Anda di halaman 1dari 18

ZAKAT FITRAH

DAN
PERMASALAHANNYA

OLEH :
Ust. Drs. H. Athoillah Wijayanto
Ketua LBM NU Kota Malang
Pengasuh PP MAMBAUL HUDA
BANDULAN MALANG

MAKALAH YANG DISAMPAIKAN DALAM ACARA SEMINAR


DI AULA KEMENTRIAN AGAMA KOTA MALANG
KAMIS, 09 AGUSTUS 2012

HUKUM SEPUTAR ZAKAT FITRAH


DAN
PANITIA ZAKAT DI INDONESIA
(MENURUT MADZHAB SYAFII)

ZAKAT FITRAH (ZAKATUN NAFS)


I. MAKNA ZAKAT FITRAH
Ibnu Qutaibah berkata : Yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah zakat jiwa.Nama ini
diambil dari kata fitrah yang berarti asal kejadian.Dengan demikian, zakat fitrah adalah zakat sebagai
pembersih jiwa, sebagaimana zakat mal sebagai pembersih harta dari hak-hak mustahiq.1
Dan zakat fitrah ini merupakan salah satu dari kekhususan umat ini yang menurut pendapat yang
masyhur, bahwasannya zakat fitrah ini disyariatkan pada tahun kedua Hijriah dua hari sebelum Idul
Fitri yang tentu salah satu tujuan pentingnya adalah sebagai penutup dari kholal (kekurangan) yang
terjadi di waktu puasa Romadhon.Sebagaimana sujud sahwi itu menutup kekurangan yang terjadi di
dalam sholat.Dan itulah yang dikatakan oleh Imam Waqi bin Al-Jaroh yang beliau adalah satu guru
Imam Syafii.2
Sedangkan beberapa hadits yang membahas tentang zakat fitrah ini antara lain :
1. Hadits yang berasal dari sahabat Abdulloh bin Umar r.a, yang dia berkata :



( ) .






Rosululloh Saw. telah Mewajibkan menunaikan zakat fitrah berupa satu sho kurma atau satu
sho gandum bagi seorang budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil, maupun
orang dewasa dari kalangan umat Islam.Dan beliau memerintahkan zakat fitrah itu untuk
dilaksanakan sebelum keluarnya manusia menuju sholat Idul Fitri. (Muttafaq alaih)3
2. Hadits yang berasal dari sahabat Ibnu Abbas r.a, yang dia berkata :






















( )




Panduan Praktis Zakat Empat Madzhab, hal.48


Hasyiyah Asy-Syekh Ibrohim Al-Bajuri Ala Fathil Qorib, hal.532 cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-Lebanon
3
Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam, hal131-132 maktabah Asy-Syuruq Ad-Dauriyah
2

Rosululloh Saw. telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang
yang berpuasa dari ucapan keji dan tidak ada gunanya, juga untuk memberi makan kepada
orang-orang miskin.Maka barang siapa yang menunaikan zakat fitrah sebelum sholat Id, maka
itu adalah zakat yang diterima, sedang siapa yang menunaikannya setelah sholat Id maka hanya
bernilai sedekah biasa.(H.R Abu Dawud, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Imam Hakim)4

II. BEBERAPA HIKMAH ZAKAT FITRAH


Adapun hikmah diwajibkannya zakat fitrah dalam bulan Romadhon atau di waktu Maghrib
pada tanggal 1 Syawwal itu adalah :
1. Menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap fakir miskin. Diharapkan dengan zakat yang
diberikan, mereka tercukupi kebutuhannya pada saat hari raya dan dapat bersuka cita bersama
lainnya.
2. Bagi yang menunaikannya, hal tersebut sebagai pembersih dari kekhilafan-kekhilafan yang
dilakukan saat berpuasa. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dari sahabat Ibnu Abbas r.a
yang dia telah berkata :
Rosululloh SAW. telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyuci
bagi orang yang berpuasa dari ucapan keji dan tidak ada gunanya, juga untuk memberi makan
kepada orang-orang miskin. Maka barang siapa yang menunaikan zakat fitrah sebelum sholat
Id, maka itu adalah zakat yang diterima, sedang siapa yang menunaikannya setelah sholat Id
maka hanya bernilai sedekah biasa.5
III. KEPADA SIAPA ZAKAT FITRAH DIWAJIBKAN ?
Kewajiban zakat fitrah ini dibebankan kepada setiap orang yang memiliki tiga syarat
1. Beragama Islam, maka zakat fitrah tidak diwajibkan bagi seorang yang kafir ashliy kecuali dia
mengeluarkan zakat fitrah untuk orang muslim yang ia tanggung nafkahnya yang bentuknya
bisa jadi adalah budak atau karib kerabatnya yang Islam.
2. Dia menemui atau masih hidup diwaktu wajibnya zakat fitrah yaitu dia menemui sebagian akhir
dari bulan Romadhon dan awal dari bulan Syawwal.
3. Terdapat kelebihan dari makanan pokok yang dia dan keluarganya konsumsi pada malam dan
siangnya Idul Fitri dan juga merupakan kelebihan dari pakaian yang layak, tempat tinggal dan
pembantu yang memang dibutuhkan olehnya.6
Dan apabila seseorang telah mengumpulkan syarat-syarat tersebut di atas, maka wajiblah
baginya untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri. Kemudian setelah dirinya terpenuhi,
siapa lagi yang ia harus bayarkan dari orang-orang yang ditanggungnya. Maka, dalam hal ini urutannya
adalah sebagai berikut:
1. Istrinya
4

Ibid
Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah, juz 23 hal.336 dicetak dan diterbitkan oleh Kementrian Waqof dan Urusan Islam Kerajaan
Quwait.
6
Tausyih Ala Ibni Qosim ,hal.107 penerbit Toko Kitab Al-Hidayah Surabaya dan Al-Muqoddimatul Hadromiyah hamisy
Min hajil Qowim, hal. 110-111
5

2. Anaknya yang masih kecil


3. Bapaknya
4. Ibunya
5. Anaknya yang sudah besar
Ini semua berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Imam Muhammad Az-Zuhri Al-Ghomrowi
dalam kitabnya Anwarul Masalik7:
Dan barang siapa yang diawajibkan atasnya zakat fitrah dan mendapatkan sebagian darinya,
maka dirinyalah yang didahulukan (untuk dikeluarkan zakatnya) kemudian istrinya, lalu anaknya yang
kecil kemudian bapaknya kemudian ibunya kemudian anakanya yang besar (yang belum bekerja).8
IV. JENIS DAN UKURAN ZAKAT FITRAH
Barang yang digunakan zakat fitrah adalah makanan pokok yang wajib ada pada tempat
muzakki mengeluarkan zakat fitrahnya. Hal ini dikarenakan tujuan dari zakat ini tiada lain adalah untuk
mengenyangkan fakir miskin dan mustahiq-mustahiq lain pada malam dan siang hari raya tersebut. Jadi
jelasnya orang yang berada di daerah Jawa kalau dia hendak mengeluarkan zakat fitrahnya, hendaknya
dia mengeluarkan zakat dalam bentuk makanan pokok penduduk jawa, yaitu beras, karena inilah yang
dijadikan makanan pokok pada lazimnya, walaupun makanan pokok dari muzakki tersebut bukan
beras. Dan pendapat Ulama yang menyatakan bahwa zakat fitrah hendaknya berdasarkan makanan
pokok dari muzakki, munurut Imam Al-Qolyubi adalah pendapat yang marjuh (lemah) dibanding
pendapat pertama dan tidak boleh dipergunakan patokan dan sandaran hukum.9
Adapun kadar dan ukuran zakat fitrah adalah satu sho yang pernah dipakai Rasulullah SAW
yang menurut ukuran kita adalah:
1 Sho= 4 Mud
1 Mud = 600 gram
4 Mud = 2400 gram = 2,4 Kg10
Jadi, ukuran satu Sho itu sama dengan ukuran 2,4 Kg pada saat ini, yang biasanya dibulatkan
menjadi 2,5 Kg. sesuai hasil konversi yang disebutkan dalam kitab Mukhtashor Tasyyid al-Bunyan,
satu sho setara dengan 2,5 kilogram.11 Sedang kadar zakat fitrah yang harus ditunaikan dalam bentuk
satu sho dari makanan pokok (beras putih) menurut hasil konversi K.H Muhammad Mashum bin Ali
Kuaron-Jombang12 setara dengan 2,720 kilogram beras putih dalam kitabnya Fathul Qodir fi Ajaibil
Maqodir. Sedang saran kami untuk kehati-hatian, maka hendaknya kita mengeluarkan zakat fitrah
dengan hitungan yang besar yaitu 2,720 Kg atau ada yang membulatkan 3 Kg, sedangkan lebihnya kita
anggap sodaqoh.
Disamping itu yang perlu kita perhatikan dalam berzakat, adalah memilih barang yang baik
bahkan mungkin juga yang terbaik dalam pelaksanaan zakat tersebut, karena tujuan kita dalam berzakat
adalah ibadah dalam mencari keridhoan Allah disamping kerelaan dan rasa suka dari orang yang kita
7

Tausyih Al Fathil Qorib Al-Mujib, hal. 107


Anwarul Masalik, hal. 712
9
Hasyiyah Qolyubi, hal.37
10
At-Tadzhim fi Adillatil Ghoyah wat Taqrib, hal. 98
11
Mukhtashor Tarsyidil Bunyan, hal. 205
12
Panduan praktis zakat empat madzhab, hal. 49
8

beri, dengan kita melaksanakan yang demikian ini, niscaya ibadah kita mendapatkan pahala, dan di sisi
lain mereka merasa senang dengan apa yang kita berikan ini. Tapi, apabila yang kita berikan dari
barang zakat adalah mutunya jelek, barang curian dan sebagainya, maka Imam Sayyid Bakri Syatho
menyatakan zakat kita belum mencukupi atau dianggap belum berzakat.
Dan tidaklah mencukupi mengeluarkan satu sho makanan yang tercela atau ada cacatnya
seperti barang penipuan, atau ada ulatnya, atau terlalu lama disimpan sehingga berubah warnanya,
rasa atau baunya. Maka, ditentukanlah pengeluarannya adalah satu Sho yang baik dan tidak cacat.13
V. WAKTU-WAKTU MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH
Adapun waktu-waktu mengeluarkan zakat fitrah itu menurut para ulama Syafiiyyah ada lima
waktu yang perlu diperhatikan, hal ini dijelaskan oleh As-Sayyid Bakri Syatho yang uraiannya adalah
sebagai berikut:
Pendeknya bahwasannya zakat fitrah itu ada lima waktu:
1. Waktu jawaz (boleh)
2. Waktu wujub (wajib)
3. Waktu fadlilah (utama)
4. Waktu karohah (makruh)
5. Waktu hurmah (harom)
Adapun waktu jawaz adalah awal bulan; waktu wujub adalah ketika tenggelamnya matahari;
waktu fadlilah ialah sebelum keluar untuk sholat Idul Fitri; waktu karohah ialah ketika
mengakhirkannya dari setelah sholat Id kecuali ada udzur seperti menunggu kerabat dekat atau orang
yang sangat membutuhkan; sedangkan waktu hurmah ketika mengakhirkannya dari sholat Id tanpa ada
udzur syari. 14
VI. PEMBAGIAN ZAKAT KEPADA 8 GOLONGAN YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT
(AL-ASNAFUS TSAMANIYAH)
Zakat fitrah yang telah dibahas pada pembahasan ini haruslah diserahkan pada 8 golongan
penerima zakat yang telah disebutkan oleh Allah dalam Al-Quran yang biasa kita sebut dengan AlAshnafus Tsamaniyah.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:




















(60 : ).


Sesungguhnya zakat itu hanyalah diberikan kepada orang-orang fakir, orang-orang
miskin, para pekerja urusan zakat, orang-orang yang dijinakkan hatinya (karena baru memeluk
islam), hamba sahaya yang sedang berikhtiyar menembus dirinya untuk menjadi orang yang
merdeka, orang-orang yang punya hutang (kerena kepentingan agama), orang-orang yang
13
14

Ianatuth Thalibin, juz2 hal. 174


Ianatuth Tholibin, juz 2 hal 174-175

berjuang di jalan Allah (tanpa gaji dari pemerintah) dan musafir yang kehabisan bekal tatkala
berada di perjalanan.
Pada ayat ini ada lafadz
yang faidahnya untuk Lil Khashri (menyempitkan) artinya
pembagian zakat ataupun zakat fitrah hanya dibatasi dan disempitkan hanya 8 golongan saja yang lain
tidak boleh, sedang empat golongan pertama dalam ayat ini menggunakan huruf jer Lam yang
bermakna (memiliki). Sedangkan, empat golongan yang lainnya digandeng dengan huruf jer Fi yang
bermakna dzorfiyah yang berarti menempati. Hal ini berarti bahwa untuk fuqoro, masakin, muallaf,
dan amil, maka zakat itu mutlak milik mereka dengan pembagian yang telah ditentukan oleh agama dan
tidak boleh ditarik kembali dari tangan mereka.
Sedangkan untuk budak, ghorim, pejuang di jalan Allah dan ibnu sabil (musafir) zakat tersebut
bukanlah milik mereka, tetapi mereka hanya bisa menggunakan, sedangkan apabila terdapat kelebihan
dari kebutuhannya harus dikembalikan pada muzakki, amil/panitia.15
Adapun 8 golongan yang berhak mendapat zakat maal dan zakat fitrah perinciannya adalah
sebagai berikut:
1. Fakir
Fakir adalah orang yang tidak punya harta benda dan pekerjaan sama sekali atu orang yang punya
harta atau pekerjaan tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.16
Gambaran yang lebih konkrit dari makna ini adalah apabila ada orang yang kebutuhan sehari-harinya
10 dirham, sedangkan yang ia peroleh hanya 2 dirham saja. Sekalipun ia memiliki rumah yang ia
tempati, memakai pakaian yang menjadi perhiasannya ataupun juga ia mempunyai pembantu yang
memang ia butuhkan, maka demikian ini tetaplah ia dikatakan fakir.17
2. Miskin
Miskin adalah orang yang memiliki harta yang hampir mencukupi kebutuhannya tapi tidak cukup
untuk menutupi seluruh kebutuhan kesehariannya.18
Misal dari orang miskin ini adalah orang yang kebutuhannya 10 dirham tapi ia hanya memiliki 7
dirham saja. Sedang maksud dari ucapan dalam definisi yaitu segala sesuatu yang mencukupinya
secara wajar dan tidak berlebih-lebihan seperti makanan, minuman dan paikan yang umum dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari yang tidak berlebih-lebihan.19
3. Amil
Amil adalah orang yang diperkerjakan oleh imam untuk mengambil zakat kemudian membagikannya
kepada para mustakhiq zakat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Alloh SWT dalam Al-Quran. Dan
boleh bagi amil untuk mengambil bagian dari zakat dengan syarat tertentu karena dia termasuk bagian
dari Asnafus Tsamaniyah yang disebut dalam Al-Quran.20
4. Muallaf

15

Hasyiyah Bajuri, juz 1 hal. 282


Kifayatul Akhyar, Juz 1 Hal. 197
17
Idem
18
idem
19
idem
20
Kifayatul Akhyar, Jus I Hal. 198
16

Lafadz Al Muallaf Kulubuhum dari segi bahasa artinya yang artinya adalah dilemahkan,
Sedangkan makna muallaf adalah : Orang yang masuk islam, sedangkan niatnya masih lemah maka
di lunakkan hatinya dengan di beri zakat untuk menguatkan imannya atau tokoh yang masuk islam
dan niatannya sudah kuat dan dia punya kemulyaan/wibawa pada kaumnya, sehingga dengan
memberinya zakat diharapkan kaumnya akan masuk kedalam agama islam.21
5. Ar Riqob
Riqob adalah budak-budak mukathab (yang ingin memerdekakan diri) yang perjanjian kitabahnya
sah; mukatab diberi oleh tuannya ijin untuk mencari dana guna menebus tunggakan angsuran
kemerdekaan baginya, jika ia tidak mampu melunasinya, sekalipun ia rajin bekerja, tetapi tidak
boleh diberi dari zakat tuannya, karena dirinya masih tetap menjadi milik sang tuan.22
6. Ghorim
Ghorim adalah orang yang berhutang buat diri sendiri untuk kepentingan yang bukan maksiat maka
Ghorim ini boleh diberi bagian zakat bila tidak mampu melunasi hutangnya, sekalipun rajin bekerja,
sebab pekerjaan itu tidak bisa menutup kebutuhannya untuk melunasi hutang bila telah tiba saat
pembayarannya. 23
7. Sabilillah
Sabilillah adalah pejuang agama sukarelawan (yang tidak dibayar oleh pemerintah) sekalipun kaya,
maka pejuang diberi bagian sebagai nafkahnya, pakaiannya dan juga untuk keluarganya, selama
masa ia bepergian (untuk perang) dan pulang. Demikian pula diberi biaya (untuk membeli) alat
peperangan/perjuangan.24
Adapun ucapan sebagian ulama termasuk Imam Qoffal bahwa maksud dari lafadz Fi Sabilillah
adalah Sabilil Khoir ( jalan kebaikan apa pun), sehingga zakat boleh diberikan untuk
pembangunan masjid, pembangunan pondok, membeli kain kafan untuk mayyit dan sebagainya.

25

Maka Pendapat yang demikian ini adalah pendapat yang lemah seperti yang diputuskan dalam
Mutamar Nahdhotul Ulama

26

, dan hal ini sesuai dengan pernyataan kitab Rohmatul Ummah yang

menyatakan




Dan seluruh ulama bersepakat atas tercegahnya/dilarangnya mengeluarkan zakat untuk
pembangunan masjid dan mengkafani mayit.27
8. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil adalah musafir yang melewati daerah zakat atau memulai kepergiannya yang
diperbolehkan syara dari daerah zakat, sekalipun untuk pesiar atau ia rajin bekerja; lain halnya bila

21

Al Iqna, Jus I Hal. 199


Fathul Muin, Hal. 52
23
Fathul Muin, Hal. 52
24
Fathul Muin, Hal. 53
25
Tafsir Munir, Karya Syekh Nawawi Al Bantani, Juz I/Hal. 344
26
Solusi Hukum Islam Keputusan Mutamar, Munas NU/ Hal. 6-7
27
Rohmatul Ummah, Hamisy Al Mizanul Kubro, Juz I, Hal. 113
22

musafir berbuat maksiat kecuali apabila ia bertaubat atau musafir tanpa tujuan yang benar, misalnya
orang berpetualang.28
Musafir yang demikian ini diberi bagian secukupnya yaitu kebutuhannya dan kebutuhan pesertanya
yang menjadi tanggungannya, baik biaya nafkah, pakaian, selama pergi sampai pulang, jika tidak
memiliki harta di tengah perjalanan atau tempat tujuannya.29
Inilah delapan golongan yang berhak untuk menerima zakat dan selain apa yang telah
kami terangkan dalam risalah ini tidak berhak untuk menerima zakat apapun juga.
VII. GOLONGAN YANG TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT
Agar zakat kita mengenai sasaran dengan tepat dan dapat dipertanggungjawabkan dari sudut
syarinya, maka hendaknya kita mengetahui golongan-golongan yang tidak boleh diberi zakat yang
kadang-kadang di kalangan kita kurang memperhatikan.Al-Imam Ahmad bin Ruslan Asy-Syafii dalam
nazhom Zubadnya menyatakan tentang orang-orang yang tidak boleh menerima zakat :



.. .........................

Dan tidak mencukupi atau belun berzakat apabila diserahkan kepada :


1. Orang kafir
2. Orang yang tersentuh perbudakan atau menjadi budak
3. Orang yang punya dua sifat mustahiq
4. Bani Hasyim, Bani Mutholib
5. Orang kaya sebab banyak hartanya atau mendapat pekerjaan yang layak
6. Orang yang dapat nafkah dari suaminya atau orang yang dekat atau yang mencukupi
kebutuhannya
Agar lebih jelasnya keterangan tentang enam golongan ini, maka akan kami jelaskan satu per
satu sebagai berikut :
1. Orang kafir
Berkatalah Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad : Tidak boleh menyerahkan
zakat kepada orang kafir dikarenakan ada hadits Rosululloh SAW kepada sahabat Muadz r.a
:Maka beritahukanlah kepada mereka (maksudnya adalah penduduk Yaman) :Sesungguhnya
28
29

Idem
Fathul Muin, Hal. 53

bagi mereka terdapat shodaqoh atau zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara
mereka kemudian dibagikan kepada orang-orang kafir di antara mereka juga.Oleh karena itu
apabila hanya diambil dari orang-orang muslim yangkaya, maka zakatnyapun tidak akan
dibagikan kecuali kepada orang-orang muslim yang fakir.Hal yang demikian ini berlaku
bagi zakat mal ataupun zakat fitrah karena haditsnya bersifat umum.30
2. Budak
Berkatalah Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad dalam kitabnya Kifayatul
Akhyar : Tidak boleh menyerahkan zakat kepada para budak, sebab mereka adalah orangorang yang berkecukupan dari nafkah tuannya atau mereka adalah orang-orang yang tidak
memiliki sesuatu (termasuk dirinya).31
3. Orang yang mempunyai dua mustahiq
Yang dimaksud di sini adalah bahwa seorang muzakki atau amil atau panitia yang
membagikan zakat tidak boleh memberikan zakat kepada mustahiq yang padanya terkumpul
dua macam sifat dari ashonafuts tsamaniyah sperti seorang fakir yang juga jadi seorang
pejuang.Tetapi hendaknya dipilih salah satu saja dari kedua sifat tersebut.Seperti memberi
zakat kepadanya atas nama fakirnya saja atau karena perjuangannya fi sabilillah.Hal ini
sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Al-Imam Romli : Dan tidak boleh memberi
zakat atau bagian dari zakatnya seseorang karena dua sifat mustahiq berkumpul di dalamnya
akan tetapi hendaknya menyerahkan zakat kepada mustahiq yang dipilih dari salah satu sifat
tersebut.Karena terusnya huruf athof dalam ayat yang berbeda tersebut.32
4. Bani Hasyim dan Bani Mutholib
Yang dimaksud dengan Bani Hasyim dan Bani Mutholib di sini adalah seluruh keturunan
dari Sayyid Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab dan saudaranya yaitu Abdul
Mutholib bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab, yang kalu kita teliti lagi bahwa Sayyid
Hasyim

ini

adalah

ayah

dari

dari

kakek

Rosululloh

yang

bernama

Abdul

Mutholib.Sedangkan nasabnya Rosululloh adalah Sayyid Muhammad bin Abdillah bin


Abdil Mutholib bin Hasyim.Jadi jelaslah bagi kita bahwa yang dimaksud dengan Abdul
Mutholib pada bab zakat ini bukanlah Abdul Mutholib yamg menjadi kakeknya Rosul,
tetapi adalah Abdul Mutholib yang merupakan saudara dari Sayyid Hasyim bin Abdi Manaf
ayah dari kakek Rosululloh.Dalam bab zakat ini keturunan beliau berdua yaitu Bani Hasyim
dan Bani Mutholib tidaklah boleh untuk menerima zakat.Hal ini dijelaskan oleh Imam Abu
Ishaq As-Syirozi dalam Muhadzabnya. 33Sedangkan pada saat ini yang berlaku di Indonesia
dan belahan bumi yang lain, keturunan dan cucu Rosululloh dari Sayyid Hasan dan Sayyid
Husein yang sering disebut dengan sebutan Habib kalau laki-laki atau Hababah/Syarifah
kalau perempuan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi Al-Jawi :

30

Kifayatul Akhyar, juz 1


Ibid, hal 202
32
Ghoyatul Bayan, hal. 151
33
Al-Muhadzab, Juz 1 hal.174
31

Maka istilah sebagai ahli negeri bahwa anak cucu Rosululloh SAW apabila ia laki-laki disebut
Habib dan bila wanita disebut Hababah.Sedang kebanyakan orang sering dikatakan Sayyid atau
Sayyidah.34
Dengan demikian, inilah golongan dari anak cucu Rosululloh yang sampai sekarang banyak kita
jumpai di sekitar kita yang mereka ini tidak diperkenankan atau diharamkan untuk menerima
zakat.Sedangkan bagi mereka sesungguhnya adalah Khumusul-khumus atau 4% dari harta
ghonimah/rampasan perang.Tetapi karena sekarang ini harta ghonimah tidak ada lagi, maka ada
sebagian ulama Syafiiyyah yang berpendapat bahwa dzurriyah Rosulillah dapat menerima zakat
termasuk zakat fitrah, tetapi ini adalah pendapat yang lemah malahan sebagian para habaib menentang
akan kebolehannya hal tersebut.Hal ini mereka lakukan demi menjaga ketinggian dan kemuliaan ahlul
bait Nabi sendiri.Salah satu dari mereka yang menentang dengan keras dari kalangan ulama habaib
adalah Al-Allamah Al-Habib Abdulloh bin Umar bin Abi Bakar bin Yahya dalam kitab Bughyatul
Mustarsyidin yang di sana beliau menandaskan : Tidak boleh memberikan zakat kepada ahlul bait
secara mutlak.Dan barang siapa telah berfatwa tentang kebolehan memberikan zakat kepada mereka,
maka sesungguhnya telah keluar dari madzhab yang empat.Oleh karena itu tidaklah boleh berpegang
deagan hal itu karena sudah menjadi kesepakatan para ulama atau ijma tentang larangan memberikan
zakat kepada ahlul bait.35
5. Orang kaya atau orang yang layak dan tercukupi oleh pekerjaannya
6. Seorang istri yang mendapatkan nafkah dari suaminya atau ada kerabat yang bisa
mencukupi kebutuhannya. Mereka ini tidak ada hak untuk mendapatkan bagian zakat
atas nama fakir ataupun miskin dikarenakan seluruh kebutuhan mereka ada yang
menanggung kehidupan kesehariannya.36

34

Uqudul Lujain, hal.5


Idem, hal.107
36
Fathul Muin, hal.211-212
35

AMIL DAN
PANITIA ZAKAT
FITRAH

AMIL DAN PANITIA ZAKAT FITRAH


Di Indonesia, Ketika Bulan Ramadhan seperti saat ini banyak kita jumpai disekitar kita badanbadan tertentu, yang telah menamakan dirinya Amil atau Panitia Zakat. Maka dalam hal ini ada
beberapa point yang harus diperhatikan bagi orang yang ingin membuatnya :
1. Definisi Amil Zakat adalah :

Amil adalah orang yang diperkerjakan oleh imam untuk mengambil zakat kemudian
membagikannya kepada para mustakhiq zakat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Alloh SWT dalam
Al-Quran.
Dari definisi diatas dapat kita fahami kalau ada perorangan, kelompok, lembaga ditengah masyarakat
seperti NU dan sebagainya. Membuat amil Zakat, maka tidak sah sebab tidak diangkat oleh imam
(pemerintah). Sehingga tidak boleh bernama amil harusnya adalah Panitia Zakat yang dengan
demikian dia tidak boleh mengambil bagian dari zakat fitrah sebab tidak termasuk delapan golongan
yang disebut didalam QS. At Taubah 60. Dan sebagaimana ditegaskan dalm Ahkamul Fuqoha,
Keputusan Nomor 286, yang menyatakan : Panitia pembagian zakat yang ada pada waktu ini, tidak
termasuk amil zakat menurut agama islam, sebab mereka tidak diangkat oleh imam atau kepala
negara.37
2. Panitia zakat posisinya sebagai wakil (orang yang diberi wewenang menyampaikan zakat fitrah) dari
muzakki (orang yang berzakat) yang disebut Muwakkil, oleh karena adanya wakalah maka si
panitia tidak boleh sama sekali mengambil, menjual beras zakat fitrah. Tetapi harus menyampaikan
benar-benar kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat fitrah).
3. Maka Praktek sebagian panitia yang mengambil sebagian beras zakat fitrah yang belum dibagikan
ke mustahiq dalam bentuk menjualnya kemudian digunakan konsumsi panitia , membeli plastik
kresek, dan sebagainya, yang digunakan untuk kelancaran panitia adalah bentuk pengkhianatan dan
kedholiman wakil atas barang yang dititipkan padanya dan hukumnya dosa serta wajib mengantinya.
4. Sekalipun panitia bukanlah amil, tetapi kerjanya tidak ada bedanya dengan amil maka pantaslah
panitia mendapatkan apresiasi, Sebagaimana Hadist Nabi yang berbunyi :

















( )


Bersabdalah Nabi Muhammad saw, Amil zakat dengan cara yang benar (menurut agama) karena
Alloh SWT semata, Pahalanya seperti orang yang berperang menegakkan agama Alloh, sehingga ia
kembali ke keluarganya.38
37
38

Solusi Hukum Islam Keputusan Mutamar, Munas NU/ Hal. 294-295


Syaraful Umatil Muhammadiyyah

Dan Hadist lain yang menandaskan



Sesungguhnya akan dibukakan untuk kalian dunia timur dan dunia barat dan sesungguhnya para
amil akan masuk ke neraka kecuali mereka yang bertaqwa kepada Alloh SWT dan menyampaikan
amanat.
5. Hendaknya dana operasional panitia tidak diambilkan dari beras zakat fitrah, atau dana masjid
(ketika panitia berada di masjid) tetapi di usahakan dari shodaqoh biasa, yang memang kita minta
akadnya untuk kemaslahatan, operasional dan kelancaran panitia zakat.
6. Agar zakat fitrah ini bisa sampai pada mustahiqnya maka syarat-syarat amil, lebih baik juga di
penuhi oleh para panitia zakat yaitu antara lain:
a. Mengerti masalah zakat yang dipercayakan padanya;
b. Seorang Muslim
c. Mukallaf;
d. Merdeka;
e. Adil;
f. Mendengar/Tidak Tuli;
g. Melihat/Tidak Buta;
h. Laki-laki, karena amil adalah bagian dari pemimpin.39
7. Ketika panitia mulai menarik beras zakat fitrah, atau ada orang yang datang membawa beras zakat
fitrah, maka ditanya terlebih dahulu zakatnya itu sudah diniati atau belum.Kalau belum dituntun oleh
panitia niatnya.Sedangkan contoh redaksi niat muzakki dalam menyerahkan zakat fitrahnya adalah
sebagai berikut :

Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk diri saya sendiri fardhu karena Alloh Taala
Atau bentuk contoh niat zakat untuk orang lain yang ia tanggung nafkahnya seperti istri, anak, dsb.
adalah :

.....

(nama yang dimaksud).....



Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk......(nama yang dimaksud, bisa nama istrinya,
anak-anaknya, orang tuanya atau siapapun yang ia tanggung nafkahnya) fardhu karena Alloh
Taala
39

Anwarul Masalik, Hal. 114

8. Sedangkan panitia zakat yang merupakan wakil dari muzakki setelah menerima barang zakat bisa
mendoakan muzakki atau mustahiq yang telah menerima barang zakat, dia boleh mendoakan
muzakki.Bentuk doanya adalah doa yang sering dibaca dan diajarkan oleh imam Syafii yaitu :








.

.







.































.
.








.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah
Tuhan semesta alam. Ya Allah, limpahkanlah rohmat serta salam kepada Nabi Muhammad dan
keluarganya serta sahabatnya seluruhnya. Semoga Allah melimpahkan pahala kepadamu dalam harta
yang telah engkau berikan (sedekahkan) dan semoga Allah menjadikan harta tersebut mensucikan
dirimu serta semoga Allah melimpahkan keberkahan darimu dalam harta yang masih tetap ada
padamu dan semoga limpahan rohmat serta salam atas Nabi Muhammad, keluarganya serta
sahabatnya seluruhnya. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
9. Apabila seorang muzakki datang kepada panitia yang tujuannya membayar zakat fitrah sedangkan
dia membawa uang tidak membawa beras, maka panitia harus memberi tahunya bahwa uang
tersebut harus dibelikan beras terkebih dahulu sesuai yang biasa ia makan kemudian baru diniatkan
untuk zakat fitrah dan diserahkan kepada panitia atau panitia berinisiatif membelikan beras
untuknya sesuai yang biasa ia makan atau panitia menyediakan beras yang kemudian bisa dibeli
oleh muzakki dan sekaligus diniati di tempat itu.Sebab menurut madzhab Syafii zakat fitrah
menggunakan uang (qimah) tidaklah sah, sedangkan yang menganggap sah zakat fitrah dengan
uang adalah Madzhab Hanafi dengan ukuran satu sho beras ketika dikonversikan ke hitungan kita
yaitu 3,8 Kg, padahal sebagian orang-orang yang bersikukuh zakat fitrah boleh pakai uang masih
menggunakan ukuran sho madzhab Syafii yaitu 2,5 Kg.Dalam kitab Fathul Muin hal.50 disebut


















Tidak mencukupi zakat fitrah dengan uang atau barang yang cacat, berulat dan basah

CARA PEMBAGIAN
ZAKAT FITRAH

CARA PEMBAGIAN ZAKAT FITRAH


Sebelum membagi zakat, panitia zakat fitrah hendaknya mengetahui golongan-golongan orang
di beri zakat. Agar sasarannya sesuai dengan yang diharapkan oleh syariat agama, yang syaratsyaratnya sebagaimana yang telah kami terangkan pada pembahasan sebelumnya, setelah itu zakat
hendaknya dibagikan secara merata kepada golongan penerima zakat yang di daerah tersebut. Inilah
ketentuan yang ada pada mazhab Imam Syafii yang kita ikuti. Tetapi apabila hal ini sulit dilakukan
oleh pembagian zakat semacam amil, maka ada sebagian ulama seperti Imam Ibnu Ujail yang
membolehkan membagi zakat kepada satu golongan saja seperti kepada fakir atau miskin saja ataupun
zakat itu diberikan kepada satu orang saja asal termasuk dalam kategori Asnafus Tsamaniyah. Hal yang
semacam ini terungkap dalam keterangan kitab Bughyatul Musytarsyidin :


Tidak disangsikan lagi, sesungguhnya mazhab Syafii mewajibkan pemerataan zakat maal dan
zakat fitrah pada mustahiq yang ada, yang termasuk dalam Asnafus Tsamaniyah . Sedangkan
madzhab selainnya (Maliki, Hanafi dan Hambali) membolehkan menyerahkan zakat pada satu orang
saja. Dan berfatwalah Imam Ibnu Ujail dan Imam Asbukhy dengan pendapat yang membolehkan ini.
Dan pendapat senada dengan ini dilakukan oleh sebagian besar ulama mutaakhirin. Hal ini
disebabkan sulitnya dan boleh bertaqlid kepada mereka didalam mengambil dan menyerahkan zakat
kepada satu orang saja, sebagaimana di fatwakan oleh Imam Ujail dan lainnya.40
Dalam hal ini Imam Ibnu Hajar Al Haitami juga sependapat dengan Imam Ujail, beliau berkata
dalam kitabnya Syarhul Ubab, membolehkan akan kebolehan hal itu














Berkatalah Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Kitab Sarhulul Ubab : Berkatalah tiga Imam
Madzhab (selain Imam Syafii) dan sebagian besar ulama tentang bolehnya menyerahkan zakat
kepada satu orang saja yang berhak menerima zakat. 41

40
41

Bughyatul Musytarsidin, Hal. 105


Ianatut Tholibin, Juz II, Hal. 187

Adapun bagi pemilik zakat, sekali-kali tidak boleh untuk memindah-mindahkan zakatnya
(Naqluz Zakat) dari daerah setempat ke daerah berlainan dan zakatnya dinilai tidak sah, selagi para
mustahiq ada di daerah itu. Hal itu sebagaimana yang diungkapkan oleh Al Allamah Zainuddin Al
Malibary dalam Fathul Muin:






Tidak dibolehkan bagi pemilik zakat untuk memindah zakatnya dari daerah setepat harta itu
sekalipun ke daerah yang berlainan, juga zakatnya menjadi tidak sah.42
Tetapi apabila di daerah tersebut mustahiq sudah mendapatkan bagian, kemudian masih ada
sisanya, maka hendaknya kelebihan ini di tambahkan kepada mustahiq yang dirasa kurang sampai
tercukupi semuanya; apabila masih ada sisanya taupun di daerah tersebut sama sekali tidak ada
mustahiq, maka wajiblah zakat itu dipidah ke daerah yang berdekatan dengan daerah zakat tersebut.
Hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Imam Nawawi Al-Jawi :



















.





Maka apabila tidak ada Asnafus Tsamaniyah pada tempat/daerah dimana zakat tersebut atau masih
ada kelebihan barang zakat (setelah dibagi), maka wajib memindahkan barang itu atau
kelebihannya pada daerah yang terdekat. Dan apabila sebagian mustahiq tidak ada atau barang
zakat masih berlebihan maka hendaknya di salurkan pada sebagian atau kelebihan itu kepada
mustahiq yang lain, maka apabila masih ada, hendaknya dipindahkan atau di berikan pada mustahiq
di lain daerah yang terdekat dari daerah zakat tersebut.43

42
43

Fathul Muin
Nihayatuz Zain, Hal. 182

Anda mungkin juga menyukai