Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas wilayah Indonesia sebagian besar, yaitu dua per tiganya merupakan
wilayah perairan. United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada
tahun 1982 melaporkan bahwa luas perairan Indonesia adalah 5,8 juta km2 dan
didalamnya terdapat 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna di dunia. Rumput
laut atau lebih dikenal dengan sebutan seaweed merupakan salah satu sumber daya
hayati yang sangat melimpah di perairan Indonesia yaitu sekitar 8,6% dari total biota
di laut (Dahuri, 1998). Luas wilayah yang menjadi habitat rumput laut di Indonesia
mencapai 1,2 juta hektar atau terbesar di dunia (Wawa, 2005). Potensi rumput laut
perlu terus digali, mengingat tingginya keanekaragaman rumput laut di perairan
Indonesia. Dibalik peran ekologis dan biologisnya dalam menjaga kestabilan
ekosistem laut serta sebagai tempat hidup sekaligus perlindungan bagi biota lain,
golongan makroalga ini memiliki potensi ekonomis yaitu sebagai bahan baku dalam
industri, kesehatan dan kuliner.
Beberapa rumput laut yang terdapat di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis
yang penting adalah rumput laut penghasil agar-agar (agarophyte), yaitu Gracilaria,
Gelidium, Gelidiopsis, dan Hypnea, rumput laut penghasil karagenan
(Carragenophyte), yaitu Eucheuma spinosum, Eucheuma cottonii, Eucheuma
striatum, rumput laut penghasil algin, yaitu Sargassum, Macrocystis, dan Lessonia.
Daerah penghasil rumput laut yang utama adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku,
Bali, Sulawesi Barat, Kalimantan, Sumatera, serta Kepulauan Seribu. Rumput laut
juga banyak diolah dalam bentuk kering setelah melalui proses penjemuran atau
diolah menjadi makanan siap konsumsi, seperti: dodol, manisan dan minuman.
Rumput laut bermanfaat untuk kesehatan karena kandungan zat gizinya antara lain:
karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan sedikit lemak, lebih banyak vitamin A
(beta karoten), B1, B2, B6, B12, C dan niacin, serta mineral yang penting, seperti
kalsium dan zat besi.
Secara aspek ekonomis, rumput laut merupakan komoditas yang potensial
untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Selain itu, rumput
laut dapat dijadikan sebagai bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan
menghasilkan bahan algin, karaginan dan fluseran yang digunakan dalam industri

1
farmasi, kosmetik, tekstil, dan lain sebagainya. Dari sudut pandang lain budidaya
rumput laut sangat menguntungkan karena dalam proses budidayanya tidak banyak
menuntut tingkat keterampilan tinggi dan modal yang besar, sehingga dapat
dilakukan oleh semua anggota keluarga nelayan termasuk ibu rumah tangga dan
anak-anak. Selain itu masa panen atau produksinya relatif singkat jika dibandingkan
dengan budidaya laut yang lain misalnya bandeng, udang dan kerang. Pangsa pasar
rumput laut juga sangat luas baik dalam ataupun luar negeri.
Review potensi rumput laut ini bermaksud memberikan informasi mengenai
kajian pemanfaatan sumber daya rumput laut sebagai bahan pangan, sehingga
diharapkan dapat menambah khasanah keanekaragaman makanan fungsional yang
bermanfaat bagi kesehatan dan memantapkan pemanfaatannya di Indonesia.
Optimalisai upaya penggalian potensi sumber daya rumput laut di Indonesia perlu
dipertimbangkan dalam rangka untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia,
dan secara ekonomi telah memberikan sumbangan devisa bagi negara atau
meningkatkan pendapatan nasional.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan rumput laut ?
b. Apa saja jenis dari Rumput Laut ?
c. Bagaimana dengan Nutrisi yang terkandung dalam rumput laut ?
d. Pemanfaatan apa saja yang di dapat dari rumput laut ?
e. Bagaimana prospek perkembangan rumput laut di Indonesia ?

1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memberikan informasi mengenai Pemanfaatan
Rumput Laut sebagai Sumber Pangan, sehingga diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat bersaing dengan
Negara lain.

2
BAB 2
ISI
2.1 Deksripsi Rumput Laut
Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang tergolong
dalam makroalga benthik yang banyak hidup melekat di dasar perairan. Rumput laut
merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi thallophyta.
Klasifikasi rumput laut berdasarkan kandungan pigmen terdiri dari 4 kelas, yaitu
rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut
coklat (Phaeophyta) dan rumput laut pirang (Chrysophyta) sebagaimana disajikan
pada Tabel 1 (Suparmi dkk,2009).
Tabel 1. Karakteristik dari rumput laut pada masing-masing kelas

Jenis Rumput Laut Pigmen Zat Penyusun Habitat


Dinding Sel
Hijau (Chlorophyta) Klorofil a, klorofil b Selulosa Air asin;
dan karotenoid air tawar
(siponaxantin,
siponein, lutein,
violaxantin, dan
zeaxantin)
Merah (Rhodophyta) klorofil a, klorofil d CaCO3 (kalsium Laut,
dan pikobiliprotein karbonat),selulosa sedikit di
(pikoeritrin dan dan produk air tawar
pikosianin). fotosintetik berupa
karaginan, agar,
fulcellaran dan
porpiran
Coklat (Phaeophyta) Klorofil a, klorofil c Asam alginat Laut
(c1 dan c2) dan
karotenoid
(fukoxantin,
violaxantin,
zeaxantin)

3
Pirang (Chrysophyta) Karoten; xantofil Silikon Laut; air
tawar

Sumber: Kimball, 1992; Pelczar & Chan, 1986; Simpson, 2006 dalam Suparmi
dkk,2009
Rumput laut ini merupakan salah satu kelompok tumbuhan laut yang
mempunyai sifat tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Seluruh
bagian tumbuhan disebut thallus, sehingga rumput laut tergolong tumbuhan tingkat
rendah (Susanto dan Mucktianty, 2002). Bentuk thallus rumput laut bermacam-
macam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut,
dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler)
atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus
(dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama),
pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana
tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti
gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak
bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya
dengan berbagai keanekaragaman warna.

2.2 Jenis Rumput Laut


2.2.1 Rumput Laut Hijau (Chlorophyta)
Rumput laut hijau dikenal sebagai bahan sayur mayur dengan karakteristik
thalli mengandung khlorofil a, b, lamda, beta, gama, karoten, santhofil dan thilakoid.
Komposisi plastida terdapat pirenoid, dinding sel mengandung sellulose dan
mannan. Persedian makanan didalam thalli berupa kanji (starch), protein, asam
amino dan lemak. Kandungan kimia esensial yang paling menonjol adalah vitamin C
banyak dijumpai dari marga Caulerpa mencapai 1000 - 32001.U/mg dan rumput laut
hijau mengandung koloid berkadar rendah (Dubinsky et al 1978). Di bidang
peternakan rumput laut hijau sebagai bahan industri pakan campuran ternak. Di
beberapa negara rumput laut ini digunakan dalam industri makanan yakni sebagai
pembungkus makanan dan langsung dapat dimakan. Di restoran Cina disajikan
dalam bentuk segar sebagai sayuran dan lalap. Kelompok rumput laut hijau dikenal

4
sebagai "Sea vegetable"sebagai obat anti jamur, anti bakteri dan tekanan darah tinggi
(Trono dan Ganzon1988 dalam Kadi,2004 ).

2.2.2 Rumput Laut Coklat (Phaeophyta)


Rumput laut ini lebih dikenal sebagai penghasil algin dan iodine. Karakteristik
kandungan thalli lebih didominasi oleh pigmen dengan khlorofil a, c, beta karoten,
violassantin dan fucosantin. Plastida terdapat pirenoid dan thilakoid. Persediaan
makanan dalam thalli berupa laminarin (beta 1-3 ikatan glucan). Dinding sel
mengandung asam alginik dan garam alginat. Kandungan koloid yang paling utama
adalah algin yang diekstrak dari marga Sargassum, Turbinaria dan Macrocystis.
Koloid algin dalam dunia perdagangan disebut asam alginik. Algin dalam bentuk
derivat garam dinamakan garam alginat terdiri dari sodium alginat, potasium alginat
dan amonium alginat. Garam alginat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan
alkali. Koloid Fucoidin terdapat dalam Macrocystis dan Laminaria dalam bentuk
ester dari kandungan polisacharida dan asam sulflrik. Kandungan koloid algin dalam
industri kosmetik digunakan sebagai bahan pembuat sabun, fomade, cream, body
lution, sampo dan cat rambut. Di bidang industri farmasi, digunakan sebagai bahan
pembuat pembuat kapsul obat, tablet, salep, emulsifier, suspensi dan stabilizer. Di
bidang pertanian sebagai bahan campuran insektisida dan pelindung kayu, sedangkan
di bidang industri makanan digunakan sebagai bahan saus, dan campuran mentega.
Manfaat lainnya digunakan dalam industri fotografi, kertas, tekstil dan keramik. Di
bidang kesehatan iodine yang terkandung di dalam rumput laut coklat dari kelompok
"alginofit" dapat digunakan sebagai obat pencegah penyakit gondok (Kadi,2004).

2.2.3 Rumput Laut Merah (Rhodophyta)


Rumput laut merah ini di kenal sebagai penghasil karagenan dan agar.
Karakteristik thalli mengandung figmen ficobilin dari ficoerithrin yang berwarna
merah dan bersifat adaptasi kromatik. Proforsi figmen dapat menimbulkan
bermacam-macam warna thalli seperti warna coklat, violet, merah tua, merah muda,
dan hijau. Dinding sel terdapat sellulose, agar, karagenan, profiran, dan furselaran.
Persedian makanan dalam thalli berupa kanji (floridan starch). Rumput laut merah
mempunyai kandungan koloid utama adalah karagenan dan agar. Karagenan
diekstrak dari marga Eucheuma, Gigartina, Rhodimenia dan Hypnea. Koloid agar
diekstrak dari Gracilaria, Gelidium, Gelidiopsis dan Gelidiella. Di dunia

5
perdagangan rumput laut merah ada dua kelompok yakni karagenofit dan agaroflt.
Karagenan lebih dikenal sebagai asam karagenik. Koloid karagenan dalam bentuk
derivat garam dinamakan karagenat terdiri dari potasium karagenat dan calcium
karagenat. Rumput laut merah penghasil agar sering disebut sebagai asam sulfirik
atau asam agarinik. Bentuk derivat garam berupa calcium agarinat, magnesium
agarinat, potasium agarinat dan sodium agarinat (Kadi,2004).
1). Kelompok Agaroflt yakni rumput laut merah penghasil koloid agar dan
asam agarinik, diperoleh dari marga utama Gracilaria, Ahnfeltis, Acanthopeltis,
Gelidium, Gelidiopsis dan Gelidiella. Di dunia industri kelompok ini dimanfaatkan
sebagai bahan makanan. Di bidang kedokteran "Agar"atau sering disebut "Agar
Rose" jenis ini digunakan untuk media biakan bakteri. Di sektor pertanian digunakan
sebagai media tumbuh jaringan tanaman (tissue-culture), sedangkan di bidang
kesehatan sebagai obat anti disentri/diare dan anti gondok (Kadi,2004).
2). Kelompok karagenofit yakni rumput laut merah penghasil koloid
karagenan, asam karagenik dan garam karagenat. Koloid karagenan mempunyai
fraksi iota dan kappa. Fraksi iota kandungan koloid karagenan larut dalam air dingin,
dapat diperoleh dari jenis Eucheuma spinosum, Eucheuma isiforme dan Eucheuma
uncinatum. Fraksi kappa kandungan koloid karagenan larut dalam air panas, dapat
diperoleh dari jenis Eucheuma cottonii, Eucheuma edule dan Acanthophora.
Karagenan dari kelompok ini dimanfaatkan dalam industri makanan. Karaginan
dapat dimanfaatkan seperti al-gin, sebagai bahan kosmetik, farmasi, pasta gigi dan
salep. Khasiat lain dari marga Acanthophora dapat digunakan sebagai obat alami anti
mikroba dan anti kesuburan (Wahidulla et al. 1986 dalam Kadi,2004 ).

2.3 Nutrisi yang Terkandung dalam Rumput Laut


2.3.1 Polisakarida dan Serat
Rumput laut mengandung sejumlah besar polisakarida. Polisakarida tersebut
antara lain alginat dari rumput laut coklat, karagenan dan agar dari rumput laut
merah dan beberapa polisakarida minor lainnya yang ditemukan pada rumput laut
hijau (Anggadiredja et al, 2002). Kebanyakan dari polisakarida tersebut bila bertemu
dengan bakteri di dalam usus manusia, tidak dicerna oleh manusia, sehingga dapat
berfungsi sebagai serat. Kandungan serat rumput laut dapat mencapai 30-40% berat
kering dengan persentase lebih besar pada serat larut air. Kandungan serat larut air
rumput laut jauh lebih tinggi dibanding dengan tumbuhan daratan yang hanya

6
mencapai sekitar 15% berat kering (Burtin, 2003). Kandungan polisakarida yang
terdapat di dalam rumput laut berperan dalam menurunkan kadar lipid di dalam
darah dan tingkat kolesterol serta memperlancar sistem pencernaan makanan.
Komponen polisakarida dan serat juga mengatur asupan gula di dalam tubuh,
sehingga mampu mengendalikan tubuh dari penyakit diabetes. Beberapa polisakarida
rumput laut seperti fukoidan juga menunjukkan beberapa aktivitas biologis lainyang
sangat penting bagi dunia kesehatan. Aktivitas tersebut seperti antitrombotik,
antikoagulan, antikanker, antiproliferatif (antipembelahan sel secara tak terkendali),
antivirus, dan antiinflamatori (antiperadangan) (Burtin, 2003; Shiratori et al, 2005).

2.3.2 Mineral
Kandungan mineral rumput laut tidak tertandingi oleh sayuran yang berasal
dari darat. Fraksi mineral dari beberapa rumput laut mencapai lebih dari 36% berat
kering. Dua mineral utama yang terkandung pada sebagian besar rumput laut adalah
iodin dan kalsium (Fitton, 2005). Laminaria sp., rumput laut jenis coklat merupakan
sumber utama iodin karena kandungannya mampu mencapai 1500 sampai 8000 ppm
berat kering. Rumput laut juga merupakan sumber kalsium yang sangat penting.
Kandungan kalsium dalam rumput laut dapat mencapai 7% dari berat kering dan 25-
34% dari rumput laut yang mengandung kapur (Ramazanov, 2006). Kandungan
mineral seperti yang telah disebutkan di atas memberikan efek yang sangat baik bagi
kesehatan. Iodin misalnya, secara tradisional telah digunakan untuk mengobati
penyakit gondok. Iodin mampu mengendalikan hormon tiroid, yaitu hormon yang
berperan dalam pembentukan gondok. Mereka yang telah membiasakan diri
mengkonsumsi rumput laut terbukti terhindar dari penyakit gondok karena
kandungan iodin yang tinggi di dalam rumput laut. Kandungan mineral lain yang
juga tak kalah penting adalah kalsium. Konsumsi rumput laut sangat berguna bagi
ibu yang sedang hamil, para remaja, dan orang lanjut usia yang kemungkinan dapat
terkena risiko kekurangan (defisiensi) kalsium (Fitton, 2005).

2.3.3 Protein
Kandungan protein rumput laut coklat secara umum lebih kecil dibanding
rumput laut hijau dan merah. Pada rumput laut jenis coklat, protein yang terkandung
di dalamnya berkisar 5-15% dari berat kering, sedangkan pada rumput laut hijau dan
merah berkisar 10-30% dari berat kering. Beberapa rumput laut merah, seperti

7
Palmaria palmate (dulse) dan Porphyra tenera (nori), kandungan protein mampu
mencapai 35-47% dari berat kering (Mohd Hani Norziah et al, 2000). Kadar ini lebih
besar bila dibandingkan dengan kandungan protein yang ada di sayuran yang kaya
protein seperti kacang kedelai yang mempunyai kandungan protein sekitar 35% berat
kering (Almatsier, 2005).

2.3.4 Lipid dan Asam Lemak


Lipid dan asam lemak merupakan nutrisi rumput laut dalam jumlah yang kecil.
Kandungan lipid hanya berkisar 1-5% dari berat kering dan komposisi asam lemak
omega 3 dan omega 6 (Burtin, 2003). Asam lemak omega 3 dan 6 berperan penting
dalam mencegah berbagai penyakit seperti penyempitan pembuluh darah, penyakit
tulang, dan diabetes (Almatsier, 2005). Asam alfa linoleat (omega 3)banyak
terkandung dalam rumput laut hijau, sedangkan rumput laut merah dan coklat
banyak mengandung asam lemak dengan 20 atom karbon seperti asam
eikosapentanoat dan asam arakidonat (Burtin, 2005). Kedua asam lemak tersebut
berperan dalam mencegah inflamatori (peradangan) dan penyempitan pembuluh
darah. Hasil penelitian membuktikan bahwa ekstrak lipid beberapa rumput laut
memiliki aktivitas antioksidan dan efek sinergisme terhadap tokoferol (senyawa
antioksidan yang sudah banyak digunakan) (Anggadiredja et al., 1997; Shanab,
2007).

2.3.5 Vitamin
Rumput laut dapat dijadikan salah satu sumber vitamin B, yaitu vitamin B12
yang secara khusus bermanfaat untuk pengobatan atau penundaan efek penuaan
(antiaging), Chronic Fatique Syndrome (CFS), dan anemia (Almatsier, 2005). Selain
vitamin B, rumput laut juga menyediakan sumber vitamin C yang sangat bermanfaat
untuk memperkuat sistem kekebalantubuh, meningkatkan aktivitas penyerapan usus
terhadap zat besi, pengendalian pembentukan jaringan dan matriks tulang, dan juga
berperan sebagai antioksidan dalam penangkapan radikal bebas dan regenerasi
vitamin E (Soo-Jin Heo et al, 2005). Kadar vitamin C dapat mencapai 500-3000
mg/kg berat kering dari rumput laut hijau dan coklat, 100-800 mg/kg pada rumput
laut merah. Vitamin E yang berperan sebagai antioksidan juga terkandung dalam
rumput laut. Vitamin E mampu menghambat oksidasi Low Density Lipoprotein
(LDL) atau kolesterol buruk yang dapat memicu penyakit jantung koroner

8
(Ramazanov, 2005). Ketersediaan vitamin E di dalam rumput laut coklat lebih tinggi
dibanding rumput laut hijau dan merah. Hal ini dikarenakan rumput laut coklat
mengandung α, β, dan γ-tokoferol, sedangkan rumput laut hijau dan merah hanya
mengandung α- tokoferol (Fitton, 2005). Di antara rumput laut coklat, kadar paling
tinggi yang telah diteliti adalah pada Fucuceae, Ascophyllum dan Fucus sp yang
mengandung sekitar 200-600 mg tokoferol/kg berat kering (Ramazanov, 2006).

2.3.6 Polifenol
Polifenol rumput laut dikenal sebagai florotanin, memiliki sifat yang khas
dibandingkan dengan polifenol yang ada dalam tumbuhan darat. Polifenol dari
tumbuhan darat berasal dari asam galat, sedangkan polifenol rumput laut berasal dari
floroglusinol (1,3,5-trihydroxybenzine). Kandungan tertinggi florotanin ditemukan
dalam rumput laut coklat, yaitu mencapai 5- 15% dari berat keringnya (Fitton, 2005).
Polifenol dalam rumput laut memiliki aktivitas antioksidan, sehingga mampu
mencegah berbagai penyakit degeneratif maupun penyakit karena tekanan oksidatif,
di antaranya kanker, penuaan, dan penyempitan pembuluh darah. Aktivitas
antioksidan polifenol dari ekstrak rumput laut tersebut telah banyak dibuktikan
melalui uji in vitro sehingga tentunya kemampuan antioksidannya sudah tidak
diragukan lagi (Soo-Jin Heo et al, 2005; Shanab, 2007). Selain itu, polifenol
jugaterbukti memiliki aktivitas antibakteri, sehingga dapat dijadikan alternatif bahan
antibiotik. Salah satunya terbukti bahwa rumput laut mampu melawan bakteri
Helicobacter pylori, penyebab penyakit kulit (John dan Ashok, 1986; Fitton, 2005).

2.4 Pemanfaatan Rumput Laut sebagai Sumber Pangan


Di Jepang, Cina, Korea, Eropa serta Amerika, rumput laut telah lama
digunakan sebagai makanan dan obat-obatan. Berbagai produk olahan rumput laut
antara lain, kombu, wakame, nori, mozuku, kanten dan hijiki telah banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Jepang. Di Indonesia, rumput laut telah dimanfaatkan
sebagai sayuran, terutama oleh masyarakat pesisir. Jenis rumput laut di Indonesia
yang banyak dimanfaatkan mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, 25-35%
protein dari berat kering, mineral (terutama iodine), lipid, sterol, asam amino,
omega-3& omega-6, anti oksidan, hormon pertumbuhan, polifenol, dan flavonoid
serta vitamin C (didalamnya berkisar 1,5 kali dari buah jeruk). Beraneka macam

9
pemanfaatan yang dilakukan untuk mengolah rumput laut dijumpai sangat bervariasi
bergantung dari waktu dan letak geografis wilayahnya.

2.4.1 Skala industri


Beberapa hasil olahan rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi terdiri dari:
a. Selai Rumput Laut
Selai rumput laut adalah produk makanan semi basah, Proses pembuatan selai
rumput laut hasil percobaan meliputi pencucian 1 kg (1000 g) rumput laut basah,
penggilingan dengan blender rumput laut 1000 g dengan penambahan air 150 ml,
penambahan gula pasir 700 g, pemanasan sampai mendidih, penambahan essens 2
sdt, asam sitrat 2 g, natrium benzoat 1 sdt, pemanasan sampai mendidih, pengemasan
dalam keadaan panas di dalam cup plastik lalu direkatkan (sealing). Terkadang pada
pembuatan selai dilakukan penambahan essens nanas, hal ini sangat perlu dilakukan
karena rumput laut masih mempunyai aroma air laut yang khas, sehingga dengan
penambahan essens nanas diharapkan dapat menutupi bau dan memberikan warna
yang menarik pada produk selai rumput laut. Pada selai rumput laut dilakukan
penambahan asam sitrat. Hal ini bertujuan selain sebagai pemberi flavor juga
berfungsi untuk menurunkan pH (Wonggo,2010).
b. Serbuk Minuman Instan
Rumput laut kering yang telah dibersihkan kemudian dilakukan
pemasakan/kristalisasi, pengeringan dan pengayakan sehingga akan dihasilkan
serbuk rumput laut yang diinginkan. Tujuan dari pengeringan adalah untuk
mengurangi kadar air bahan sehingga lebih awet dan mudah dalam pengangkatan
karena volume dan beratnya menjadi lebih kecil. Pembuatan minuman instan
dilakukan melalui dua tahapan utama yaitu, pemasakan (kristalisasi) dan
pengeringan. Masing-masing bahan dilakukan kristalisasi untuk mendapatkan hasil
serbuk yang baik. Minuman serbuk instan rumput laut ini bisa dikemas dalam
kemasan praktis dan menarik sehingga membuat sangat menarik minat konsumen.
Dalam penyajiannya dapat langsung ditambah dengan air dengan suhu 90°-120°C,
diaduk dan siap untuk diminum. Produk minuman instan yang diujikan dibuat
dengan melarutkan 3 gram serbuk instan dalam 100 ml air. Berdasarkan SNI 01-
4320-1996, serbuk minuman tradisional adalah produk bahan minuman berbentuk
serbuk atau granula yang dibuat dari campuran rempah-rempah dan gula dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain atau tambahan makanan yang diizinkan.

10
c. Agar-agar
Manfaat utama agar-agar adalah sebagai bahan pemantap, penstabil,
pengemulsi, pengental, penjernih dan pembuat gel. Agar-agar paling banyak
digunakan sebagai hidrokoloid, terutama pada pangan, farmasi dan kosmetika.Pada
industri makanan, agar-agar digunakan untuk meningkatkan viskositas sup dan saus,
serta dalam pembuatan fruit jelly.
Pada Eropa dan Amerika, agar-agar digunakan sebagai bahan pengental dalam
industri es krim, jeli, permen dan pastry. Agar-agar juga digunakan dalam
pembuatan es krim dan keju untuk mengatur keseimbangan dan memberikan
kehalusan. Agar-agar juga digunakan sebagai penjernih pada berbagai industri
minuman seperti bir, kopi, anggur, dan penstabil pada minuman cokelat.
Selain digunakan dalam industri makanan, agar-agar juga digunakan dalam
industri farmasi, yaitu sebagai bahan baku kapsul pembungkus obat dan vitamin
serta campuran obat pencahar dan pasta gigi. Di bidang kesehatan, agar-agar dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya beberapa jenis penyakit karena mampu
menurunkan kadar kolesterol dan gula darah. Melalui fungsi tersebut agar-agar dapat
mencegah penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus. (Freshwater, D. W,
2009).
d. Karaginan
Pemanfaatan karaginan dalam pembuatan berbagai produk sebagai pembentuk
gel atau penstabil, pensuspensi, dan pembentuk tekstur emulsi. Beberapa produk
yang menggunakan karaginan adalah jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol,
gel ikan, nugget, dan produk susu. Karaginan juga digunakan dalam industri
kosmetika, tekstil, cat, obat, dan pakan ternak. Sekitar 80% karaginan digunakan
dalam bidang industri makanan, farmasi dan kosmetika.
e. Alginat
Alginat digunakan dalam industri farmasi sebagai sebagai emulsifier,
stabilizer, serta suspending agent dalam pembuatan tablet, kapsul, plester, filter,
sebagai obat pencahar atau peluntur, serta campuran bahan pencetak contoh gigi.
Pada industri kosmetika, alginat berfungsi sebagai pengemulsi dalam pembuatan
krim, losion, shampo, dan cat rambut.
Alginat juga dimanfaatkan dalam industri makanan sebagai bahan pembuat es
krim, roti, kue, mentega, saus, selai, sirup dan puding. Selain itu, alginat juga

11
digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri tekstil, kertas, keramik, fotografi,
insektisida, pestisida dan bahan pengawet kayu (Cloutier, R, 2009).

2.4.2 Skala Rumah Tangga


Pada proses pengolahan produk sederhana rumput laut biasanya berupa
hidangan penutup. Salah satu keistimewaan hasil olahan tersebut terletak pada
bentuk rumput laut yakni masih seperti bentuk aslinya. Salah satu Bahan jenis yang
digunakan adalah Eucheuma cotonii yang telah dikeringkan.
Pengeringan bahan tersebut telah dikerjakan oleh petani rumput laut. Caranya,
rumput laut yang baru saja dipetik dicuci dengan air tawar sambil dibersihkan dari
segala kotoran, baik pasir, kerang, karang ataupun jenis rumput yang lain. Setelah itu
baru dikeringkan sampai benar-benar kering. Rumput laut yang telah dikeringkan
dapat disimpan sampai berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun.

2.5 Prospek Pengembangan Rumput Laut Di Indonesia


Salah satu penyebab keprihatinan dalam pembangunan sektor kelautan adalah
belum optimalnya pemanfaatan potensi kelautan (yang salah satunya adalah rumput
laut). Realisasi pemanfaatan rumput laut baik yang dipanen liar maupun budidaya
masih jauh dari potensi lestari yang ada, dan masih jauh berada dibawah negara-
negara tetangga yang kondisi dan potensi rumput lautnya lebih kecil dari Indonesia.
Sebagai contoh adalah Filipina, walau hanya memiliki garis pantai sepanjang 36.289
km, terbukti Filipina mampu menjadi negara pengekspor rumput laut terbesar di
dunia. Dilaporkan dalam Manila Times, bahwa sebenarnya Filipina memiliki
kekhawatiran jika Indonesia menjadi eksportir terbesar di dunia (Anonim, 2006). Hal
ini sangat beralasan, karena Indonesia memiliki kekuatan dan potensi untuk bersaing
dengan Filipina. Secara de facto, Indonesia memiliki lautan, pantai dan
keanekaragaman rumput laut yang lebih besar dari Filipina. Walaupun telah
dikarunai lautan dengan potensi keanekaragaman yang tinggi, tenaga kerja
melimpah, namun mengapa hingga saat ini bangsa Indonesia belum tergugah untuk
menggali rumput laut, padahal rumput laut dengan segenap produk hilirnya bila
dimanfaatkan dengan benar mampu menghasilkan 8 miliar dolar AS pertahun atau
kurang lebih 2 miliar lebih besar dari keseluruhan ekspor tekstil kita per tahun .
Menurut Dahuri (2005) baik dalam program jangka pendek maupun panjang, rumput

12
laut khususnya bidang bioteknologi rumput laut termasuk sektor ekonomi kelautan
yang layak dikembangkan untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa.

13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Potensi wilayah serta biodiversitas rumput laut, sebenarnya merupakan salah
satu kunci untuk mendukung pengembangan rumput laut di Indonesia. Akan tetapi
penguasaan teknologi dalam upaya pengolahan aneka maam manfaat rumput laut di
negri ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan Negara lain. Negara lain
telah mampu menghasilkan rumput laut dalam bentuk berbagai macam olahan,
sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi. Untuk itu diperlukan suatu inovasi
tertentu dalam teknik pengolahan rumput laut agar nilai ekspor rumput laut
Indonesia dapat bersaing di pasar internasional.

3.2 Saran
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa rumput laut merupakan sumber
daya yang berpotensi untuk dimanfaatkan di berbagai aspek kehidupan, termasuk
aspek kesehatan dan industri. Tentunya setelah mengetahui manfaat rumput laut
dalam aspek industri dan kesehatan, masyarakat akan semakin terbuka pikirannya
untuk mengembangkan potensi rumput laut ini. Akan sangat disayangkan, Indonesia
yang memiliki kekayaan laut yang melimpah dan bermanfaat bagi kesehatan namun
masyarakatnya hidup tidak sehat dan miskin karena tidak mengetahui pemanfaatan
sumber kekayaan itu. Kedepannya, diharapkan produksi rumput laut akan lebih stabil
dan mudah diperoleh, baik yang berasal hasil budidaya maupun sedian alam beserta
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta

Anggadiredja, J. S., Irawati dan Kusmiyati. 1996. Potensi dan Manfaat Rumput Laut
Dalam Bidang Farmasi. Seminar Nasional Industri Rumput Laut. Jakarta:
BPPT.

Anonim, 2006. Kebutuhan sehari. http://vegeta.co,id (Diakses tanggal 17 April 2018


Pukul 20.17 Wib).

Burtin, Patricia. 2003. Nutritional Value of Seaweeds. Electron. J. Environ. Agric.


Food Chem. 2(4): 498-503.

Cloutier, R. 2009. Phaeophyta. http://kankoku.myweb.uga.edu/phaeophyta.html


(diakses 17 April 2018 Pukul 19.21 Wib)

Dahuri, R. 1998. Coastal Zone Management in Indonesia: Issues and Approaches.


Journal of Coastal Development 1, No. 2. 97-112.

Dewi, R. 2012. Potensi Sumberdaya Rumput Laut. Jurnal Harpodon Borneo. 5(2):
125-129

Dubinsky, Z. T., Bernerand, S. 1978. Potential of large algae culture for biomss and
lipid production in Prid Lands. In : Biotechnology in energy production and
conservation. ( C. D. Scott ed.). Biotechnology and Bioengenering Symp. S.
John wille & Sons :51-68.

Fitton, H. 2005. Marine Algae and Health : A Review of The Scientific and
Historical Literature.

Fitton, H. 2005. Marine Algae and Health: A Review of The Scientific and Historical
Literature.

Freshwater, D.W. 2009. Rhodophyta. http://tolweb.org/Rhodophyta (Diakses 17


April 2018 Pukul 21.30 Wib)

Kadi, A. 2004. Potensi Rumput Laut di Beberapa Perairan Pantai Indonesia. Oseana.
23(4):25-36.

15
Kimball, J. W. 1992. Biologi Jilid 3, Edisi kelima. Terjemahan Soetarmi T. dan
Nawangsari S. Erlangga. Jakarta.

Mohd Hani, N., Chio Y. C. 2000. Nutritional composition of edible seaweed


Gracilaria changgi. Food Chemistry 68: 69-76.

Ramazanov, Z., 2006. New wave of health from the sea. Nutraceuticals World 2(6):
38-39.

Soo-Jin Heo, Pyo-Jam Park, Eun-Ju Park, Se-Kwon Kim, dan You-Jin Jeon. 2005.
Antioxidant activity of enzymatic extracts from a brown seaweed Ecklonia
cava by electron spin resonance spectrometry and comet assay. Eur Food Res
Technol 221:41–47.

Suparmi., Achmad, S. 2009.Mengenal Potensi Rumput Laut: Kajian Pemanfaatan


Sumber Daya Rumput Laut Dari Aspek Industri dan Kesehatan . Sultan Agung
44(118): 95-116

Surati., Nur, I., Siti, H. 2016. Potensi Rumput Laut sebagai Bahan Dasat Pembuat
Makanan. Jurnal

Susanto, A. B dan A. Mucktiany. 2002. Strategi Pengembangan Rumput Laut Pada


SMK dan Community College. Pros. Seminar Riptek Kelautan Nasional.

Wawa, J. E. 2005. Pemerintah Provinsi Harus Segera Menyiapkan Lahan


Pembibitan. Kompas, 27 Juli 2005. www.kompas.com (19 April 2018 Pukul
10.26 Wib)

Wonggo, D. 2010. Penerimaan Konsumen Terhadap Selai Rumput Laut. Jurnal


Perikanan dan Kelautan. 4(1):51-53

16

Anda mungkin juga menyukai