Abses Hepar 1
Abses Hepar 1
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES HEPAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ABSES
HEPAR
DAN
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rat-rata sekitar 1.500 gr. 2 % berat badan orang dewasa
normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitar. Hati memiliki
permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah merupakan atap dari ginjal, lambunga,
pancreas dan usus. Hati memilikki dua lobus yaitu kiri dan kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi
struktur-struktur yang disebut lobulus, yang merupakan unit mikroskopi dan fungsional organ. Hati
manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang
disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagostik dan sel kupffer. Sel kupffer fungsinya adalah
menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. (Sylvia a. Price, 2006).
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica, dan
dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yyang masuk adalah darah arteri dan dua
pertiganya adalah darah vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah
1.500 ml. (Sylvia a. Price, 2006).
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Organ ini melakukan berbagai fungsi,
mencakup hal-hal berikut:
1. Pengolahan metabolik kategori nutrient utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan mereka adalah saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan
darah, serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.
5. Pengaktifan vitamin D.
6. Pengeluaran bakteri dari sel-sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag residen.
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur
maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya
proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa
atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti
hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya
terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar
adalah hati (Dorland, 1996).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.
3. ETIOLOGI.
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista
yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten
terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam.
Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu
hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E.coli. Selain
itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula
bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk
penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru
W Sudoyo, 2006).
4. PATOFISIOLOGI.
a. Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil individu yang
terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis
E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum
dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor
virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit,
imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.
(Arief Mansjoer, 2001)
3. lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell- mediated yand
disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4. penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena
porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa.
Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi
kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar
50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006)
(Bagan patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar Patofisiologi, Fakultas Kedokteran Unibraw
Malang 2003)
Penjelasan
Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur.
Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi
intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau
emboli septik.
2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat
menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran
empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
3. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik,
kecelakaan lau lintas.
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.(Aru W
Sudoyo, 2006).
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut
peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
d. Ternyata merah.
6. PENATALAKSANAAN.
1. Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat
diberikan secara oral atau intravena.
2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah;
3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.
Indikasi :
2. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum.
3. indakan pembedahan
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi.
http://lombokraizaltravel.blogspot.com/2011/04/abses-hepar.html di akses pada tanggal 7 April 2013.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
a. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal hati.
b. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi pleura, kolaps
paru dan abses paru.
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.
d. Ultrasonografi
e. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma.
f. Pemeriksaan serologi
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (1998) Pengobatan dilakukan tiga cara :
a. Kemotrapi
Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif diberi
Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.
b. Aspirasi Jarum
Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi. Hanya dilakukan pada ancaman
ruktur atau gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG.
http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.html di akses pada tanggal 7 April 2013.
8. PROGNOSIS.
1. Virulensi parasit
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah abses,
prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti
emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya
karena sepsis atau sindrom hepatorenal.
9. KOMPLIKASI.
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 – 15,6%, perforasi abses
keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-
kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu
penyakit dalam, jilid I, 1998).
1. Infeksi sekunder
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal,
kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan
memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
PENGKAJIAN
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi:
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung ekstra,
distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi
perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma spider,
eritema.
Menurut Doenges,E.M (2000), diagnosa keperawatan pasien dengan Abses Hepar meliputi :
d. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
f. Resiko tinggi infeksi berubungan dengan luka oprasi dan prosedur invasif.
g. Gangguan kebutuhan tidur berhubungan dengan proses penyakit, efek hospitalisasi, perubahan
lingkungan
Tujuan : pola pernapasan normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
Intervensi:
1) Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar dari pengaruh anestasi.
Intervensi:
2) Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
5) Periksa pembalut, alat drein pada interval regular, kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
6) Berikan cairan parenteral, produksi darah dan/atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkat
kecepatan IV jika diperlukan.
Tujuan: rasa nyeri/sakit telah terkontrol/dihilangkan, klien dapat beristirahat dan beraktifitas sesuai
kemampuan.
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
1. Berikan perawatan aseptik dan anti septik, pertahankan cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka jahitan) daerah yang terpasan alat invasif.
3. Pantau seluruh tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil dan diaforesis
g. Gangguan kebutuhan istrahat tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan dan efek
hopitalisasi.
Intervensi:
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dengan beberapa barang milik pribadinya contoh : Sarung,
guling
Intervensi:
1. Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa dating.
PELAKSANAAN
Prinsip tindakan yang mendasari penanganan diagnosa keperawatan yang dapat timbul, adalah:
EVALUASI
Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat. Jakarta : Balai Penerbitan
FK-UI.
Bruner dan Suddarth. ( 2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.
Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa bakteriun
necrosphorum.
Sherwood. (2001). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem. Jakarta : EGC.
Halaman 565.
Sylvia a. Price. (2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-hepar.html.
http://cwechadel.blogspot.com/2012/01/askep-abses-hepar.html
http://lombokraizaltravel.blogspot.com/2011/04/abses-hepar.html
http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.html
1 komentar:
http://obat-alami.info/obat-alami-abses-hati/
Balas
Beranda
Mengenai Saya
sisca aprilia