat Madzhab, hal.48
3
fitrah ini disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, dua hari sebelum
‘Idul Fitri yang tentu salah satu tujuan pentingnya adalah sebagai
penutup dari kholal (kekurangan) yang terjadi di waktu puasa
Romadhon. Sebagaimana sujud sahwi itu menutup kekurangan yang
terjadi di dalam sholat. Dan itulah yang dikatakan oleh Imam Waqi’
bin Al-Jaroh yang beliau adalah salah satu guru Imam Syafi’i.4
Sedangkan beberapa hadits yang membahas tentang zakat
fitrah ini antara lain :

1. Hadits yang berasal dari sahabat Abdulloh bin Umar r.a, yang
dia berkata :

‫اع هِن ش هعي‬ً ‫ أو ص‬، ‫اع ِن تمر‬ ً


‫لل ^ زاكة ال هفط هر ص ه‬
‫فرض رسول ا ه‬
‫ذ‬ ‫ذ‬
‫ي هِن المس هل همي‬
‫ي والك هب ه‬‫َع العب هد وال هر والك هر والنث والص هغ ه‬
‫ذ‬
)‫ (ِتفق عليه‬. ‫اس إهل الصلةه‬ ‫وأمر بها أن تؤ ذدى قبل خرو هج ذ‬
‫ال ه‬ ‫ه‬
Rosululloh SAW telah mewajibkan menunaikan zakat fitrah
berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi seorang
budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil,
maupun orang dewasa dari kalangan umat Islam. Dan beliau
memerintahkan zakat fitrah itu untuk dilaksanakan sebelum
keluarnya manusia menuju sholat ‘Idul Fitri.
(H.R Imam Bukhori dan Imam Muslim)5

4
Hasyiyah Al-Bajuri ala Fathil Qorib, karya As-Syaikh Ibrohim Al-Bajuri, hal.
532, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-Lebanon
5
Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam, karya Al-Imam Ibnu Hajar Al-
Asqollani, hal 131-132, cetakan Maktabah Syuruq Ad-Dauliyah Mesir
4
2. Hadits yang berasal dari sahabat Ibnu Abbas r.a, yang dia
berkata :

‫ث‬ ‫لصائهم هِن اللذغو و ذ‬‫فرض رسول الل ^ زاكة الفطر طهر ًة ل ذ‬
‫الرف ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه ه‬ ‫ه‬
‫الصلةه ف هه زاكة ِقبولة وِن‬ ‫ فمن أ ذداها قبل ذ‬. ‫وطعم ًة للمساكي‬
‫ه ه‬ ‫ه‬
‫ذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬
‫ات (رواه أبو داود وابن ِاجه‬
‫أداها بعد الصلةه ف هه صدقة هِن الصدق ه‬
)‫وصححه الاكم‬
Rosululloh SAW telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat
fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari ucapan
keji dan tidak ada gunanya, juga untuk memberi makan kepada
orang-orang miskin. Maka barang siapa yang menunaikan zakat
fitrah sebelum sholat ‘Id, maka itu adalah zakat yang diterima,
sedang siapa yang menunaikannya setelah sholat ‘Id maka
hanya bernilai sedekah biasa.
(H.R Abu Dawud, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Imam
Hakim)6

Adapun hikmah diwajibkannya zakat fitrah dalam bulan


Romadhon atau di waktu Maghrib pada tanggal 1 Syawwal itu
adalah :

1. Menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap faqir miskin.


Diharapkan dengan zakat yang diberikan, mereka tercukupi
kebutuhannya pada saat hari raya dan dapat bersuka cita
bersama lainnya.

6
Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam, hal 131-132
5
2. Bagi yang menunaikannya, hal tersebut sebagai pembersih dari
kekhilafan-kekhilafan yang dilakukan saat berpuasa. Imam
Abu Dawud meriwayatkan hadits dari sahabat Ibnu Abbas r.a
yang dia telah berkata :

“Rosululloh SAW. telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat


fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari ucapan
keji dan tidak ada gunanya, juga untuk memberi makan kepada
orang-orang miskin. Maka barang siapa yang menunaikan
zakat fitrah sebelum sholat ‘Id, maka itu adalah zakat yang
diterima, sedang siapa yang menunaikannya setelah sholat ‘Id,
maka hanya bernilai sedekah biasa”.7

Kewajiban zakat fitrah ini dibebankan kepada setiap orang


yang memiliki tiga syarat, yaitu :
1. Beragama Islam, maka zakat fitrah tidak diwajibkan bagi
seorang yang kafir ashliy kecuali dia mengeluarkan zakat fitrah
untuk orang muslim yang ia tanggung nafkahnya yang
bentuknya bisa jadi adalah budak atau karib kerabatnya yang
Islam.
2. Dia menemui atau masih hidup diwaktu wajibnya zakat fitrah
yaitu dia menemui sebagian akhir dari bulan Romadhon dan
awal dari bulan Syawwal.
3. Terdapat kelebihan dari makanan pokok yang dia dan
keluarganya konsumsi pada malam dan siangnya ‘Idul Fitri’

7
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, juz 23 hal. 336, cetakan Kementrian Waqof dan
Urusan Islam Quwait
6
dan juga merupakan kelebihan dari pakaian yang layak, tempat
tinggal dan pembantu yang memang dibutuhkan olehnya.8

Dan apabila seseorang telah mengumpulkan syarat-syarat


tersebut di atas, maka wajiblah baginya untuk mengeluarkan zakat
fitrah untuk dirinya sendiri. Kemudian setelah dirinya terpenuhi,
siapa lagi yang ia harus bayarkan dari orang-orang yang
ditanggungnya. Maka, dalam hal ini urutannya adalah sebagai
berikut :

1. Istrinya
2. Anaknya yang masih kecil
3. Bapaknya
4. Ibunya
5. Anaknya yang sudah besar

Ini semua berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Imam


Muhammad Az-Zuhri Al-Ghomrowi dalam kitabnya Anwarul
Masalik9 :

“Dan barang siapa yang diwajibkan atasnya zakat fitrah dan


mendapatkan sebagian darinya, maka dirinyalah yang didahulukan
(untuk dikeluarkan zakatnya) kemudian istrinya, lalu anaknya yang
kecil kemudian bapaknya kemudian ibunya kemudian anaknya yang
besar (yang belum bekerja)”.10

8
Tausyih ‘ala Fathil Qorib, hal. 107 dan Al-Muqoddimatul Hadromiyah
hamisy Minhajil Qowim, hal. 110-111
9
Tausyih ‘ala Fathil Qorib, karya As-Syaikh Muhammad bin Qosim hal. 107,
cetakan Al-Haromain
10
Anwarul Masalik, karya As-Syaikh Muhammad Az-Zuhri Al-Ghomrowi hal.
712, cetakan Al-Hidayah Surabaya
7
Barang yang digunakan zakat fitrah adalah makanan pokok
yang wajib ada pada tempat muzakki mengeluarkan zakat fitrahnya.
Hal ini dikarenakan tujuan dari zakat ini tiada lain adalah untuk
mengenyangkan fakir miskin dan mustahiq-mustahiq lain pada
malam dan siang hari raya tersebut. Jadi jelasnya orang yang berada
di daerah Jawa kalau dia hendak mengeluarkan zakat fitrahnya,
hendaknya dia mengeluarkan zakat dalam bentuk makanan pokok
penduduk jawa, yaitu beras, karena inilah yang dijadikan makanan
pokok pada lazimnya, walaupun makanan pokok dari muzakki
tersebut bukan beras. Dan pendapat Ulama’ yang menyatakan bahwa
zakat fitrah hendaknya berdasarkan makanan pokok dari muzakki,
munurut Imam Al-Qolyubi adalah pendapat yang marjuh (lemah)
dibanding pendapat pertama dan tidak boleh dipergunakan patokan
dan sandaran hukum.11
Adapun kadar dan ukuran zakat fitrah adalah satu sho’ yang
pernah dipakai Rasulullah SAW yang menurut ukuran kita adalah :

1 Sho’= 4 Mud
1 Mud = 600 gram
4 Mud = 2400 gram = 2,4 Kg12

Jadi, ukuran satu Sho’ itu sama dengan ukuran 2,4 Kg pada
saat ini, yang biasanya dibulatkan menjadi 2,5 Kg. sesuai hasil
konversi yang disebutkan dalam kitab Mukhtashor Tasyyid al-
Bunyan, satu sho’ setara dengan 2,5 kilogram.13 Sedang kadar zakat
fitrah yang harus ditunaikan dalam bentuk satu sho’ dari makanan
pokok (beras putih) menurut hasil konversi K.H Muhammad

11
Hasyiyah Qolyubi, karya As-Syaikh Syihabuddin Al-Qolyubi hal.37, cetakan
Toha Putra Semarang
12
At-Tadzhib fi Adillatil Matnil Ghoyah wat Taqrib, karya As-Syaikh
Musthofa Diib Al-Bugho hal. 98, cetakan Al-Hidayah Surabaya
13
Mukhtashor Tarsyidil Bunyan, hal. 205
8
Ma’shum bin Ali Kuaron-Jombang14 setara dengan 2,720 kilogram
beras putih dalam kitabnya Fathul Qodir fi ‘Ajaibil Maqodir. Sedang
saran kami untuk kehati-hatian, maka hendaknya kita mengeluarkan
zakat fitrah dengan hitungan yang besar yaitu 2,720 Kg atau ada
yang membulatkan 3 Kg, sedangkan lebihnya kita anggap sodaqoh.
Disamping itu yang perlu kita perhatikan dalam berzakat,
adalah memilih barang yang baik bahkan mungkin juga yang terbaik
dalam pelaksanaan zakat tersebut, karena tujuan kita dalam berzakat
adalah ibadah dalam mencari keridhoan Allah disamping kerelaan
dan rasa suka dari orang yang kita beri, dengan kita melaksanakan
yang demikian ini, niscaya ibadah kita mendapatkan pahala, dan di
sisi lain mereka merasa senang dengan apa yang kita berikan ini.
Tapi, apabila yang kita berikan dari barang zakat adalah mutunya
jelek, barang curian dan sebagainya, maka Imam Sayyid Bakri
Syatho menyatakan zakat kita belum mencukupi atau dianggap
belum berzakat :

“Dan tidaklah mencukupi mengeluarkan satu sho’ makanan


yang tercela atau ada cacatnya seperti barang penipuan, atau ada
ulatnya, atau terlalu lama disimpan sehingga berubah warnanya,
rasa atau baunya. Maka, ditentukanlah pengeluarannya adalah satu
Sho’ yang baik dan tidak cacat”.15

14
Panduan praktis zakat empat madzhab, hal. 49
15
Hasyiyah ‘Ianatuth Tholibin, karya As-Syaikh Abu Bakar Utsman Syatho Al-
Bakri juz 2 hal. 174, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-Lebanon
9
Adapun waktu-waktu mengeluarkan zakat fitrah itu menurut
para ulama Syafi’iyyah ada lima waktu yang perlu diperhatikan, hal
ini dijelaskan oleh As-Sayyid Bakri Syatho yang uraiannya adalah
sebagai berikut :

Pendeknya, bahwasannya zakat fitrah itu ada lima waktu:


1. Waktu Jawaz (boleh)
Waktu jawaz adalah awal bulan Romadhon
2. Waktu Wujub (wajib)
Waktu wujub adalah ketika tenggelamnya matahari di
akhir dari bulan Romadhon dan masuk tanggal 1 Syawwal
(waktu malam Idul Fitri)
3. Waktu Fadhilah (utama)
Waktu fadhilah ialah setelah melaksanakan sholat Subuh
dan sebelum keluar untuk melaksanakan sholat ‘Idul Fitri
4. Waktu Karohah (makruh)
Waktu karohah ialah ketika mengakhirkannya dari setelah
sholat Idul Fitri, kecuali ada udzur seperti menunggu
kerabat dekat atau orang yang sangat membutuhkan
5. Waktu Hurmah (harom)
Waktu hurmah ialah ketika mengakhirkannya dari sholat
Idul Fitri tanpa ada udzur syar’i.16

16
Hasyiyah ‘Ianatuth Tholibin, juz 2 hal 174-175
10
Zakat fitrah yang telah dibahas pada pembahasan ini haruslah
diserahkan pada 8 golongan penerima zakat yang telah disebutkan
oleh Alloh dalam Al-Quran yang biasa kita sebut dengan Al-
Ashnafus Tsamaniyah. Dalam hal ini Alloh SWT berfirman dalam
Q.S At-Taubah : 60

َََ ۡ َ َ َٰ َ ۡ َ َٰ َ ‫لص َد َقَٰت ل ِۡلف َق َرآءِ َوٱل ۡ َم‬


َ ‫إ َن َما ٱ‬
‫ي َعل ۡي َها َوٱلمؤلفةِ قلوبه ۡم‬ ِ ‫ِي وٱلع ِمل‬
ِ ‫سك‬ ِ
َ َ ٗ َ َ
‫يل ف ِريضة م َِن ٱّللِه َوٱّلل‬ ‫ب‬ َ ‫ِي َوِف َسبيل ٱ َّللِ َوٱبۡن ٱ‬
‫لس‬ َ ‫َوِف ٱلرقَاب َوٱ ۡل َغَٰرم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ٞ ‫يم َحك‬
٦٠ ‫ِيم‬ ٌ ِ ‫َعل‬
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah diberikan kepada orang-
orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf (orang-orang yang dilunakkan hatinya karena baru
memeluk Islam), budak yang sedang berikhtiyar menebus dirinya
untuk menjadi orang yang merdeka, orang-orang yang berhutang
(untuk kepentingan agama), orang-orang yang berjuang di jalan
Alloh (tanpa bayaran dari pemerintah) dan musafir yang kehabisan
bekal tatkala berada di perjalanan

‫ذ‬
Pada ayat ini ada lafadz ‫ إهنما‬yang faedahnya untuk lil hashri
(menyempitkan) artinya pembagian zakat ataupun zakat fitrah hanya
dibatasi dan disempitkan hanya 8 golongan saja yang lain tidak
boleh, sedang empat golongan pertama dalam ayat ini menggunakan
huruf jer “Lam” yang bermakna (memiliki). Sedangkan, empat
golongan yang lainnya digandeng dengan huruf jer “Fi” yang
bermakna dzorfiyah yang berarti menempati.

11
Hal ini berarti bahwa untuk fuqoro’, masakin, muallaf, dan
amil, maka zakat itu mutlak milik mereka dengan pembagian yang
telah ditentukan oleh agama dan tidak boleh ditarik kembali dari
tangan mereka. Sedangkan untuk budak, ghorim, pejuang di jalan
Alloh dan ibnu sabil (musafir) zakat tersebut bukanlah milik mereka,
tetapi mereka hanya bisa menggunakan, sedangkan apabila terdapat
kelebihan dari kebutuhannya harus dikembalikan pada muzakki, amil
/ panitia.17

Adapun 8 golongan yang berhak mendapat zakat mal dan


zakat fitrah perinciannya adalah sebagai berikut :

1. Faqir

Faqir adalah orang yang tidak punya harta benda dan


pekerjaan sama sekali atau orang yang punya harta atau pekerjaan
tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.18
Gambaran yang lebih konkrit dari makna ini adalah apabila
ada orang yang kebutuhan sehari-harinya 10 dirham, sedangkan yang
ia peroleh hanya 2 dirham saja. Sekalipun ia memiliki rumah yang ia
tempati, memakai pakaian yang menjadi perhiasannya ataupun juga
ia mempunyai pembantu yang memang ia butuhkan, maka demikian
ini tetaplah ia dikatakan faqir.19

2. Miskin

17
Hasyiyah Al-Bajuri ala Fathil Qorib, juz 1 hal. 282
18
Kifayatul Akhyar, karya Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad Al-
Hishni Juz 1 Hal. 197, cetakan Darul Minhaj Beirut-Lebanon
19
Idem
12
Miskin adalah orang yang memiliki harta yang hampir
mencukupi kebutuhannya tapi tidak cukup untuk menutupi seluruh
kebutuhan kesehariannya.20
Misal dari orang miskin ini adalah orang yang kebutuhannya
10 dirham tapi ia hanya memiliki 7 dirham saja. Sedang maksud dari
ucapan dalam definisi yaitu segala sesuatu yang mencukupinya
secara wajar dan tidak berlebih-lebihan seperti makanan, minuman
dan pakaian yang umum dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan kebutuhan sehari-hari yang tidak berlebih-lebihan.21

3. Amil

Amil adalah orang yang dipekerjakan oleh imam


(pemerintah) untuk mengambil zakat kemudian membagikannya
kepada para mustahiq zakat, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh
Alloh SWT dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 tadi, maka
Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Hishni mengomentari : “Dan boleh
bagi amil untuk mengambil bagian dari zakat dengan syarat tertentu
karena dia termasuk bagian dari Ashnafus Tsamaniyah yang disebut
dalam Al-Qur’an”.22

4. Muallaf

Lafadz Al-Mu’allaf Qulubuhum dari segi bahasa yang artinya


adalah “dilunakkan”. Sedangkan makna mu’allaf adalah : Orang
yang masuk islam, sedangkan niatnya masih lemah maka di lunakkan
hatinya dengan di beri zakat untuk menguatkan imannya atau tokoh
yang masuk Islam dan niatannya sudah kuat dan dia punya

20
Kifayatul Akhyar, Juz 1 Hal. 197
21
Idem
22
Kifayatul Akhyar, Juz 1 Hal. 198
13
kemuliaan/wibawa pada kaumnya, sehingga dengan memberinya
zakat diharapkan kaumnya akan masuk kedalam agama Islam.23

5. Riqob

Riqob adalah budak-budak mukatab (yang ingin


memerdekakan diri dengan bersyarat) yang perjanjian kitabahnya
sah, mukatab diberi oleh tuannya ijin untuk mencari dana guna
menebus tunggakan angsuran kemerdekaan baginya, jika ia tidak
mampu melunasinya, sekalipun ia rajin bekerja, tetapi tidak boleh
diberi dari zakat tuannya, karena dirinya masih tetap menjadi milik
sang tuan.24

6. Ghorim

Ghorim adalah orang yang berhutang buat diri sendiri untuk


kepentingan yang bukan maksiat, maka ghorim ini boleh diberi
bagian zakat bila tidak mampu melunasi hutangnya, sekalipun rajin
bekerja, sebab pekerjaan itu tidak bisa menutup kebutuhannya untuk
melunasi hutang bila telah tiba saat pembayarannya. 25

7. Sabilillah

Sabilillah adalah pejuang agama sukarelawan (yang tidak


dibayar oleh pemerintah) sekalipun kaya, maka pejuang diberi bagian
sebagai nafkahnya, pakaiannya dan juga untuk keluarganya, selama

23
Al Iqna’, Juz I Hal. 199
24
Fathul Mu’in bisyarhi Quratil ‘Ain, karya As-Syaikh Zainnuddin Al-Malibar
Hal. 52, cetakan Darul ‘Ulum Surabaya
25
Idem
14
masa ia bepergian (untuk perang) dan pulang. Demikian pula diberi
biaya (untuk membeli) alat peperangan/perjuangan. 26
Adapun ucapan sebagian ulama termasuk Imam Qoffal
bahwa maksud dari lafadz Fi Sabilillah adalah “Sabilul Khoir”
(jalan kebaikan apa pun), sehingga zakat boleh diberikan untuk
pembangunan masjid, pembangunan pondok, membeli kain kafan
untuk mayit dan sebagainya.27 Maka Pendapat yang demikian ini
adalah pendapat yang lemah seperti yang diputuskan dalam
Mu’tamar Nahdhotul Ulama’28, dan hal ini sesuai dengan pernyataan
kitab Rohmatul Ummah yang menyatakan :

‫ذ‬
‫ي ِ هيت‬
‫و اتفقوا َع ِن هع ا هإلخر هاج ه هِلنا هء مس هجد و تك هف ه‬
Dan seluruh ulama’ bersepakat atas tercegahnya/dilarangnya
mengeluarkan zakat untuk pembangunan masjid dan mengkafani
mayit.29

8. Ibnu Sabil

Ibnu Sabil adalah musafir yang melewati daerah zakat atau


memulai kepergiannya yang diperbolehkan syara’ dari daerah zakat,
sekalipun untuk pesiar atau ia rajin bekerja; lain halnya bila musafir
berbuat maksiat kecuali apabila ia bertaubat atau musafir tanpa
tujuan yang benar, misalnya orang berpetualang. 30
Musafir yang demikian ini diberi bagian secukupnya yaitu
kebutuhannya dan kebutuhan pesertanya yang menjadi
tanggungannya, baik biaya nafkah, pakaian, selama pergi sampai
26
Fathul Mu’in bisyarhi Quratil ‘Ain, Hal. 53
27
Tafsir Munir, karya As-Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Banteni Juz
1 hal. 344
28
Solusi Hukum Islam Keputusan Mu’tamar Munas NU, hal. 6-7
29
Rohmatul Ummah Hamisy Al-Mizanul Kubro, karya As-Syaikh Muhammad
bin Abdur Rohman Ad-Dimasyqi As-Syafi’i, Juz 1 hal. 113
30
Idem
15
pulang, jika tidak memiliki harta di tengah perjalanan atau tempat
tujuannya.31

Inilah delapan golongan yang berhak untuk menerima


zakat dan selain apa yang telah kami terangkan dalam risalah
ini tidak berhak untuk menerima zakat apapun juga.

Agar zakat kita mengenai sasaran dengan tepat dan dapat


dipertanggungjawabkan dari sudut syar’inya, maka hendaknya kita
mengetahui golongan-golongan yang tidak boleh diberi zakat yang
kadang-kadang di kalangan kita kurang memperhatikan. Al-Imam
Ahmad bin Ruslan Asy-Syafi’i dalam Nazhom Zubadnya
menyatakan tentang orang-orang yang tidak boleh menerima zakat :

‫ ولـيس يـكـــــ هفـــى‬ ...................................


‫ي لهوصَف مستـ هحق‬ ‫ وال ن هصيب ه‬ ‫دفع هلَكفهر وال ممسو هس هرق‬
‫ب‬ ‫ذ‬
‫ والالغ هِن بهمـال او تكـسـ ه‬ ‫ب‬ ‫اشــ هم والمط هلـ ه‬
‫وال ب هِن هـ ه‬
‫ب ِك هف المؤن‬ ً ‫ذ‬
‫ حتما هِن الق هري ه‬ ‫وِن بهاهنفاق هِن الزو هج وِـن‬
Dan tidak mencukupi atau belun berzakat apabila diserahkan
kepada :
1. Orang kafir
2. Orang yang tersentuh perbudakan atau menjadi budak
3. Orang yang punya dua sifat mustahiq
4. Bani Hasyim dan Bani Mutholib
5. Orang kaya sebab banyak hartanya atau mendapat pekerjaan
yang layak

31
Fathul Mu’in bisyarhi Quratil ‘Ain, hal. 53
16
6. Orang yang dapat nafkah dari suaminya (istri) atau orang
yang dekat atau yang mencukupi kebutuhannya

Agar lebih jelasnya keterangan tentang enam golongan ini,


maka akan kami jelaskan satu per satu sebagai berikut :

1. Orang kafir (non muslim)

Berkatalah Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad :


Tidak boleh menyerahkan zakat kepada orang kafir dikarenakan ada
hadits Rosululloh SAW kepada sahabat Muadz r.a :

“Maka beritahukanlah kepada mereka (maksudnya adalah penduduk


Yaman), sesungguhnya bagi mereka terdapat shodaqoh atau zakat
yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka kemudian
dibagikan kepada orang-orang faqir di antara mereka juga”.

Oleh karena itu apabila hanya diambil dari orang-orang


muslim yang kaya, maka zakatnya pun tidak akan dibagikan kecuali
kepada orang-orang muslim yang faqir. Hal yang demikian ini
berlaku bagi zakat mal ataupun zakat fitrah karena haditsnya bersifat
umum.32

2. Budak

Berkatalah Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad


dalam kitabnya Kifayatul Akhyar : “Tidak boleh menyerahkan zakat
kepada para budak, sebab mereka adalah orang-orang yang
berkecukupan dari nafkah tuannya atau mereka adalah orang-orang
yang tidak memiliki sesuatu (termasuk dirinya)”.33

32
Kifayatul Akhyar, juz 1
33
Idem, hal 202
17
3. Orang yang mempunyai dua sifat mustahiq

Yang dimaksud di sini adalah bahwa seorang muzakki atau


amil atau panitia yang membagikan zakat tidak boleh memberikan
zakat kepada mustahiq yang padanya terkumpul dua macam sifat dari
ashnafuts tsamaniyah seperti seorang faqir yang juga jadi seorang
pejuang (sabilillah). Tetapi hendaknya dipilih salah satu saja dari
kedua sifat tersebut, seperti memberi zakat kepadanya atas nama
faqirnya saja atau karena perjuangannya fi sabilillah saja. Hal ini
sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Al-Imam Romli : “Dan
tidak boleh memberi zakat atau bagian dari zakatnya seseorang
karena dua sifat mustahiq berkumpul di dalamnya akan tetapi
hendaknya menyerahkan zakat kepada mustahiq yang dipilih dari
salah satu sifat tersebut. Karena terusnya huruf athof dalam ayat
yang berbeda tersebut”.34

4. Bani Hasyim dan Bani Mutholib

Yang dimaksud dengan Bani Hasyim dan Bani Mutholib di


sini adalah seluruh keturunan dari Sayyid Hasyim bin Abdi Manaf
bin Qushoy bin Kilab dan saudaranya yaitu Abdul Mutholib bin Abdi
Manaf bin Qushoy bin Kilab, yang kalau kita teliti lagi bahwa
Sayyid Hasyim ini adalah ayah dari kakek Rosululloh yang bernama
Abdul Mutholib. Sedangkan nasabnya Rosululloh adalah Sayyid
Muhammad bin Abdillah bin Abdil Mutholib bin Hasyim. Jadi
jelaslah bagi kita, bahwa yang dimaksud dengan Abdul Mutholib
pada bab zakat ini bukanlah Abdul Mutholib yamg menjadi
kakeknya Rosul, tetapi adalah Abdul Mutholib yang merupakan
saudara dari Sayyid Hasyim bin Abdi Manaf ayah dari kakek
Rosululloh. Dalam bab zakat ini keturunan beliau berdua yaitu Bani
Hasyim dan Bani Mutholib tidaklah boleh untuk menerima zakat.

34
Ghoyatul Bayan Syarh Zubad, karya As-Syaikh Muhammad bin Ahmad Ar-
Romli As-Syafi’i, hal. 151, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-Lebanon
18
Hal ini dijelaskan oleh Imam Abu Ishaq As-Syirozi dalam kitab
Muhadzabnya.35Sedangkan pada saat ini yang berlaku di Indonesia
dan belahan bumi yang lain, keturunan dan cucu Rosululloh dari
Sayyid Hasan dan Sayyid Husein yang sering disebut dengan sebutan
Habib kalau laki-laki atau Hababah/Syarifah kalau perempuan
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi Al-Jawi :
‫لل هاذا كن ذك ًرا يقال ل‬ ‫ذ ذ‬
‫فاص هطلح بع هض أه هل ا هِلل هد اهن ذ هرية رسو هل ا ه‬
‫ال هبيب و هان كنت أنث يقال حبابة واص هطلح االكث يقال ل س هيد‬
.‫وس هيدة‬
“Maka istilah sebagai penduduk negeri bahwa anak cucu Rosululloh
SAW apabila ia laki-laki disebut Habib dan bila wanita disebut
Hababah. Sedang kebanyakan orang sering dikatakan Sayyid atau
Sayyidah”.36

Dengan demikian, inilah golongan dari anak cucu Rosululloh


yang sampai sekarang banyak kita jumpai di sekitar kita yang
mereka ini tidak diperkenankan atau diharamkan untuk menerima
zakat. Sedangkan bagi mereka sesungguhnya adalah “Khumusul-
khumus” atau 4% dari harta ghonimah/rampasan perang. Tetapi
karena sekarang ini harta ghonimah tidak ada lagi, maka ada
sebagian ‘ulama Syafi’iyyah yang berpendapat bahwa dzurriyah
Rosulillah dapat menerima zakat termasuk zakat fitrah, tetapi ini
adalah pendapat yang lemah malahan sebagian para habaib
menentang akan kebolehannya hal tersebut. Hal ini mereka lakukan
demi menjaga ketinggian dan kemuliaan ahlul bait Nabi sendiri.
Salah satu dari mereka yang menentang dengan keras dari kalangan
ulama’ habaib adalah Al-Allamah Al-Habib Abdulloh bin Umar bin

35
Al-Muhadzab, karya Al-Imam Abu Ishaq Ibrohim As-Syairozi, Juz 1 hal.174,
cetakan Toha Putra Semarang
36
‘Uqudul Lujain, hal.5
19
Abi Bakar bin Yahya dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin yang di
sana beliau menandaskan :

“Tidak boleh memberikan zakat kepada ahlul bait secara


mutlak. Dan barang siapa telah berfatwa tentang kebolehan
memberikan zakat kepada mereka, maka sesungguhnya telah keluar
dari madzhab yang empat. Oleh karena itu tidaklah boleh berpegang
dengan hal itu karena sudah menjadi kesepakatan para ulama’ atau
ijma’ tentang larangan memberikan zakat kepada ahlul bait (para
habaib)”.37

5. Orang kaya atau orang yang layak dan tercukupi oleh


pekerjaannya

6. Seorang istri yang mendapatkan nafkah dari suaminya atau


ada kerabat yang bisa mencukupi kebutuhannya. Mereka ini
tidak ada hak untuk mendapatkan bagian zakat atas nama faqir
ataupun miskin dikarenakan seluruh kebutuhan mereka ada yang
menanggung kehidupan kesehariannya. 38

37
‘Uqudul Lujain, hal.107
38
Fathul Mu’in bisyarhi Quratil ‘Ain, hal. 211-212
20
serta

21
Di Indonesia, ketika Bulan Romadhon seperti saat ini, banyak
kita jumpai di sekitar kita badan-badan tertentu yang telah
menamakan dirinya Amil atau Panitia Zakat. Maka dalam hal ini ada
beberapa point yang harus diperhatikan bagi orang yang ingin
membuatnya :

1. Definisi Amil Zakat adalah :

‫ذ‬ ‫ذ‬
‫ات هِلدفعها هإل‬
‫الى استعمله ا هإلِام َع أخ هذ الزكو ه‬
‫العا همل هو ه‬
‫مست هح هقيها كما أمره الل تعال‬
“Amil adalah orang yang diperkerjakan oleh imam (pemerintah)
untuk mengambil zakat kemudian membagikannya kepada para
mustahiq zakat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Alloh SWT
dalam Al-Qur’an”.

Dari definisi diatas, dapat kita fahami apabila ada perorangan,


kelompok, lembaga di tengah masyarakat seperti NU dan sebagainya
membuat amil zakat, maka TIDAK SAH sebab tidak diangkat oleh
imam (pemerintah). Sehingga tidak boleh menamakan dirinya
dengan istilah “amil”, harusnya adalah “Panitia Zakat” yang dengan
demikian dia TIDAK BOLEH mengambil bagian dari zakat fitrah
sebab tidak termasuk delapan golongan yang disebut di dalam QS. At
Taubah 60. Dan sebagaimana ditegaskan dalam Ahkamul Fuqoha’,
Keputusan Nomor 286 yang menyatakan : “Panitia pembagian zakat
yang ada pada waktu ini, tidak termasuk amil zakat menurut agama
islam, sebab mereka tidak diangkat oleh imam atau kepala
negara”.39

2. Panitia zakat posisinya sebagai “wakil” (orang yang diberi


wewenang menyampaikan zakat fitrah) dari muzakki (orang

39
Solusi Hukum Islam Keputusan Mu’tamar, Munas NU/ Hal. 294-295
22
yang berzakat) yang disebut “muwakkil”. Oleh karena adanya
wakalah, maka si panitia tidak boleh sama sekali mengambil,
menjual beras zakat fitrah, tetapi harus menyampaikan benar-
benar kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat
fitrah).

3. Maka praktek sebagian panitia yang mengambil sebagian beras


zakat fitrah yang belum dibagikan ke mustahiq, dalam bentuk
menjualnya kemudian digunakan konsumsi panitia, membeli
plastik kresek, dan sebagainya, yang digunakan untuk
kelancaran panitia adalah bentuk pengkhianatan dan kedholiman
wakil atas barang yang dititipkan padanya dan HUKUMNYA
DOSA SERTA WAJIB MENGGANTINYA.

4. Sekalipun panitia bukanlah amil, tetapi kerjanya tidak ada


bedanya dengan amil maka pantaslah panitia mendapatkan
apresiasi (penghargaan), sebagaimana hadist Nabi yang
berbunyi:

‫ازي هف‬ ‫ذ‬


‫لل تعال كلغ ه‬
‫ العا همل َع الصدق هة بهال هق ل هوج هه ا ه‬: ^ ‫يقول‬
)‫جع هإل أه هل هه (رواه أمحد‬
‫ذ ذ ذ‬
‫لل عز وجل حّت ير ه‬‫س هبي هل ا ه‬
“Bersabdalah Nabi Muhammad SAW, amil zakat dengan cara
yang benar (menurut agama) karena Alloh SWT semata,
pahalanya seperti orang yang berperang menegakkan agama
Alloh sampai ia kembali kepada keluarganya”. (H.R Imam
Ahmad)40

dan hadist lain yang menandaskan :

40
Khoshoisul Ummatil Muhammadiyyah, karya Al-Muhaddits As-Sayyid
Muhammad bin Alawi Al-Maliki, hal. 146, cetakan Haiatush Shofwah
23
‫ذ‬ ‫ذ‬
‫اربها وإهن ع ذمالها‬
‫ارق الر هض وِغ ه‬
‫ أنه ستفتح عليكم مش ه‬: ^ ‫يقول‬
‫ذ ذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬
‫ار إهال ِ هن اتق الل ع ذز وجل وأدى الِانة‬ ‫ذ‬
‫هف ال ه‬
“Sesungguhnya akan dibukakan untuk kalian dunia timur dan
dunia barat dan sesungguhnya para amil akan masuk ke neraka
kecuali mereka yang bertaqwa kepada Alloh SWT dan
menyampaikan amanat.”

5. Hendaknya dana operasional panitia tidak diambilkan dari beras


zakat fitrah atau dana masjid (ketika panitia berada di masjid),
tetapi diusahakan dari shodaqoh biasa, yang memang kita minta
akadnya untuk kemaslahatan, operasional dan kelancaran panitia
zakat.

6. Agar zakat fitrah ini bisa sampai pada mustahiqnya maka syarat-
syarat amil, lebih baik juga dipenuhi oleh para panitia zakat
yaitu antara lain :
a. Mengerti masalah zakat yang dipercayakan padanya
b. Seorang muslim
c. Mukallaf
d. Merdeka
e. Adil (tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak berkali-
kali melakukan dosa kecil)
f. Mendengar/tidak tuli
g. Melihat/tidak buta
h. Laki-laki, karena amil adalah bagian dari pemimpin.41

7. Ketika panitia mulai menarik beras zakat fitrah atau ada orang
yang datang membawa beras zakat fitrah, maka ditanya terlebih
dahulu zakatnya itu sudah diniati atau belum. Kalau belum,
dituntun oleh panitia akan niatnya. Sedangkan contoh redaksi

41
Anwarul Masalik, Hal. 114
24
niat muzakki dalam menyerahkan zakat fitrahnya adalah sebagai
berikut :

ً
‫ِل تعال‬
‫نويت ان أخ هرج زاكة ال هفط هر عن نف هِس فرضا ه ه‬
“Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk diri saya
sendiri fardhu karena Alloh Ta’ala”

atau bentuk contoh niat zakat untuk orang lain yang ia tanggung
nafkahnya seperti istri, anak, dan sebagainya, adalah :

‫( فر ًضا‬nama yang dimaksud)..... ‫نويت ان أخ هرج زاكة ال هفط هر عن‬


ٰ
‫ِل تعال‬
‫ه ه‬
“Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk
............................... (nama yang dimaksud, bisa nama istrinya,
anak-anaknya, orang tuanya atau siapapun yang ia tanggung
nafkahnya) fardhu karena Alloh Ta’ala”

8. Sedangkan panitia zakat yang merupakan wakil dari muzakki,


setelah menerima barang zakat bisa mendo’akan muzakki atau
mustahiq yang telah menerima barang zakat. Bentuk do’anya
adalah do’a yang sering dibaca dan diajarkan oleh imam Syafi’i
yaitu :

‫ امهلل ص هل و س هلم‬. ‫ِل ر هب العال همي‬ ‫ِمْسِب ا ه ذ م ذ‬


‫ المد ه ه‬. ‫لل الرمح هن الر هحي هم‬
‫ذ ذ‬
‫ ر ذبنا تق ذبل هِنا هإنك أنت‬. ‫لل و صح هب هه أج هعي‬ ‫ذ‬
‫َع س هي هدنا ممد وَع ه ه‬
‫ لجرك الل‬. ‫الر هحيم‬‫اتل ذواب ذ‬ ‫السميع الع هليم وتب علينا إنذك أنت ذ‬ ‫ذ‬
‫ه‬ ‫ه‬
‫ذ‬
‫ امهلل إهنا‬. ‫هفيما أعطيت وجعله لك طهو ًرا وبارك لك هفيما أبقيت‬

25
. ‫دلي هن وادلنيا واْل هخرةه‬ ‫ذ‬
‫نسألك العفو والعا هفية والمعافاة ادلائهمة هِف ا ه‬
. ‫ار‬ ‫ر ذبنا لتهنا ِف ادلنيا حسن ًة وِف اْل هخرةه حسن ًة وقهنا عذاب ذ‬
‫ال‬
‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫ذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬
‫ِل ر هب‬‫ والمد ه ه‬. ‫لل وصح هب هه وسلم‬ ‫وصَّل الل َع س هي هدنا ممد وَع ه ه‬
. ‫العال همي‬
“Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Segala puji bagi Alloh Tuhan Semesta Alam. Ya
Alloh, limpahkanlah rohmat serta salam kepada Nabi
Muhammad dan keluarganya serta sahabatnya seluruhnya.
Wahai Tuhan kami, terimalah amal ibadah kami, sesungguhnya
Engkau Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha mengetahui
serta terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Dzat yang
Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang. Semoga Alloh
melimpahkan pahala kepadamu dalam harta yang telah engkau
berikan (sedekahkan) dan semoga Alloh menjadikan harta
tersebut mensucikan dirimu, serta semoga Alloh melimpahkan
keberkahan darimu dalam harta yang masih tetap ada padamu.
Ya Alloh, kami meminta kepadaMu akan ampunan, kesehatan
dan keselamatan untuk agama, dunia dan akhirat kami. Wahai
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia serta kebaikan di
akhirat. Semoga limpahan rohmat serta salam atas Nabi
Muhammad, keluarganya serta sahabatnya seluruhnya. Dan
segala puji bagi Alloh Tuhan semesta alam.”

9. Apabila seorang muzakki datang kepada panitia yang tujuannya


membayar zakat fitrah, sedangkan dia membawa uang namun
tidak membawa beras, maka panitia harus memberi tahunya
bahwa uang tersebut harus dibelikan beras terlebih dahulu sesuai
yang biasa ia makan, kemudian baru diniatkan untuk zakat fitrah
dan diserahkan kepada panitia. Bisa juga panitia berinisiatif
membelikan beras untuknya sesuai yang biasa ia makan atau
panitia menyediakan beras yang kemudian bisa dibeli oleh
26
muzakki dan sekaligus diniati di tempat itu. Sebab menurut
madzhab Syafi’i, ZAKAT FITRAH MENGGUNAKAN
UANG (QIMAH) TIDAKLAH SAH, dan yang menganggap
sah zakat fitrah dengan uang adalah Madzhab Hanafi dengan
ukuran satu sho’ beras ketika dikonversikan ke hitungan kita
yaitu 3,8 Kg, padahal sebagian orang-orang yang bersikukuh
zakat fitrah boleh menggunakan uang masih menggunakan
ukuran sho’ madzhab Syafi’i yaitu 2,5 Kg. Dalam kitab Fathul
Mu’in disebutkan :

‫ال ُت هزئ هقيمة وال ِ هعيب والمس هوس وِبلول‬


“Tidak mencukupi zakat fitrah dengan uang atau barang yang
cacat, berulat dan basah”

10. Sebelum membagi zakat, panitia zakat fitrah hendaknya


mengetahui para mustahiq yang hendak di beri zakat, agar
sasarannya sesuai dengan yang diharapkan oleh syari’at agama,
yang syarat-syaratnya sebagaimana yang telah kami terangkan
pada pembahasan sebelumnya. Setelah itu zakat hendaknya
dibagikan secara merata kepada golongan penerima zakat di
daerah tersebut. Inilah ketentuan yang ada pada mazhab Imam
Syafi’i yang kita ikuti. Tetapi, apabila hal ini sulit dilakukan
oleh panitia zakat, maka ada sebagian ulama’ seperti Imam Ibnu
‘Ujail yang membolehkan membagi zakat kepada satu golongan
seperti kepada faqir atau miskin saja ataupun zakat itu diberikan
hanya kepada satu orang asal termasuk dalam kategori Ashnafus
Tsamaniyah. Hal yang semacam ini terungkap dalam keterangan
kitab Bughyatul Musytarsyidin :

‫ذ‬ ‫ذ‬
‫اب الموجو هدين هِن‬ ‫ال خفاء هإن ِذهب الشا هف هِع وجوب اس هتيع ه‬
‫ار َع‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬
‫اف هِف الزكةه وال هفطرةه وِذهب اثللث هة جواز ا هإلق هتص ه‬
‫الصن ه‬

27
‫احد وأفّت به هه ابن عجيل والصب هِح وذهب هإِل هه أكث‬ ‫صنف و ه‬
‫ْس الم هر وَيوز تق هليد مهؤال هء هِف نق هلها ودف هعها هإل‬
‫المتأ هخ هرين هلع ه‬
.‫احد كما أفّت به هه ابن عجيل و غيه‬
‫شخص و ه‬
“Tidak disangsikan lagi, sesungguhnya mazhab Syafi’i
mewajibkan pemerataan zakat mal dan zakat fitrah pada
mustahiq yang ada, yang termasuk dalam Ashnafus Tsamaniyah.
Sedangkan tiga madzhab selainnya (Maliki, Hanafi dan
Hambali) membolehkan menyerahkan zakat pada satu orang
saja. Dan berfatwalah Imam Ibnu Ujail dan Imam Asbuhiy
dengan pendapat yang membolehkan ini. Dan pendapat senada
dengan ini dilakukan oleh sebagian besar ulama’ muta’akhirin.
Hal ini disebabkan sulitnya dan boleh bertaqlid kepada mereka
didalam mengambil dan menyerahkan zakat kepada satu orang
saja, sebagaimana difatwakan oleh Imam Ibnu Ujail dan
lainnya.42

Dalam hal ini, Imam Ibnu Hajar Al Haitami juga sependapat


dengan Imam Ibnu Ujail, beliau berkata dalam kitabnya Syarhul
Ubab yang membolehkan akan kebolehan hal itu, yang
perkataan beliau adalah :

‫اب قال الئه ذمة اثلذلثة وك هثيون َيوز‬


‫وقال ابن حجر هف َش هح العب ه‬
‫اف‬
‫احد هِن الصن ه‬
‫َصفها هإل شخص و ه‬
Berkatalah Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Kitab Syarhul
Ubab : “Berkatalah tiga Imam Madzhab (selain Imam Syafi’i)

42
Bughyatul Mustarsyidin, karya As-Sayyid Abdur Rohman Al-Masyhur, hal.
105, cetakan Syarikah Piramida Surabaya
28
dan sebagian besar ulama’ tentang bolehnya menyerahkan zakat
kepada satu orang saja yang berhak menerima zakat” 43

11. Adapun bagi pemilik zakat, sekali-kali tidak boleh untuk


memindah-mindahkan zakatnya (Naqluz Zakat) dari daerah
setempat ke daerah berlainan dan zakatnya dinilai tidak sah,
selagi para mustahiq ada di daerah itu. Hal itu sebagaimana yang
diungkapkan oleh Al Allamah Zainuddin Al Malibary dalam
Fathul Mu’in :

‫ال و لو هإل مسافة ق هريبة وال‬ ‫و ال َيوز لهمالهك نقل ذ‬


‫َل الم ه‬
‫الزك هة عن ب ه‬
‫ُت هزئ‬
“Tidak dibolehkan bagi pemilik zakat untuk memindah zakatnya
dari daerah tempat harta itu sekalipun ke daerah yang
berlainan, juga zakatnya menjadi tidak sah”44

12. Tetapi apabila di daerah tersebut mustahiq sudah mendapatkan


bagian, kemudian masih ada sisanya, maka hendaknya kelebihan
ini di tambahkan kepada mustahiq yang dirasa kurang sampai
tercukupi semuanya. Apabila masih ada sisanya ataupun di
daerah tersebut sama sekali tidak ada mustahiq, maka wajiblah
zakat itu dipindah ke daerah yang berdekatan dengan daerah
zakat tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh
Syekh Nawawi bin Umar Al-Banteni Al-Jawi :

‫ت الصناف هِف م هل وجوبهها أو فضل عنهم َشء وجب‬


‫ف هإن ع هدِ ه‬
‫ ف هإن ع هدم بعضهم أو‬. ‫اض هل إهل هِث هل ههم بهأقر هب بَل إهِل هه‬
‫نقلها أ هو الف ه‬

43
Hasyiyah ‘Ianatuth Tholibin, Juz 2, Hal. 187
44
Fathul Mu’in bisyarhi Quratil ‘Ain
29
‫ذ‬
‫اض هل عنه َع اِلاقهي هإن‬
‫فضل عنه َشء رد ن هصيب اِلع هض أ هو الف ه‬
‫م‬ ‫م‬
‫ ف هإن لم ينقص نقل ذلهك هإل ذلهك‬، ‫نقص ن هصيبهم عن هكفاي هت ههم‬
‫الصن هف بهأقر هب بَل هإِل هه‬
‫ه‬
“Maka apabila tidak ada Ashnafus Tsamaniyah pada
tempat/daerah dimana zakat tersebut atau masih ada kelebihan
barang zakat (setelah dibagi), maka wajib memindahkan barang
itu atau kelebihannya pada daerah yang terdekat. Dan apabila
sebagian mustahiq tidak ada atau barang zakat masih
berlebihan maka hendaknya di salurkan pada sebagian atau
kelebihan itu kepada mustahiq yang lain, maka apabila masih
ada, hendaknya dipindahkan atau di berikan pada mustahiq di
lain daerah yang terdekat dari daerah zakat tersebut.”45

Dari uraian di atas, kita mendapatkan gambaran naqluz zakah


(memindah zakat) menurut sebagian ulama’ masih ada yang tidak
membolehkan sekalipun ada ulama’ lain yang membolehkannya
seperti Imam Ibnu Ujail Al-Yamani dan yang lainnya.

Demikianlah, penjelasan kami tentang zakat fitrah, amil,


panitia zakat dan cara pembagiannya menurut syariat dalam madzhab
Syafi’i. Semoga risalah kecil dan singkat ini ada guna dan
manfaatnya sebagai tambahan ilmu bagi para penggiat dan aktifis
zakat termasuk kami sendiri. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

45
Nihayatuz Zain, karya As-Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Banteni,
hal. 182, cetakan P.T Al-Ma’arif Bandung
30
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur’an dan Terjemahannya


2. Al-Muhadzab, karya Al-Imam Abu Ishaq Ibrohim As-Syairozi,
cetakan Toha Putra Semarang
3. Al-Iqna’ Fi Halli Alfadhi Abi Syuja’, karya Al-Imam
Syamsuddin Muhammad Al-Khothib As-Syarbini, cetakan Darul
Kutub Ilmiyyah
4. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, cetakan Kementrian Waqof dan
Urusan Islam Quwait
5. Anwarul Masalik Syarah ‘Umdatus Salik Wa ‘Uddatun
Nasik , karya As-Syaikh Muhammad Az-Zuhri Al-Ghomrowi,
cetakan Al-Hidayah Surabaya
6. At-Tadzhib Fi Adillati Matnil Ghoyah Wat Taqrib, karya
Musthofa Diib Al-Bugho, cetakan Al-Hidayah Surabaya
7. Bughyatul Mustarsyidin, karya As-Sayyid Abdur Rohman Al-
Masyhur, cetakan Syarikah Piramida Surabaya
8. Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam, karya Al-Imam Ibnu
Hajar Al-Asqollani, cetakan Maktabah Syuruq Ad-Dauliyah
Mesir
9. Fathul Mu’in bisyarhi Quratil ‘Ain, karya As-Syaikh
Zainnuddin Al-Malibar, cetakan Darul ‘Ulum Surabaya

31
10. Ghoyatul Bayan Syarh Zubad, karya As-Syaikh Muhammad
bin Ahmad Ar-Romli As-Syafi’i, cetakan Darul Kutub Ilmiyah
Beirut-Lebanon
11. Hasyiyah Al-Bajuri ala Fathil Qorib, karya As-Syaikh
Ibrohim Al-Bajuri, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-Lebanon
12. Hasyiyah ‘Ianatuth Tholibin, karya As-Syaikh Abu Bakar
Utsman Syatho Al-Bakri, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-
Lebanon
13. Hasyiyah Qolyubi, karya As-Syaikh Syihabuddin Al-Qolyubi,
cetakan Toha Putra Semarang
14. Khoshoisul Ummatil Muhammadiyyah, karya Al-Muhaddits
As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, cetakan Haiatush
Shofwah
15. Kifayatul Akhyar, karya Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar
Muhammad Al-Hishni, cetakan Darul Minhaj Beirut-Lebanon
16. Mukhtashor Tasyyidil Bunyan
17. Nihayatuz Zain, karya As-Syaikh Muhammad Nawawi bin
Umar Al-Banteni, cetakan P.T Al-Ma’arif Bandung
18. Buku Panduan Praktis Zakat Empat Madzhab
19. Rohmatul Ummah Hamisy Al-Mizanul Kubro, karya As-
Syaikh Muhammad bin Abdur Rohman Ad-Dimasyqi As-Syafi’i

32
20. Solusi Hukum Islam Keputusan Mu’tamar, Munas NU. Tahun
1926-1999
21. Tausyih ‘ala Fathil Qorib, karya As-Syaikh Muhammad bin
Qosim, cetakan Al-Haromain
22. ‘Uqudul Lujain, karya As-Syaikh Muhammad Nawawi bin
Umar Al-Banteni, cetakan P.T Al-Ma’arif Bandung

33

Anda mungkin juga menyukai