Anda di halaman 1dari 26

Nama MK : Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja

Nama Dosen: dr. Furqan Naiem, M.Sc, Ph.D

ASPEK-ASPEK EVALUASI DALAM PELAKSANAAN PEMANTAUAN

LINGKUNGAN KERJA

ARIF ATUL MAHMUDAH DULLAH

P180 1209 007

KONSENTRASI KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2010
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………..1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………4

C. Tujuan……………………………………………………………………....4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Kerja………………………………………….…5

B. Pemantauan Lingkungan Kerja……………………………………..…10

C. Jenis dan Tujuan Pemantauan/Pemeriksaan Lingkungan Kerja…..12

D. Tahapan Dalam Melakukan Upaya Pemeriksaan

Lingkungan Industri..........................................................................15

E. Aspek-Aspek Yang Harus Diperiksa Dalam Pemeriksaan

Pabrik dan Lingkungannya……………………………………………..16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………….20

B. Saran………………………………………………………………………21

Daftar Pustaka

Lampiran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan merupakan tempat yang dapat menjadi sumber munculnya

berbagai macam jenis gangguan kesehatan. Demikian pula dengan lingkungan

kerja. Karyawan sebagai sebagai sumber daya manusia, mereka memiliki

peranan penting dalam kemajuan dan perkembangan suatu perusahaan. Oleh

karena itu, karyawan harus mendapat perlindungan keselamatan dan

kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan agar tetap produktif.

Berdasarkan laporan Global Estimates Fatalities in 2002 Organisasi

Perburuhan Internasional (ILO), sebanyak 6.000 pekerja di seluruh dunia

kehilangan nyawa mereka setiap hari akibat kecelakaan, luka-luka, serta

berbagai penyakit di tempat kerja. Selain itu, setiap tahun tercatat sekitar

400.000 kematian terjadi akibat zat-zat berbahaya di tempat kerja. Jumlah ini

merupakan bagian dari sekitar dua juta kecelakaan kerja dan 160 juta penyakit

yang dialami akibat bekerja.

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di

Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya

angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus

kecelakaan kerja (Warta Ekonomi dalam Wirahadikusumah, 2006) Hal ini

tentunya sangat memprihatinkan, padahal karyawan merupakan aset yang

sangat penting dalam suatu perusahaan.

Di Indonesia, sesuai data BPS tahun 2000, jumlah angkatan kerja

tercatat 95.6650.961 orang pekerja, yang terdiri dari 58.779.722 laki-laki, dan
36.871.239 perempuan, dimana sekitar 70 % - 80 % nya bekerja pada sektor

informal baik di pedesaan maupun di perkotaan (Bank Data Depkes RI, 2003).

Indonesia berada pada urutan ke 52 dari 53 negara dengan angka

keselamatan kerja terendah di seluruh dunia. Berdasarkan data dari PT.

Jamsostek, tahun 2002 hingga Januari 2005 tercatat terjadi 305.068 kasus

kasus kecelakaan kerja. Dari jumlah itu, korban meninggal dunia mencapai

5.387 orang, cacat total 551, cacat sebagian 20.176, cacat fungsi 9.119, dan

yang berhasil sembuh adalah 269.835 orang. Akibat kecelakaan kerja tersebut,

sejak Januari 2002 - Januari 2005 PT Jamsostek telah membayar klaim

santunan senilai Rp293,44 miliar, serta penggantian biaya mencapai Rp 242,7

miliar. Ini belum termasuk dana yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan. Di

tahun 2007, jumlah kecelakaan kerja sebanyak 65.474 kasus , dimana terdapat

1.451 orang yang meninggal, cacat tetap 5.326 orang dan sembuh tanpa cacat

58.697 orang. Selain itu, tingkat pelanggaran peraturan perundangan

ketenagakerjaan tahun 2007 sebanyak 21.386 pelanggaran.

(jurnalindonesia.com, 2008)

Pada tahun 2002, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa

Wea menyatakan keprihatinannya terhadap keselamatan kerja, dengan

menyebutkan bahwa kecelakaan kerja menyebabkan hilangnya 71 juta jam

orang kerja [71 juta jam yang seharusnya dapat secara produktif digunakan

untuk bekerja apabila pekerja-pekerja yang bersangkutan tidak mengalami

kecelakaan] dan kerugian laba sebesar 340 milyar rupiah (Markkaen. 2004)

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu persyaratan

untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan, di samping itu K3 adalah hak

asasi setiap tenaga kerja. Di era globalisasi dari pasar bebas Asean Free
Trade (AFTA) dan World Trade Organisazation (WTO) serta Asian Pasific

Economic Community (APEC) yang akan berlaku tahun 2020, dan untuk

memenangkan persaingan bebas ternyata kesehatan dan keselamatan kerja

juga menjadi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri (Sutjana,

2006).

Hal ini bisa disebabkan antaralain oleh karena kondisi lingkungan kerja

yang tidak mendukung, artinya tidak memenuhi syarat-syarat yang baik yang

dapat menjamin bahwa kesehatan pekerja dapat tetap terjamin aman dari risiko

kecelakaan dan kesakitan selama bekerja.

Menurut Mukono (2000), kegiatan bidang industri sering merupakan

sumber masalah gangguan terhadap kesehatan. Studi kasus menunjukan

bahwa pabrik yang aman adalah pabrik yang efisien, apalagi untuk pabrik yang

luas dan besar, aman dari produktivitas. Pekerja pada pabrik yang aman dapat

meningkatkan pengembangan kuantitas dan kualitas dan berhenti memikirkan

kekurangan kesejahteraan yang akan diterima.

Untuk meminimalisir kerugian, lebih baik melakukan tindakan

pencegahan dari pada melakukan perbaikan setelah terjadi kecelakaan.

Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan

lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan kerja

dan penyakit akibat kerja serta bebas dari pencemaran lingkungan menuju

produktivitas sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.1

Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

Pemantauan/pengawasan lingkungan kerja adalah salah satu cara

untuk proses evaluasi lingkungan industri untuk menghindarkan bahaya dalam

keseluruhan kegiatan agar seluruh karyawan dan pihak yang beraktifitas


didalamnya dapat tetap produktif dan sehat bukan hanya pada saat kerja tetapi

juga pada masa setelah kerja

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja ruang lingkup dan determinan-determinan yang mempengaruhi

kesehatan kerja?

2. Apa yang dimaksud dengan pemantauan lingkungan kerja?

3. Apa saja jenis pemantauan/pemeriksaan lingkungan industri?

4. Apa tujuan pemantauan/pemeriksaan lingkungan industri?

5. Bagaimanakah tahapan dalam melakukan pemeriksaan lingkungan

industri?

6. Aspek-aspek apa yang di harus diperiksa dalam pemeriksaan pabrik dan

lingkungannya?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui ruang lingkup dan determinan-determinan yang

mempengaruhi kesehatan kerja

2. Untuk mengetahui defenisi pemantauan lingkungan kerja

3. Untuk mengetahui jenis dan pemantauan/pemeriksaan lingkungan

industri

4. Untuk mengetahui tujuan pemantauan/pemeriksaan lingkungan industri

5. Untuk mengetahui tahapan dalam melakukan pemeriksaan lingkungan

industri

6. Untuk mengetahui aspek-aspek yang di harus diperiksa dalam

pemeriksaan pabrik dan lingkungannya


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah merupakan aplikasi kesehatan

masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor

dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja adalah

masyarakat pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut.

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara

kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja

dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri

maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja

yang optimal (UU kesehatan Tahun 1992 Pasal 23)

Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat

pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-

usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau

gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja

(Notoatmodjo, 2008).

Tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau

terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering

dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat

sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal

2, termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan

sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan


tempat kerja tersebut (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 1970)

Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa secara implisit rumusan

atau batasan ini, bahwa kesehatan kerja mencakup dua hal, yakni:

pertama, sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja

setinggi-tingginya. Tenaga kerja disini mencakup antara lain: buruh atau

karyawan, petani, nelayan , pekerja alat untuk meningkatkan produksi,

yang berlandaskan kepada meningkatnya efisiensi dan produktivitas

(Sumakmur, 1991 dalam Notoatmodjo, 2003)

Menurut Notoatmodjo (2007) tujuan kesehatan kerja adalah sebagai

berikut:

a. Pencegahan dan pemberatan penyakit-penyakit dan kecelakaan-

kecelakaan akibat kerja

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja

c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja

d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta

kenikmatan kerja

e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar

terhindar dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh

perusahaan tersebut

f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin

ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan

Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga

kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung
oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan

kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif

antaralain : suhu ruangan yang nyaman, penerangan/pencahayaan yang

cukup, bebas dari debu, sikap dan badan yang baik, alat-alat kerja yang

sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomic) dan sebagainya.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut diatas diperlukan suatu

prakondisi yang menguntungkan bagi masyarakat pekerja tersebut. Menurut

Notoatmodjo, prakondisi (determinan) kesehatan kerja meliputi 3 faktor

utama yaitu;

1. Beban Kerja

Beban kerja dapat berupa beban fisik, beban mental, atau beban sosial

sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Seorang kuli angkat junjung di

pelabuhan sudah tentu akan memikul beban fisik lebih besar dari pada

beban mental dan sosial. Sebaliknya, seorang petugas beacukai pelabuhan

akan menanggung beban mental dan social lebih berat dari pada beban

fisiknya.

2. Beban Tambahan

Beban tambahan dapat dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu:

a. Faktor fisik, misalnya: penerangan/pencahayaan yang tidak cukup, suhu

udara yang panas, kelembaban yang tinggi atau suara yang rendah,

suara yang bising dan sebagainya.


b. Faktor kimia, yaitu bahan-bahan kimia yang menimbulkan gangguan

kerja misalnya: bau gas, uap atau asap, debu dan sebagainya

c. Faktor biologis, yaitu binatang atau hewan dan tumbuh-tumbuhan yang

menyebabkan pandangan tidak enak mengganggu, misalnya nyamuk

lalat, kecoa, lumut, taman yang tidak teratur, dan sebagainya

d. Faktor fisiologis yakni peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran

tubuh atau anggota badan, misalnya: meja atau kursi yang terlalu tinggi

atau pendek

e. Faktor sosio-psikologis yaitu suasana kerja yang tidak harmonis,

misalnya: adanya klik, gossip, atau cemburu dan sebagainya

3. Kemampuan Kerja (kapasitas kerja)

Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda dengan

seorang yang lain, meskipun pendidikan dan pengalamnnya sama, dan

bekerja pada suatu pekerjaan atau tugas yang sama. Perbedaan ini

disebabkan karena kapasitas yang dimilikinya berbeda. Kapasitas ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor antaralain: gizi dan kesehatan ibu, genetic

dan lingkungan. Selanjutnya kapasitas ini mempengaruhi dan menenutkan

kemampuan seseoarang. Kapasitas juga dipengaruhi oleh pendidikan,

pengalaman, kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin dan ukuran-ukuran

tubuh.

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga

komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan

serasi di antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik
dan optimal. Oleh sebab itu, kesehatan kerja diperlukan untuk tetap menjaga

ketiga komponen di atas agar para pekerja tetap dapat bekerja secara optimal.

Bahaya pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan

lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan

efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap

kesehatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan

masyarakat kerja perlu mendapatkan perhatian.

Menurut Buchari (2007), ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai

upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya

baik fisik maupun dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang

bertujuan untuk:

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat

pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental

maupun kesejahteraan sosialnya

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja

yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam

pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-

faktor yang membahayakan kesehatan

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaaan

yang sesuai degan kemampuan fisik dan psikis pekerjannya


Olehnya itu, strategi-strategi untuk meningkatkn kondisi-kondisi kerja harus

diperluas agar mencakup semua pekerja, khususnya pekerja – pekerja di

perusahaan baik sektro industri kecil maupun sector industri non formal.

Ergonomi dan K3 bagi semua orang di manapun berada maupun

bekerja, serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan

di era globalisasi ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan

kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua

pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh

karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan

keselamatan kerja yang baik jelas mangkir kerja karena sakit akan menurun,

biaya pengobatan dan perawatan akan menurun, kerugian akibat kecelakaan

akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang

lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan

karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat (Sutjana, 2006).

B. Pemantauan Lingkungan Kerja

Penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan dapat

disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja. Dewasa ini terdapat

kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya

kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya.

Oleh karena itu, pemantauan lingkungan kerja menjadi hal yang mutlak

di lakukan agar bahaya-bahaya yang dapat mengancam pekerja sejak awal

telah dapat diidentifikasi untuk segera dilakukan langkah pengendalian

secepatnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

pemantauan lingkungan kerja.


Pemantauan lingkungan kerja adalah proses pengamatan, pencatatan,

pengukuran, pendokumentasian secara verbal dan visual menurut prosedur

standar tertentu terhadap satu atau beberapa komponen lingkungan kerja

dengan menggunakan satu atau beberapa parameter sebagai tolok ukur

yang dilakukan secaraterencana, terjadwal dan terkendali dalam satu siklus

waktu tertentu (Hamid, 2007).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998

tentang: Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja disebutkan bahwa dalam

operasional suatu industri yang harus memenuhi aspek kesehatan yaitu:

1. Penyehatan Air

2. Penyehatan udara ruangan

3. Limbah

4. Pencahayaan ruangan

5. Kebisingan ruangan

6. Getaran di ruangan

7. Radiasi di ruangan

8. Vektor penyakit

9. Lokasi industri

10. Ruangan dan bangunan

11. Instalasi

12. Toilet
C. Jenis dan Tujuan Pemantauan/Pemeriksaan Lingkungan Kerja

Kegiatan pemeriksaan dapat berupa kegiatan regular yaitu kegiatan

pemeriksaan rutin yang terprogram. Berdasarkan pada hasil pemeriksaan

maka data profil perusahaan dapat selalu diperbaharui dan riwayat

penaatan pabrik akan selalu terdata. Selain itu, kegiatan pemeriksaan juga

dapat berupa kegiatan kunjungan incognito (courtesy). Bentuk pemeriksaan

lainnya adalah inspeksi yang dilakukan secara mendadak (sidak).

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengatahui apakah kegiatan yang

diperiksa taat kepada peraturan yang ada atau tidak, sedangkan

pemeriksaan dalam rangka Pengumpulan Bahan Keterangan (Pulbaket)

dimaksudkan untuk cross check, yaitu klarifikasi data dan mendapatkan

bukti sehubungan diterimanya informasi/laporan/pengaduan tentang

terjadinya suatu pelanggaran/kejahatan lingkungan hidup. Sifat

pemeriksaan ini adalah insidentil (Hamid, 2007).

Tujuan kegiatan pemeriksaan ini adalah:

a. Untuk meninjau, mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan dari

pihak industri, yaitu sejauh mana upaya yang telah dilakukan di dalam

memenuhi dan mentaati seluruh peraturan dan persyaratan perizinan

yang dimiliki

b. Untuk meninjau ulang (konfirmasi/revisi) dan atau memperbaharui data

informasi dari pihak industri telah didapat dan diperoleh sebelumnya

c. Untuk mengidentifikasi potensi bahan berbahaya dan beracun serta

usulan upaya penanggulangan bagi perlindungan lingkungan

d. Untuk memantau kualitas limbah cair atau emisi yang lain dan bila

diperlukan memantau kualitas ambient (badan air penerima)


e. Untuk kepentingan pengolahan data informasi yang didapat, ke dalam

suatu system pengelolaan informasi lingkungan hidup bagi penggunaan

yang lebih efektif dimasa yang akan datang

f. Untuk mengkonfirmasikan kebenaran tentang laporan atau pengaduan

tentang adanya pelanggaran atau kejahatan lingkungan hidup.

Tipe pengawasan berkaitan erat dengan tujuan pelaksanaan pengawasan

tersebut. Terdapat dua tipe pengawasan terhadap suatu kegaiatan dan/atau

usaha yaitu pengawasan yang bersifat rutin dan pengawasan mendadak atau

sering dikenal dengan sidak. Pengawasan rutin dilakukan secara kontinyu

dengan interval waktu tertentu atau berkala (missal: dilakukan setiap sebulan

sekali pada akhir bulan), sedangkan pengawasan yang bersifat mendadak

(incognito) dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Pengawasan yang

bersifat rutin dilakukan pada kondisi kegiatan dan/atau usaha yang sudah

stabil, sedangkan sidak dilakukan pada kegaitan dan/atau usaha yang sedang

bermasalah (ada kasus lingkungan). Sidak dapat dilakukan setiap saat

tergantung kebutuhan, misalnya pada jam satu dini hari tanpa pemberitahuan

terlebih dahulu kepada pihak penanggung jawab usaha atau kegiatan.

Pengawasan juga dapat digolongkan menjadi dua tipe yang lain yaitu

pengawasan oleh pihak penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sendiri

(self monitoring) dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak lain, misalnya

pemerintah atau LSM. Self monitoring bersifat rutin dan dilakukan untuk

memenuhi persyaratan izin atau peraturan yang ada. Pengawasan jenis ini

memerlukan kejujuran dari pihak penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pengawasan yang dilakukan pemerintah biasanya tidak dilakukan secara rutin


atau berkala dan bersifat sesaat, karena terbatasnya dana dan tenaga.

Tujuannya adalah sebagai cross check atas hasil pengawasan yang telah

dilakukan oleh pihak penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha. Dengan

demikian, dapat diketahui kebenaran data self monitoring yang telah

disampaikan kepada pemerintah. Pemeriksaan yang bersifat cross check ini

lebih baik dilakukan secara mendadak.

Menurut wirtjesrt ruang lingkup kegiatan pemantauan lingkungan kerja

adalah:

1) Menyusun rencana kerja pemantauan lingkungan kerja.

2) Menentukan aspek, komponen, dampak dan parameter lingkungan kerja

yan akan dipantau.

3) Menyusun prosedur pelaksanaan pemantauan yang sesuai dengan

prosedur standard operasi.

4) Membuat format-format dan formulir pemantuan serta mengisinya

dengan data yang relevan.

5) Membuat buku jurnal harian dan bulanan serta format berita acara

kegiatan pemantauan.

6) Melakukan pengukuran terhadap parameter lingkungan yang dipantau.

7) Melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel efluen dan

ambien.

8) Membuat sistem informasi lingkungan.

9) Mengelola dan menganalisis data.

10) Menyusun laporan bulanan dan rekomendasi kepada pimpinan

perusahaan.
11) Menyusun laporan per triwulan kepada, BAPEDALDA Kabupaten dan

Kota, BAPEDALDA Propinsi, BAPEDAL Regional dan BAPEDAL Pusat.

D. Tahapan dalam melakukan upaya pemeriksaan lingkungan industri

Pada umumnya kegiatan pengawasan lingkungan meliputi kegiatan

pengawasan di kawasan usaha atau kegiatan antaralain: pabrik,

pertambangan, perkapalan, pertanian, perkebunan dan di lingkungan luar

usaha atau kegiatan. Dalam kegiatan pengawasan terkandung resiko

terjadinya kecelakaan terhadap petugas pengawasan. Berdasarkan hal

tersebut, maka diperlukan pengetahuan kesehatan dan keselamatan kerja

agar terjadinya kecelakaan dapat dihindari. Pengetahuan kesehatan dan

keselamatan kerja serta adanya kehati-hatian dalam menjalankan tugas,

akan melindungi para pejabat pengawan itu sendiri. Pejabat pengawas yang

handal tidak ada artinya bila akhirnya meninggal dunia dalam menjalankan

tugas atau cacat tubuh akibat tersiram bahan kimia.

Selama melakukan pengawasan atau kegiatan pemeriksaan pabrik.

Pejabat pengawas harus bertanggung jawab terhadap keselamatan diri

sendiri dan biasanya pihak pabrik menganggap pengawas itu sudah lebih

tahu. Namun pada kegiatan tertentu misalnya di kegiatan pertambangan

minyak dan gas akan selalu diberikan pengarahan terhadap kesehatan dan

keselamatan kerja dan beberapa peralatan harus dipakai selama berada di

wilayah tersebut.

Untuk memperkecil resiko terjadinya cidera pada diri seorang

pengawas adalah dengan mempelajari beberapa aspek yang dipandang

mengandung ancaman bahaya. Industri kimia misanya, mengandung

potensi yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan karyawan.


Namun biasanya industry kimia memiliki catatan pengamanan terbaik

dibandingkan dengan industry lainnya. Hal ini dikarenakan adanya

kesadaran di dalam industry terhadapat ancaman bahaya yang potensial

dapat terjadi serta adanya penerapan prosedur yang ketat untuk

memperkecil resiko dan ancaman bahaya.

Ruang lingkup atau garis besar kerja kegiatan pemeriksaan pada

umumnya ada tiga langkah, yaitu kegiatan persiapan pemeriksaan,

pelaksanaan pemeriksaan dan kegiatan setelah pemeriksaan yang terinci

sebagai berikut:

a. Persiapan pemeriksaan

b. Pengamatan ketaatan

c. Pengumpulan data atau informasi (wawancara) dan kegiatan

pengambilan contoh (sampel), pemotretan, pembuatan sketsa

(mapping)

d. Pembuatan laporan

e. Langkah tindak lanjut kegiatan pemeriksaan, yaitu penyampaian hasil

pemeriksaan, pemberian petunjuk atau perintah, pemberian sanksi

administrasi, penindakan atau pemberian sanksi yang lebih berat

E. Aspek-Aspek Yang Di Harus Diperiksa Dalam Pemeriksaan Pabrik Dan

Lingkungannya

1. Pemeriksaan kegiatan pabrik

a. Pemeriksaan proses produksi

b. Jenis produk dan kapasitas produksi. Lakukan pengecekkan

terhadap log book atau catatan produk harian

c. Lay out pabrik, tata letak pabrik dan luas pabrik


d. Peta drainase pabrik dan sistem pemipaannya

e. Jenis dan jumlah limbah (cair, air limbah, padat dan gas)

f. Pemeriksaan saluran limbah dan pemeriksaan saluran bypass atau

saluran yang berpotensi menjadi saluran bypass

g. Upaya-upaya untuk meminimalisasi limbah

h. Proses yang diterapkan dalam rangka meminimalisasi limbah,

menggunakan kembali limbah, mendaur ulang limbah dan

penghindaran timbulnya limbah yang lebih banyak.

2. Proses pengolahan air limbah

Proses pengolahan air limbah yang perlu dilakukan pengawasan atau

pemeriksaan adalah

a. Cara teknologi pengolahan air limbah yang diterapkan

b. Bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan limbah

c. Kapasitas instalasi pengolahan air limbah

d. Skema pengolahan air limbah

e. Potensi adanya pencampuran atau pengenceran

f. Potensi adanya pencampuran antara air hujan dengan air limbah

g. Potensi adanya pencampuran antara air pendingin dengan air limbah

h. Pengelolaan air boiler pada waktu blow down atau over hand.

Kegiatan pengecekan debit dan parameter penting pada air boiler

yang akan dibuang

i. Jumlah atau debit air limbah yang dikeluarkan

j. Alat ukur debit limbah


3. Pengolahan limbah padat, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

serta bahan berbahaya dan peracun.

4. Pengolaan Buangan Gas, debu, kebisingan, dan getaran. Pada unit

pengelolaan gas buag atau debu, kebisingan dan getaran yang perlu

dilakukan pengecekkan adalah:

a. Proses yang diterapkan untuk mengolah emisi gas dan debu

b. Peralatan yang digunakan dan kapasitasnya

c. Usaha untuk mengurangi kebisingan, getaran dan bau

d. Pemantauan kualitas emsi gas, debu, kebisingan, getaran baik di

dalam maupun di luar pabrik.

e. Masalah bau atau kebauan di sekitar pabrik

5. Pemeriksaan kebersihan di dalam pabrik dan di luar pabrik.

Pemeriksaan yang berkaitan dengan house keeping baik di dalam

maupun di luar pabrik meliputi:

a. Lantai pabrik, baik di dalam maupun di luar

b. Saluran limbah, saluran air hujan maupun saluran lautan lainnya

c. Kamar pencucian

d. Halaman pabrik

e. Peralatan pabrik

6. Kemampuan sistem tanggap darurat. Pemeriksaan ini meliputi:

a. Pemeriksaan standar operasional prosedur tanggap darurat yang ada

b. Pemeriksaan terhadap peralatan yang harus ada atau yang harus

dimiliki oleh pabrik


c. Apakah pernah melakukan latihan dalam kondisi gawat darurat

d. Apakah peralatan tersebut pernah digunakan untuk kegiatan tanggap

darurat sesungguhnya

7. Pemeriksan lingkungan di luar pabrik. Pemeriksaan lingkungan di luar

pabrik diperlukan untuk penanganan kasus pencemaran.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kesehatan kerja mencakup dua hal, yakni: pertama, sebagai alat

untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya.

Dan determinan-determinan yang mempengaruhinya adalah beban

kerja, beban tambahan dan kapasitas kerja

2. Pemantauan lingkungan kerja adalah proses pengamatan,

pencatatan, pengukuran, pendokumentasian secara verbal dan visual

menurut prosedur standar tertentu terhadap satu atau beberapa

komponen lingkungan kerja dengan menggunakan satu atau

beberapa parameter sebagai tolok ukur yang dilakukan

secaraterencana, terjadwal dan terkendali dalam satu siklus waktu

tertentu

3. Kegiatan pemeriksaan dapat berupa kegiatan regular yaitu kegiatan

pemeriksaan rutin yang terprogram.Bentuk pemeriksaan lainnya

adalah inspeksi yang dilakukan secara mendadak (sidak).

4. Tujuan dari pemantauan/pemeriksaan lingkungan adalah untuk

kepentingan pengendalian hazard yang terdapat dilingkungan kerja

5. Ruang lingkup atau garis besar kerja kegiatan pemeriksaan pada

umumnya ada tiga langkah, yaitu kegiatan persiapan pemeriksaan,

pelaksanaan pemeriksaan dan kegiatan setelah pemeriksaan yang

terinci sebagai berikut:

a. Persiapan pemeriksaan
b. Pengamatan ketaatan

c. Pengumpulan data atau informasi (wawancara) dan kegiatan

pengambilan contoh (sampel), pemotretan, pembuatan sketsa

(mapping)

d. Pembuatan laporan

e. Langkah tindak lanjut kegiatan pemeriksaan, yaitu penyampaian

hasil pemeriksaan, pemberian petunjuk atau perintah, pemberian

sanksi administrasi, penindakan atau pemberian sanksi yang lebih

berat

6. Aspek-aspek yang di harus diperiksa dalam pemeriksaan pabrik dan

lingkungannya adalah:

a. Pemeriksaan kegiatan pabrik

b. Proses pengolahan air limbah

c. Pengolahan limbah padat, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

(B3) serta bahan berbahaya dan peracun.

d. Pengolaan Buangan Gas, debu, kebisingan, dan getaran

e. Pemeriksaan kebersihan di dalam pabrik dan di luar pabrik.

f. Kemampuan sistem tanggap darurat.

g. Pemeriksan lingkungan di luar pabrik.

B. Saran

Melalui makalah ini penulis ingin memberikan beberapa saran antaralain:

1. Kegiatan pengawasan industri hendaknya dilaksanakan secara rutin

sesuai dengan prosedur pemeriksaan demi penciptaan lingkungan

kerja yang kondusif yang dapat tetap menjamin bahwa pekerja aman

dari bahaya-bahaya yang mungkin timbul akibat lingkungan kerjanya


2. Pelaksanaan pemeriksaan/pengawasan lingkungan kerja

khendaknya dilaksanakan oleh pejabat yang memiliki kompetensi

yang baik dalam hal ini.

3. Perlunya kerjasama dari semua pihak dalam pelaksanan

pengawasan lingkungan kerja baik itu perusahaan/industri, karyawan,

masyarakat termasuk pemerintah. Sebab kondisi lingkungan kerja

yang baik hanya akan terwujud jika ada sinergitas kerja antara

keseluruhan elemen yang terkait


DAFTAR PUSTAKA

Buchari. 2007. Manajemen Kesehatan Kerja da Alat Pelindung Diri. USU

Repository

Gardner Ward. 1987. Occupational Health-3. Techno House Redeliffe Way,

Bristol BSI 6NX.

Gozan, Misri. 2007. K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Dalam Industri

Kimia.

Hamid, H, Bambang Pramudyanto. 2007. Pengawasan Industri dalam

Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Edisi I. Jakarta: Granit

Keputusan Menteri Kesehatan. No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang:

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Markkanen, Pia. K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia.

Internasional Labour Organization. Subregional Office For South East-

Asia and The Pasific. Manila: Philippiness Press

Mukono, H.J. 1999. Prinsip-prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Air

Langga Press.

Notoatmodjo, S, Prof.Dr. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip

Dasar. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Notoatmodjo, S.Prof.Dr. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:

PT Asdi Mahasatya.

Ridley, John. 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi ketiga.

Surabaya: Erlangga.

Suma’mur. Keselamtan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. 1996. Jakarta: PT

Toko Gunung Agung.


Suma`mur. P.K. 1988. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan

Keenam. Jakarta: CV Haji Masagung.

Sutjana, I Dewa Putu. 2006. Hambatan Dalam penerapan k3 dan Ergonomi Di

Perusahaan Bagian fisiologi fakultas kedokteran. Tesis Program Magister

Ergonomi-Fisiologi Kerja Program pascasarjana universitas udayana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang

Keselamatan Kerja Bab I Tentang Istilah-Istilah

Undang - Undang Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja.

Wirtjesy. Pelaksanaan program pemantauan lingkungan. Fakultas ilmu sosial

dan ilmu politik Universitas sumatera utara

Www. google.com .2003. Bank Data Departemen kesehatan Republik

Indonesia.

Yusa Hardi. 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: UI Press

Anda mungkin juga menyukai