net/publication/318711339
CITATIONS READS
0 10,994
3 authors, including:
Muhammad Takari
University of Sumatera Utara
61 PUBLICATIONS 7 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
My current project is research about senam Melayu in Serdang culture area. View project
All content following this page was uploaded by Muhammad Takari on 27 July 2017.
Muhammad Takari
A. Zaidan B.S.
Fadlin Muhammad Dja’far
Penerbit:
USUPress
2014
ii
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F
Jl. Universitas No. 9, Kampus USU
Medan, Indonesia
iii
Ulasan Walikota Medan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Buku yang bertajuk Adat Perkawinan Melayu: Gagasan,
Terapan, Fungsi, dan Kearifannya ditulis oleh tiga penulis budaya
Melayu Sumatera Utara, dengan pendekatan multidisiplin ilmu. Dengan
terbitnya buku ini, semua warga Kota Medan menyambut dengan senang
hati, dalam konteks menambah ilmu, wawasan, pemahaman, dan
penghayatan terhadap keberadaan adat perkawinan dalam peradaban
Melayu.
Buku-buku bertemakan budaya dan adat, memang sangat
diperlukan dalam membina dan membentuk karakter setiap warga di
Indonesia. Buku-buku semacam ini dapat menjadi pencerah terhadap
identitas yang mengacu kepada kebudayaan bangsa sendiri di tengah-
tengah proses globalisasi yang kian hari kian padat densitasnya.
Globalisasi apabila tidak dihadapi dengan bijaksana dan penuh kearifan,
akan berdampak buruk bagi perkembangan peradaban kita. Oleh karena
itu, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mengkaji, meneliti, dan
mempublikasikan karya-karya di bidang ilmu budaya. Karya-karya
seperti ini akan dapat memperkuat ketahanan kebudayaan bagi kita
semua. Selain itu, akan mempolarisasikan ke arah yang benar karakter
kita masing-masing dalam mengisi peradaban.
Buku yang bertema adat perkawinan Melayu ini, diharapkan akan
menjadi salah satu sumber bagaimana ide mengenai perkawinan,
penerapannya dalam upacara, serta fungsi dan kearifannya pada
kebudayaan Melayu. Buku ini juga menjelaskan bagaimana beragamnya
kekayaan adat istiadat perkawinan Melayu itu yang ditransmisikan
melalui tradisi lisan. Kekayaan variatif adat perkawinan Melayu ini perlu
terus diteliti dan digali, sambil kita mencari norma-norma umum yang
melandasi apa yang diarahkan oleh adat Melayu.
iv
Di dalam buku ini juga dijelaskan secara rinci urutan-urutan
pelaksanaan istiadat perkawinan Melayu, dengan contoh khusus budaya
Melayu Sumatera Utara. Namun ketiga penulis buku ini juga
menyediakan ruangnya untuk mendeskripsikan beberapa upacara
perkawinan Melayu, di kawasan dunia Melayu seperti: Riau, Sumatera
Selatan, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Tujuan penulis buku
ini adalah untuk mencari kesamaan-kesamaan dan kekayaan variasi
budaya adat perkawinan Melayu, yang menjadi karakteristik umum
budaya Dunia Melayu. Tepatnya adalah kekayaan variatif dalam satu
kesatuan budaya Melayu. Nilai-nilai kebersamaan dalam variasi ini
menjadi denyut utama dalam mempraktikkan kebudayaan Melayu secara
umum.
Semoga saja buku-buku tentang budaya Melayu dan juga
budaya-budaya etnik lain terus terbit di Kota Medan ini. Terbitnya buku-
buku seperti ini adalah tanggung jawab dari semua pihak yang
berkompeten, seperti para ilmuwan, budayawan, ahli-ahli adat, pengamat
kebudayaan, lembaga-lembaga adat, pemerintah, dan masyarakat
pendukung. Akhirnya kita berharap agar setiap kita akan menjadi warga
yang berkarakter dan mencintai budaya.
v
Dari Penulis
Kami para penulis mengucapkan syukur alhamdulillah, atas
karunia Allah Subhana Wata’ala yang telah melimpahkan taufik dan
hidayah-Nya, terutama dalam konteks menulis buku ini. Dalam waktu
yang begitu singkat dan kesibukan sosial yang padat, kami diberi Allah
kekuatan, kesehatan, dan ilmu untuk dapat menyelesaikan penulisan buku
ini. Demikian pula selawat dan salam kami tujukan kepada Nabi
Muhammad yang diharapkan kelak syafaatnya di yaumil akhir. Berkat
ajaran-ajaran Nabi Muhammad, maka dunia ini penuh dengan ilmu
pengetahuan, kebijaksanaan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, dan
menuju ridha Ilahi.
Dalam rangka penulisan buku ini kami mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat Melayu dan
pendukung budaya Melayu atas semua data-data empiris budaya yang
hidup dan berkembang, sehingga sangat memudahkan kami dalam
meneliti, mengkaji, dan menuliskannya dalam bentuk buku.
Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada Bapak
Walikota Medan, Drs. T. Dzulmi Eldin S., M.Si.; dan segenap jajarannya,
yang telah sudi memberikan dukungan moral dan material dalam konteks
penelitian dan penulisan buku ini. Bapak Walikota sangat antusias dan
apresiatif dalam rangka membangun peradaban Melayu sebagai simbol,
ikon, dan indeks Kota Medan, dan juga peradaban-peradaban etnik
lainnya.
Terima kasih diucapkan kepada segenap Pengurus Besar Majelis
Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI), yang dinakhodai oleh
Dato’ Sri Syamsul Arifin, S.E. Gelar Datuk Lelawangsa Sri Hidayatullah
(Suku Melayu Sahabat Semua Suku). Demikian pula Tengku Yos Rizal,
selaku Pengurus Harian, Syahril Tambusai, selaku sekretaris, dan yang
lainnya. Majelis ini sangat mendukung dilakukannya penelitian dan
vi
penulisan buku dengan tema-tema budaya Melayu, dan itu ditugaskan
kepada kami. Ucapan terima kasih juga ditujukan khusus kepada divisi
adat dalam PB MABMI, yaitu Bapak Yuscan, Muhammad Yamin, dan
lainnya.
Kepada pihak penerbit, yaitu Universitas Sumatera Utara Press,
di Kampus USU Padangbulan, diucapkan terima kasih sebesar-besarnya
yang telah membantu proses penyuntingan dan penerbitan buku ini.
Terutama kepada pimpinan USU Press, Bapak Drs. Sis Mujito, M.Si.,
dan khususnya kepada Saudara Mukhsin dan Ichsan, yang telah
meluangkan waktunya dalam pengerjaan buku ini. Semoga Allah
Subhana Wata’ala mencucuri limpahan karunia-Nya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada dua
telangkai Melayu Sumatera Utara, yaitu Tengku Syahdan Saputra dan
Tengku Ismail, sebagai informan kunci dalam rangka penelitian adat
perkawinan Melayu ini. Semoga Allah mencucuri rahmat kepada
keduanya dan segenap keluarganya selalu.
Akhir kata kami para penulis merasa bahwa buku ini belumlah
sempurna dalam ukuran saintifik ilmu-ilmu budaya. Oleh karena itu,
kami memohon masukan dan saran-saran dari para pembaca untuk
memperbaiki buku ini dalam edisi terbitan yang berikutnya.
Tujuan penulisan buku ini adalah untuk menambah dokumentasi
budaya mengenai institusi adat perkawinan Melayu. Buku ini diharapkan
akan dapat memperkaya wawasan keilmuan kita semua, terutama para
generasi muda. Kita berharap para tunas bangsa ini sadar akan sejarah
budaya, dan dengan langkah pasti mengamalkan dan mempraktikkan
kebudayaannya dalam rangka menghadapi dan menyongsong globalisasi.
vii
Daftar Isi
Kata Pengantar Dari Walikota Medan ................................................... iv
Dari Penulis ......................................................................................... vi
Daftar Isi ........................................................................................... viii
Daftar Bagan, Peta, Tabel, Gambar, dan Notasi ................................... xii
viii
BAB III. GAGASAN PERKAWINAN DALAM
BUDAYA MELAYU ..........................................................66
3.1 Pengenalan ...................................................................................66
3.2 Ajaran Islam mengenai Perkawinan ..............................................67
3.3 Perkawinan dalam Perpektif Budaya Melayu ................................ 73
3.4 Tentang Pemilihan Jodoh ..............................................................77
3.5 Beberapa Kegiatan Sosial sebagai Sarana Pemilihan Jodoh ...........78
3.6 Perubahan-perubahan yang Terjadi ................................................81
xi
Daftar Bagan, Peta, Tabel,
Gambar, dan Notasi
Bagan 2.1 Hubungan Budaya, Adat, dan Ragam Adat dalam
Kebudayaan Melayu ......................................................65
Peta 4.1 Wilayah Budaya Dunia Melayu .....................................88
Bagan 4.1 Tingkat Kebangsawanan Melayu di Sumatera Utara
dan Hubungannya dengan Masyarakat .......................... 100
Bagan 4.2 Kekekrabatan Melayu Secara Vertikal ......................... 102
Bagan 4.3 Struktur dan Sebutan Anak pada Keluarga Inti
Melayu Sumatera Timur ............................................... 103
Tabel 5.1 Perbandingan Proses Perkawinan Adat Melayu oleh
Beberapa Penulis ......................................................... 112
Gambar 5.1 Beberapa Perlengkapan untuk Acara Merisik dan
Meminang .................................................................. 126
Gambar 5.2 Salah Satu Suasana Merisik dan Meminang ................. 127
Gambar 5.3 Calon Pengantin Perempuan pada Upacara Malam
Berinai ........................................................................ 153
Gambar 5.4 Tari Persembahan Dipersembahkan di Depan Calon
Pengantin Perempuan pada Upacara Malam
Berinai ........................................................................ 154
Gambar 5.5 Inai yang Siap Digunakan ............................................ 155
Gambar 5.6 Gerak Sembah Awal Tari Inai pada Upacara Malam
Berinai ....................................................................... 155
Gambar 5.7 Dua Penari Inai Menampilkan Keahlian Menggerak-
kan Pring pada Upacara Malam Berinai ....................... 156
Gambar 5.8 Penari Inai Sedang Melakukan Atraksi Gerak di
Atas Pahar ................................................................... 156
Gambar 5.9 Acara Hibura Meronggeng Selepas Pertunjukan Tari
Inai pada Upacara Malam Berinai................................. 157
Gambar 5.10 Akad Nikah .................................................................. 164
Gambar 5.11 Doa Selesai Akad Nikah Dipimpin Tuan Kadi .............. 168
xii
Gambar 5.12 Pengantin Lelaki Dijulang dalam Ritual Prosesi
Menghantar Pengantin Lelaki Bersanding ..................... 176
Gambar 5.13 Rombongan Pengantin Lelaki Berhenti di Halamn
Rumah Pengantin Perempuan ...................................... 177
Gambar 5.14 Pertunjukan Silat Menyambut Kedatangan
Rombongan Mempelai Lelaki ..................................... 178
Gambar 5.15 Suasana Hempang Batang ............................................ 178
Gambar 5.16 Tukar Tepak di Tengah Halaman ................................. 179
Gambar 5.17 Pertunjukan Tari Persembahan di Tengah Halaman ..... 179
Gambar 5.18 Suasana Hempang Pintu ............................................. 182
Gambar 5.19 Pijak Batu Lagan ......................................................... 184
Gambar 5.20 Suasana Hempang Kipas .............................................. 186
Gambar 5.21 Kedua Mempelai Duduk Bersanding di Pelaminan ....... 187
Gambar 5.22 Sembah Istri kepada Suami ........................................... 188
Gambar 5.23 Sembah kepada Orang Tua............................................ 188
Gambar 5.24 Tepung Tawar dan Doa dari Ayahanda .......................... 189
Gambar 5.25 Tepung Tawar dan Doa dari Ibunda .............................. 189
Gambar 5.26 Tepung Tawar dari Kerabat .......................................... 192
Gambar 5.27 Persembahan Barzanji dan Marhaban Mengiringi
Acara Tepung Tawar .................................................... 193
Gambar 5.28 Berbagai Jenis Makanan yang Disediakan pada
Acara Makan Nasi Hadap-hadapan ............................. 194
Gambar 5.29 Salah Satu Suasana Acara Makan Nasi Hadap-
hadapan ...................................................................... 195
Gambar 5.30 Suasana Mandi Bedimbar ........................................... 199
Gambar 5.31 Tengku Syahdan, Salah Seorang Telangkai Senior
Sumatera Utara ........................................................... 202
Gambar 5.32 Tengku Ismail, Salah Seorang Telangkai Senior
Sumatera Utara ............................................................ 203
Gambar 5.33 Contoh Foto Suntingan Upacara Resepsi Pernikahan
di Medan yang Dijadikan Bahan Promosi bagi
Fotografer dan Ahli Shooting Video ............................. 209
Gambar 5.34 Salah Satu Suasana Resepsi Adat Perkawinan
Melayu yang Diselenggarakan di Gedung ................... 210
Gambar 5.35 Busana Pengantin Melayu dalam gaya Selayar Eropa .... 210
xiii
Gambar 5.36 Papan Bunga pada Resepsi Adat Perkawinan Melayu
sebagai Kecenderungan Budaya Masa Kini ................... 211
Tabel 7.1 Kegiatan Upacara dan Seni yang Digunakan ................ 222
Tabel 7.2 Deskripsi Gerak Tari Inai (Dengan Teknik
Kinisiologi) dan Pesan Komunikasi yang
Disampaikan................................................................. 231
Gambar 7.1 Penari Inai dan Busananya ........................................... 237
Gambar 7.2 Lilin dan Inai sebagai Properti Tari ............................. 239
Gambar 7.3 Para Pemusik Iringan Tari Inai (Pemain Gendang
Ronggeng dan Biola) .................................................. 240
Gambar 7.4 Serunai ........................................................................ 241
Gambar 7.5 Taksonomi Gendang Ronggeng yang Biasa Dipakai
Mengiringi Tari Ronggeng dan Inai ............................. 243
Gambar 7.6 Motif Tumbuhan pada Baluh Luar Gendang Khas
Buatan Yusuf Wibisono di Medan .............................. 244
Gambar 7.7 Struktur Gendang Ronggeng ....................................... 245
Gambar 7.8 Biola ........................................................................... 246
Gambar 7.9 Tawak-tawak atau Gong untuk mengiringi Tari Inai .... 247
Gambar 7.10 Struktur Tawak-tawak atau Gong ................................. 248
Notasi 7.1 Pola Dasar Ritme Rentak Mak Inang ........................... 250
Notasi 7.2 Kombinasi Tangan Kiri dan Tangan Kanan pada
Pola Rentak Mak Inang ................................................ 251
Bagan 7.1 Struktur Rentak Mak Inang ......................................... 252
Notasi 7.3 Variasi Rentak Mak Inang .......................................... 253
Notasi 7.4 Pola Dasar Ritme Rentak Patam-patam ...................... 253
Notasi 7.5 Patam-patam .............................................................. 255
Notasi 7.6 Tangga Nada Lagu Patam-patam ................................ 256
Notasi 7.7 Rentak Dasar Zapin .................................................... 264
Notasi 7.8 Teknik Interloking dalam Permainan Rentak Zapin .... 265
Tabel 7.3 Beberapa Lagu Zapin yang Lazim Dipersembahkan
di Dunia Melayu ......................................................... 266
Notasi 7.9 Melodi Zapin Bulan Mengambang .............................. 267
Notasi 7.10 Lagu Zapin Lancang Kuning ....................................... 270
Notasi 7.11 Gerak Dasar Tari Zapin ............................................... 273
xiv
Gambar 7.11 Suasana Pertunjukan Tari Zapin Bulan
Mengambang di Salah Satu Pesta Resepsi
Perkawinan di Medan .................................................. 274
Notasi 7.12 Contoh Hadrah, Lagu Bismillah Mula-mula ................ 275
Notasi 7.13 Cuplikan Melodi Marhaban ........................................ 278
Gambar 7.12 Beberapa Ronggeng, Pemusik, dan Penyanyi
Persembahan Ronggeng di Sumatera Utara ................. 284
Notasi 7.14 Tanjung Katung .......................................................... 287
Notasi 7.15 Laksmana ................................................................... 291
Gambar 7.13 Tiga Penyanyi Diiringi Ensambel Keyboard ................ 296
xv
Bab I: Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengenalan
keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan
merelakan kepergian yang bersangkutan. (id.wikipedia.org).
2
Di kawasan Sumatera Utara, dalam kebudayaan Karo, baik itu masyarakat Karo
Gugung (Pegunungan) maupun Karo Jahe (Karo Pesisir), dijumpai adat istiadat yang
disebut ngampaken tulan-tulan, yaitu kegiatan upacara memindahkan tulang-tulang
kerabat yang telah meninggal dan menempatkannya ke kuburan yang baru. Demikian
pula dalam kebudayaan Batak Toba dijumpai ritual seperti itu yang disebut dengan
mangongkal [dibaca mangokkal] holi. Tradisi mangongkal holi yaitu menggali dan
memindahkan tulang belulang leluhur, dalam konsep masyarakat Batak Toba di
Sumatra Utara, merupakan salah satu upaya menghormati para leluhurnya. Melalui
aktivitas ini orang Batak Toba berharap mendapat limpahan berkat, yaitu banyak
keturunan, panjang umur, dan kekayaan. Melalui upacara ini juga akan mengangkat
martabat sebuah marga (klen). Biasanya upacara ini disertai dengan pembangunan
kuburan dan tugu baru bagi leluhur yang megah dan indah. Semakin indah dan mahal
sebuah makam atau tugu, menjadi semakin jelas status sosioekonomis dan martabat
marga pemilik tugu tersebut.
3
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
6
Bab I: Pendahuluan
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,3
maka (kawinilah) seorang saja,4 atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
3
Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam memenuhi keperluan istri seperti
pakaian, makanan, perhiasan, kesehatan, hiburan, tempat tinggal, giliran kunjungan,
rasa aman, dan lain-lain yang bersifat lahiriah dan juga batiniah. Dalam konteks yang
demikian, tentu saja kebijakan dari seorang suami terhadap istri-istrinya sangat
diutamakan. Suami harus secara rinci memahami keperluan dan polarisasi biduk rumah
tangganya yang lebih besar, dibanding dengan biduk rumah tangga yang monogami.
4
Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun
ayat ini, poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi
Muhammad SAW. Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja. Bagi Allah
sebagai pencipta manusia, pastilah tahu dan paham betul, bahwa kemampuan
maksimum manusia untuk kawin adalah satu lelaki dengan empat wanita, kalau lebih
pasti tidak mampu, terutama untuk berlaku adil terhadap para istrinya. Selain itu pasti
ada tunjuk ajar lain dari Allah atas turunnya ayat ini.
7
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
5
Maksudnya adalah agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. yang
tumbuh dan berkembang seputar abad ketujuh Masehi, di Tanah Arab, dengan pusat
persebarannya di Medinah dan Mekah. Namun dalam konteks ruang dan waktu yang
lebih luas, dalam persepsi masyarakat Islam pada umumnya, agama ini telah lahir sejak
Nabi Adam Alaihissalam diciptakan Allah, yang kemudian berkembang sesuai dengan
perkembangan umat manusia.
8
Bab I: Pendahuluan
dari konsep budaya Melayu melalui sebait pantun berikut ini yang amat
populer.
9
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
6
Jan Vansina, dalam tulisannya yang bertajuk Oral Tradition as History
(1985:27-28), yang diterbitkan oleh James Currey Publishers, New York,
Amerika Serikat, mendefinisikan tradisi lisan sebagai "pesan verbal berupa
pernyataan yang dilaporkan dari masa silam kepada generasi masa kini, dan
pesan itu haruslah berupa pernyataan yang dituturkan, dinyanyikan, atau
diiringi alat musik. Lebih jauh menurutnya haruslah ada penyampaian melalui
tutur kata dari mulut sekurang-kurangnya sejarak satu generasi.” Lebih jauh
Vansina menyatakan bahwa definisi yang diajukannya adalah yang berfungsi
untuk kalangan sejarawan. Para sosiolog, pakar bahasa, atau sarjana seni verbal
mengajukan pendekatannya masing-masing, yang untuk kasus khusus
(sosiologi) mungkin saja menekankan pengetahuan umum, fitur kedua yaitu
membedakan bahasa dari dialog (bahasawan) biasa, dan fitur terakhir adalah
bentuk dan isi yang mendefinisi seni (pendongeng)."
10
Bab I: Pendahuluan
11
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
15
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
7
Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai
sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan
mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan,
fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan
tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi
semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis di seluruh
dunia.
18
Bab I: Pendahuluan
8
Buku ini diedit oleh Rahayu Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk
Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan Bentang Budaya, Masyarakat
Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat
pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam,
dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku
ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang
‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,”
(b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian
dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk
“Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi
dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul
“Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah
sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam
konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama
yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu
antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang
ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh
para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi
Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
20
Bab I: Pendahuluan
21
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
dan kelompok etniknya. Tarian ini dipertunjukkan oleh para penari yang
dihubungkan dengan kelompok-kelompok kebangsaan dan kebudayaan.
Upacara religi dalam tarian etnik, didisain dalam bentuk seperti himne,
pujian kepada Yang Maha Kuasa, untuk memberikan keberuntungan
dalam perdamaian atau peperangan.
22
Bab I: Pendahuluan
24
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
BAB II
ADAT DALAM
PERADABAN MELAYU
2.1 Pengenalan
25
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Menurut Zainal Kling (2004), dari segi etimologis, adat berasal dari
bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Masyarakat Alam Melayu yang
telah menerima pengaruh Islam dan peradaban Arab, mengetahui arti dan
konsep adat. Walau demikian halnya, ternyata bahwa hampir semua
masyarakat Alam Melayu atau Nusantara, baik masyarakat itu telah
menerima pengaruh peradaban Islam atau tidak, telah memadukan konsep
itu dengan arti yang hampir sama dalam kebudayaan mereka. Mereka ini
termasuk masyarakat tradisional yang masih mengamalkan kepercayaan
tradisi (animisme dan dinamisme), atau telah menganut agama Kristen—
seperti masyarakat Iban, Bidayuh, Kenyah, Kayan, dan Kalabit di
Sarawak; Murut, Kadazan (Dusun) di Sabah; Dayak Kalimantan; Batak
Toba, Karo, di Sumatera Utara; dan Toraja di Sulawesi, dan juga suku
bangsa Filipina, hingga melahirkan sebuah kesatuan dasar budaya
serantau yang sangat menarik.
Dalam masyarakat tradisi Alam Melayu, konsep adat memancarkan
hubungan mendalam dan bermakna di antara manusia dengan manusia
juga manusia dengan alam sekitarnya, termasuk bumi dan segala isinya,
alam sosiobudaya, dan alam gaib. Setiap hubungan itu disebut dengan
adat, diberi bentuk tegas dan khas, yang diekspresikan melalui sikap,
27
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
kalau pun tidak dimarahi dengan hukuman tidak tahu adat atau tidak
beradat. Dengan demikian adat memiliki fungsi (pengenalan) dan juga
normatif (hukuman). Kedua fungsi ini berlaku dalam rangka hubungan
manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam (baik alam
kasat mata maupun alam gaib).
Menurut Tenas Effendy salah satu yang dihindari oleh orang Melayu
adalah ia tidak tahu adat atau tidak beradat. Pernyataan ini bukan hanya
sekedar hinaan, yang dimaknai secara budaya adalah kasar, liar, tidak
bersopan santun, tidak berbudi—tetapi juga ia tidak beragama, karena
adat Melayu adalah berdasar pada agama. Jadi tidak beradat sinonim
maknanya dengan tidak beragama (2004:57).
Ungkapan adat Melayu menjelaskan, biar mati anak, jangan mati
adat mencerminkan betapa pentingnya eksistensi adat dalam kehidupan
masyarakat Melayu. Dalam konsep etnosains Melayu, dikatakan bahwa
mati anak duka sekampung, mati adat duka senegeri, yang menegaskan
keutamaan adat yang menjadi anutan seluruh lapisan masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari sisi lain,
makna ungkapan adat biar mati anak jangan mati adat mengandung
makna bahwa adat (hukum adat) wajib ditegakkan, walaupun harus
mengorbankan keluarga sendiri. Maknanya adalah adat adalah aspek
mendasar dalam menjaga harmoni dan konsistensi internal budaya, yang
menjaga keberlangsungan struktur sosial dan kesinambungan kebudayaan
secara umum. Jika adat mati maka mati pula peradaban masyarakat
pendukung adat tersebut.
Menurut Husin Embi et al. (2004:85) masyarakat Melayu kaya
dengan adat-istiadat, yang diwarisi secara turun-temurun dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Komitmen yang ditunjukkan oleh
masyarakat Melayu terhadap adat ini, jelas tergambar dalam ungkapan
berikut ini.
29
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti
adat yang berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak
boleh dianjak-alih, diubah, dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan,
31
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
kelompok perantara dan titik pangkal antara dua alam: alam sosial dan
alam supernatural. Mereka inilah yang selanjutnya juga menjadi ahli teori
dan ideolog sistem adat masyarakatnya.
Dalam gagasan masyarakat Alam Melayu hubungan manusia dengan
alam senantiasa dijaga agar terbentuk keseimbangan dan ketenteraman.
Mereka menjaga segenap kelakuan manusia yang bisa mencemari,
merusak, atau merubah keseimbangan dan ketenteraman hubungan
dengan alam gaib yang menjadi pernyataan dan manifestasi kepada
hidupnya alam. Sistem pantang dan larang memastikan supaya kelakuan
atau tabiat manusia senantiasa hormat terhadap perwujudan alam. Jika
berlaku pelanggaran terhadap adat yang mengatur hubungan manusia
dengan alam, yang dampaknya adalah mengacau hubungan, seperti
berlakunya pelanggaran pantang larang, perlakuan kelintasan atau
sebagainya, maka perlu diadakan sebuah upacara yang dilakukan oleh
pawang, bomoh, atau manang untuk memujuk makhluk gaib dan
mengembalikan keadaan hubungan yang baik kembali antara kedua alam.
Dengan demikian, maka timbul pula adat-istiadat atau upacara
perobatan untuk mengobati sakit yang telah dikenakan terhadap seorang
manusia yang melanggar hubungan baik itu. Dalam bentuk yang sangat
berkepanjangan, seorang pawang akan mengadakan seperti main puteri di
Kelantan, berkebas di Melaka, berayun atau bebelian di Sarawak,
bobohizan di Sabah, ulit mayang di Terengganu, gebuk di Serdang
Sumatera Utara, gubang di Asahan Sumatera Utara, belian di Riau,
untuk menghubungi alam gaib, memujuk, memuji, dan meminta dengan
jaminan baru bahwa kesilapan tidak dilakukan lagi, memohon maaf, dan
membantu si sakit agar sembuh. Seorang pawang Melayu akan selalu
membawa jampi atau mantra dengan kalimat seperti: “Aku tahu asalmu,”
apabila meminta atau menghalau anasir sakit yang dibuat oleh makhluk
gaib.
Demikianlah pengetahuan manusia Melayu terhadap alam kasat
mata dan supernatural dengan segala makhluknya, menentukan hubungan
manusia dengan alam dalam keadaan harmoni. Pengetahuan ini
memastikan sistem ekologi dan alam alam sekitar yang tidak dirusak dan
tidak dihormati. Pengetahuan ini juga memastikan ekosistem yang
bersimbiosis antara manusia dan alam (nyata dan supernatural). Tidak
33
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
masalah alam dan hukumnya yang telah ditentukan Tuhan meliputi alam
makrokosmos dan mikrokosmos. Selain alam yang kasat mata, ada pula
alam supernatural sesuai dengan iman dalam Islam. Namun inti ajaran
Allah mengenai alam dan hukumnya ini adalah Allah berkuasa atas
semua ciptaan-Nya. Allah yang mengatur apa yang diciptakannya itu.
Dengan demikian adat yang sebenar adat ini dalam kebudayaan Melayu,
mengacu kepada konsep Allah adalah Khalik, sementara manusia dan
alam semesta (termasuk jin dan iblis) adalah makhluk Allah. Keadaan
yang seperti ini dijelaskan melalui firman Allah pada Al-Qur’an sebagai
berikut.
36
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
Artinya: 51. Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya)
untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan
diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang
menyesatkan itu sebagai penolong.
37
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan
tertentu, menurut mufakat dari penduduk daerah tersebut. Kemudian
pelaksanaannya diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka.
Sebagai pemangku adat adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan
adat ini wujudnya adalah untuk kebahagiaan penduduk, baik lahir
ataupun batin, dunia dan akhirat, pada saat itu dan saat yang akan datang.
Adat yang diadatkan ini maknanya mengarah kepada sistem-sistem
sosial yang dibentuk secara bersama, dalam asas musyawarah untuk
mencapai kesepakatan. Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan
sistem politik dan tata pemerintahan yang dibentuk berdasarkan nilai-
nilai keagamaan, kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang
tepat sesuai dengan perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dilalui
masyarakat Melayu.
Lebih jauh Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa adat yang
diadatkan adalah semua ketentuan adat-istiadat yang dilakukan atas dasar
musyawarah dan mufakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat.
Adat ini dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman dan
perkembangan masyarakat pendukungnya. Adat yang diadatkan ini
dahulu dibentuk melalui undang-undang kerapatan adat, terutama di
39
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
40
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
41
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Artinya: 34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
saja—bahkan kepada orang jahat atau orang yang tidak baik kepadanya.
Di dalam Al-Quran pula, beliau disebut sebagai manusia yang memiliki
akhlak yang paling agung.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S. Al-Ahzab: 21).
2.3.2.1 Sidik
Siddiq yang berasal dari kata bahasa Arab arti harfiahnya adalah
benar. Benar adalah suatu sifat yang mulia yang menghiasi akhlak
seseorang yang beriman kepada Allah dan kepada hal-hal yang gaib. Ia
merupakan sifat pertama yang wajib dimiliki para Nabi dan Rasul yang
dikirim Tuhan ke alam dunia ini untuk membawa wahyu dan agamanya.
Pada diri Rasulullah SAW. bukan hanya perkataannya yang benar,
tetapi perbuatannya juga benar, yakni sejalan dengan ucapannya. Jadi
mustahil bagi Rasulullah SAW itu bersifat pembohong, penipu, pendusta,
dan sebagainya.
44
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
2.3.2.2 Amanah
45
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
2.3.2.3 Tabligh
46
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
seluruh umatnya, bahkan seluruh manusia dan jin. Itulah sifat seorang
Nabi. Jadi, mustahil Nabi itu kitman atau menyembunyikan wahyu Allah.
Sifat tabligh atau menyampaikan ini, dalam konteks budaya Melayu,
dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan adat berikut ini. Apa tanda Melayu
jati, bersifat tabligh di dalam diri; apa tanda Melayu jati, menyampaikan
yang benar tiada menafi; apa tanda Melayu jati, ajaran Allah
disampainya pasti.
2.3.2.4 Fathonah
48
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
handal, piawi, arif, bijaksana, adil, jujur, amanah, cerdas, berani, tabah,
dan berbagai akhlak terpuji lainnya (Tenas Effendi, 2013:4).
Sifat-sifat utama pemimpin dalam budaya Melayu adalah sebagai
berikut. 1 Berpegang teguh kepada agama Allah, 2. amanah, menunaikan
sumpah, mengabdi, dan membela umat, 3. jujur dan sangat anti kepada
khianat, 4. berakhlak mulia dalam pergaulan sosialnya, 5. memahami diri
dan sistem sosial yang dibangun bersama, 6. arif, 7. bijaksana, 8. berilmu
dan memahami pranata sosial, 9. berani, 10. berhati tabah, 11. berlapang
dada, 12. tulus dan ikhlas, 13. bertimbang rasa, 14. rendah hati, 15.
pemurah hati, 16. hemat dan cermat, 17. tunak dan rajin, dan 18. tangkas
dan tegas (Tenas Effendi, 2013:5-13). Demikian kira-kira pemahaman
mengenai adat yang diadatkan di dalam peradaban Melayu pada
umumnya.
50
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
Cinta dulu-dulu,
Cinta malu-malu,
Cinta zaman sekarang,
Di depan orang,
Ia pegang-pegang tangan.
51
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Artinya: 73. Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar.
Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu
terjadilah," dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala
ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Artinya: 4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy.
Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak
(pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
52
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
Termasuk pula penciptaan alam semesta beserta isinya dan juga proses
alam serta datangnya hari kiamat ketika ditiup sangkakala.
Selanjutnya, dalam menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di
antaranya (seperti angin, awan, dan lainnya), Allah melakukan proses
selama enam masa. Allah bersemayam di atas ‘Arsy. Dengan demikian
dalam proses penciptaan ini terjadi perubahan dan kontinuitas, baik dari
sisi ruang maupun waktu. Ini pun terus terjadi dari zaman ke zaman. Ini
pula yang menjadi dasar dari konsep adat yang teradat.
Dalam hal kesenian, perubahan-perubahan juga terjadi di sepanjang
masa hidup dan berkembangnya kesenian tersebut. Misanya dalam seni
zapin, awalnya adalah difungsikan dalam upacara perkawinan dan hanya
ditarikan oleh penari laki-laki. Kini telah difungsikan dalam berbagai
konteks sosial lain seperti menyambut tetamu, festival, eksplorasi gerak
dan musik yang baru, dan juga ditarikan oleh kaum wanita. Demikian
juga selain dari seni pertunjukan tradisional, para seniman Melayu juga
sangat kreatif membuat tari-tari dan musik garapan baru yang berakar
dari kesenian tradisi. Dari Malaysia kita dapat sumbangan kesenian
seperti lagu Cindai karya cipta Pak Ngah Suhaimi yang dipopulerkan
oleh Datuk Siti Nurhalijah. Begitu juga dari Indonesia kita kenal lagu
Laksmana Raja Di Laut yang dipopulerkan oleh Iyeth Bustami. Dari
Medan lagu Makan Sireh untuk iringan tari Persembahan, diberi
sentuhan budaya kekinian oleh Cek Dahlia Abu Kasim Sinar dengan
vokalnya oleh Darmansyah.
2.3.4 Adat-istiadat
b. Adat-istiadat meminang,
c. Adat-istiadat berinai,
d. Adat-istiadat berandam dan menempah mak andam,
e. Adat-istiadat berbesan,
f. Adat-istiadat mandi bedimbar (berhias),
g. Adat-istiadat bertandang,
h. Adat-istiadat menyalang,
i. Adat-istiadat menjemput atau berkampung.
4. Adat kematian.
II. Adat yang berkait dengan kegiatan pertanian dan maritim.
a. Adat-istiadat membuka tanah (mulaka ngerbah),
b. Adat-istiadat bercocok tanam (tabur benih, mulaka nukal),
c. Adat-istiadat berahoi (mengirik padi),
d. Adat-istiadat turun perahu,
e. Adat-istiadat bersimah berpuar, puja kampung, bersih kampung,
atau berobat kampung,
f. Adat-istiadat menjamu laut.
III. Adat pengobatan melalui bomoh (dukun, pawang).
a. Adat-istiadat berobat,
b. Adat-istiadat berkebas,
c. Adat-istiadat memutus obat,
d. Adat-istiadat menilik bomoh,
e. Adat-istiadat gebuk.
IV. Adat olahraga tradisi dan seni pertunjukan.
1. Bersilat atau lintau.
a. Adat-istiadat membuka gelanggang,
b. Adat-istiadat menghadap guru atau sembah guru,
c. Adat-istiadat tamat silat.
2. Pertujukan, musik, tari, dan teater,
a. Adat-istiadat buka panggung,
b. Adat-istiadat pertunjukan,
c. Adat-istiadat tamat panggung.
V. Adat makan atau jamuan.
a. Adat-istiadat makan dan minum,
b. Adat-istiadat berhidang: seperah, dulang, kepala lauk
55
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
(menghidang),
c. Adat-istiadat menjamu ketua atau pengurus adat,
d. Adat-istiadat bersirih puan (sebelum makan),
e. Adat-istiadat kenduri (jamu sukut).
VI. Adat-istiadat pelantikan pengurus adat.
VII. Adat-istiadat komunikasi budi bahasa.
a. Adat-istiadat berbahasa,
b. Adat-istiadat bertegur sapa.
VIII. Adat-istiadat takwim Islam.
a. Menyambut awal Muharram,
b. Hari Asyura 10 Muharram,
c. Safar,
d. Maulid Nabi (Maulidur Rasul),
e. Kenduri arwah (bulan Sya’ban),
f. Puasa (Ramadhan),
g. Hari Raya Idul Fitri,
h. Hari Raya Kurban (Idul Adha), dan lain-lain.
Dalam konteks perkembangan zaman, adat-istiadat yang bermakna
kepada upacara atau ritual ini juga mengalami perkembangan-
perkembangan. Upacara ini ada yang berkaitan dengan kegiatan budaya
seperti politik, pemerintahan, sosial, pendidikan, agama, ekonomi, dan
lain-lainnya.
Pada masa kini, dalam konteks Indonesia, upacara atau adat-istiadat
ini dapat juga ditemui seperi upacara pembukaan pekan olahraga,
pembukaan gedung baru, upacara melepas jamaah haji, upacara
menyambut kepulangan haji, upacara pembukaan kampanye partai
politik, upacara bendera, upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia,
upacara pembukaan dan penutupan pekan budaya, dan lain-lain. Dengan
demikian adat-istiadat ini juga mengalami perkembangan-perkembangan
selaras dengan perkembangan zaman.
yang lampau, seiring dengan adanya orang Melayu di dunia ini. Nilai-
nilai dasar inilah yang selama berabad-abad silam mampu menciptakan
kehidupan yang sejahtera lahir dan batin dengan keberagaman suku dan
puak, kaum, dan bangsa di bumi Melayu.
Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam adat inilah yang perlu
dikembangkan dan disebarluaskan dalam kehidupan berumah tangga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam adat Melayu menurut Tenas Effendy (204:69-78)
adalah sebagai berikut.
1. Nilai keterbukaan
Budaya Melayu yang selalu disebut sebagai budaya bahari1
adalah kebudayaan yang sifatnya terbuka. Melalui keterbukaan inilah
masyarakatnya menjadi mejemuk demikian pula budayanya menjadi
ikut heterogen juga. Pembauran lintas suku, umat, dan lintas negara,
selama ratusan tahun telah melahirkan masyarakat Melayu yang
heterogen. Kemelayuam tidak lagi semata-mata mengacu kepada
etnik, yang mendasarkan pada genealogis atau hubungan darah,
melainkan terbentuk dari keberagaman keturunan yang disimpai oleh
kesamaan nilai Islam, budaya, dan bahasa.
Islam pun mengajarkan kepada segenap umatnya untuk terbuka.
Islam tidak memandang kasta dan derajat manusia. Islam menerima
siapa pun tanpa syarat untuk menjadi muslim. Islam sangat
menghargai perbedaan-perbedaan di antara manusia, yang memang
diciptakan oleh Allah sedemikian rupa. Islam tidak membedakan
1
Kata bahari berasal dari bahasa yaitu bahar yang artinya laut. Budaya bahari ini,
sifat utamanya adalah terbuka terhadap semua budaya dunia. Orang-orang di dunia yang
berada dalam kebudayaan maritim umumnya adalah orang yang terbuka, dan selalu
mengelola berbagai kebudayaan dunia. Kota-kota atau bandar-bandar besar juga dalam
sejarah peradaban dunia selalu tumbuh di kawasan pesisir atau sungai-sungai. Budaya
bahari atau maritim ini, biasanya bertumpu pada kegiatan perdagangan, mengelola hasil-
hasil laut, saling meminjam dan mengelola budaya dalam lingkup global, dan sejenisnya.
Berbagai bandar di Alam Melayu mengekspresikan budaya bahari ini, seperti Melaka
yang menjadi pelabuhan perdagangan terkenal di abad-abad pertengahan, Siak Sri
Indrapura sebagai kawasan maritim di Riau, Kerajaan Haru di Sumatera Utara, dan lain-
lainnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa budaya bahari ini menjadi tulang
punggung dalam perkembangan peradaban masyarakat Melayu.
58
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
59
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
2
Pada kebudayaan masyarakat Pesisir (yang juga sebagai bagian dari masyarakat
Melayu) di pantai barat Sumatera Utara sampai ke Sumatera Barat dan Nanggroe Aceh
Darussalam, kebudayaan mereka secara umum disebut dengan adat sumando, yang
menempatkan hubungan perkawinan ini menjadi kunci utama dalam integrasi sosialnya.
Adat sumando juga mengacu kepada konsep adat bersendikan syarak dan syarak
bersendikan kitabullah.
60
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
dengan amanah yang diberikan Allah kepada dirinya. Ada pula cita-
cita tersebut yang sama atau hampir sama dengan orang lain. Namun
demikin, adat Melayu mengatur arah yang benar tentang cita-cita
bersama ini, yang tumbuh dari cita-cita individu, kelompok kecil,
sampai kumpulan besar, yaitu Melayu secara umum.
Cita-cita bersama masyarakat Melayu adalah menegakkan ajaran
Allah di muka bumi ini sebagai rahmat kepada seluruh alam. Selain
itu cita-cita bersama masyarakat Melayu adalah melakukan
kontinuitas dan perubahan kebudayaan sesuai dengan perkembangan
zaman. Cita-cita bersama lainnya adalah menegakkan sistem sosial
dunia, yang heterogen, berkeadilan, dan tidak ada penistaan terhadap
satu kelompok manusia pun di dunia ini. Cita-cita seterusnya orang
Melayu di dunia ini adalah membentuk persatuan dan kesatuan
geobudaya, yaitu sama-sama dalam kebudayaan Melayu yang sama,
yang terdiri dari beberapa negara bangsa. Namun intinya kebersamaan
juga dapat dijalin dengan bangsa serumpun Melayu di mana pun di
dunia ini. Kebersamaan ini bagi orang Melayu adalah hakikat dari
kekuatan politik, budaya, dan sosial. Semakin menjadi kecil dan
berkabilah-kabilah (berkelompok kecil), maka semakin tidak kuatlah
posisi politiknya. Sebaliknya apabila bersatu, maka kita akan menjadi
kuat.
7. Nilai kekuasaan dan martabat
Nilai lainnya yang terdapat dalam adat Melayu adalah nilai
kekuasaan dan martabat. Di dalam kebudayaan Melayu, pada
hakekatnya setiap orang diberikan Allah kekuasaannya masing-
masing. Manusia adalah khalifah di muka bumi. Dialah yang
memimpin alam ini. Selain itu setiap individu diberikan berbagai
kelebihan dan perannya masing-masing. Ia akan menjadi kuat dan
terpolarisasi dengan baik dan benar ketika ia mampu mensinerjikan
kemampuannya ini dengan orang lain atau kelompok lain. Ia akan
menjadi terhormat dan bermartabat ketika ia mampu menjadi sumber
inspirasi atau sumber keadilan dan kebersamaan sosial terhadap
sesamanya.
Kekuasaan dan martabat seorang Melayu sebenarnya tidak
ditentukan oleh kedudukan sosial yang diperolehnya atau materi yang
62
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
64
Bab II: Adat dalam Peradaban Melayu
Bagan 2.1:
Hubungan Budaya, Adat, dan Ragam Adat
dalam Kebudayaan Melayu
65
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
BAB III
GAGASAN PERKAWINAN
DALAM BUDAYA MELAYU
3.1 Pengenalan
(a) Ar-Ruum 21
68
Bab III: Gagasan Perkawinan dalam Budaya Melayu
(b) Annisa 4
(c) Annur 32
1
Pemberian itu ialah emas kawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan
kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas. Dalam konteks social
dan budaya, pemberian emas kawin ini adalah sebagai symbol awal tanggung jawab
seorang calon suami nantinya, akan memberikan apapun untuk sang istri tercinta dan
anak-anak keturunan mereka. Bagaimanapun seorang istri adalh imam, yaitu pemimpin di
dalam keluarga.
69
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
70
Bab III: Gagasan Perkawinan dalam Budaya Melayu
(e) Annisa’ 23
2
Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. Seterusnya yang
dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya
ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak
istrimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang
tidak dalam pemeliharaannya.
71
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
(f) Annisa 24
73
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
77
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Bagi para orang tua Melayu zaman dahulu ada beberapa kriteria
dalam menentukan jodoh bagi anak-anaknya. Di antara kriteria itu
adalah: agama, keturunan, harta, dan rupa. Namun selaras dengan ajaran
Islam, maka kriteria yang pertamalah yang diutamakan dalam konteks
pemilihan jodoh ini, bukan kriteria-kriteria berikutnya.
Pada dasarnya adat dan budaya Melayu telah mengajarkan kepada
kita mengenai pembentukan generasi yang unggul. Ungkapan Melayu
mengatakan bahwa bibit yang baik akan menghasilkan buah yang baik.
Adat dan budaya Melayu telah memberikan tunjuk ajar yang berarti bagi
kita tentang bagaiman merencanakan dan membentuk generasi Melayu ke
depan.
78
Bab III: Gagasan Perkawinan dalam Budaya Melayu
79
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
3
Di dalam kebudayaan etnik-etnik di Sumatera Timur atau Sumatera Utara sekarang
ini, tradisi komunikasi verbal secara senyap-senyap seperti ini terdapat di dalam beberapa
kebudayaan etniknya. Di antaranya adalah pada etnik Mandailing, yang disebut tradisi
markusip. Dalam hal ini pemuda mendatangi gadis pujaannya, biasanya memainkan alat
musik tiup yang disebut tulila terbuat dari bambu. Kemudian mereka berkomunikasi
mesra dalam konteks “pacaran” secara berbisik-bisik dengan dibatasi dinding rumah. Ini
adalah salah satu bentuk kearifan lokal berupa etika dalam pemilihan jodoh, yang akan
mendampingi dirinya seumur hidup.
80
Bab III: Gagasan Perkawinan dalam Budaya Melayu
81
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
krisis yang sama dan selaras pula. Contohnya adalah krisis moneter tahun
1998 dan seterusnya.
Demikian pula berbagai nilai budaya yang tidak sesuai dengan
kebudayaan etnik atau bangsa tertentu akan membentur nilai-nilai
budayanya. Misalnya ada sebuah bangsa yang menyanjung tinggi nilai-
nilai kegotong-royongan dan kebersamaan. Nilai ini akan berhadapan
dengan nilai budaya yang sangat mendukung hak-hak individual dan
kurang menempatkan hak-hak komunnal. Masih banyak fenomena
sosiobudaya lain yang terjadi dengan masif di seluruh dunia ini, tidak
terkecuali bagi masyarakat Melayu.
Selaras dengan perubahan zaman, maka nilai-nilai perkawinan dan
kebudayaan Melayu, dalam konteks adat yang sebenar adat (hukum alam
yang telah ditetapkan Allah) tidaklah berubah. Misalnya tujuan
perkawinan untuk meneruskan generasi manusia, untuk menjalani hidup
sebagai manusia yang berpasang-pasangan, untuk ketenteraman hati, dan
seterusnya.
Namun demikian dalam konteks pemilihan jodoh, upacara adatnya,
konteks sosial dan budaya dalam pemilihan jodoh, dan hal-hal sejenis
adalah mengalami perubahan. Di antara perubahan-perubahan tersebut
adalah seperti diuraikan berikut ini.
Kalau zaman dahulu orang tua sangat dominan menentukan jodoh
anaknya, maka kini jodoh lebih “dominan” ditentukan oleh anak itu
sendiri, karena perubahan pola-pola sosialisasi manusia, seperti pada
lingkup pendidikan formal dan nonformal, lingkungan sosial, gaya hidup,
dan juga perkembangan teknologi dan media, dan faktor-faktor sejenis.
Kalau zaman dahulu para bujang dan dara Melayu berkenalan dalam
berbagai aktivitas sosial yang berkaitan dengan siklus bercocok tanam
padi, atau ke laut dan panen hasil laut, maka kini mereka berkenalan di
berbagai tempat yang juga telah berkembang, seperti di mal-mal,
supermarket, tempat-tempat rekreasi, pusat kebudayaan, menonton film,
plaza-plaza, dan seterusnya sebagai simbol artefak dan gaya hidup di
masa kini. Jadi perkenalan tersebut tidak begitu terawasi oleh kedua
orang tuanya. Dalam perkembangan yang seperti ini, para bujang dan
dara ini dapat saja melakukan penyimpangan sosial yang tidak terlalu
ketat pengawasannya dan sanksinya secara sosial dan budaya. Misalnya
82
Bab III: Gagasan Perkawinan dalam Budaya Melayu
83
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
84
Bab IV: Identitas dan Struktur Kekekrabatan Masyarakat Melayu
BAB IV
4.1 Pengenalan
86
Bab IV: Identitas dan Struktur Kekekrabatan Masyarakat Melayu
Peta 4.1
Wilayah Dunia Melayu
88
Bab IV: Identitas dan Struktur Kekekrabatan Masyarakat Melayu
91
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
stipulate the respective ethnic labels of their citizens, the Indonesian identity
card does not include any ethnic labelling. So in Indonesia, 'Malayness' is a
matter of subjective-identification, rather than objective category belonging to
legally imposed set (Vivienne Wee, 1985:7-8).
4.3.2 Sifat-sifat
1
Dalam kehidupan sosiopolitis di Sumatera Utara, istilah Melayu sahabat semua
suku ini, dipopulerkan oleh Dato’ Seri Syamsul Arifin. Di dalam kalimat ini terkandung
nilai-nilai multikulturalisme, yang sinerji dengan konsep kebangsaan Indonesia yaitu
bhinneka tunggal ika, biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Selain itu, istilah ini juga
mengekspresikan bahwa orang Melayu itu dalam memandang manusia serta bergaul
secara sosial dengan semua manusia, yang sesuai dengan ajaran Islam, bahwa setiap
96
Bab IV: Identitas dan Struktur Kekekrabatan Masyarakat Melayu
melawan jika terdesak. Artinya orang Melayu tidak suka mencari lawan,
sabar dan mengalah diutamakan. Namun demikian, kesabaran ada
batasnya, jika sudah hilang kesabaran dan terdesak, maka orang Melayu
pastilah melawan. (5) Orang Melayu bersifat setia, tidak ingkar janji.
Bagi orang Melayu kesetiaan adalah di atas segala-galanya. Mereka ini
sangat segan pada orang alim, setia pada pemimpin, hormat pada orang
tua, menyayangi yang lebih muda, serta patuh kepada ketentuan dan
kaidah yang berlaku.
Hal mendasar yang dijadikan identitas etnik Melayu adalah adat
resam, termasuk aplikasinya dalam sastra, bahasa, dan kesenian. Dalam
bahasa Arab adat berarti kebiasaan, lembaga, peraturan, atau hukum.
Sedangkan dalam bahasa Melayu dapat dipadankan dengan kata resam.
Resam adalah jenis tumbuhan pakis besar, tangkai daunnya biasanya
dipergunakan untuk kalam, alat tulis untuk menulis huruf-huruf Arab.
Arti lain kata resam adalah adat. Jadi dalam bahasa Melayu yang
sekarang ini, adat dan resam sudah digabung menjadi satu yaitu adat
resam.
muslim adalah rahmat kepada seluruh alam. Lebih jauh lagi setiap orang Melayu adalah
rahmat kepada semua orang dan makhluk di dunia ini.
97
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
2
Tingkatan-tingkatan bangsawan Melayu Sumatera Timur ini, diolah dari penjelasan
yang dikemukakan para narasumber, yang diperoleh dari penelitian lapangan. Wilayah
penelitian mencakup: Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, Bilah, Pane, Kota-
pinang, dan Kualuh.
99
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Bagan 4.1:
Tingkat Kebangsawanan Melayu di Sumatera Utara
dan Hubungannya dengan Rakyat
100
Bab IV: Identitas dan Struktur Kekekrabatan Masyarakat Melayu
101
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Bagan 4.2:
Kekerabatan Melayu Secara Vertikal
102
Bab IV: Identitas dan Struktur Kekekrabatan Masyarakat Melayu
Bagan 4.3:
Struktur dan Sebutan Anak pada
Keluarga Inti Melayu Sumatera Timur
103
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
mak, yang bererti ibu atau bunda, yang melahirkan kita (embai); (11)
abang, yang berasal dari kata bak atau bah yang artinya saudara tua
laki-laki; (12) kakak, berasal dari kata kak, yang berarsaudara tua
perempuan; (13) adik, yang berasal dari kata dik, artinya saudara lelaki
atau perempuan yang lebih muda; (14) empuan, artinya sama dengan
istri, tempat asal anak; (15) laki, yaitu suami.
Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Timur dikenal pula istilah
puang, yaitu saudara laki-laki atau wali dari pihak ayah atau ibu.
Seterusnya dikenal pula istilah kekerabatan anak beru, yang terdiri dari
anak beru kontan dan anak beru condong. Yang dimaksud anak beru
kontan adalah suami atau istri dari anak kandung. Di sisi lain, anak beru
condong adalah aluran menantu dari pihak ayah atau ibu.3
Jadi institusi perkawinan adalah berfungsi pula untuk menjaga turai
kekerabatan ini, yang menjamin keturunan menurut hukum Allah.
3
Istilah puang, anak beru, serta impal ini, dalam konteks kebudayaan Sumatera
Utara, memperlihatkan adanya hubungan antara kebudayaan Melayu dan Karo. Di dalam
kebudayaan Karo, dikenal tiga unsur kekerabatan utama, yang ditarik dari dua faktor yaitu
hubungan darah dan perkawinan, yaitu: (a) senina (saudara satu klen yang ditarik dari
garis keturunan ayah); (b) kalimbubu, yaitu pihak yang memberikan istri; dan (c) anak
beru, yaitu pihak yang menerima istri. Secara umum, dalam kebudayaan Karo ini, dikenal
rakut sitelu (tiga kerabat utama), merga silima (lima klen utama orang Karo: Karo-karo,
Sembiring, Perangin-angin, Tarigan, dan Ginting), dan tutur siwaluh (pertuturan yang
delapan). Ketiga aspek ini, yaitu rakut sitelu, merga silima, dan tutur siwaluh, dapat
digambarkan sebagai berikut.
105
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
106
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
BAB V
5.1 Pengenalan
107
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
1
Dalam konteks upacara adat perkawinan Melayu ini, komunikasi verbal
memegang peranan utama. Komunikasi verbal ini terutama dikendalikan dan
diarahkan oleh dua orang telangkai yang mewakili pihak laki-laki dan pihak
perempuan. Bahasa yang digunakan sepenuhnya adalah bahasa Melayu, yang
memiliki nilai-nilai etika dan estetikanya tersendiri. Bahasa ini adalah
mengekspresikan peradaban Melayu, seperti yang diungkap dalam pribahasa: yang
kurik kundi, yang merah saga; yang baik budi, yang indah bahasa. Dalam konteks
ilmu komunikasi, telangkai menjadi komunikator (sumber pesan), dan sekaligus
sebagai komunkate (penerima pesan). Peserta upacara adalah sebagai komunikate
juga. Dalam konteks ilmu linguistik, telangkai adalah tenor, peserta upacara adalah
pelibat, dan lingkungan upacara adalah medan (fields).
108
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
2
Dalam konteks kerja di dalam ilmu pengetahuan, seperti pada antropologi,
sosiologi, etnomusikologi, antropologi, komunikasi, dan lainnya; studi lapangan
menjadi ciri utamanya. Kerja ini meliputi pengamatan terlibat, wawancara,
perekaman kegiatan yang diteliti, pemilihan peristiwa, pendekatan kepada
informan kunci dan pangkal, dan lain-lainnya.
109
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
ini juga diedit oleh dua orang editor yaitu Noor Fuady, S.E. dan
Edi Syahputra, S.T. Terdiri dari 122 halaman isi ditambah v
halaman bahagian awal. Menggunakan huruf font Time New
Roman 12 dengan satu setengah spasi.
2. O.K. Moehad Sjah, tahun 2012 menulis buku yang temanya
perkawinan Melayu, yang bertajuk Adat Perkawinan
Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur. Buku ini
diterbitkan di Medan oleh Universitas Sumatera Utara Press.
Secara keseluruhan buku ini terdiri dari bahagian isi sebanyak
172 halaman ditambah bahagian awal sebanyak vii halaman,
disertai ilustrasi berupa foto-foto yang dicetak berwarna.
Menggunakan huruf font arial 11, dengan spasi satu setengah.
3. O.K. Gusti bin O.K. Zakaria bin H. O.K. M. Saad bin Datuk
Muda Thaib, menulis sebuah buku yang juga bertema adat
perkawinan Melayu, yang bertajuk Upacara Adat-Istiadat Suku
Melayu Pesisir Sumatera Timur. Buku ini terdiri atas 66
halaman, menggunakan huruf font Times New Roman ukuran
11.
4. Happy Susanto, M.A. dan Mahyudin Al Mudra, S.H., M.M.
menulis sebuah artikel yang bertema upacara adat perkawinan
Melayu, dengan judul “Adat Perkawinan Melayu” yang
diunggahnya dalam laman web yang beralamat di
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1545)
5. Ari Ansera, menulis sebuah artikel yang bertajuk “Tradisi
Pernikahan Adat Melayu Kepulauan Riau.” Artikel ini dimuat
(diunggah) penulisnya dalam sebuah situs web yang beralamat di
http://arigentser29serasan.blogspot.com/2013/11/tradisi-pernika-
han-adat-melayu.html.
6. Wardah Fazri yang menulis artikel tentang proses perkawinan
adat Melayu Palembang dari satu upacara ke upacara lainnya. Ia
menguraikan secara general perkawinan ini. Adapun alamat
laman webnya adalah pada http://female.kompas.com/read/2010/
02/02/19150389/Prosesi.Pernikahan.Adat.Palembang
7. Chandra, menulis sebuah artikel yang bertajuk “Adat-istiadat
Melayu Kayung Kalimantan Barat.” Tulisan ini diunggahnya
111
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Tabel 5.1:
Perbandingan Proses Perkawinan Adat Melayu
Oleh Beberapa Penulis
1. Yuscan merisik dan meminang akad nikah 1. naik sembah Upacara nikah
1. merisik berbisi 1. persiapan keluarga lelaki 2. malam bersatu kawin kawasan
2. merisik kecil 2. persiapan keluarga (lepas pantang) Sumatera Timur
3. merisik besar perempuan 3. meminjam (Tamiang,
4. meminang malam berinai pengantin Langkat, Deli,
a. berinai curi Serdang,
b. berinai kecil Batubara,
c. berinai besar Asahan, dan
pengantin bersanding Labuhanbatu)
1. mengantar pengantin
a. persiapan kel. lelaki
b. persiapan keluarga
perempuan
c. tertib acara
pelaksanaan
112
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
2. menyambut kedatangan
rombongan pengantin
lelaki
a. silat tarik
b. hempang batang
c. silat laga
d. tukar tepak sirih di
halaman
e. tukar memayungi
pengantin
f. perang bertih/ bunga
rampai
g. tari persembahan
h. sepatah kata di
halaman
i. hempang pintu
j. pijak batu lagan
k. sembah mertua
l. hempang kipas/
pelaminan
m. tepung tawar
n. makan nasi hadap-
hadapan/ nasi belam
o. mandi bedimbar
117
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
118
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
3
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) versi elektronik, yang
dimaksud dengan telangkai (te-lang-kai) n 1. Perantara dalam perkawinan juga
dalam perundingan: akhirnya pemuda itu menyuruh seorang telangkai meminang
gadis idamannya untuk menjadi istrinya; dalam telangkai artinya sudah dipinang
orang; 2. Perantara atau wakil, orang tua yang menjadi telangkai di penjualan
kerbau itu; menelangkai, v menanyakan (meminang) gadis untuk: dia menelangkai
anaknya yang tertua; penelangkaian, artinya n peminangan (dengan perantara
telangkai).
119
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
122
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
124
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
kadang kala berjumlah 7 buah atau lebih. Jumlah ini selaras dengan
tingkat kedudukan sosialnya. Tepak-tepak yang berjumlah ganjil
tersebut ialah: (1) tepak pembuka kata atau tepak merisik, (2) tepak
meminang, (3) tepak janji, (4) tepak bertukar tanda, dan (5)
beberapa tepak penggiring.
Gambar 5.1:
Beberapa Perlengkapan untuk
Acara Merisik dan Meminang
Gambar 5.2:
Salah Satu Suasana Merisik dan Meminang
131
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Kata-kata dan pantun terurai di atas, adalah cara tetamu (pihak laki-
laki) menyatakan maksud dengan memulakan kata-kata yang
bersifat menghormati tuan rumah (pihak perempuan). Selepas saja
pihak lelaki berkata, maka pihak perempuan menjawab atau
membalasnya dengan berpantun pula, dengan contoh sebagai
berikut.
Singapura berupa-rupa,
Sapu tangan jatuh di lumpur,
Hendak lupa tak bisa lupa,
Lupa sebentar di kala tidur.
ini, tidak dibenarkan ingkar janji dan tidak keberatan pula untuk
melanjutkan pembicaraan tentang risikan (peminangan) ini,
biasanya mereka mendapat jawaban yang menyenangkan.
Pertanyaan seperti tersebut di atas lazim dikemukakan, untuk
menghindarkan perselisihan yang kemudian mungkin timbul.
Risikan dan pinangan yang dilakukan sekarang ini adalah resmi,
disaksikan oleh penghulu telangkai. Misalnya, lain yang dihajat
untuk dipinang, lain yang didapat waktu bersanding atau jadi istri,
karena salah sebut nama waktu meminang.
Yang dihindari adalah lain nama laki-laki yang disebut waktu
merisik, lain pula laki-laki yang datang waktu menikah. Di sisi
lain, harus pula diketahui dan berjanji bahwa calon-calon pengantin
ini tidak cedera dan harus waras pikirannya, dan bila nanti waktu
nikah ada cacat ataupun sesuatu yang tidak memenuhi janji,
maka masing-masing pihak bisa menolak. Setelah pihak laki-laki
berembuk, maka mereka pun berkomunikasi secara verbal yang
ditujukan kepada pihak perempuan dengan contoh sebagai berikut.
141
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
143
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
5.3.5 Berinai
4
Di beberapa tempat di wilayah kebudayaan Melayu Sumatera Timur, ada
pula yang menyebut malam pertama berinai ini disebut inai curi, sedangkan malam
kedua dan ketiga yang tadinya masing-masing disebut malam inai kecil dan malam
inai besar, kedua-duanya disebut saja sebagai malam inai adat.
151
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
152
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.3
Calon Pengantin Perempuan
pada Upacara Malam Berinai
153
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.4:
Tari Makan Sirih Dipersembahkan di Depan
Calon Pengantin Perempuan
pada Upacara Malam Berinai
154
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.5:
Inai yang Siap Digunakan
Gambar 5.6:
Gerak Sembah Awal Tari Inai pada Upacara Malam Berinai
155
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.7:
Dua Penari Inai Menampilkan Keahlian
Menggerakkan Piring pada Upacara Malam Berinai
Gambar 5.8:
Penari Inai Sedang Melakukan Atraksi Gerak
di Atas Pahar
Gambar 5.9:
Acara Hiburan Meronggeng Selepas Pertunjukan Tari Inai
Pada Upacara Malam Berinai
157
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
percaya bahwa penyakit awal kali datang dari ujung kaki dan
tangan, maka pada bahagian inilah inai ditempelkan.
Setelah masuknya Islam, guna tari inai untuk memperkuat
ketahanan jasmani dan rohani pengantin berangsur-angsur tidak
lagi dipercayai. Setelah masuknya agama Islam dalam kehidupan
etnik Melayu, dan dijadikan sebagai pandangan hidup berupa adat
bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah, maka guna
tari inai adalah sebagai hiburan yang mengandung nilai-nilai
estetis dan sedikit ritual, sebagai salah satu identitas budaya Melayu
dalam aktivitas perkawinan. Sedangkan fungsinya, dapat saja
sebagai pengabsahan pengantin secara adat, meneruskan generasi,
pengintegrasian masyarakat, perlambangan, pengungkapan esetetis,
emosi jasmani, dan lainnya.
Setelah selesainya upacara malam berinai ini, maka selalu juga
malam tersebut diselenggarakan hiburan dengan pertunjukan musik
dan tarian Melayu lainnya, seperti hadrah, burdah, rodat,
ronggeng, dan lain-lain. Ini semua dilakukan di rumah pihak calon
mempelai perempuan. Keesokan harinya dilaksanakan upacara akad
nikah atau lazim juga disebut istiadat nikah kawin Melayu.
161
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Ini adalah teks akad nikah kalau walinya adalah tuan kadi. Jika
ayahnya langsung, maka teks akad nikah itu adalah sebagai berikut.
162
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
163
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.10:
Akad Nikah
164
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Bismillahirrohmanirrohim
Wa aufuu bil-ahdi innal-ahda kaana mas-uulaa
(Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut)
Sesudah akad nikah, saya (Nama Mempelai Pria) bin (Nama Ayah
Mempelai Pria) saya berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan
menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan saya
pergauli istri saya bernama (Nama Mempelai Wanita) binti (Nama Ayah
Mempelai Wanita) dengan baik (muasyarah bil maruf) menurut syariat
agama Islam.
Selanjutnya saya membaca sighat talik atas istri saya itu sebagai
berikut:
Sewaktu-waktu saya:
165
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
(Tandatangan)
(Nama Jelas Mempelai Pria)
167
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.11:
Doa Selesai Akad Nikah Dipimpin Tuan Kadi
169
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
170
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
171
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
172
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.12:
Pengantin Lelaki Dijulang dalam Ritual
Prosesi Menghantar Pengantin Lelaki Bersanding
176
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.13:
Rombongan Pengantin Lelaki Berhenti di Halaman Rumah
Pengantin Perempuan
177
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.14:
Pertunjukan Silat Menyambut Kedatangan
Rombongan Mempelai Lelaki
Gambar 5.15:
Suasana Hempang Batang
178
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.16:
Tukar Tepak di Tengah Halaman
Gambar 5.17:
Pertunjukan Tari Persembahan di Tengah Halaman
179
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
180
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
181
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.18:
Suasana Hempang Pintu
183
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.19:
Pijak Batu Lagan
maka itu,
Kami datang membawa adat,
Hempang pintu mohon diurai,
184
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.20:
Suasana Hempang Kipas
186
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.21:
Kedua Mempelai Duduk Bersanding di Pelaminan
187
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.22:
Sembah Istri kepada Suami
Gambar 5.23:
Sembah kepada Orang Tua
188
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.24:
Tepung Tawar dan Doa Dari Ayahanda
Gambar 5.25:
Tepung Tawar dan Doa Dari Ibunda
189
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.26:
Tepung Tawar dari Kerabat
5
Dalam penelitian lapangan, diperoleh data kultural, bahwa istilah tepung
tawar ini berasal dari dua kata yaitu tampung dan tawar. Artinya seseorang itu
menampung penawar, berupa doa-doa yang disertai ramuan-ramuan yang
mengandung makna budaya. Istilah tampung tawar ini, lama kelamaan berdasarkan
situasi zaman dan perubahan bahasa menjadi tepung tawar.
6
O.K. Moehad Sjah (2012:41) merinci penggunaan tampung tawar dalam
kebudayaan Melayu itu, ke dalam beberapa konteks kebudayaan. Konteks tersebut
adalah: (1) untuk pengantin pada saat, a. malam berinai, b. bersanding, c. lepas
halangan (jika pengantin perempuan masih perawan); (2) wanita lepas bersalin atau
melahirkan; (3) mencukur anak; (4) anak berkhitan atau sunat Rasul; (5) memasuki
190
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
tawar ini berasal dari kata tampung tawar yang maknanya tangan
menampung penawar (obat).
Susunan tepung tawar yang biasa digunakan oleh masyarakat
Melayu, secara umum terdiri dari tiga bahagian pokok, yaitu
sebagai berikut.
(1) ramuan penabur yang terdiri dari: a. beras putih yang
melambangkan kesuburan; b. beras kuning yang melambang-
kan kemuliaan dan kesungguhan; c. bertih yang melambangkan
perkembangan, d. bunga rampai yang melambangkan keharum-
an nama, e. tepung beras yang melambangkan kebersihan hati;
(2) ramuan rinjisan yang terdiri dari: daun kalinjuhang (silinju-
hang; tangkai dan daun pohon pepulut (sipulut); daun
gandarusa atau daun sitawar; daun jejerun (jerun-jerun); daun
sepenuh; daun sedingin; dan pohon dan akar sembau;
(3) perdupaan yang terdiri dari kemenyan atau setanggi yang
dibakar—yang dapat diartikan doa kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa (Lah Husni, 1977:74-79), oleh sanak keluarga dari
kedua belah pihak, 7 juga tokoh-tokoh adat, dan masyarakat
sekitar.
rumah baru yang ditempati; (6) orang yang akan berjalan jauh; (7) pulang selamat
dari merantau atau perjalanan jauh; (8) permulaan membuka hutan untuk
berladang; (9) permulaan menukal, membuat lubang di tanah untuk menanam
padi, pada tujuh lubang pertama saja: a. kayu penukal dari batang sekapung, b.
tampung tawar pada tanah yang akan ditugal, c. diletakkan air di dalam geluk
(tempurung kelapa); (10) benih padi yang akan ditanam; (11) permulaan mengetam
padi; (12) menyimpan padi dalam lumbung; (13) sembuh dari penyakit yang berat,
dan (14) anak selesai berkelahi dan mengeluarkan darah.
7
Di dalam kebudayaan Melayu Riau (daratan dan kepulauan), istilah tepung
tawar ini lazim disebut dengan tepuk tepung tawar. Menurut Tenas Effendy
(2013), upacara tepuk tepung tawar ini, hakekatnya adalah doa untuk keselamatan
dan kesejahteraan pemberi dan penerima, serta cerminan kesucian hati pihak
penepuk tepung tawar dalam menerima dan melepaskannya dari Bumi Lancang
Kuning (Riau) ini. Menurutnya, berbagai ramuan (alat kelengkapan) yang dibuat,
memiliki makna-makna sebagai berikut: (a) daun setawar melambangkan adat
penawar yang berbisa atau beracun, dan disebut juga membuang segala yang sial,
menolak segala yang merusak, menawar segala perbuatan buruk manusia, jin, dan
setan. (b) Daun sedingin, melambangkan kesabaran, ketenangan, kedamaian,
191
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.27:
Persembahan Barzanji dan Marhaban
Mengiringi Acara Tepung Tawar
193
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.28:
Berbagai Jenis Makanan yang Disediakan pada Acara
Makan Nasi Hadap-hadapan
Gambar 5.29:
Salah Satu Suasana Acara Makan Nasi Hadap-hadapan
195
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
196
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
(1) Sebuah pasu besar berisi air dicampur bunga rampai, yang
disebut air taman, leher pasu tersebut dililit dengan daun
kelambir (nyiur) muda yang dianyam dan diberi nama lipan-
lipan.
(2) Sebuah pasu besar berisi air dicampur bunga rampai, irisan
limau mungkur, dan setanggi, dinamakan air ukuf, yang secara
budaya berfungsi untuk menolak bala, leher pasu ini dililit pula
dengan lipan-lipan.
(3) Empat gebuk yang pertama berisi empat batang gumba-gumba,
yang kedua berisi empat batang menyerupai burung, yang
ketiga berisikan empat buah berbentuk bola, dan terakhir berisi
bentuk empat tangga mesjid, tiap leher gebuk dihiasi lipan-
lipan juga.
(4) Dua buah mayang pinang yang masih bulat menyatu,
diletakkan pada dua pasu tadi.
(5) Satu gebuk berisi air doa selamat dan satu gebuk lagi berisi air
tolak bala.
(6) Dua buah kelapa muda dikupas sampai licin tinggal
tempurungnya saja, dan dua butir telur ayam.
(7) Dua batang lilin ditempatkan di dalam baki.
(8) Sebuah pahar berisi perlengkapan tampung tawar dan sebuah
perdupaan.
(9) Sebuah baki berisi alat-alat hias, seperti bedak, celak, dan
minyak wangi.
Prosesnya adalah kedua mempelai didudukkan di atas kursi,
lalu dilingkung di atas bahunya dengan sehelai kain panjang.
Keduanya memakai kain basahan lalu ditepungtawari oleh tiga
perempuan tua. Selanjutnya kedua pengantin tegak berdekatan di
atas sepotong ujung daun pisang, lalu bidang melilitkan tujuh helai
benang bola ke pinggang kedua pengantin seperti dua batang buluh
yang diikat menjadi satu. Kemudian gumba-gumba diambil lalu
disapukan tujuh kali dari kepala sampai ke kaki kedua pengantin.
Selanjutnya masing-masing mulut pengantin diisi air melalui
mayang pinang yang masih utuh, dan setelah masing-masing mulut
mempelai penuh berisi air, mereka saling menyemburkan ke arah
197
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
198
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.30:
Suasana Mandi Bedimbar
199
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
201
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.31:
Tengku Syahdan
Salah Seorang Telangkai Senior Sumatera Utara
202
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.32:
Tengku Ismail
Salah Seorang Telangkai Senior Sumatera Utara
207
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
kanan untuk pengantin pria dan di sisi kiri kedua orang tua
pengantin perempuan.
Selanjutnya dilakukan pembacaan doa yang dipimpin oleh
seorang ulama atau ustadz. Seterusnya adalah kata sambutan dari
ulama. Diteruskan dari tokoh masyarakat. Kemudian dilanjutkan
dengan kata sambutan dari yang mewakili keluarga pengantin
perempuan, juga yang mewakili dari keluarga mempelai laki-laki.
Setelah itu, dilakukan upacara tepung tawar dari kedua keluarga
besar. Selepas itu, salam-salaman dari para hadirin yang diundang.
Biasanya selepas salaman diadakan acara foto bersama pengantin
untuk para undangan ini, dari satu undangan ke undangan
berikutnya, tergantung situasi yang ada. Sementara para tetamu
biasanya makan makanan yang telah disediakan oleh panitia
penyelenggara, sambil menikmati hiburan musik atau tarian.
208
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan Gagasan Budaya
Gambar 5.33:
Contoh Foto Suntingan Upacara Resepsi Pernikahan di Medan
Yang Dijadikan Bahan Promosi bagi Fotografer dan
Ahli Shooting Video
209
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 5.34:
Salah Satu Suasana Resepsi Adat Perkawinan Melayu yang
Diselenggarakan di Gedung
Gambar 5.35
Busana Pengantin Melayu dalam Gaya Selayar Eropa
210
Bab V: Upacara Adat Perkawinan Melayu sebagai Terapan gagasan Budaya
Gambar 5.36
Papan Bunga pada Resepsi Adat Perkawinan Melayu sebagai
Kecenderungan Budaya Masa Kini
211
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
BAB VI
FUNGSI PERKAWINAN
6.1 Pengenalan
212
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
213
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
fungsi lebih jauh yaitu manusia Melayu akan berlanjut. Karena untuk
mendapatkan keturunan, aspek yang wajib dilakukan adalah
menyelenggarakan adat perkawinan Melayu, dimulai dari merisik,
meminang, jamu sukut, akad nikah, berinai, mengantar pengantin
bersanding, hempang batang, hempang pintu, hempang kipas, bersanding,
sembah orang tua, tepung tawar, marhaban, barzanji, mandi bedimbar,
meminjam pengantin, dan seterusnya.
Dengan melakukan upacara adat perkawinan ini, maka kedua pasang
suami dan istri yang baru ini diabsahkan secara agama dan adat sekaligus.
Keduanya diharapkan dan didoakan semoga akan segera mendapat anak,
dan abadi sampai keturunan-keturunan selanjutnya, yaitu cucu, cicit, dan
seterusnya. Dalam perspektif ini, keluarga baru ini menambah aset
kepada tegaknya generasi Melayu dalam konteks mengisi ruang dan
waktu dari zaman ke zaman. Dengan memiliki anak, maka jumlah umat
Melayu akan bertambah, dan menjadi daya dorong untuk lebih
meningkatkan daya gerak kebudayaan Melayu secara umum.
Dalam perspektif budaya Melayu, anak ini nantinya akan
meneruskan apa yang menjadi cita-cita kedua orang tuanya, yaitu
umumnya berharap dan berdoa agar anaknya ini menjadi manusia yang
berguna bagi agama, nusa, dan bangsanya. Bahkan ketika orang tua
meninggal dunia, maka putuslah semua pahala yang didapatinya di dunia,
kecuali tiga hal yakni: sedekah zariah, ilmu yang diamalkan orang lain,
serta anak yang saleh. Oleh karena itu, harapan setiap orang tua Melayu
adalah mendapatkan anak yang saleh, yang akan dapat memberinya
pahala, dan diterima di sisi Tuhan nanti setelah meninggal dunia. Anak
adalah amanah Allah kepada orang tuanya. Demikian pentingnya institusi
adat perkawinan ini dalam konteks untuk keberlanjutan generasi Melayu.
Institusi adat perkawinan ini pun selaras dengan semboyan Hang Tuah,
“Tak Melayu hilang di bumi.” Artinya kebudayaan Melayu akan terus
tegak di bumi Allah ini, yang salah satunya adalah melalui kontinuitas
dalam regenarasi manusia-manusia Melayu melalui terbinanya keluarga
yang salah satunya diabsahkan melalui perkawinan.
214
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
cinta yang diabsahkan oleh agama dan adat sekaligus. Selain menyatunya
dua insan ini, maka secara langsung akan menyatu pula dua keluarga
besar, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan yang membina rumah
tangga tersebut.
Seterusnya di mana pun di dunia ini, dengan terwujudnya sebuah
perkawinan, maka akan diatur tutur atau panggilan kekerabatan, baik
secara vertikal maupun horizontal. Struktur kekerabatan inilah yang
menjadikan manusia secara kelompok, baik kecil maupun besar, menjadi
harmoni. Hidup dalam suasana kekeluargaan. Yang satu menyayangi
yang lainnya, yang muda menghormati yang lebih tua, yang tua
memberikan kasih sayang kepada yang muda sebagai sebuah keluarga
besar. Nilai-nilai kebersamaan sebagai sebuah keluarga besar, sebagai
dampak dari terwujudnya perkawinan ini begitu menonjol.
Melalui institusi adat perkawinan ini, maka pihak-pihak yang
tadinya mungkin berseteru atau berkonflik secara sosial, kini menjadi
damai, karena telah menjadi sebuah keluarga besar. Begitu juga yang
tadinya agak “menjaga jarak” karena berbagai perbedaan, apakah itu
perbedaan budaya, ras, etnik, bahasa, tingkat sosioekonomi, jabatan,
kekuasaan, dan lainnya—kini menjadi tidak berjarak lagi. Bahkan dalam
sebuah keluarga besar, yang memiliki “kelebihan” apa pun memiliki
kewajiban untuk membantu keluarganya yang membutuhkan. Dengan
demikian, institusi adat perkawinan ini sangat berfungsi dalam menjaga
struktur kekerabatan, dan sekaligus menjaga eksistensi setiap individu
dalam sistem sosial masyarakat secara umum.
makhluk di muka bumi. Jika manusia rusak, maka akan rusak pulalah
alam ini, karena diakibatkan oleh kepemimpinan yang tersandang pada
setiap manusia. Sebaliknya, jika manusia itu sebagai makhluk yang
sempurna menjadi rahmat kepada seluruh alam, maka akan damai dan
sejahteralah semua yang ada di dunia ini, baik itu lingkungan, hewan,
tumbuhan, alam makrokosmos, alam mikrokosmos, sampai juga
makhluk-makhluk yang berada di alam gaib.
Dengan melakukan perkawinan ini, maka sempurnalah ia sebagai
manusia ciptaan Tuhan. Perkawinan adalah sebagai sebuah anugerah dan
juga takdir yang diturunkan Allah kepada manusia. Maka dengan
melakukan perkawinan, yang diabsahkan oleh agama dan adat, merasa
dan dipandang sempurnalah mereka itu. Bahkan ketika seseorang itu
sebenarnya mampu untuk melakukan perkawinan, baik dari sudut batin,
fisik, harta, kedudukan dan pangkat, dan lainnya yang mendukung, dan ia
dengan sengaja tidak melakukan perkawinan, maka ia dipandang
menyalahi hukum Tuhan. Bahkan dalam Islam, orang yang mampu
melakukan perkawinan untuk membentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah, warohmah, dan ia tidak melakukan itu, maka Nabi
Muhammd menyatakan bahwa ia bukan umatnya. Apa maksud dari
sunnah Rasulullah ini adalah bahwa seorang muslim yang taat kepada
perintah Allah (sebagai cara menjadi orang takwa), jika ia mampu untuk
berumah tangga, maka lakukanlah, jangan menghindarinya. Itu adalah
sebagai bagian dari menuju manusia yang sempurna (insan al-kamil).
Namun demikian, bagi setiap muslim yang belum mampu untuk
melakukan pernikahan, baik itu material, fisik, dan spiritualnya, maka ia
dianjurkan untuk melakukan puasa. Inti ajaran puasa ini adalah untuk
mengelola nafsu agar tidak liar dan tak dapat dikendalikan. Seorang
muslim yang baik diajarkan untuk dapat memanajemeni libido yang
dianugerahi Tuhan.
219
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
perkawinan, maka seorang itu telah melakukan kontak sosial dan budaya
dengan suami atau istrinya. Lebih jauh lagi kepada keluarga besar suami
atau istrinya. Lebih luas lagi, dengan terjalinnya hubungan yang semacam
ini, akan berdampak positif bagi konsistensi internal peradaban manusia
secara keseluruhan. Selain itu, perkawinan juga mendekatkan setiap
manusia dengan lingkungan dan semua makhluk yang ada di dunia ini,
berdasarkan konsep sebagai sama-sama makhluk ciptaan Tuhan, jangan
saling menyakiti, tetapi saling menjaga harmoni. Demikian kira-kira
tafsiran kami terhadap fungsi institusi adat perkawinan dalam semua
kelompok manusia di dunia, termasuk dalam kebudayan Melayu.
221
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
BAB VII
SENI PERTUNJUKAN
DALAM RANGKAIAN
UPACARA PERKAWINAN
7.1 Pengenalan
Tabel 7.1:
Kegiatan Upacara dan Seni yang Digunakan
224
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
225
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
curi, malam kedua inai adat, dan malam ketiga inai besar. Inai curi
berarti pengantin diberi inai oleh teman-temannya sewaktu pengantin
tidur, sehingga tidak ketahuan. Pada malam berinai adat, pengantin
wanita dihiasi, didandani, dan didudukkan di atas pelaminan yang
dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, dan kerabat, untuk ditepungtawari
oleh beberapa orang yang berhak menurut adat. Yang berhak ini adalah
kelurga pengantin wanita, seperti kedua orang tuanya, kakek dan
neneknya, pakcik dan makciknya, pengetua adat, dan yang sejajar
kedudukannya dengan yang disebutkan di atas.
Lalu dilanjutkan dengan penampilan tari inai, gambus, ronggeng,
dan hadrah. Setelah selesai penampilan tari inai, pengantin wanita
diberi inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh kedua orang
tuanya, keluarga, teman-teman dekatnya (khususnya wanita). Setelah
acara demi acara ditampilkan, maka pengantin wanita dibawa masuk
ke kamarnya untuk berinai yang sebenarnya, yang juga disebut malam
berinai besar (Rais, 1983:40).
Properti adalah suatu alat atau benda yang dapat dilihat dan
menempati dimensi ruang. Istilah properti sering dipergunakan pada
seni tari. Pada umumnya, dalam suatu tari properti berfungsi sebagai
pelengkap saja, atau juga sebagai alat pendukung gerak tari tersebut.
Properti tersebut sering dipakai sebagai nama atau judul dari sebuah
tari, misalnya properti payung untuk tari payung, properti piring untuk
tari piring, keris untuk tari keris, begitu juga selendang, kipas, lilin, dan
lainnya. Properti yang digunakan pada tari inai Melayu Pesisir Timur
Sumatera Utara, umumnya memakai dua buah piring kecil (misalnya
piring untuk tempat kue) dan di bahagian tengahnya dilengketkan
masing-masing sebatang lilin kecil, di pinggiran piring tersebut
diletakkan daun inai yang telah ditumbuk halus dicampur dengan gambir
dan kapur.
Seorang penari masing-masing memegang dua buah piring untuk
tangan kanan dan kiri. Di dalam kebudayaan Melayu di Sumatera
Utara, properti yang dipergunakan disebut rumah inai. Rumah inai
terbuat dari sebatang kayu kapuk (kabu-kabu), karena kayu ini relatif
ringan, sehingga jika dipegang oleh kedua jari-jari tangan tidak
membutuhkan tenaga yang besar, sehingga mudah pula digerak-gerakkan
227
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
228
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
(3) Ular todung meniti riak, hitungan satu kali delapan, tangan kanan
dibawa ke atas sejajar dengan mata. Hitungan satu kali delapan,
mengambil rumah inai. Pada hitungan satu sampai empat, tangan
kanan mengambil rumah inai dari arah kanan. Hitungan lima
sampai delapan, dibawa ke atas sambil diputar, hitungan satu
kali delapan, dibawa ke samping kanan, dan rumah inai dimainkan
di samping kanan. Hitungan satu kali delapan, dibawa ke samping
kiri dan dimainkan (dengan gerakan tangan). Pada hitungan satu
kali empat, tangan kiri mengambil rumah inai. Hitungan lima
sampai delapan, kedua rumah inai dimainkan ke depan dada.
Hitungan satu kali delapan, rumah inai dibawa ke samping kanan,
lalu dimainkan dengan kedua tangan. Hitungan satu kali delapan,
dibawa lagi ke samping kiri. Hitungan satu kali delapan, rumah
inai dibawa lagi ke depan dada dengan proses yang sama.
(4) Itik bangun dari tidur, hitungan satu kali delapan, lutut kaki kiri
mencecah di lantai (sikap berdiri dengan tumpuan pada lutut),
sedangkan kaki kanan menapak. Hitungan tujuh sampai delapan,
rumah inai dimainkan dengan tangan.
(5) Itik berdiri kaki sebelah dan menggamit langit. Hitungan satu kali
delapan, kaki kiri diangkat, kaki kanan sebagai tumpuan dan arah
badan berputar ke kanan, badan agak rendah, mata melihat ke
atas, sedangkan kedua tangan memegang rumah inai, sambil badan
berputar rumah inai juga dimainkan. Hitungan satu kali delapan,
digerakkan ke arah kiri, gerakan ini dilanjutkan dengan empat
kali delapan hitungan, dengan cara bergantian dan badan dalam
keadaan rendah.
(6) Puting beliung berbalik arah. Hitungan satu kali delapan, kaki
kanan dilangkahkan ke depan, sehingga seluruh badan condong ke
kanan. Lutut kanan ditekuk hingga hitungan tujuh sampai delapan,
rumah inai digerakkan dan badan lurus ke depan. Hitungan satu
kali delapan, badan berbalik ke kiri. Hitungan tujuh sampai
delapan sama dengan gerakan di atas. Hitungan satu kali delapan,
kaki kanan diangkat, sedangkan kaki kiri menapak inai dan
dimainkan. Hitungan satu kali delapan, kaki kanan diletakkan,
lutut ditekuk hingga seluruh badan condong ke kanan. Hitungan
229
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
230
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
231
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Tabel 7.2:
Deskripsi Gerak Tari Inai (Dengan Teknik Kinisiologi)
dan Pesan Komunikasi yang Disampaikan
Nbr Ragam Hitungan Deskripsi Gerak Penari Inai Sketsa Komunikasi yang
Gerak Gerak Disampaikan
232
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
3.11
1 sampai 8 Kebalikan numerik 3.9
233
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
7. Bonang (1 kali 8)
solai
7.1 1 sampai 6 Melangkah maju ke depan dengan Pesan yang ingin
kaki berjinjit. disampaikan adalah
merajut berbagai-bagai
7.2 7 sampai 8 Menggerakkan rumah inai dengan nilai-nilai persatua
proses memutar dengan posisi kaki dalam masyarakat.
kiri diangkat, kaki kanan sebagai
tumpuan
8. Buaya (2 kali 8)
melin-tang
8.1 tasik 1 sampai 2 Posisi kaki kiri menapak, Pesan yang akan
disampaikan,
3 sampai 6 Kaki kanan diangkat lurus ke berkorbanlah sekali-
belakang, berat badan bertumpu sekala untuk orang
pada kaki kiri. yang memerlukan
pertolongan.
8.2 7 sampai 8 Lutut kiri agak ditekuk, kedua
tangan melakukan proses gerakan
memutar.
235
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
9. Elang (1 kali 8)
balega
9.1 1 sampai 6 Kaki kanan diangkat, kaki kiri Pesan budaya yang
sebagai tumpuan, kedua tangan hendak disampaikan
merentang sejajar pinggang, lalu adalah bergerak
9.2 berputar 180 darjah ke arah kanan. seperti burung elang
yang sedang terbang di
udara, mengisyaratkan
bebas dan penuh
perhatian.
7 sampai 8 Kedua kaki menapak dengan sikap
kuda-kuda, kaki terbuka 90 darjah
dengan tangan membuat gerakan
bersilang.
10 Berokik (2 kali 8)
mengi-sai
bulu 1 sampai 4 Kedua tangan terbuka sejajar Pesannya menirukan
10.1 pinggang ke arah kiri, kaki gerak elang terbang
membentuk posisi kuda-kuda. yang bermakna awas
terhadap alam dengan
10.2 5 sampai 8 Badan membalik ke arah kanan, memperhatikan
posisi kaki kiri lurus ke belakang, sekeliling persekitara.
kaki kanan agak direndahkan
(tumpuan pada kaki kanan) posisi
tangan membentuk siku-siku
dilanjutkan dengan proses
memutar.
1 kali 8 Gerak ini berupa gerakan mundur
bergantian kanan dan kiri sebanyak
empat kali.
11 Berokik (2 kali 8)
melintas
batas
11.1 1 sampai 4 Kaki kanan ditekuk dekat ke kiri, Pesannya masih teap
tumpuan pada kaki kiri, badan agak mimesis gerakan
mermbungkuk. elang, dan menembusi
batas biasa ia terbang,
5 sampai 6 Gerak berlari kecil dengan kaki artinya selalu
236
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
12 Sem-bah (5 kali 8)
akhir
1 sampai 4 Kaki kiri ditarik ke belakang, lutut Memberi hormat
12.1 dicecahkan ke lantai. kepada semua makhluk
da persekitaran, di
12.2 5 sampai 8 Dilanjutkan menarik kaki kanan, mana kita menjadi
sehingga duduk bersimpuh, sikap bahagian darinya.
badan agak membungkuk.
237
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 7.1
Penari Inai dan Busananya
238
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
sejajar, tepatnya di atas lutut (tidak sampai mata kaki). Bahan yang
dipilih jenis kain satin yang lembut dan mengkilat, agar memperlancar
gerakan-gerakan penari dan pemusiknya. Untuk penari, warna yang
dipilih lebih "menyala" dibanding warna pakaian pemusiknya. Misalnya
merah, kuning, hijau, dan sebagainya, disesuaikan dengan kehendak
penari, pemusik, dan kelompoknya.
7.3.4 Inai
Gambar 7.2
Lilin dan Inai sebagai Properti Tari
240
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Gambar 7.3
Para Pemusik Iringan Tari Inai
(Pemian Gendang Ronggeng dan Biola)
241
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 7.4
Ensambel Musik Inai Tradisional
Gambar 7.5
Ensambel Musik Inai Masa Kini
243
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 7.6
Taksonomi Gendang Ronggeng yang Biasa dipakai
Mengiring Tari Ronggeng dan Inai
Gambar 7.7
Motif Tumbuhan pada Baluh Luar Gendang
Khas Buatan Yusuf Wibisono di Medan
245
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 7.8
Struktur Gendang Ronggeng
246
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Gambar 7.9
Biola
Sumber: www.concertgoersguide.org
247
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Gambar 7.10
Tawak-tawak atau Gong
Untuk Mengiringi Tai Inai
248
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Gambar 7.11
Struktur Tawak-tawak atau Gong
249
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
250
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Notasi 7.1:
Pola Dasar Ritme Rentak Mak Inang
251
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Notasi 7.2:
Kombinasi Tangan Kiri dan Tangan Kanan
pada Pola Rentak Mak Inang
Keterangan:
kn: kanan (tangan kanan)
kr: kiri (tangan kiri)
252
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Bagan 7.1:
Struktur Rentak Mak Inang
253
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Notasi 7.3:
Variasi Rentak Mak Inang
Notasi 7.4:
Pola Dasar Ritme Rentak Patam-patam
254
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
255
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Notasi 7.5:
Patam-patam
Pentranskripsi: Syarifah Aini
dan Kiki Alpinsyah
256
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Notasi 7.6:
Tangga Nada Lagu Patam-patam
Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yang mempunyai
arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan
khasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab.
Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur,
digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin
yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama
yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang
kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan
oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari
perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari
Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak
dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat
Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir
258
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
259
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
260
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Para pakar sejarah seni umumnya sepaham bahwa zapin yang datang
ke Nusantara ini berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan Hadhramaut itu
261
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
262
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Notasi 7.7:
Rentak Dasar Zapin
Notasi 7.8:
Teknik Interloking dalam Permainan Rentak Zapin
Tabel 7.3:
Beberapa Lagu Zapin yang Lazim Dipersembahkan
di Dunia Melayu
No Judul Keterangan
267
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Notasi 7.9:
Melodi Zapin Bulan Mengambang
268
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
270
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Notasi 7.10:
Lagu Zapin Lancang Kuning
271
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Lancang Kuning
Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam
Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam
Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam
Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang
badai
Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang
badai
Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga
Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning belayar malam
Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah paham hai kuranglah
paham
Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah paham hai kuranglah
paham
Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam
Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning belayar malam
Notasi 7.11:
Gerak Dasar Tari Zapin
274
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Gambar 7.11:
Suasana Pertunjukan Tari Zapin Bulan Mengambang di Salah Satu Pesta
Resepsi Perkawinan di Medan
275
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Notasi 7.12:
Contoh Hadrah, Lagu Bismillah Mula-mula
276
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
277
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
278
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Notasi 7.13:
Cupklikan Melodi Marhaban
279
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
280
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Selepas pertunjukan tari Persembahan dan lagu Makan Sirih ini, maka
acara persembahan berkutnya adalah tepung tawar yang disertai dengan
lagu yang khas untuk upacara perkawinan, yaitu lagu Rinjis-Rinjis dan
Anak Ikan.
Lagu Rinjis-rinjis dan Anak Ikan adalah dua lagu yang paling umum
digunakan untuk mengiringi upacara tepung tawar yang menjadi salah
satu bahagian dari keseluruhan rangkaian upacara perkawinan adat
Melayu. Lagu ini akan terus mengiringi para sanak keluarga dan tetamu
yang menepungtawari kedua mempelai. Panjang dan pendeknya
persembahkan disesuaikan dengan konteks. Penyanyi pula bisa berhenti
sementara musik terus saja dipersembahkan. Di antara teks lagu Rinjis-
rinjis yang lazim digunakan dalam mengiringi tepung tawar dalam
upacara perkawinan adalah seperti yang diturunkan berikut ini.
Rinjis-rinjis dipilis
Ditepungilah tawar
Hai beras kuning ditabur
Disiram si air mawar
7.9 Ronggeng
dan tarian yang kedua ini disebut dengan pecahan. Persembahan isi ini
adalah yang terpanjang masanya mengikut konteks. Bahagian
persembahan akhir biasanya menggunakan lagu Si Paku Gelang. Ini
adalah norma umum persembahan ronggeng Melayu Sumatera Utara.
Pada bahagian isi, sesuai dengan komposisi etnik yang terdapat di
Sumatera Utara, maka di antara lagu-lagu dan tarian yang digunakan
dalam ronggeng diselitkan pula lagu-lagu dari etnik di Sumatera Utara.
Misalnya dari Aceh digunakan lagu Bungong Jeumpa, dari Batak Toba
lagu Sipegge Supir dan Raja Doli. Dari budaya Minangkabau digunakan
lagu Babendi-bendi dan Haji Lahore, dari budaya Sunda digunakan lagu
Es Lilin, dari budaya Jawa digunakan lagu Kembang Kates, Rek Ayo Rek,
dan lain-lainnya.
Selain itu, dalam konteks upacara perkawinan ini sering pula
dipersembahkan tarian Serampang Dua Belas, sebagai tarian nasional
Indonesia. Tarian ini berasal dari kawasan Serdang Sumatera Utara, yang
dipolakan oleh Guru Sauti dari tarian tradisional Melayu Pulau Sari.
Tarian Serampang Dua Belas adalah tarian yang menceritakan perkenalan
pemuda dan pemudi dari awal, jatuh cinta, sampai bersanding di
pelaminan, yang terdiri dari dua belas ragam. Setiap ragam menceritakan
kejadian di masa percintaan mereka. Tarian ini diangkat menjadi tarian
nasional oleh Presiden Sukarno pada dasawarsa 1960-an. Kemudian
tarian ini sangat populer di seluruh Indonesia. Tarian ini pada masa
sekarang sering diperlombakan di berbagai peringkat seperti kabupaten,
kota, dan provinsi. Pemain akordion untuk tarian ini, adalah Dahlan
Siregar, dan kemudian diteruskan oleh Ahmad Setia, dan menurunkan
muridnya yaitu Erwansyah dan Kudri.
Lagu-lagu Melayu dalam pertunjukan ronggeng ini adalah lebih
mengutamakan garapan teks dibandingkan garapan melodi atau
instrumentasinya. Hal ini dapat dilihat dari garapan teks yang terus
menerus berubah, sedangkan melodinya sama atau hampir sama. Dengan
demikian musik Melayu ini dapat dikategorikan sebagai musik
logogenik. 1 Teksnya berdasar kepada pantun empat baris, kuatrin, yang
1
Jika sebuah genre musik mengutamakan aspek melodi dan ritme saja, dapat
dikategorikan sebagai musik melogenik. Contoh pertunjukan musik yang dikategorikan
283
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
terdiri dari dua baris sampiran dan dua baris isi. Kecenderungan
mempergunakan ulangan-ulangan apakah itu sampiran atau isinya.
Menurut Harun Mat Piah, pantun ialah sejenis puisi pada umumnya,
yang terdiri dari: empat baris dalam satu rangkap, empat perkataan
sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan
kekecualian. Tiap-tiap rangkap terbagi ke dalam dua unit: pembayang
(sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap melengkapi satu ide. Ciri-
ciri pantun Melayu dapat dibicarakan dari dua aspek penting, yaitu
eksternal dan internal. Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan
seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat dan didengar, yang termasuk
hal-hal berikut ini.
(1) Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap
terdiri dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2, 4, 6, 8, 10 dan
seterusnya, tetapi yang paling umum adalah empat baris (kuatrin). (2)
Setiap baris mengandung empat kata dasar. Oleh karena kata dalam
bahasa Melayu umumnya dwisuku kata, bila termasuk imbuhan, penanda
dan kata-kata fungsional, maka menjadikan jumlah suku kata pada setiap
baris berjumlah antra 8-10. Berarti unit yang paling penting ialah kata,
sedangkan suku kata adalah aspek sampingan. (3) Adanya klimaks, yaitu
perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan ada
dua kuplet maksud. (4) Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu
pembayang (sampiran) dan maksud (isi); karena itu sebuah kuatrin
mempunyai dua kuplet: satu kuplet pembayang dan satu kuplet maksud.
(5) Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan
sedikit variasi a-a-a-a. Mungkin juga terdapat rima internal, atau rima
pada perkataan-perkataan yang sejajar, tetapi tidak sebagai ciri penting.
Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan dalam
sebagai logogenik adalah pertunjukan ronggeng dan joget Melayu yang memang
mengutamakan teks berbentuk pantun yang disajikan oleh ronggeng dan pengunjung.
Aspek jual beli pantun secara spontanias merupakan ruh pertunjukan ronggeng.
Sementara contoh pertunjukan musik melogenik, yang hanya mengutamakan aspek nada
atau ritme saja, misalnya adalah pertunjukan gonrang bolon di Simalungun, yang tanpa
menggunakan vokal penyanyi, hanya mengutamakan melodi sarune bolon dan bunyi
gonrang sipitu-pitu, serta gong.
284
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
pembentukan sebuah pantun. (6) Setiap stanza pantun, apakah itu dua,
empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu pikiran yang bulat dan
lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.
Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan
secara subjektif berdasar pengalaman dan pemahaman pendengar,
termasuk: (7) Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan
tanggapan dan dunia pandangan (world view) masyarakat. (8) Adanya
hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud,
baik itu hubungan konkrit atau abstrak atau melalui lambang-lambang
(Harun Mat Piah, 1989: 91,123, 124).
Gambar 7.12:
Beberapa Ronggeng, Pemusik, dan Penyanyi
Persembahan Ronggeng di Sumatera Utara
285
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
286
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
pantun asal:
Tanjung Katung airnya biru,
Tempat hendak mencuci muka,
Lagi sekampung hatiku rindu,
Konon pula jauh di mata.
Digarap menjadi:
Tanjung Katung airnya biru (nyawa),
Tempat hendak mencucilaj muka,
Tanjung Katung airnya biru (sayang),
Tempat hendak (ah muka) mencuci muka,
Lagi sekampung hatiku rindu,
Konon pula (ah mata) jauh di mata,
Lagi sekampung hatiku rindu (nyawa),
Konon (ah konon mata) jauh di mata.
287
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Notasi 7.14:
Tanjung Katung
288
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
289
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
290
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
pantun asal:
Sayang Laksmana mati dibunuh,
Mati ditikam Radin Amperi,
Mujurlah kilat menjadi suluh,
Barulah tampak tanah daratan.
digarap menjadi:
Sayang Laksmana mati dibunuh (Laksmana sayang),
Matilah ditikam Radin Amperi,
Sayang Laksmana mati dibunuh (Laksmana sayang),
Matilah ditikam Radin Pangeran,
Mujurlah kilat menjadi suluh (Laksmana sayang),
Barulah tampak tanah daratan,
Mujurlah kilat menjadi suluh (Laksmana sayang),
Barulah tampak tanah daratan.
291
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Notasi 7.15:
Laksmana
292
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
293
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
294
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
295
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
7.10 Keyboard
296
Bab VII: Seni Pertunjukan dalam Rangkaian Upacara Perkawinan
Gambar 7.13:
Tiga Penyanyi diiringi Ensambel Keyboard
297
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
BAB VIII
8.1 Pengenalan
Sebagai sebuah institusi budaya yang eksis sejak dan selama adanya
masyarakat Melayu, maka perkawinan dalam kebudayaan Melayu dengan
segala gagasan, kegiatan, dan artefaknya mengandung berbagai kearifan.
Namun demikian, yang perlu dipahami adalah bahwa kebijaksanaan atau
kearifan dalam kebudayaan Melayu, tidak semata-mata bersifat lokal
(daerah). Orang-orang Melayu sebagai umat yang terbuka, inklusif, dan
terbiasa dalam mengelola berbagai peradaban, selalu menyandarkan
kearifannya pada nilai-nilai universal peradaban, tidak hanya bersifat
kelokalan saja. Oleh karena itu, pada bahagian ini, digunakan terminologi
kearifan saja, tidak kearifan lokal. Maknanya adalah kearifan yang
digagas dan dijalankan oleh orang-orang Melayu secara fungsional tidak
terbatas untuk kalangan orang-orang Melayu saja, tetapi kepada siapapun
dan di mana pun. Dalam hal ini sesuai dengan konsep kebudayaan
Melayu, bahwa setiap umat Melayu adalah menjadi rahmat kepada
seluruh alam semesta. Demikian pula diakui bahwa manusia diciptakan
Tuhan memang terdiri dari berbagai kelompok, baik itu ras, bangsa,
kelompok etnik (suku), namun pada dasarnya dalam gagasan peradaban
Melayu, semua manusia awalnya adalah satu. Dalam konteks agama
samawiyah semua manusia diturunkan dari Adam dan Siti Hawa. Jadi
kelokalan di sini memang diakui oleh orang Melayu, tetapi keuniversalan
adalah hal yang juga dijunjung dalam kearifannya.
Dalam konteks perkawinan ini, pada kebudayaan Melayu
terkandung kearifan-kearifan yang sifatnya universal, dan juga berciri
khas kebudayaan Melayu. Kearifan tersebut sebenarnya telah digariskan
298
Bab VIII: Kearifan dalam Adat Perkawinan Melayu
301
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
303
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
oyang, atok, ayah, anak, cucu, cicit, piut, entah-entah. Demikian pula
kerabat dan sebutannya seperti: saudara kandung, saudara tiri, saudara
seayah, saudara sewali, saudara dua kali wali, saudara dua kali impal,
saudara tiga kali wali, saudara tiga kali impal, dan seterusnya. Demikian
juga tutur: ayah, emak, abah, akak, uwak, pak cik, bisan, minantu, ipar,
semerayan, kemun, dan seterusnya.
Melalui perkawinanlah struktur kekerabatan itu terjaga dan lestari
dari masa ke masa. Bayangkan apabila tidak terdapat institusi perkawinan
dalam kebudayaan Melayu, apa yang terjadi? Tentu saja akan pupus
segala sistem kekerabatan yang telah dibentuk tadi, dan rusak pula
tatanan keluarga dan tatanan sosial dan budaya. Maka dampaknya akan
hancur dan rusak binasalah umat Melayu. Demikian pula umat-umat lain,
akan mengalami nasib yang sama apabila ditiadakannya institusi
perkawinan ini.
Dengan demikian di dalam institusi perkawinan ini terdapat
kearifan dalam rangka menjaga kekerabatan atau turai sosial secara
umum. Tujuannya adalah mencapai konsistensi internal, yang terpolakan
dengan sangat baik, dan disahkan oleh adat dan agama Islam.
307
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
308
Bab VIII: Kearifan dalam Adat Perkawinan Melayu
311
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
313
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
314
Bab IX: Kesimpulan, Saran, dan Epilog
BAB IX
KESIMPULAN, SARAN,
DAN EPILOG
9.1 Kesimpulan
318
Bab IX: Kesimpulan, Saran, dan Epilog
9.2 Saran-saran
Dalam semua masa dan ruang yang telah dilalui oleh masyarakat
Melayu, maka adat perkawinan terus kontinu, sekaligus mengalami
perubahan-perubahan di sana-sini. Apapun yang terjadi dalam institusi
adat perkawinan Melayu, semestinya polarisasinya haruslah mengarah
kepada penguatan identitas kebudayaan Melayu. Lebih jauh lagi adalah
menuju umat yang menjadi rahmat kepada semesta alam. Dalam mengisi
dimensi ruang dan waktu ini, perlu mempertimbangkan kontinuitas
(kesinambungan atau kelestarian) dan perubahan sekaligus. Diupayakan
oleh orang-orang Melayu agar kontinuitas dan perubahan yang terjadi
tidak revolutif tetapi evolutif dan secara alamiah saja. Bukan berupa
pemaksaan-pemaksaan yang sifatnya formal, dan masyarakat dengan
sangat terpaksa harus mematuhinya. Sebaiknya kontinuitas dan
perubahan dalam intitusi adat perkawinan Melayu adalah penuh dengan
kewajaran, kebijaksanaan, dan keadilan sosiobudaya.
Selain itu, karena seperti disadari, berdasarkan realitas yang terjadi,
upacara atau istiadat perkawinan Melayu memiliki variasi yang begitu
kaya, bukan hanya variasi berdasarkan geografi saja, tetapi juga variasi
berdasarkan pribadi pelakunya, maka sudah selayaknya dilakukan
319
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
di berbagai tempat tujuan wisata. Begitu juga dengan seni budaya yang
terkait dengan upacara adat perkawinan Melayu ini, juga dapat berfungsi
sebagai seni wisata kultural di kawasan ini. Oleh karena itu, kerjasama
antara lembaga-lembaga adat Melayu dan kementerian pariwisata,
budaya, dan juga ekonomi (kreatif) perlu terus digalakkan, bukan hanya
sekedar kata-kata, tetapi yang lebih penting adalah aplikasinya.
Bagaimanapun di dalam wisata terkandung kegiatan kultural, ekonomis,
dan tentu saja strategi pemeliharaan dan pengembangan adat.
9.3 Epilog
322
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
a. Kitab Suci
Al-Qur’an.
323
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Hall, D.G.E., 1968, A History of South-East Asia. New YorK: St. Martin's Press.
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia
Tenggara, 1994, (diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan
disunting oleh M. Habib Mustopo), Surabaya: Usaha Nasional.
Hart, Michael H., 1990. The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in
History. New York: Carol Publishing Group.
Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre
dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hasbullah Ma’ruf, 1977. Naskah Cara-cara Nikah-Kawin Adat Melayu
Sumatera Timur. Medan.
Haviland, William A., 1999. Antropologi (penerjemah R.G. Soekadijo). Jakarta:
Erlangga.
Hilman Hadikusuma, 1990. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya.
Husin Embi (et al.), 2004. “Adat Perkawinan di Melaka.” di dalam, Abdul Latiff
Abu Bakar dan Hanipah Hussin (ed.), 2004. Kepimpinan Adat
Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.
Ismail Husein, 1994. Antara Dunia Melayu dengan Dunia Indonesia. Kuala
Lumpur: University Kebangsaan Malaysia.
Koentjaraningrat. 1993. Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Penerbit
Gramedia Pustaka Utama.
Lim Teck Ghee dan Alberto G. Gomes (ed.), 1990. Tribal Peoples and
Development in Southeast Asia. Kuala Lumpur: Department of
Anthropology and Sociology, University of Malaya (Special
Unnumbered Issue of Manusia dan Masyarakat).
Linda Asmita, 1994. Studi Deskriptif Musik Inai dalam Konteks Upacara
Perkawinan Melayu di Desa Batang Kuis dan Desa Nagur, Kecamatan
Tanjung Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Medan: Jurusan
Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara (Skripsi
Sarjana Seni).
Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chichago: Northwestern
University Press.
Metzger, Laurent, 1994. “Kekuatan dan Kelemahan Orang Melayu: Suatu
Pandangan Seorang Asing,” Alam Melayu, Yaacob Harun (ed.),
Kuala Lumpur: Akademi Pengkajian Melayu Universiti Malaya, pp.
158-175.
Mohd Anis Md Nor, 1990. The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to
A National Performance Tradition (Disertasi Doktoral). Michigan:
The University of Michigan.
Muhammad Ali Zainuddin dan O.K. Gusti, 1995. Intisari Adat dalam Hal
Pinang-meminang dan Perkawinan Menurut Adat Resam Melayu
324
Daftar Pustaka
326
Daftar Pustaka
Tengku Luckman Sinar, 1994. Adat Perkawinan dan Tata Rias Pengantin
Melayu. Medan: Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya
Melayu.
Tengku Lah Husni, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk
Pesisir Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni.
Tengku Muhammad Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan
Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial
dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan.
Tengku Muhammad Lah Husni,1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir
Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim Penulis dan Pemrogram, Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi elektronik
luar jaringan/ luring). Jakarta: Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia.
Vansina, Jan. 1985. Oral Tradition as History. Wisconsin: University of
Wisconsin.
Hashim Wan Teh, 1997, Tamadun Melayu dan Pembinaan Tamadun Abad
Kedua Puluh Satu, Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.
Wee, Vivienne, 1985. Melayu: Heirarchies of Being in Riau. Disertasi doktor
falsafah. Canberra: The Australian National University.
Wilkinson, R.J., 1959. A Malay-English Dictionary (Romanised). London:
Mcmillan Co. Ltd.
Y. Apriyanto, et al., 2008. “Kearifan Lokal dalam Mewujudkan Pengelolaan
Sumberdaya Air yang Berkelanjutan.” Makalah Pada PKM IPB, Bogor.
Yuscan, 2007. Falsafah Luhur Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sumatera
Timur. Medan: Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia.
Zainal Arifin AKA, 2002. Cinta Tergadai, Kasih Tak Sampai: Riwayat Tengku
Amir Hamzah. Langkat: Dewan Kesenian Langkat.
Zainal Arifin AKA, 2005. Langkat dalam Sejarah dan Perjuangan
Kemerdekaan. Medan: Penerbit Mitra.
Zainal Kling, 2004. “Adat Melayu.” di dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan
Hanipah Hussin (ed.), 2004. Kepimpinan Adat Perkawinan Melayu
Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.
c. Internet
I Ketut Gobyah, “Berpijak pada Kearifan Lokal”, dalam http://www.balipos.
co.id , didownload 17/9/03.
Nyamai-Kisia, Caroline. 2010. Kearifan Lokal dan Pembangunan Indonesia.
http://phenomenaaroundus. blogspot. com/2010/06/ kearifan-lokal …
Tom Ibnur, dalam http://sriandalas.multiply.com/journal/item/25
327
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
328
Lampiran
LAMPIRAN
yang cocok untuk dirinya atau yang dalam adat Melayu biasa disebut dengan istilah merisik dan
meninjau. Setelah jodoh yang dirasa sesuai sudah dipilih, maka kemudian dilakukan tahap kegiatan
merasi, yaitu mencari-cari tahu apakah jodoh yang telah dipilih itu cocok (serasi) atau tidak. Jika
kedua tahapan tersebut dirasa sesuai dengan harapan diri orang yang akan menikah maka
kemudian dilakukan tahapan melamar, meminang, dan kemudian bertunangan. Setelah kedua
calon tersebut bertunangan, maka upacara perkawinan dapat segera dilangsungkan.
2. 1. Merisik dan Meninjau
Merisik adalah kegiatan memilih jodoh yang dilakukan orang tua untuk mencarikan calon istri
bagi anak laki-lakinya. Kegiatan merisik biasanya dilakukan apabila seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang gadis tetapi belum mengenali jati diri gadis tersebut atau jika sudah kenal
namun baru sebatas kenal sekilas saja. Tujuan dari kegiatan merisik adalah untuk memastikan
apakah gadis tersebut sudah memiliki pasangan atau belum. Tentunya, jika gadis tersebut telah
memiliki tunangan maka laki-laki tersebut tidak bisa lagi berniat untuk menikahinya. Sebab, dalam
hukum Islam seseorang itu dilarang untuk meminang tunangan orang lain.
Para orang tua biasanya mulai berpikir jika anak laki-lakinya dipandang sudah siap untuk
berkeluarga mereka akan mencari dan memperhatikan beberapa gadis yang dikenalinya. Di
samping sebagai jalan untuk mencari jodoh, kegiatan merisik juga dimaksudkan untuk mengetahui
latar belakang calon menantu perempuan, kesuciannya, dan juga kepribadiannya. Kegiatan merisik
juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga, adab sopan-santun,
tingkah laku, bagaimana paras wajahnya, dan juga pengetahuan gadis tersebut tentang agamanya.
Secara prinsipil, kegiatan ini sebenarnya positif saja dilakukan agar para orang tua tidak
salah dalam upaya mencari calon istri yang terbaik untuk anak laki-lakinya. Namun, kegiatan
seperti ini lambat laun jarang dilakukan mengingat zaman sekarang yang sudah begitu modern,
sehingga anak laki-laki pada masa kini lebih suka memilih sendiri jodoh yang diharapkannya. Pada
masa lalu, orang tua sering khawatir jika anak lak-lakinya hendak menikah dengan seorang gadis
yang tidak diketahui bagaimana latar belakangnya. Artinya bahwa pada masa lalu kegiatan merisik
lebih dimaksudkan untuk mengantisipasi agar anaknya tidak salah memilih orang.
Adat merisik biasanya dilakukan oleh pihak laki-laki, sedangkan adat meninjau dilakukan
oleh kedua pihak. Setelah kegiatan merisik dapat menentukan bahwa gadis tersebut belum
memiliki pasangan, selanjutnya dilakukan tahapan meninjau. Kegiatan ini kadang dilakukan
sekaligus dengan kegiatan merisik. Kegiatan meninjau dimaksudkan untuk mengetahui tempat asal
calon yang akan dinikahi. Kegiatan meninjau dilakukan oleh seorang wakil yang dipercaya dapat
melakukannya. Kegiatan meninjau akan dirasa mudah jika wakil tersebut sudah mengenal gadis
tersebut. Jika belum mengenalnya maka diperlukan waktu untuk melakukan tahapan peninjauan.
Apa saja yang perlu ditinjau? Aspek-aspek yang ditinjau biasanya berkenaan dengan
kepribadian perempuan, termasuk kesopanan tingkah laku dan bahasanya. Selain itu juga perlu
diperhatikan bagaimana cara dia berbicara. Sebagai contoh, bagaimana cara dia menghindangkan
makanan dan minuman kepada tamu. Aspek-aspek yang berkaitan dengan bagaimana cara dia
membersihkan dirinya, seperti berpakaian dan berhias juga perlu diperhatikan untuk menilai
apakah gadis tersebut berkepribadian baik atau tidak. Sebenarnya masih banyak aspek lain yang
perlu ditinjau, di antaranya adalah soal pendidikan, seluk beluk tentang siapa saja orang-orang
dalam keluarga intinya, dan juga latar belakang ekonomi keluarganya. Pada masa lalu, ketika
memilih calon istri aspek yang lebih diutamakan adalah latar belakang pengetahuan agama, tata
susila, dan kesantunan dalam berbahasa.
Kegiatan meninjau juga dapat dilakukan oleh pihak perempuan. Bapak dan ibu pihak
perempuan misalnya bisa meninjau keadaan sesungguhnya seputar diri dan keluarga calon suami
dari anak gadisnya. Kegiatan peninjauan ini biasanya dimaksudkan untuk memastikan status
bujang laki-laki tersebut dan bagaimana latar belakanng ekonominya. Orang tua pihak perempuan
biasanya perlu memastikan bahwa calon suami dari anaknya mampu membiayai hidup rumah
tangga yang kelak dibangun.
330
Lampiran
2. 2. Merasi
Kegiatan merasi sudah sangat jarang dilakukan dalam masyarakat Melayu. Tujuan merasi
adalah untuk memastikan apakah pasangan yang hendak dijodohkan itu sebenarnya cocok atau
tidak. Artinya, merasi adalah kegiatan meramal atau menilik keserasian antara pasangan yang
hendak dijodohkan. Kegiatan ini biasanya dilakukan melalui perantaraan seorang ahli yang sudah
terbiasa bertugas mencari jodoh kepada orang yang hendak menikah. Pencari jodoh tersebut akan
memberikan pendapatnya bahwa pasangan tersebut dinilai cocok (sesuai) atau tidak.
Pada masa lalu, masyarakat adat mempercayai bahwa kegiatan ini dirasa penting karena
kerukunan rumah tangga ditentukan oleh adanya keserasian antara pasangan suami-istri. Jika hasil
keputusan merasi adalah bahwa pasangan tersebut tidak cocok, maka biasanya orang tua dari
masing-masing pasangan akan membatalkan rencana perkawinan anak-anak mereka. Alasannya,
jika mereka tetap dijodohkan maka konsekuensinya akan berdampak pada ketidakharmonisan,
ketidakrukunan, dan keutuhan rumah tangga mereka akan hancur. Masyarakat pada masa lalu
percaya bahwa pasangan yang tidak serasi akan didera dengan kemiskinan, perceraian, dan
bencana lainnya.
2. 3 Melamar, Meminang, dan Bertunangan
Setelah dirasa bahwa pasangan yang akan menikah sudah cocok, langkah kemudian adalah
tahapan melamar dan meminang. Sebelum meminang, keluarga pihak laki-laki melamar terlebih
dahulu gadis yang akan dinikahi. Maksud dari kegiatan melamar adalah menanyakan persetujuan
dari pihak calon pengantin perempuan sebelum dilangsungkannya acara meminang. Jika masih
dalam tahap melamar, maka rencana perkawinan belum dapat dipastikan. Artinya, meskipun pihak
calon pengantin laki-laki telah merisik dan meninjau latar belakang perempuan yang akan dinikahi,
namun dalam tahap melamar jawaban yang akan diterima darinya masih belum bisa dipastikan.
Lain lagi jika telah perempuan tersebut telah dipinang, maka jawaban darinya bisa diakatakan telah
pasti.
Lamaran dilakukan oleh pihak calon pengantin laki-laki, yaitu dengan cara mengantarkan
beberapa wakil yang terdiri dari beberapa orang yang percaya dapat memikul tanggung jawab
tersebut. Dalam pertemuan tersebut terjadi pembicaraan untuk mendapatkan jawaban yang pasti
dari pasangan yang akan dijodohkan. Biasanya pihak perempuan akan memberikan jawaban
dalam tempo beberapa hari. Adanya tenggat waktu adalah agar perempuan tersebut tidak
dianggap “menjual murah” yang begitu mudah langsung menerima lamaran. Masa tenggang
tersebut juga difungsikan untuk berunding dengan keluarga dan saudara pihak perempuan, di
samping juga untuk menyelidik latar belakang laki-laki secara teliti dan hati-hati.
Setelah calon laki-laki disetujui oleh keluarga pihak perempuan, mereka kemudian menemui
wakil pihak laki-laki untuk memberitahukan keputusan tersebut. Dalam adat Melayu, biasanya pihak
laki-laki sendiri yang akan datang ke rumah pihak perempuan untuk menanyakan keputusan
tersebut. Setelah kedua pihak berbincang dan bersepakat, utusan dari wakil pihak laki-laki akan
datang lagi untuk menetapkan kapan hari pertunangan. Dalam pertemuan ini juga diperbincangkan
seputar jumlah barang antaran dan jumlah rombongan pihak laki-laki yang akan datang secara
bersama. Hal itu dimaksudkan agar pihak perempuan mudah membuat persiapan dalam menerima
kedatangan mereka.
Istilah “meminang” digunakan karena buah pinang merupakan bahan utama yang dibawa
saat acara meminang beserta daun sirih dan bahan lainnya. Buah pinang adalah lambang untuk
laki-laki karenanya bentuknya yang keras. Sirih adalah lambang untuk perempuan. Buah pinang
dan sirih adalah lambang laki-laki dan perempuan yang bersatu dan tidak dapat dipisahkan. Artinya
bahwa seseorang itu tidak mungkin makan sirih tanpa pinang. Dalam perkembangan adat Melayu
saat ini, buah pinang tidak lagi sebagai satu-satunya bahan yang dibawa untuk meminang, namun
dibelah-belah secara halus dan diantar beserta dengan daun sirih sebagai pelengkapnya.
Tidak ada masa atau waktu tertentu yang ditetapkan dalam tradisi perkawinan Melayu.
Biasanya adat ini dilakukan pada Bulan Maulud (Rabiulawal), yaitu saat petang atau malam hari.
Jika dilakukan pada malam hari karena banyak orang yang bekerja pada siang hari, sehingga
malam hari dipilih sebagai waktu yang tepat. Pada saat acara meminang, rombongan pihak laki-laki
331
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
beserta antarannya akan disambut oleh keluarga pihak perempuan. Antaran diletakkan di tengah
majelis yang disaksikan di depan para hadirin. Sebelum memulai adat meminang, biasanya wakil
pihak perempuan duduk berhadapan dengan ketua wakil pihak laki-laki. Sirih junjung diletakkan di
hadapan mereka berdua.
Bukan uang dibilang, bukan emas-berlian dipandang, namun
ketulusan hati membalut barang antaran sebagai wujud kasih sayang.
Mereka kemudian memulai acara meminang dengan saling berkenalan terlebih dahulu.
Setelah berkenalan wakil pihak perempuan memulai adat ini dengan bertanya kepada wakil pihak
laki-laki tentang siapa yang memiliki sirih tersebut. Wakil pihak laki-laki akan menjawab dengan
menyebutkan nama laki-laki diwakilinya dan juga nama perempuan yang hendak dipinang. Mereka
juga menyatakan maksud kedatangan mereka. Setelah itu tepak sirih yang diterima oleh wakil
pihak perempuan kemudian dikembalikan kepada wakil pihak laki-laki sambil mengatakan bahwa
pinangan mereka diterima atau ditolak. Wakil pihak laki-laki kemudian mendatangi calon pengantin
perempuan untuk mengenakan cincin di jari manisnya. Perempuan tersebut biasanya berada di
balik bilik yang telah berpakaian indah. Dengan demikian, calon pengantin perempuan tersebut
telah resmi bertunangan dengan calon pengantin laki-laki. Setelah itu calon pengantin perempuan
bersalaman dengan para hadirin, terutama dengan beberapa orang perempuan yang mewakili
rombongan pihak laki-laki.
3. Persiapan Menuju Hari Perkawinan
Hari perkawinan merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh semua anggota masyarakat
yang berkenaan dengan perhelatan acara ini. Pada hari itu semua keluarga, saudara, termasuk
tetangga berkumpul dalam satu majelis. Untuk menyambut hari perkawinan diperlukan persiapan
yang sungguh matang. Persiapan yang dimaksud biasanya mencakup kegiatan bergotong-royong,
pembacaan barzanzi, dan persediaan jamuan.
Tugas utama yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan tersebut adalah
dengan cara membangun bangsal penanggah terlebih dahulu. Bangsal ini nantinya digunakan
untuk kegiatan masak-memasak. Di daerah pedalaman, bangsal penanggah biasanya terbuat dari
kayu dan atapnya terbuat dari daun nipah atau rumbia. Di samping bangsal, yang juga perlu
disediakan adalah tungku-tungku dapur yang diperlukan untuk alat memasak.
3. 1. Gotong-Royong
Sebelum datangnya hari perkawinan perlu dilakukan acara gotong-royong atau rewang (jw).
Pihak tuan rumah perlu menyediakan berbagai macam kue Melayu untuk mereka yang bergotong-
royong. Kegiatan gotong-royong biasanya dilakukan hingga larut malam sambil menikmati kue-kue
yang dihidangkan. Kue yang tahan lama biasanya disediakan oleh tuan rumah melalui pertolongan
tetangga terdekat, yaitu beberapa hari sebelum berlangsungnya majelis perkawinan. Sedangkan
kue yang tidak tahan lama disediakan sehari menjelang perhelatan majelis. Kue-kue ini juga
diantarkan kepada mereka yang memberikan sumbangan tetapi tidak bisa datang.
Kegiatan gotong-royong ini dimulai dengan membagi aktivitas yang perlu dilakukan antara
laki-laki dan perempuan. Pada pagi harinya, pihak perempuan biasanya sibuk menyediakan
berbagai keperluan dalam rumah, sedangkan pihak laki-lakinya mengeluarkan semua alat yang
diperlukan, seperti piring, tempat penyajian makanan, gelas, dan sebagainya yang tersusun secara
rapi. Pada petang harinya, dilakukan penyembelihan ayam, kambing, atau lembu. Setelah
disembelih, sebagian dari pihak laki-laki membuang kulit, membersihkan dan memotong daging
sesuai urutan yang dikehendaki. Sebagian yang lain mencabut bulu ayam dan kemudian
menyerahkannya kepada petugas yang sudah terbiasa memotong dagingnya. Tukang masak akan
menggoreng daging yang telah dipotong agar keesokan harinya dapat dimakan.
332
Lampiran
333
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
334
Lampiran
Makna dari upacara berandam adalah membersihkan fisik (lahiriah) pengantin dengan
harapan agar batinnya juga bersih. Makna simbolisnya adalah sebagai lambang kebersihan diri
untuk menghadapi dan menempuh hidup baru. Sebagaimana disebutkan dalam ungkapan adat:
Adat Berandam disebut orang
Membuang segala yang kotor
Membuang segala yang buruk
Membuang segala sial
Membuang segala pemali
Membuang segala pembenci
Supaya seri naik ke muka
Supaya tuah naik ke kepala
Supaya suci lahir batinnya
Kecantikan budi mestilah yang utama, namun keelokan paras
tiada boleh terlupa. Untuk itulah, Mak Andam merias calon
pengantin agar kemolekan makin ternampak nyata.
Berandam yang paling utama adalah mencukur rambut karena bagian tubuh ini merupakan
letak kecantikan mahkota perempuan. Di samping itu, berandam juga mencakup kegiatan:
mencukur dan membersihkan rambut-rambut tipis sekitar wajah, leher, dan tengkuk; memperindah
kening; menaikkan seri muka dengan menggunakan sirih pinang dan jampi serapah.
Setelah berandam kemudian dilakukan kegiatan “mandi tolak bala”, yaitu memandikan
pengantin dengan menggunakan air bunga dengan 5, 7, atau 9 jenis bunga agar terlihat segar dan
berseri. Kegiatan ini harus dilakukan sebelum waktu shalat ashar. Mandi tolak bala kadang disebut
juga dengan istilah “mandi bunga”. Tujuan mandi ini adalah menyempurnakan kesucian, menaikkan
seri wajah, dan menjauhkan dari segala bencana. Dalam ungkapan adat disebutkan:
Mandi Bunga atau Mandi Tolak Bala bukan sekadar untuk meng-
harumkan raga, namun agar jiwa bersih suci, jauh dari iri dengki.
Hakekat mandi tolak bala
Menolak segala bala
Menolak segala petaka
Menolak segala celaka
Menolak segala yang berbisa
Supaya menjauh dendam kesumat
Supaya menjauh segala yang jahat
Supaya menjauh kutuk dan laknat
Supaya setan tidak mendekat
Supaya iblis tidak melekat
Supaya terkabul pinta dan niat
Supaya selamat dunia akhirat
4. 4. Upacara Khatam Qur‘an
Pelaksanaan upacara khatam Qur‘an biasanya dilakukan setelah upacara berandam dan
mandi tolak bala sebagai bentuk penyempurnaan diri, baik secara lahir maupun batin. Upacara
khatam Qur‘an sebenarnya bermaksud menunjukkan bahwa pengantin perempuan sudah diajarkan
oleh kedua orang tuanya tentang bagaimana mempelajari agama Islam dengan baik. Dengan
335
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
demikian, sebagai pengantin perempuan dirinya telah dianggap siap untuk memerankan posisi
barunya sebagai istri sekaligus ibu dari anak-anaknya kelak. Di samping itu tujuan lainnya adalah
untuk menunjukkan bahwa keluarga calon pengantin perempuan merupakan keluarga yang kuat
dalam menganut ajaran Islam, sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan adat:
Pendidikan boleh tiada tamat, ijazah boleh tiada dapat, tetapi
khatam Al Qur‘an tiada boleh terlewat.
Dari kecil cincilak padi
Sudah besar cincilak Padang
Dari kecil duduk mengaji
Sudah besar tegakkan sembahyang
Upacara ini dipimpin oleh guru mengajinya atau orang tua yang ditunjuk oleh keluarga dari
pihak pengantin. Upacara ini khusus dilakukan oleh calon pengantin perempuan yang biasanya
perlu didampingi oleh kedua orang tua, atau teman sebaya, atau guru yang mengajarinya mengaji.
Mereka duduk di atas tilam di depan pelaminan. Mereka membaca surat Dhuha sampai dengan
surat al-Fatihah dan beberapa ayat al-Qur‘an lainnya yang diakhiri dengan doa khatam al-Qur‘an.
4. 5. Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan dilakukan secara berurutan. Artinya, upacara ini tidak hanya mencakup
upacara akad saja tetapi juga mencakup kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan proses akad
nikah, baik sebelum maupun sesudahnya. Kegiatan dalam upacara ini biasanya diawali dengan
kedatangan calon pengantin laki-laki yang dipimpin oleh seorang wakilnya ke rumah calon
pengantin perempuan. Calon pengantin laki-laki biasanya diapit oleh dua orang pendamping yang
disebut dengan gading-gading atau pemuda yang belum menikah. Rombongan pihak pengantin
laki-laki datang menuju kediaman pihak calon pengantin perempuan dengan membawa sejumlah
perlengkapan atau yang disebut dengan antar belanja.
4. 5. a. Upacara Antar Belanja atau Seserahan
Antar belanja atau yang biasanya dikenal dengan seserahan dapat dilakukan beberapa hari
sebelum upacara akad atau sekaligus menjadi satu rangkaian dalam upacara akad nikah. Jika
antar belanja diserahkan pada saat berlangsungnya acara perkawinan, maka antar belanja
diserahkan sebelum upacara akad nikah. Beramai-ramai, beriring-iringan, kerabat calon pengantin
laki-laki membawa antara belanja kepada calon pengantin wanita.
Konsep pemikiran dari upacara antar belanja adalah simbol dari peribahasa-peribahasa
seperti “rasa senasib sepenanggungan”, “rasa seaib dan semalu”, dan “yang berat sama dipikul
yang ringan sama dijinjing”. Makna dalam upacara antar belanja ini adalah rasa kekeluargaan yang
terbangun antara keluarga pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Oleh karena makna dan
tujuannnya adalah membangun rasa kekeluargaan, maka tidak dibenarkan jumlah seserahan yang
diantarkan menimbulkan masalah yang menyakiti perasaan di antara mereka. Ungkapan adat
mengajarkan:
Adat Melayu sejak dahulu
Antar belanja menebus malu
Tanda senasib seaib semalu
Berat dan ringan bantu-membantu.
4. 5. b. Upacara Akad Nikah
Ketika rombongan calon pengantin laki-laki Upacara akad nikah merupakan inti dari seluruh
rangkaian upacara perkawinan. Sebagaimana lazimnya dalam adat perkawinan menurut ajaran
Islam, upacara akad nikah harus mengandung pengertian ijab dan qabul. Dalam ungkapan adat
disebutkan bahwa:
336
Lampiran
337
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
bunga rampai kepada kedua pengantin. Setelah upacara ini selesai berarti telah selesai upacara
inti perkawinan. Setelah itu tinggal melakukan upacara-upacara pendukung lainnya, seperti
upacara nasehat perkawinan dan jamuan makan bersama.
4. 5. e. Upacara Nasehat Perkawinan
Seperti halnya adat upacara lainnya, setelah upacara akad nikah diadakan upacara nasehat
perkawinan. Maksud dari perhelatan upacara ini adalah penyampaian petuah, pesan, dan nasehat
bagi kedua pengantin agar mereka mampu membangun rumah tangga yang sejahtera (lahir
sekaligus batin), rukun, dan damai. Yang menyampaikan nasehat perkawinan sudah seharusnya
adalah seseorang yang benar-benar telah mempraktekkan bagaimana caranya membangun
keluarga yang sakinah sehingga dapat dijadikan teladan bagi yang lain.
Dalam menempuh hidup baru, cinta kasih mestilah ada, harta kelak boleh dicari bersama,
namun petuah dan ilmu dari tetua rengkuhlah dahulu. Setelah nasehat perkawinan selesai
disampaikan, maka kemudian upacara perkawinan ditutup. Berikut adalah ungkapan kalimat
penutupnya :
4. 5. f. Upacara Jamuan Santap Bersama
Setelah upacara perkawinan selesai ditutup, maka acara selanjutnya adalah upacara jamuan
santap bersama sebagai akhir dari prosesi upacara akad nikah secara keseluruhan. Upacara ini
boleh dikata adalah sama di berbagai adat perkawinan manapun. Tuan rumah memberikan jamuan
makan bersama terhadap seluruh pengunjung yang hadir pada acara perkawinan tersebut.
4. 6. Upacara Langsung
Setelah upacara perkawinan dan akad nikah selesai, prosesi selanjutnya adalah
melakukan upacara hari langsung. Yang dimaksud dengan upacara ini adalah kegiatan yang
berkaitan dengan bagaimana mengarak pengantin laki-laki, upacara menyambut arak-arakan
pengantin laki-laki, upacara bersanding, upacara resepsi, upacara ucapan alu-aluan dan tahniah,
upacara pembacaan doa, upacara santap nasi hadap-hadapan, hingga memberikan ucapan
tahniah atau terima kasih kepada para pengunjung yang telah datang.
4. 6. a. Upacara Mengarak Pengantin Lelaki
Upacara ini bentuknya adalah mengarak pengantin laki-laki ke rumah orang tua pengantin
perempuan. Tujuan dari upacara ini sebagai media pemberitahuan kepada seluruh masyarakat
sekitar tempat dilangsungkannya perkawinan bahwa salah seorang dari warganya telah sah
menjadi pasangan suami-istri. Di samping itu, tujuanya adalah memberitahukan kepada semua
lapisan masyarakat agar turut meramaikan acara perkawinan tersebut, termasuk ikut memberikan
doa kepada kedua pengantin. Upacara ini beragam bentuknya, tergantung adat yang berlaku di
masing-masing daerah Melayu.
Bernaung payung iram, diiringi rentak rebana dan gendang,
pengantin laki-laki datang kepada dewi pujaan.
Dalam upacara arak-arakan ini, yang dibawa adalah beragam alat kelengkapan. Namun,
yang paling utama dibawa adalah jambar, di Riau lebih dikenal dengan semerit, pahar (poha), atau
dulang berkaki. Isi dalam jambar terdiri dari tiga unsur, yaitu: unsur kain baju atau pakaian dengan
kelengkapan perias, unsur makanan, dan unsur peralatan dapur. Ketiga unsur tersebut
mengandung makna tentang kehidupan manusia sehari-hari. Jumlah jambar ditentukan
berdasarkan adat setempat, asalkan maknanya sesuai dengan nilai Islam. Jumlah 17 adalah sama
dengan jumlah rukun shalat, jumlah 17 terkait dengan jumlah rakaat sehari semalam, dan jumlah
25 terkait dengan jumlah rasul pilihan.
338
Lampiran
339
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
340
Lampiran
341
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
342
Lampiran
343
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
344
Lampiran
345
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
346
Lampiran
347
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
348
Lampiran
349
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
350
Lampiran
351
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
A. Adat Pernikahan
Dalam adat melayu kepulauan riau banyak cara atau upacara yang di lakukan sebelum
seseorang menikah.hal ini di lakukan sampai sekarang yang bertujuan menjaga budaya warisan
agar tidak hilang di makan zaman yang semakin modern ini.
Secara umum, tradisi perkawinan masyarakat Melayu Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan
Riau, Indonesia terbagi dalam beberapa tahapan, antara lain; (1) Menjodoh, Merisik, (2)
Memberitahu/Menyampaikan Hajat, (3) Meminang, (4) Berjanji Waktu, (5) Mengantar Belanja, (6)
Ajak Mengajak, (7) Beganjal, (8) Betangas, (9) Gantung-gantung, (10) Berandam, (11) Berinai
Kecil, (12) Serah Terima Hantaran, (13) Akad Nikah, (14) Berinai Besar, (15) Tepuk Tepung Tawar,
(16) Berarak, dan (17) Bersanding (Ishak Thaib, 2009).
1) Menjodoh
Menjodoh adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua untuk mencari dan mencocokkan
calon suami/istri untuk anaknya. Mencari jodoh merupakan tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya dan oleh sebab itulah pekerjaan ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan sangat rahasia,
yang diawali dengan niat dan penglihatan. Penglihatan ini tidak hanya dengan mata kasar akan
tetapi juga dengan mata hati. Umumnya yang menjadi penilaian di dalam kegiatan mencari jodoh
adalah tentang kepercayaan. Calon pasangan anak harus se-iman, ya sudah tentu Islam, garis
keturunannya, pekerjaannya, tingkah laku dan perangainya, dan terkhir adalah tentang status.
Dalam proses menjodoh ini sering sekali orang tua yang langsung mencari, namun ada
beberapa juga yang memercayakannya pada orang lain yang dipercaya. Biasanya orang ini disebut
dengan tali barut atau mak comblang.
Orang tua zaman dulu memang memiliki kemampuan untuk melihat sifat dan prilaku
seseorang dari berbagai media; telaah nama, tanggal kelahiran, tanda badan, dan lain-lain yang
sifatnya abstrak. Proses ini merupakan langkah awal untuk menentukan apakah nantinya pasangan
yang dipilih cocok atau tidak dengan anaknya.
Seiring perkembangan zaman, masyarakat Melayu Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau,
Indonesia secara umum sudah tidak lagi melakukan proses menjodoh ini. Orang tua secara utuh
memberikan kepercayaan kepada anaknya untuk memilih jodohnya sendiri. Dan peranan orang tua
zaman sekarang hanya me-monitor pilihan anaknya jangan sampai salah.
2) Merisik
Merisik atau menyelidiki adalah pekerjaan yang sering dilakukan oleh perempuan separuh
baya. Perempuan ini ditugaskan untuk pergi melihat dari dekat keadaan sesungguhnya dari dekat
perihal sigadis yang akan dipersunting. Orang yang ditunjuk menjadi perisik haruslah sopan, ramah
dan amanah. Ahli dalam bertutur kata yang bermakna tersirat atau berupa bahasa kias. Biasanya
orang tersebut berasal dari keluarga atau kerabat terdekat yang mempunyai hubungan keakraban
yang kuat dengan orang tua si gadis.
Perisik melaksanakan tugasnya dengan cara bertamu, atau ada juga yang sambil mencari
kutu. Sering sekali hal ini dilakukan dengan bersenda gurau. Jika seluk beluk si gadis baik yang
menyangkut sifat dan prilaku maupun yang menyangkut ibadah telah diketahui secara pasti,
barulah hasilnya disampaikan kepada orang tua yang mengutus. Jika masih ada yang diragukan,
biasanya perisik akan berkunjung lagi dengan alasan yang berbeda, agar tidak dietahui oleh pihak
perempuan maksud dan tujuan yang sebenarnya.
Pada hakekatnya merisik bertujuan untuk mendapatkan informasi lebih teliti, penuh kearifan dan
bijaksana tentang calon yang dirisik atau yang diinginkan.
352
Lampiran
353
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
dilarang keluar rumah, apalagi berpacaran. Hal tersebut sudah barang tentu menyebabkan laki-laki
dan perempuan yang akan menikah tidak saling kenal.
Begitu juga dengan halnya mengantar tanda (bertunangan). Di zaman dahulu, acara ini tidak
banyak diketahui orang, karena sifatnya sangat rahasia dan tertutup. Acara mengantar tanda
dahulunya tidaklah merupakan suatu adat, ini disebabkan antara kedua belah pihak tidak lama
bertangguh tempo, sehingga tidaklah perlu acara mengantar tanda dilaksanakan. Tidak halnya
dengan zaman sekarang, acara mengantar tanda telah menjadi satu kebiasaan dalam masyarakat
Melayu Tanjungpinang. Hal ini disebabkan di antara kedua belah pihak berjanji untuk
melangsungkan pernikahan dalam waktu yang lama, untuk itu perlu diberikan cincin sebagai tanda
(tunangan). Sewaktu mengantar tanda dibuat juga perjanjian antara kedua belah pihak, perjanjian
terbut berbunyi: “... Jika pihak laki-laki mengingkar janji, maka tanda yang telah diberikan menjadi
milik perempuan, atau dengan istilah lain “hangus”. Namun, jika pihak perempuan yang mengingkar
janji, maka harus mengganti dua kali lipat dari tanda yang diberikan...”
5) Berjanji Waktu
Setelah pinangan diterima maka kedua belah pihak berunding untuk menentukan hari
pelaksanaan pernikahan yang tepat (hari baik, bulan baik). Waktu yang lazim digunakan untuk
melaksanakan pernikahan tersebut adalah pada bulan Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal,
Jumadi Akhir, Sa’ban, dan Zulhijah. Bulan yang jarang diambil untuk pelaksanaan pernikahan
adalah bulan Syafar dan Zulkaedah atau disebut juga dengan nama bulan Apit, pada umumnya
ada kepercayaan dalam masyarakat, pada bulan apit ini banyak mendatangkan mudaharat. Dalam
memilih hari, yang dianggap hari baik adalah hari senin, kamis, jum’at, sabtu, dan minggu.
Sedangkan hari selasa dan rabu dianggap juga mendatangkan mudharat.
Maksud dan tujuan diadakan berjanji waktu ini adalah untuk mencari hari baik dan bulan baik agar
pasangan yang menikah nanti mendapatkan hal yang baik-baik dan terhindar dari kemudharatan.
6) Mengantar Belanja
Mengantar tanda bermaksud menunjukkan rasa tanggung jawab dari pihak laki-laki untuk
mempersunting gadis idamannya. Pada hakekatnya mengantar belanja mencerminkan rasa
senasib sepenanggungan, se-aib se-malu, yang berat sama dipikul, yang ringan sama dijinjing.
Dalam ungkapan Melayu disebutkan:
Adat orang mengantar belanja
Tanda beban sama dipikul
Tanda hutang sama dibayar
Tanda adat sama diisi
Tanda lembaga sama dituang
Antar belanja bukan bersifat jual beli atau menghitung untung rugi, tetapi sepenuhnya mengacu
pada nilai kekeluargaan dan kekerabatan, seperti dalam ungkapan sebagai berikut;
Yang lebih tambah menambah
Yang kurang isi mengisi
Yang berat sama dipikul
Yang ringan sama dijinjing
Yang pahit sama dirasa
Yang manis sama dicecah
Adat Melayu melarang serta memantangkan tawar menawar dalam menentukan besar
kecilnya hantaran. Dalam memberikan hantaran terbagi atas dua cara, yaitu ; (i) Hantaran tidak
sama naik, dan (ii) Hantaran sama naik.
Hantaran tidak sama naik maksudnya, uang hantaran (uang hangus) dihantarkan jauh-jauh hari
sebelum acara pernikahan dilaksanakan. Sedangkan uang hantaran sama naik bermaksud, uang
hantaran diberikan pihak laki-laki sewaktu pelaksanaan pernikahan. Jumlah uang hantaran tidak
354
Lampiran
menjadi konsumsi umum, yang mengetahui besaran uang hantaran yang diberikan hanya keluarga
dan kerabat dekat pengantin saja.
7) Ajak Mengajak
Prosesi ini dilakukan untuk meminta pertolongan kerabat, sekaligus memberi kabar baik
pada sanak saudara, kaum kerabat, dan tetangga terdekat yang secara khusus diminta datang
untuk menolong mempersiapkan acara. Prosesi ini dilakukan sekurang-kurangnya tiga hari
sebelum acara gantung-gantung. Maksud dan tujuan mengajak adalah untuk membantu bergotong
royong membuat bangsal, tempat berkhatam – berzanzi, mencari kayu api, dan segala hal yang
perlu disiapkan.
8) Beganjal
Sama istilah dengan gotong royong. Pekerjaan yang digotongrotongkan antara lain;
mengambil kayu untuk membangun bangsal (rumah perlengkapan dan masak); meminjam barang
pecah belah; mengupas kelapa, dan lain-lain. Dengan perkembangan zaman, adat beganjal ini
sudah jarang ditemukan. Apatah lagi pelaksnaan pernikahan tidak dilaksanakan di rumah, dan tuan
rumah tidak juga masak melainkan menyewa jasa tukang masak (catering).
9) Betanggas
Manfaat bertanggas adalah untuk mengeluarkan serta menghilangkan bau keringat serta
untuk mengharumkan dan menyegarkan badan calon pengantin perempuan. Peralatan dan bahan-
bahan yang diperlukan; (a) satu buah bangku, (b) tepak bara lengkap, (c) setanggi, serai wangi,
kayu cendana, gaharu, (d) air panas, dan (e) tikar.
Cara bertanggas dimulai dengan mendudukkan calon pengantin (perempuan) di atas
bangku, pengantin duduk tanpa baju. Dibawah bangku diletakkan tepak bara dan ramuan,
kemudian calon pengantin ditutup dengan kain sebatas leher. Mengenai lamanya calon pengantin
berada di dalam kain tersebut, tidak ditentukan secara pasti.
Setelah bertanggas selesai, dilanjutkan dengan belangi. Bahan-bahan untuk belangi, antara lain;
(a) beras kunyit, (b) daun kemuning, (c) bedak sejuk, dan (d) air limau purut.
Pengantin zaman sekarang lebih senang menempuh jalur praktis untuk bertanggas dan belangi ini.
Mereka lebih suka ke Salon karena dianggap lebih praktis, efektif, dan efisien.
10) Gantung-gantung
Mengagantung adalah prosesi serangkaian acara penggantungan. Yang digantung terlebih
dahulu adalah tabir. Prosesi penggantunga diawali dengan doa selamat, agar apa yang dilakukan
mendapat ridha dari Allah. Kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan yang lain, seperti perakne, dan
pelaminan.
11) Berandam
Berandam pada hakikatnya adalah membersihkan lahiriah untuk menuju kebersihan
batiniah. Berandam dilakukan oleh tukang andam. Di Tanjungpinang tukang andam tidak hanya
dari kaum perempuan, namun ada juga tukang andam laki-laki. Orang-orang yang menjadi tukang
andam umumnya mempunyai kepandaian yang dipusakai secara turun temurun, atau bisa juga dari
menuntut dengan tukang andam terdahulu.
Ungkapan adat dalam berandam:
Adat berandam disebut orang
Membuang segala yang kotor
Membuang segala yang buruk
Membuang segala yang sial
Membuang segala pemali
Membuang segala pembenci
Agar seri naik ke muka
355
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
356
Lampiran
357
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
(2) Sebelum pengantin turun dari rumah terlebih dahulu dibacakan doa selamat.
(3) Calon pengantin bersalam dengan orang tua dan beberapa kerabat keluarga yang hadir.
(4) Calon pengantin turun dari rumah, diawali dengan pembacaan salawat nabi sebanyak tiga kali.
(5) Mak inang menaburkan beras kunyit bercampur uang logam.
(6) Susun urut barisan pengiring pengantin laki-laki:
a. Barisan depan terdiri dari beberapa orang perempuan atau barisan ini disebut juga barisan
pengiring.
b. Barisan pembawa hantaran
i. Pembawa tepak sirih
ii. Pembawa mas kawin
iii. Pembawa bunga rampai
iv. Dikuti pembawa pengiring tambahan (kue, buah, alat sholat, kosmetik, dll)
c. Mempelai laki-laki yang diapit oleh gading kiri dan gading kanan (pengapit).
d. Rombongan pengiring laki-laki
(7) Sampai di halaman rumah mempelai perempuan, mak inang kembali menaburkan beras kunyit
bercampur uang logam
(8) Rombongan dipersilahkan masuk, dan pengantin laki-laki dipersilakan duduk. Pada saat
pengantin duduk, tidak boleh “terduduk” dan tikar alas nikah tidak boleh terlipat.
(9) Acara serah terima hantaran dimulai dengan penyerahan tepak sirih dilanjutkan dengan
seluruh hantaran yang dibawa.
(10) Barang hantaran yang telah diterima dibawa masuk ke dalam kamar pengantin.
(11) Sebelum akad nikah dimulai, tok kadi mencari dua orang saksi, satu orang merupakan saksi
wakil pihak perempuan, satu orang lagi merupakan saksi wakil dari pihak laki-laki.
(12) Melangsungkan Akad nikah
14) Akad nikah
Dalam prosesi ini terbagi menjadi dua jenis tahapan, yaitu (1) Tahapan satu kali pengantin
naik ke rumah pengantin perempuan, dan (2) tahapan pengantin laki-laki naik dua kali ke rumah
pengantin perempuan.
Ø tahapan satu kali pengantin laki-laki naik ke rumah perempuan
* khatam Al-Quran,
* Serah terima hantaran dan mahar,
* Akad nikah,
* Tepuk tepung tawar dan Berinai besar, dan
* Bersanding dan bersatu.
Maksud dari pengantin laki-laki naik satu kali ke rumah perempuan adalah apabila selesai
tahapan mulai dari khatam al quran hingga tepuk tepung tawar, pengantin laki-laki tidak dibawa
pulang akan tetapi langsung disandingkan dan bersatu.
Jika yang mempunyai hajat cara seperti tersebut di atas, maka malam berinai kecil dijadikan malam
berinai penuh, dan acara menghadang pintu dengan tali lawe juga tidak ada.
Biasanya tahap satu kali pengantin laki-laki naik ke rumah perempuan ini diadakan karena
rumah pengantin laki-laki sangat jauh, sehingga tidak memungkinkan untuk kembali ke rumah.
Ø tahapan dua kali pengantin laki-laki naik ke rumah perempuan
* penyerahan hantaran dan mahar,
* ijab kabul akad nikah,
* tepuk tepung tawar dan berinai besar,
* khatam al Quran, dan
* bersanding dan bersatu.
Tahapan ini berbeda dengan tahapan yang sudah dipaparkan di atas. Pada tahapan ini
setelah pengantin di tepuk tepung tawari, pengantin laki-laki dibawa pulang ke rumah terlebih
dahulu. Setelah pengantin laki-laki kembali kerumah, pihak perempuan mengadakan acara
khtaman dan juga diselingi dengan berzanzi atau hadrah. setelah itu barulah pengantin laki-laki
datang kembali, acara dilanjutkan dengan bersanding dan tepuk tepung tawar. Pada masa
358
Lampiran
pengantin laki-laki kembali untuk yang kedua kalinya inilah terdapat acara menghaddang pintu dan
buka kipas.
15) Berinai Besar dan Tepuk Tepung Tawar
Berinai besar adalah upacara berinai yang dilakukan diatas peterakne. Tahap pelaksanaan
berinai besar dan tepuk tepung tawar dimulai dengan mempelai laki laki didudukkan diatas
peterakne yang dipandu oleh mak inang. Caranya yaitu pengantin laki laki duduk pada posisi
bersila, di atas paha mempelai laki laki diletakkan bantal susu ari sebagai pengalas tangan dengan
posisi tangan telungkup. Barulah pelaksanaannya dimulai, yang didahulukan adalah unsur
keluarga, tokoh agama dan adat sebanyak 3-7 orang ( jumlah ganjil ) dan begitu juga untuk
mempelai perempuan.
Setelah selesai mempelai laki laki barulah mempelai perempuan didudukan di atas
peterakne dengan posisi duduk bersimpuh dan bantal susu ari diletakkan di atas pahanya, telapak
tangan ditelentangkan diatas bantal susu ari diletakkan diatas bantal susu ari. Pelaksanaannya
dimulai oleh keluarga tertua , tokoh agama dan adat yang (berjumlah 3 s.d 7 orang perempuan
berjumlah ganjil , jika 7 orang diambil wakil dari pihak laki laki 3 orang dan pihak perempuan 3
orang serta satu orang tok lebai/Ka. Kua sekaligus untuk membaca doa). Mempelai yang akan
didudukkan pada peterakne terlebih dahulu pengantin laki laki, setelah selesai dan dikembalikan
ketempat semula (duduk disamping peterakne) ,barulah digantikan dengan mempelai perempuan
hingga selesai . saat pengantin laki laki tepuk tepung tawar, pengantin perempuan berada
dibelakang pelamin/dalam bilik). Di dalam ungkapan adat Melayu dikatakan :
Yang disebut tepuk tepung tawar
Menawar segala yang berbisa
Menolak segala yang menganiaya
Menjauhkan segala yang menggila
Meninding segala yang menggoda
Menepis segala yang berbahaya
Selain ungkapan tersebut ada juga ungkapan lain:
Di dalam tepuk tepung tawar
Terkandung segala restu
Terhimpun segala doa
Terpatri segala harap
Tertuang segala kasih sayang
Setelah selesai tepuk tepung tawar, lalu orang yang menepuk tepung tawar mengambil
sedikit inai langsung mencolet pada telapak pengantin, begitulah seterusnya. Apabila selesai si
penepuk melakukan tepuk tepung tawar maka mak inang memberi berekat yang telah berisi wajik
didadalam gelas/sejenisnya, dengan setangkai bunga yang terpasang pada secelis bambu (buluh)
yang telah diraut dan ditusuk pada sebutir telur merah yang dibuat sedemikian rupa.
Acara tepuk tepung tawar pada pelaksanaannya ada yang dilaksanakan dengan cara duduk satu-
satu (pengantin laki-laki dan perempuan terpisah), dan ada pula kedua mempelai duduk berdua
sekaligus. Pelaksanaan duduk satu-satu dengan partimbangan bahwa kedua pengantin belum
melakukan mahar batin dan akan melaksanakan tebus kipas. Sedangkan tepuk tepung tawar
duduk berdua dapat dilakukan dengan partimbangan kedua mempelai sudah menikah.
Bahan-bahan yang digunakan pada prosesi tepuk tepung tawar terdiri dari:
a. Beras kunyit, yaitu beras yang diaduk dengan kunyit yang sudah dihaluskan
b. Beras basuh, yaitu beras yang direndam dan atau dicuci dengan air biasa.
c. Beretih, yaitu padi yang digonseng (digoreng tanpa menggunakan minyak goreng)
d. Air tepung tawar, yaitu air yang diadu dengan beras giling
359
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
e. Perenjis (alat untuk merenjis) merepukan gabungan atau ikatan dari beberapa jenis daun yang
berjumlah ganjil (5—7) helai.
f. Embat-embat, yang berisikan air wewangian
Tata cara menepuk tepuk tawar:
1. Ambil “sejemput” beras kunyit[i], beras putih, dan beretih lalu taburkan melewati atas kepala, ke
bahu kanan dan bahu kiri pengantin. Pada saat menaburkan, lafaskan salawat nabi 1 kali.
2. Mencecahkan daun perenjis ke dalam air tepung tawar, lalu direnjiskan di atas dahi, ba-hu
kanan dan kiri, lalu belakang telapak kedua tangan (posisi tangan pengantin harus telungkup).
Untuk merenjis digambarkan dalam bentuk lam alif yang bermakana Allah Berkehendak.
3. Mengambil sebutir telur, lalu meutari telur di muka pengantin. Setelah itu telur tersebut
diletakkan di tempat semula.
4. Mengambil sejemput inai lalu dioleskan di telapak tangan kanan dan kiri.
5. Setelah semua orang yang ditunjuk sebagai penepuk tepung tawar selessai, acara ditu-tup
dengan doa selamat. Jumlah penepuk tepuk tawar adalah bilangan ganjil, dimulai dari 3,5,7,9,
dan 13.
Makna tepuk tepung tawar:
1. Beras kunyit, beras basuh, dan beretih yang dihamburkan bermakana ucapan selamat dan turut
bergembira.
2. Merenjis kening bermakna berfikirlah sebelum bartindak atau teruslah menggunakan akal yang
sehat.
3. Merenjis di bau kanan dan kiri bermakna haru siap memikul beban dengan penuh rasa
tanggung jawab.
4. Merenjis punggung tangan bermakna jangan pernah putus asa dalam mencari rezeki, selalu dan
terus berusaha.dalam menjalani kehidupan
5. Mengalin telur bermakna pengharapan untuk dapat melahirkan keturuanan yang saleh dan
ketulusan hati yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah.
6. Menginai telapak tangan bermakna penanda bahwa mempelai sudah berakad nikah. Dalam
konsekuensinya penyadaran bahwa “sekarang” sudah tidak bujang atau dara lagi (sudah ada
pendamping).
Doa selamat di penutup acara bermakna pengharapan apa yang dilakukan mendapat berkah dan
ridho dari Allah Swt.
16) Berarak
Merupakan kegiatan mengantar pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Pada
saat berarak pengantin laki-laki diusung, atau bisa juga berjalan kaki. Iringan pengantin disertai
bunyi kompang dan rebana di sepanjang perjalanan. Ketika sampai di depan rumah pengantin
perempuan, rombongan disambut dengan pencak silat, lalu silat tersebut “disambut” dari pihak laki-
laki.
Setelah bersilat, rombongan pengantin laki-laki tersebut tidak serta merta melenggang ke
dalam rumah. Mereka dihadang di pintu masuk dengan tali lawe (biasanya digunakan kain panjang
yang direntang sebagai penghalang). Untuk membuka tali lawe, selalu diikuti dengan berbalas
pantun dan tebus uang pintu. Uang tebusan ini sepenuhnya milik orang yang menjaga tali. Jumlah
tebusan tidak ditentukan secara pasti, mengikut kesepakatan dari dua belah pihak saja.
Setelah tebusan disetujui, maka tali penghadang akan dibuka, selanjutnya iring-iringan pengantin
laki-laki dipersilakan masuk. Di depan pintu beberapa perempuan sudah menunggu untuk
menaburkan beras kunyit yang bercampur dengan uang logam. Rombongan terus berjalan menuju
peterakne.
Baik lah teman ”semoga apa yang saya poskan ini bisa bermanfaat untuk teman” semua dan
semoga bisa menambah pengetahuan kita bersaama.dan tak kalah penting nya semoga dengan
membaca pos ini kita bisa sama” menjaga budaya yang telah di warisi oleh leluhur kita yang
terdahulu.
360
Lampiran
KOMPAS.com - Bagi calon pengantin, urusan memilih konsep prosesi pernikahan bukan
perkara sederhana. Apalagi jika keluarga punya andil besar dalam pernikahan. Baik dari segi dana
maupun tradisi yang harus diwariskan kepada anak.
Anda yang berdarah Sumatera memiliki konsep pernikahan melayu sarat tradisi dan makna.
Palembang punya ciri khas tersendiri yang tak kalah uniknya. Ritual pernikahan tradisi kesultanan
masih kuat menempel dalam keluarga Palembang.
Zainal Arifin, penerus tradisi Songket Palembang, keturunan dari Sultan Mahmud
Badaruddin, mengaku masih mempertahankan prosesi pernikahan khas Palembang di bawah
arahannya. Pemilik brand ZainalSongket ini memberikan jasa perencana pernikahan (wedding
organizer) khas Palembang. Pilihannya bisa adat tradisi utuh termasuk busana pengantin, atau
modifikasi dengan memberikan pilihan gaun pengantin yang lebih modern.
"Tata cara pernikahan pada umumnya masih menggunakan adat tradisi secara utuh," papar
Zainal kepada Kompas Female.
Zainal mengakui, prosesi sesuai adat-istiadat keluarga besar kesultanan Palembang
membutuhkan minimal tiga hari, bahkan hingga dua minggu untuk pelaksanaannya.
"Faktor waktu juga yang membuat banyak orang mempertimbangkan kembali untuk
mengikuti prosesi sesuai adat-istiadat. Namun tak sedikit juga yang masih mempertahankan tradisi
dan menyesuaikan dengan kebutuhan, misalkan jika pelaksanaan pernikahannya di gedung,"
Zainal menjelaskan.
Zainal lebih menyarankan agar prosesi lengkap pernikahan adat Palembang dilakukan di
rumah, karena pertimbangan waktu tersebut. Pembagian waktu garis besarnya adalah untuk
prosesi lamaran (biasanya dilakukan tiga bulan sebelumnya), akad nikah, munggah, dan resepsi.
Suasana dan makna religi sangat kental dalam prosesi pernikahan Palembang. Hampir di
setiap tahapan mengandung pengharapan dan doa. Prosesi hingga barang hantaran juga punya
makna mendalam, terkait dengan kehidupan rumah tangga, etika, serta kewajiban dan hak suami-
istri.
Nilai budaya yang diyakini bisa membawa biduk rumah tangga bahagia, tergambar dalam
setiap gerak dan tahapan prosesi. Calon pengantin perempuan pun harus belajar tari, untuk
persembahan kepada pasangannya sebagai tahap akhir prosesi.
Tarian merupakan bentuk pelepasan masa lajang dari sang pengantin perempuan.
Tandanya, si perempuan perlu mengkomunikasikan kepada pasangannya jika ingin beraktivitas di
luar ranah domestik.
Tahapan pernikahan adat Palembang secara berurutan dan terkait terdiri atas:
Madik (melihat). Utusan dari pihak keluarga pria berkenalan dengan pihak keluarga wanita untuk
mengetahui asal-usul dan silsilah keluarga.
Menyenggung. Utusan pihak pria secara resmi membawa hantaran yang disebut tenong atau
sangkek.
Ngebet (diikat). Keluarga pihak pria berkunjung dengan membawa tenong tiga buah pertanda
nemuke kato, atau kedua pihak telah sepakat dan perempuan sudah diikat.
Berasan (bermusyawarah). Musyawarah untuk menentukan apa yang diminta pihak wanita, dan
yang diberikan pihak lelaki. Selain itu menentukan adat yang akan dilaksanakan (dari lima
pilihan adat). Tahapan ini sarat dengan pantun.
Mutuske Kato. Pertemuan kedua keluarga untuk membuat keputusan terkait dengan ritual dan
prosesi pernikahan, termasuk hari pernikahan.
Nganterke Belanjo. Mirip serah-serahan dalam tradisi Jawa, dilakukan sebulan sebelum munggah.
361
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Ritual menjelang akad nikah. Ritual yang dilakukan calon pengantin wanita untuk kesehatan,
kecantikan, dan lambang magis yang dipengaruhi kepercayaan tradisi.
Akad nikah. Dilakukan di rumah calon pengantin pria, jika dilakukan di rumah calon pengantin
wanita dikatakan "Kawin Numpang".
Munggah. Puncak acara perkawinan adat Palembang. Melibatkan kedua belah pihak dan juga
tamu undangan. Prosesi dimeriahkan dengan tabuhan rebana mengiringi pengantin pria,
silat, adu pantun, dan sejumlah prosesi lainnya yang sarat makna seperti buka tirai (tanda
pertemuan pertama lelaki dengan wanitanya), dan diakhiri dengan persembahan tari dari
pengantin wanita.
Jika diperhatikan, baik dari segi bahasa maupun prosesinya, ritual kesultanan Palembang
memiliki kemiripan dengan keraton Jawa. Budaya tradisi memang tak jauh dari akar sejarah.
Kerajaan Sriwijaya menjadi target sasaran Majapahit menguasai nusantara. Akhirnya, budaya Jawa
(Majapahit) mempengaruhi Sriwijaya.
Paduan budaya inilah yang membuat prosesi pernikahan khas Palembang menjadi unik dan
menarik, ditambah lagi pengaruh Cina, Arab, dan juga Hindu yang memperkaya adat istiadat dan
busananya.
BAB1
PENDAHULUAN
Orang Melayu Ketapang adalah puak Melayu ysng mendiami wilayah pesisir pantai, pulau-
pulau besar maupun kecil, dan daerah pedalaman Kabupaten Ketapang, serta beragama Islam,
berbahasa Melayu serta beradat-istiadat Melayu.
Jika dilihat deri keturunannya, maka Melayu Ketapang itu terdiri dari beberapa keturunan, yaitu:
* Penduduk asli yang beragam Islam
* Pendatang dari Jawa (Prabu Jaya)
* Pendatang dari Palembang (Sang Maniaka)
* Pendatang dari Bugis (Daeng Manambon)
* Pendatang dari Berunai (Raja Tengah)
* Pendatang dari Arab
* Pendatang dari Siak (Tengku Akil)
Meskipun Melayu Ketapang berasal keturunan yang berbeda-beda, itu tidak menyebabkan
terpecah-pecahnya Melayu Ketapang, melainkan ikut memperkaya Khasanah budaya Tanah
Kayung (Ketapang).
Raja Kerajaan Tanjungpura sebagai pemegang adat tertinggi memang adil. Raja telah
memperhitungkan dengan masak-masak, bahwa Raja, Kaum Bangsawan dan Rakyat Jelata
memiliki kemampuan yang berbeda. Karena itu, maka dengan mengadopsi syariat Islam, Raja
membagi adat menjadi tiga, yaitu:
a) Wajib
Melaksanakan adat secara penuh merupakan kewajiban bagi Raja yang maksudnya adalah
untuk diketahu seluruh rakyat negeri, serta memberi contoh teladah pelaksanaan adat-istiadat.
b) Sunnat
Bagi kerabat Raja dan Kaum Bangsawan pelaksanaan adat menjadi Sunnat, artinya tidak perlu
sama dengan Raja. Pelaksanaannya menurut kemampuan kerabat tersebut. Berhubungan
Kaum Bangsawan juga merupakan panutan bagi Rakyat Jelata, maka Kaum Bangsawan
hendaknya berusaha melaksanakan adat istiada secara penuh kalau memang sanggup.
c) Jaiz
362
Lampiran
Bagi Rakyat Jelata pelaksanaan adat-istiadat menjadi Jaiz, artinya boleh dikerjakan boleh
ditinggalkan sebagian atau seluruhnya berdasarkan kemampuannya.
Secara keseluruhan adat-istiadat Melayu Kayung itu mengacu kepada syariat Islam, karena
adat bersendi Syarak, Syarak Bersendikan KItabullah.
ASAL USUL MELAYU KETAPANG
Kalau kita bekunjung ke seluruh kecamatan di Kabupaten Ketapang dan berbicara dengan
orang Melayu, maka bahasa Melayu yang kita gunakan sehari-hari di kota Ketapang dapat
dimengerti oleh merekakendati di tempat terpencil seperti di Cali, dihulu sungai law dll. Yang
brbeda hanyalah dialeknya. Kalau diketapang menyebut kamu atau anda adalah kau, maka
dipedalaman menyebut mpuk, Kendawangan mika’, Melano Telok Batang dan PMK menyebutnya
ika’, namun tidak semua daerah berbeda dialeknya seperti di Manismata menyebut kamu atau
anda juga kau. Ini sekedar contoh yang menyatakan kepada kita bahwa orang Melayu Kayung itu
bahasanya sama. Masalah beda dialek hanya karena pemukiman dan interaksi dengan penduduk
sekitar.
Ada yang mengatakan bahwa Dayak maupun Melayu Kayung itu dahulu berasal dari
keturunan yang sama (yang masuk Islam disebut Melayu dan yang tidak masuk Islam (Kristen)
disebut Dayak). Jika kita melihat dari dongeng Danau Pateh Inte dan Demung Juru, jelas bahwa
terpisahnya orang ulu/ orang darat dan orang ilir/ orang laut ketika terjadi malapetaka dipemukiman
yang sekarang menjadi danau Demung Juru dan Pateh Inte yang terletak di desa Ulak Medang
Kecamatan Muara Pawan. Orang-orang yang mengungsi ke hilir akibat malapetaka tersebut inilah
yang menjadi cikal bakal orang Melayu Kayung. Sedangkan yang mengungsi kehulu merupakan
cikal bakal orang Dayak yang kemudian dipopulerkan oleh orang Kristen. Inilah kenapa kalau kita
lihat yang beragama Kristen itu kebanyakan orang dari ulu.
BAB 2
ADAT-ISTIADAT
1. Adat-istiadat Perkawinan
* Meresik-resik
Meresik-resik adalah upaya yang dilakukan oleh pihak laki-laki untuk mencari informasi
sebanyak-banyaknya tentang perempuan yang ditaksir. Bagi orangtua yang ingin meminang
seseorang gadis untuk anak laki-lakinya, langkah pertama adalah mencari informasi sebanyak-
banyaknya tentang gadis idaman anakanya itu. Setelah terkumpul data yang akurat, maka
biasanya mengirim seseorang yang disebut telangke atau mak comblang mengajuk-ajuk sigadis
dan orangtunya kalau-kalau berkenan menerima pinangan dari si laki-laki tersebut. Kalau
pembicaraan pendahuluan beres, maka orangtua lelaki mengirim utusan secara resmi.
* Membuk mulut
Membuka mulut adalah proses yang dilakukan pihak laki-laki untuk memberitahukan niat
meminang kepada pihak perempuan dengan mengutus orang yang biasanya adalah sepasang
suami-istri yang sudah dikenal baik oleh keluarga pihak perempuan. Proses ini biasanya dilakukan
dengan berbicara panjang lebar dan pada saat yang tepat barulah disampaikan niat untuk
meminang tersebut, serta memberikan tempat sirih terlebih dahulu yang berisi sirih, pinang gambir
serta tembakau. Biasanya pihak tuan rumah meminta tempo sehari-duari untuk berunding deng
keluarga. Lalu jika tempat sirih dikembalikan dalam keadaan kosong berarti peminangan diterima,
sebaliknya jika dikembalikan dalam keadaan seperti semula masih berisi lengkap berarti pinangan
ditolak.
* Ngantar tande
Ngantar tande adalah proses yang dilakukan oleh pihak laki-laki dengan masuk menandai
(bertunangan) dengan mengantar barang seperti pakaian lengkap, handuk, sandal dan sepatu,
alat-alat make up, paying yang jumlahnya 1-3 pasang dan sebentuk cincin. Ngantar tande biasanya
dilakukan setelah ditentukan hari baik dan bulan baik, biasanya ditentukan berdasarkan
perhitungan Islam.
363
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
* Ngantar barang
Ngantar barang adalah proses yang dilakukan oleh pihak laki-laki untuk melakukan persiapan
perkawinan. Kegiatan ini dilakukan setelah ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Barang-
barang yang diantar berupa:
a) Tempat sirih
b) Seperangkat tempat tidur
c) Selimut tebal
d) Pakaian perumpuan lengkap
e) Sandal dan sepatu perempuan
f) Handuk
g) Payung
h) Alat-alat make up lengkap
i) Barang perhiasan perempuan
j) Dulang berisi bunga rampai
k) Uang asap sesuai kesepakatan
Barang tersebut biasanya dikemas sedemikian rupa yang berbentuk angsa, ular, buaya, bunga dll,
dengan maksud agar lebih meriah.
* Aqad nikah
Aqad nikah ini dilaksanakan jauh sebelum hari besarnya. Ini dinamakan Nikah Gantung, karena
keduanya belum boleh tidur bersama.
Aqad nikah dilaksanakan oleh Penghulu (disertai wali atau boleh diwalikan oleh penghulunya)
dengan didahului dengan pembacaan qalam ilahi seorang qari/aqri’ah. Kemudian Penghulu
menyampaikan Khutbah Nikahdan kemudian melakukan Aqad Nikah.
* Ngundoh menantu
Acara ini di lakukan oleh 7 orang perempuan baya atau sekurang kurangnya 3 orang yang member
minyak rambut, menyisiri dan membedaki serta mengganti pakaian dengan pakaian milik orang tua
perempuan atau pakaian yang telah dipersiapkan oleh pihak perempuan.
* Malam pacar
Malam pacar merupakan bagian dari prosesi adat perkawinan masyarakat Melayu Kayung.
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Pelaminan (sederhana sampai yang mewah)
b. Payung api (tempat lilin menyala)
c. Ungkaran rotan
d. Pacar yang sudah di tumbuk
e. Minyak kembang setaman (wangi-wangian)
f. Kekayun
Upacara dimulai dengan pemberian pacar yang di sebut menggulung pacar, yaitu
memberikan pacar yang diletakkan diatas telapak tangan kedua mempelai oleh 7 orang lelaki.
Acara selanjutnya di sebut menguku yang di lakukan oleh 7 orang perempuan baya secara
bergantian. Menguku dimaksud agar keduanya terhindar dari penyakit restung pada kukunya.
Kemudian dilanjutkan dengan menyiram minyak kembang setaman kepada kedua mempelai
secara bergiliran, kemudian memasukkan uang kedalam tempat yang disediakan, kegiatan ini di
sebut mengecor.
Setelah upacara mengecor selesai, maka diberikan hidanganringa kepada hadirin dan
kemudian mempelai laki-laki dan rombongan pulang kerumah orang tuanya dengan membawa
dulang yang brisi juadah dari keluarga perempuan sebagai balasan.
* Bepepinjam
Untuk melaksanakan pesta pernikahan , maka piring mangkuk serta perlengkapan lainnya milik
tuan rumah tidaklah mencukupi. Untuk itu terpaksa harus meminjam dengan sanak keluarga dan
tetangga.
364
Lampiran
* Bepepajang
Bepepajang adalah kegiatan yang dilakukan oleh dukun sehari sebelum hari besar. Pada
hakekatnya upacara bepepajang adalah sebagai pemberitahuan kepada penghuni sekitar rumah
dari makhluk ghaib agar tidak mengganggu jalannya hajatan.
* Bepapar
Bepapar adalah meratakan gigi dengan kikir yang dilakukan oleh dukun. Kalau jaman dahulu maka
dilakukan benar-benar meratakan gigi, namun pada saat sekaranghanya sekedar melakukan adat.
Peralatan yang dipakai adalah :
a. Kikir yang bersih
b. Paku dan keminting
c. Asam garam
* Ngunjam bale
Balai atau tarubuat terpaksa harus dibuat karena rumah tak mungkin menampung para undangan.
Sebelum ada tenda biru, maka perkerjaan pertama adalah menyucok atap. Kegiatan ini adalah
membuat atap dari daun nipah atau rumbia atau daun tepus.
* Begegantung
Maksud acara ini adalah memasang kelambu pada tempat tidur penganten. Prosesnya adalah 4
orang lelaki membaca surat Yasin yang masing-masing menghadap keempat penjuru tempat tidur.
* Mengarak (Hari Besar)
Mengarak penganten merupakan puncak acara pernikahan. Penganten lelaki di arak dengan
kendaraan atau berjalan kaki. Dengan didahului pembacaan shalawat, maka penganten diarak
menuju rumah penganten perempuan dengan iringan gendang tar,
2. Mandi 3 Malam
Prosesi mandi 3 malam adalah sebagai berikut :
* Betimbang
Bagi turunan bangsawan, maka dilakukan upacara betimbang sebelum mandi. Untuk
melaksanakan adat ini, diperlukan alat perlengkapan sebagai berikut :
a. Alat timbangan
b. Beras segantang
c. Pisang
d. Kundur
e. Rempah-rempah
f. Kelapa setampang
g. Gula merah
Pelaksanaannya, barang-barang tersebut diletakan pada daun timbangan sebelah dan sebelahnya
di “letak”kan kedua mempelai. Setelah dibacakan do’a tolak bala, maka kedua mempelai dibawa
ketempat mandi.
* Mandi
a. Tempat mandi
Perlengkapan yang dipakai adalah sebagai berikut :
· Tetawak (gong)
· Kepala sapi/kerbau
· Sangku (yang berisi hiasan daun dari kelapa muda, yang berbentuk burung, pedang, keris,
gorah, dll)
· Payung kerajaan
· Kain basahan (berwarna kuning dua lembar masing masing 2 meter)
· Air kembang setaman berupa air yang di beri bunga-bungaan
· Air tolak bala berupa air putih biasa yang sudah dibacakan doa tolak bala.
· Bokor berisi tepung tawar dan daun puring emas.
· Mangkuk berisi sesumpitan berupa ketupat lepas untuk menyemburkan air.
· Talam berisi kaca,lilin menyala,benang dan jarum
b. Acara mandi
Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
365
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Pertama kedua mempelai diangkat dan diletakan ketengah tempat mandi. Kemudian duduk diatas
tetawak dengan kaki menginjak kepala kerbau/sapi. Kedua ada tujuh orang wanita memandikan
dengan air kembang setaman dan disudahi dengan air tolak bala.
Mula-mula acara betulus yaitu benang dan jarum dilingkarkan kepada keduanya dari atas dan
dilepas dikaki berturut 7 kali oleh 7 orang yang memandikan. Dilanjutkan lagi dengan
mengelilingkan cermin dan lilin menyala sebanyak 7 kali. Terakhir diserahkan kelapa cengkir
berukir dan sesumpitan kepada keduanya. Air kelapanya disedot dan disemprotkan kepada orang
sekitar. Maksudnya agar berbagi kebahagiaan denga orang sekitar. Setelah selesai kedua
mempelai dilap dengan handuk dan kain yang basah diganti dengan kain yang kering berupa kain
pelekat, dan penganten pria mangangkat pasangannya menuju kamar.
3. Makan Nasi Adap
Kedua penganten duduk bersanding didepan kamar dengan bersila sambil menghadapi “nasi adap”
yang terdiri:
· Nasi ketan warna kuning ( nasi kuning )
· Panggang ayam
· Hiasan telor
· Air minum
Dan saling menyupai.
4. Ngaleh Turun
Upacara ngaleh turun adalah kedua mempelai setelah upacara mandi 3 malam pergi kerumah
orang tua laki-laki dengan diiringi keluarga pihak perempuan bagi yang mampu, maka rombongan
penganten diarak dengan iringan gendang tar dan dirumah orangtua laki-laki di laksanakan acara
besar-besaran.
1. Hukum Adat Perkawinan
a. Batal bertunangan
- Batal dari pihak lelaki
Pihak perempuan tidak mengembalikan barang antaran yang diberikan waktu mengantar tande.
Selanjutnya boleh atau bebas bertunangan atau kawin dengan lelaki lain.
- Batal dari pihak perempuan
Apabila batal dari pihak perempuan, maka ia harus mengganti barang antaran sebagai pemberian
waktu mengantar tande sebanyak 2 kali lipat.
b. Bayar pelangkahan
Apabila seorang adik kawin sedang abang atau kakak perempuannya belum menikah, maka si adik
wajib membayar pelangkahan kepada abang dan atau kakaknya yang dilangkahi tersebut biasanya
berupa 1 stel pakaian.
c. Naik basuh kaki
Seorang lelaki karena di kehendaki oleh pihak perempuan untuk suaminya,namun sang lelaki tadi
belum punya apa dan pihak perempuan kaya, maka boleh dinikahkan tanpa mengeluarkan uang
sepeserpun.
d. Kebabaran
Adalah apabila kedapatan 2 orang lelaki dan perempuan yang bukan muhrim berdua duaan di
tempat sepi ,maka saksi dapat melapor kepada Penghulu Desa. Jika laporannya diteriam, maka
keduanya wajib di nikahkan.
e. Tebus thalak
Jika seorang lelaki berselingkuh dengan seorang perempuan yang bersuami, jika ada saksi
melapor kepada Penghulu, maka mereka harus dikawinkan.
f. Mengampang
- Perempuan yang belum bersuami apabila hamil di luar nikah dengan seseorang atau
beberapa orang lelaki, maka harus dinikahkan segera.
- Kalau yang dihamili itu adik/kakak iparnya sendiri, maka ia harus bercerai terlebih dahulu
dengan istrinya, kemudian dinikahkan dengan yang di hamili tadi.
366
Lampiran
367
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Proses mandi nifas dan sekaligus mandi wiladah adalah seperti mandi biasanya, hanya berbeda
karena dibantu dukun untuk memandikannya siibu diberi bedak dan langir untuk menjamin agar
benar-benar bersih dari hadas.
§ Tetohong
Yang dimaksud dengan tetohong adalah sebuah talam kecil disebut tafsi yang berisi:
a. Gula merah
b. Kelapa setampang
c. Pisang 20 biji
d. Telor ayam 2 biji
§ Berayun
Adat Banjar
Ketika anak bayi pertama kali diayunkan maka diadakan upacara betumpang apam dan naik
ayunan. Disengkang ayunan diikatkan bermacam-macam juadah yang terdiri atas:
a. Cucor
b. Ariadam
c. Ketupat tulak bale
d. Lelingkar
e. Dopak
Untuk tali ayunan dianyam benang 7 warna yang terdiri atas:
a. Benang putih
b. Benang merah
c. Benang hijau
d. Benang hitam
e. Benang ungu
f. Benang coklat
g. Benang kuning
Naik Tojang
Untuk upacara naik tojang, maka ayunan berbentuk box digantung ditali ayunan dan diatasnya
ditaruh juadah yang sama dengan turunan banjar.
Ayun Sandah
Yang dimaksud dengan ayunan adalah ayunan kecil dibawah rumah persis dibawah ayunan sang
bayi.
§ Gunting Rambut
Upacara gunting rambut merupakan satu paket yang terdiri atas:
a. Gunting rambut
b. Tijak tanah
c. Betimbang
d. Mandi-mandi
e. Makan nasi adap
Pelaksanaan Gunting rambut
Upacara ini didahului pembacaan kitab Al Barjanzi. Yang di persiapkan:
1. Pemasangan kendit
2. Pemasangan gelang benang
3. Rambut diikat-ikat
4. Sebuah talam berisi: gunting, cincin emas, kelapa cengkir yang sudah dihias dan masih berisi
airnya sebatang lilin yang menyala, bunga rampai, mata beliung, serta tepung tawar.
5. Sebuah talam lagi berisi bunga cucok telor.
§ Tijak tanah
Bahan yang dipersiapkan adalah:
1. Balai Jawe Sebuah bangunan berupa rumah mini tanpa dinding
2. Tebu kuning secukupnya untuk dibuat tangga dan bangunan seperti atap.
3. Juadah sebanyak 6 jenis
4. Sepiring lagi berisi tanah dan sebiji telor ayam kampung.
368
Lampiran
Kue-kue yang didalam 6 buah piring dan piring ketujuh yang berisi tanah dan telor disusun didepan
‘’tangga” dengan urutan:
1. Dodol merah
2. Dodol putih
3. Cucor
4. Ariadam
5. Cengkarok
6. Sesagun
7. Tanah, telor ayam, paku keminting.
Makna dari kegiatan Tijak Tanah ini adalah
1. Sang bayi turun dari rumah yang dilambangkan dengan Balai Jawa
2. Dalam mengharungi kehidupan ada naik dan turunnya dengan perlambang tangga tebu.
3. Dalam mengharungi kehidupan mengalami pahit manisnya kehidupan dengan perlam-bang
juadah.
4. Lambang paku keminting merupakan doa bagi sang bayi agar tegar dalam mengharungi
kehidupan kelak.
5. Akhirnya disadarkan kepada sang anak bahwa kita ini berasal dari tanah dan kembali ke
tanah dengan perlambang memecahkan telor ayam diatas tanah pada piling terakhir.
6. Adapun rebutan tangga tebu adalah suatu perlambang bagi sang bayi, bahwa rezeki dari
Allah tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan dengan tangan, akal dan
pikiran.
§ Betimbang
Bagi anak turunan bangsawan di timbang dengan dacing kayu yang dalam daun timbangan berisi:
1. Beras
2. Gula merah
3. Kelapa setampang
4. Pisang sesisir
5. Rempah rempahan
6. Buah kundor
Makna dari upacara betimbang ini adalah suatu do’a kekhadirat Allah SWT agar kelak sang bayi
menjadi orang yang bermanfaat bagi orang tua dan masyarakat dengan kata lain memiliki bobot.
§ Mandi-mandi
Untuk upacara mandi ini tidak terbatas hanya kepada anak turunan bangsawan,namun rakyat
biasapun melaksanakan.
§ Makan nasi adap
Secara simbolis nasi dengan kelengkapan disuapkan kepada sang bayi. Kemudian dibacakan do’a
selamat tolak bala.
2. Adat Anak/Remaja
§ Bersunat:
1. Anak lelaki
Untuk acara tunggal besunat prosesinya adalah:
a. Mengunjam bale (Sama dengan adat perkawinan)
b. Bepepinjam (Sama dengan adat perkawinan)
c. Bepepajang (Sama dengan adat perkawinan)
d. Bepapar (Sama dengan adat perkawinan)
e. Mengarak (Sama dengan adat perkawinan)
f. Khataman Qur’an
Selesai khataman Al Qur’an maka penganten sunat sembah sujud kepada orangtuanya, serta
kepada para ketua dan hadirin yang hadir.
g. Begandang Rebana atau Gendang Tar
Malam hari dilaksanakan hiburan dengan mengundang grup Rebana yang biasanya hingga pagi
hari.
369
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
h. Besunat
Setelah matahari terbit, maka mereka dibawa kerumah lalu disunat oleh dukun sunat Pada saat
sekarang, maka acara berendam tidak dilakukan lagi, karena penyunatan dilakukan oleh para
medis.
i. Pacat kundang
Upacara pacat kundang yaitu mengganti obat kalau disunat oleh dukun atau buka perban oleh para
medis. Acara hanya berupa pembacaan do’a selamat tolak bala dan hidangan sederhana saja.
2. Anak Perempuan
§ Mandi tumbuh susu
Anak-anak perempuan berumur 8-9 tahun diikutkan mandi dengan prosesi mandi seperti
penganten atau wanita hamil 7 bulan juga. Mereka juga di hiasi seperti penganten.
§ Belamin
Belamin itu adalah si ABG tersebut dimasukkan kedalam kamar yang tak boleh kena sinar matahari
untuk beberapa hari sampai beberapa bulan. Didalam lamin itu sang anak bekase’, yaitu
membedaki dirinya dengan bedak buatan sendiri.
Apabila sudah selesai, maka dilakukan upacara Turun Lamin, yaitu:
a. Mengunjam bale
b. Bepepinjam
c. Bepepajang
d. Bepapar
e. Khataman Qur’an
f. Begendang Rebana atau Gendang Tar.
BAB IV
Pelaksanaan Adat-istiadat dan Hukum Adat Kematian
1. Adat Istiadar Kematian
§ Menjenguk orang sakit
Apabila mendengar ada orang sakit, maka merupakan “kewajiban” bagi para sanak keluarga,
tetangga, handai tolan untuk menjenguk sisakit. Pada kesempatan tersebut saling bermaaf-maafan
dengan sisakit dan mendoakan agar cepat sembuh.
§ Mengantar pelelawat
Pada kesempatan tersebut para pelawat hendaklah membawa beras pelelawat yang terdiri atas
beras, cabe, garam serta belacan. Tujuan mengantar beras pelelawat ini adalah untuk 1
meringankan beban keluarga yang ditinggalkan oleh simati.
§ Nyusor tanah
Merupakan selamatan dengan membaca do’a arwah setelah selesai menguburkan mayat.
§ Tahlilan
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada malam pertama setelah penguburan dengan membaca tahlil.
§ Nige hari
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada hari ke tiga dengan membaca tahlil.
§ Nujoh hari
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada hari ke tujuh dengan membaca tahlil.
§ Ngelat
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada hari ke lima belas dengan membaca tahlil.
§ Nyelawe
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada hari ke 25 dengan membaca tahlil.
§ Ngempat puloh
370
Lampiran
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada hari ke 40 dengan membaca tahlil. Undangan pulangnya di bagikan kue baulu
yang dimasukkan kedalam piring yang dibungkus dengan sapu tangan dan di tambah lagi surat
Yassin.
§ Nyeratus
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada hari ke 100 dengan membaca tahlil.
§ Nyeribu
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah duka pada hari ke 1000 dengan membaca tahlil.
§ Bulan ruah
Upacara ini adalah mengumpulkan sanak keluarga dan tetangga untuk sholat maghrib berjemaah
dirumah yang mengadakan kenduri pada bulan Sya’ban untuk membaca Tahlil dan dilanjutkan
dengan membaca doa Arwah bagi sanak keluarga yang telah meninggal.
Diposkan oleh Chandra di 01.47
371
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Merisik
Merisik ialah cara untuk mengetahui sama ada si gadis sudah berpunya atau belum.
Rombongan merisik biasanya dibuat oleh saudara atau keluarga terdekat. Seandainya pihak atau
keluarga gadis bersetuju, maka perundingan akan dibuat untuk menentukan hari pertunangan. Di
sini sebentuk cincin belah rotan akan diberi sebagai tanda persetujuan.
Meminang
Upacara meminang si gadis akan dibuat hanya setelah keluarga gadis itu memberi
persetujuan. Kerja meminang dilakukan oleh wakil kedua-dua belah pihak. Selalunya dijalan oleh
ketua adat dan syarak. Sewaktu meminang, akan ditetapkan tarikh menghantar tanda. Lain-lain
perkara yang dibincangkan ialah bersangkutan dengan hantaran belanja, persalinan dan tempoh
bertunang. Dengan berbuat demikian, tidak ada teruna lain akan masuk meminang gadis itu. Ini
memberi peluang kepada sahabat handai serta kaum keluarga untuk bersiap sedia berderau
(bersama-sama menjalankan tugas di hari perkawinan nanti).
Hantar Tanda
Semasa upacara menghantar tanda, sebentuk cincin akan dihantar untuk disarungkan ke jari
tunangannya. Adat menyampai dan menerima cincin dilakukan di rumah gadis tersebut. Pihak si
gadis akan menyambut rombongan si teruna. Dalam menghantar cincin tanda ini, sering juga
diiringi dengan sebahagian wang hantaran belanja. Walau bagaimanapun, ini terpulang kepada
perjanjian kedua belah pihak. Biasanya upacara menghantar tanda ini dilangsungkan dengan kata-
kata adat seperti ‘helah lelaki hancur, helah perempuan ganda’. Sekiranya si teruna memutuskan
pertunangan itu, cincin dan hantaran itu akan hilang dan jikalau si gadis pula yang menolak, maka
terpaksa pihak gadis menggandakan pemulangan cincin tanda dan hantaran itu.
Hantaran Belanja
Upacara hantar belanja dijalankan pada tarikh yang telah dipersetujui dan sekali lagi
rombongan pihak lelaki datang ke rumah pihak perempuan. Kedua pihak itu selalunya diwakili oleh
ketua kampung. Mereka akan saling bertukar hantaran serta iringan setelah kedua pihak
menghuraikan janji dan menyelesaikan masalah yang bersangkutan. Wang hantaran itu biasanya
diiringi dengan persalinan untuk si gadis dan mengikut apa yang telah dijanjikan. Perjanjian
biasanya dalam bentuk ‘serba satu atau serba dua’. Serba satu bererti persalinan iringan itu setiap
jenis dan digubah dalam pelbagai bentuk seperti bentuk itik, burung dan keris. Wang hantaran pula
digubah biasanya dalam bentuk buah-buahan ataupun pokok bunga.
Sementara itu, iringan lain sering kali turut disertakan adalah bunga rampai, sirih junjung,
pahar telur merah dan alat solek. Kesemua kelengkapan yang dibawa oleh rombongan pihak
pengantin lelaki disampaikan ke rumah gadis itu. Apabila selesai upacara penerimaan di serambi,
yaitu setelah diselesaikan oleh pihak lelaki, hantaran serta iringannya itu diedarkan ke dapur. Ini
adalah untuk disaksikan oleh pihak perempuan. Bekas-bekas kosong itu kemudiannya diisikan
dengan barang-barang balasan daripada pihak gadis, biasanya kuih-muih, nasi dan lauk-pauk yang
akan dibawa pulang oleh rombongan itu untuk si teruna.
Menyerambi Bertunang
Jika dijalankan upacara menghantar belanja pada siang hari, maka malamnya pula diadakan
majlis ‘menyerambi bertunang’. Adat ini dilakukan di serambi rumah. Wakil dari kedua belah pihak
bergilir-gilir membaca doa dan marhaban.
Menjemput Tetamu
Pihak ibu bapa pengantin lelaki akan menjemput orang-orang tua kampung untuk
memberitahu majlis perkawinan yang akan diadakan. Mereka akan membuat tepak sirih dan
meminta sanak saudara serta sahabat handai datang ke rumahnya untuk bersama-sama meraikan
majlis itu. Majlis ini diadakan di rumah bakal pengantin dan segala tanggungjawab majlis akan
372
Lampiran
ditentukan oleh mereka yang ada dalam majlis tersebut. Biasanya majlis kenduri kawin dimulakan
di rumah pengantin perempuan.
Berinai Curi
Majlis berinai curi diadakan pada waktu malam di rumah pengantin perempuan. Majlis ini
bergantung kepada kesanggupan dan kemahuan pihak pengantin. Mulai malam tersebut, jari-jari
dan tapak tangan serta keliling tapak kaki pengantin perempuan diinai. Selepas itu pengantin akan
naik ke pelamin. Kemudian sanak saudara dan sahabat handai akan bergilir-gilir menginaikannya.
Masa ini jugalah pihak pengantin lelaki atau keluarganya berpeluang melihat dari dekat wajah
pengantin perempuan. Berinai curi biasanya diadakan sekurang-kurangnya satu malam tapi
biasanya ia diadakan tiga malam.
Berinai Kecil
Malam berikutnya majlis berinai kecil diadakan. Ianya disertai oleh pengantin lelaki. Tetapi
pengantin lelaki berinai di serambi rumah sahaja. Sementara pengantin perempuan di ruang tengah
rumah di atas pelamin. Majlis ini kadangkala dipanggil ‘menyerambi kawin’.
Berandam
Keesokan harinya diadakan istiadat berandam di mana upacara memotong rambut di
bahagian depan kepala dijalankan oleh tukang andam. Pengantin perempuan biasanya dicukur
anak rambut di dahi serta di pelipisnya. Pengantin perempuan akan merasa perubahan wajahnya
ditambah pula warna merah di jarinya selepas berandam. Upacara berandam dijalankan untuk
persediaan pengantin lelaki pergi ke rumah pengantin perempuan untuk upacara berinai besar
pada malamnya. Pada petang itu juga diadakan upacara mandi berhias. Biasanya upacara ini
memerlukan sebiji kelapa muda ditebuk berbentuk pucuk rebung, beras basuh, sirih berkapur,
gunting, kain putih, tepung tawar dan ikatan dua sepilih dan daun ribu-ribu.
Mandi Berhias
Dijalankan ke atas kedua pasangan pengantin dan biasanya dibuat di serambi atau pelantar
tengah berhadapan dengan pintu luar rumah didahului oleh pengantin lelaki dan diikuti oleh
pengantin perempuan. Pengantin akan duduk menghala ke pintu luar dan di depannya disediakan
dulang beras basuh serta tepung tawar. Sanak saudara dan waris akan menabur beras basuh dan
menepung tawar pengantin itu.
Pernikahan
Upacara akad nikah dijalankan pada malam selepas mandi berhias dan sebelum majlis
berinai. Pakaian pengantin lelaki serba putih kecuali songkok dan kasut. Imam mewakili pengantin
perempuan menjadi jurunikah. Selain dari itu juga disahkan hantaran dan lain-lain yang
bersangkutan. Mas kawin biasanya berbentuk wang tunai. Mas kawin diwajibkan dan diserahkan
kepada pengantin perempuan.
Berinai Besar
Setelah selesai upacara akad nikah, majlis berinai besar dilakukan di atas pelamin dengan
dimulai oleh pengantin lelaki. Ahli-ahli keluarga akan bergilir-gilir menjalankan upacara itu.
Pengantin perempuan pula akan mengambil tempat selepas pengantin lelaki dan berjalan sehingga
selesai.
Hari Langsung
Hari persandingan juga disebut hari langsung yang diadakan pada hari esoknya. Jamuan di
rumah pengantin perempuan akan diadakan secara besar-besaran. Pengantin lelaki akan menuju
ke rumah pengantin perempuan dengan diiringi dengan pukulan rebana dan sanak saudaranya
untuk upacara persandingan.
373
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Sirih Lat-lat
Sirih lat-lat ialah gubahan pokok bunga daripada daun sirih yang dipegang oleh pengantin lelaki
untuk diletakkan atas pangkuan pengantin perempuan apabila sampai di pelamin untuk bersanding.
Suap-suap
Sebuah pahar telur merah dan nasi adab-adab disediakan di depan pelamin dan ianya
berwarna kuning dan diperbuat daripada pulut. Ahli waris akan mengambil sekepal nasi adab-adab
lalu diletakkan di tapak tangan pengantin lelaki dan disuapkan kepada pengantin perempuan dan
sebaliknya.
Masuk ke Bilik Pengantin
Jari kelingking pengantin lelaki yang sebelah kanan mencangkuk jari kelingking pengantin
perempuan dan pengantin lelaki akan melangkah masuk ke bilik pengantin sambil memimpin
pengantin perempuan.
Makan Damai
Makanan disediakan di bilik pengantin di mana peneman-peneman pengantin lelaki turut
bersama dan mereka akan dilayan oleh pengantin perempuan. Mak Andam merupakan orang
utama di dalam majlis itu.
Makan Waris
Pada malamnya pula, sekali lagi diadakan majlis makan yang dihadiri oleh waris dari kedua
belah pihak. Di dalam majlis ini, besan dengan besan akan duduk bersama dan kedua pengantin
akan berkenalan dengan waris dan sanak saudara dari kedua belah pihak.
Jemput Menantu
Majlis ini diadakan untuk pengantin perempuan yang dijemput ke rumah pengantin lelaki
berserta pengiring-pengiringnya. Rombongan pengantin perempuan tidak akan ke rumah bapa
mertuanya selagi pengantin lelaki dan pengiring-pengiringnya tidak datang menjemput .
Kedatangan pengantin lelaki digelar sebagai ‘balik minum air’. Pengantin perempuan akan tidur
semalaman di rumah pihak lelaki.
Malam Satu
Setelah pengantin perempuan pulang ke rumahnya, pengantin lelaki akan tidur di rumah
istrinya pula. Pengantin lelaki akan menyembahkan tepak sirih ketika menjelang subuh kepada
bapa mertuanya. Perlakuan yang ditunjukkan oleh pengantin lelaki akan dapat diketahui sama ada
pengantin perempuan itu masih dara atau tidak semasa dikawini.
Membalas Tidur
Bagi adat membalas tidur, pengantin perempuan buat kali keduanya akan tidur di rumah
suaminya. Pengantin masih lagi memakai pakaian pengantin tetapi hanya sekadar pakaian
‘kondeh’ sahaja.
Dengan huraian yang dinyatakan, jelasnya bahasa masyarakat Melayu Melaka mempunyai
adat istiadat perkawinan tersendiri dan begitu unik sekali. Walau bagaimanapun, dewasa ini
kebanyakan unsur-unsur adat yang dikira kurang penting tidak diamalkan oleh masyarakat Melayu
Melaka.
374
Lampiran
Ku tulis ulang ini sebagai tanda hormatku pada beliau (alm) sebagai orang tua yang
penuh perhatian pada perkembangan adat budaya melayu di Asahan. Dan hingga
saat ini putri beliau meneruskan langkahnya mencintai budaya melayu Asahan
dengan mendirikan Sanggar Tari "INTAN TIARA" sekaligus juga putri beliau menjadi
pelatih tarinya... (manca-cima)
I. PENDAHULUAN
Bila seorang pemuda menginginkan gadis untuk dipersunting menjadi istri, didahului dengan
mengutus" Penghulu Telangkai" (seorang penghubung yang dipercaya oleh pihak laki-laki untuk
merintis keinginan pemuda terhadap gadis yang menjadi idamannya) Penghulu telangkai berusaha
untuk menemukan permasalahan pada waktu dan saat yang tepat untuk diungkapkan maksud dan
tujuan terhadap gadis (pihak perempuan).
Penghulu Telangkai berusaha untuk menemukan permasalahan pada waktu dan saat yang
tepat untuk diungkapkan maksud dan tujuan terhadap gadis (pihak perempuan). Setelah diperoleh
ketentuan dari Penghulu Telangkai, pihak laki-laki mengadakan musyawarah dengan famili untuk
merembukkan pelaksanaan:
merisik
meminang
menikahkan
melangsungkan peresmian/perkawinan
Hal ini akan dilaksanakan pada hari/jadwal yang telah disepakati antara kedua belah pihak.
II. MERISIK DAN MEMINANG SECARA RESMI
Mersisik dan meminang secara resmi dilaksanakan setelah risikan dilakukan setengah
resmi yang dilangsungkan olh Penghulu Tealngkai berjalan baik. Menurut adapt risikan dan
pinangan dilaksanakan dihadapan keluarga pihak gadis. Dahulu merisik dan meminang selalu
dilaksanakan secara terpisah (tersendiri), namun selalu juga dilaksanakan sekaligus. Pada hari
yang telah disepakati pihak lelalki dating kerumah pihak perempuan membawa beberapa
persiapan:
Tepak Sirih Pembuka Kata
Tepak Sirih Perisik
Tepak Sirih Meminang
Tepak Sirih Bertukar Tanda
Tepak Sirih Ikat Janji
Beberapa buah Tepak Pengiring
Tepak-tepak siriyh ini terdiri dari tepak biasa, dan tepak Palembang. Tepak-tepak ini diisi
dengan sirih yang tersusun rapid an cembul-cembul diisi dengan tembakau, kapur,gambir dan
pinang ditebuk/diukir, ada pinang berkait dan gambir diukir. (cembul-cembul ini ada yang terdiri dari
perak, tembaga, kuningan, suasa dan bahkan emas)
Hal ini melihat kemampuan dari sipelaksana. Dahulu tepak ini dibungkus dengan kain selendang
tetapi sekarang dipilih kain yang lebih indah.
Sementara di rumah pihak perempuan telah menanti pula beberapa tepak:
Tepak Nanti
Tepak Bertukar Tanda
Tepak Ikat Janji
Yang tersedia diatur diatas hamparan permadani indah dibawah langit-langit bertabir aneka corak.
375
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
Umumnya sebelum acara merisik dan meminang dimulai, tepak-tepak yang dibawa rombongan
laki-laki disusun menurut urutan,kemudian ditepung tawari.
Pada acara ini masing-masing pihak menyediakan seorang “ahli bersilat lidah” yang disebut:
BENTARA SABDA (Juru Bicara) yang diapit BENTARA KANAN dan BENTARA KIRI (Keluarga
terdekat orang yang dapat mengambil keputusan bila tumbuh hal-hal diluar yang tidak digariskan).
Sebenarnya segala sesuatu telah diketahui oleh kedua belah pihak lewat pembicaraan setengah
resmi dari “ PENGHULU TELANGKAI ” misalnya,
Siapa yang akan dipinangkan dan dipinang
Berapa mahar (mas kawin dan syarat-syarat)
Bila nikah dan bersatu
Bertukar tanda (cincin, gelang, rantai, misalnya)
Bersilat lidah ini kadang-kadang memakan waktu berjam-jam. Malulah rasanya bagi pihak yang
tidak dapat memaparkan kehendaknya dengan teratur dan jelas. Biasanya untuk memaparkan
maksud tidak secara langsung tetapi selalu dengan cara “ Kias dan Ibarat “ Disinilah letaknya
kehalusan budi orang melayu, jangan sampai dikatakan kasar dan tidak beradat.
Yang kurik gundi
Yang merah saga
Yang baik budi
Yang indah bahasa
Di sinilah adapt itu diasah dan diuji dengan kemampuan bersilat lidah, secara tidak langsung
sehingga akhirnya sama-sama diakui oleh kedua belah pihak. Jika kedua belah pihak telah
berhadapan, maka oleh “ Bentara sabda pihak perempuan menyorongkan sebuah tepak sirih-tepak
nanti-sebagai penyambut tamu sambil berkata memberi salam pada para tamu/rombongan dan tak
lupa mengucapkan puja puji kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas ridhoNYA mengharapkan
safaat akan junjungan nabi Muhammad SAW.
Bentara Sabda melanjutkan kata-katanya
Sedang matahari bersinar cerah
Ketika angin berhembus sepoi-sepoi basah
Awan berarak hanyut pasrah
Diiringi suara burung berkicau ria
Ketika ramai sorak anak-anak dihalaman
Dilihat tamu datang berbondong
Sampai dipintu pekarangan
Lalu masuk kehalaman, memberi salam dengan takjim, membuat kami tertegun gembira.
Patut disambut secara adat.
Menurut adat resam Melayu semenjak dari sejak dahulu kala, jika kita kedatangan tamu
sirih ditepak disorong selalu, sebagai tanda keihklasan hati, terimalah tepak sirih…….sirih nanti
dari kami
Sekapur sirih Seulas pinang
Disantap Cik Puan dari Malaka
Kami ucapkan selamat datang
Semoga kita sama bahagia
Makanlah tuan sirih kami
Yang kami sebut sirih penanti
Marilah kita sama menanti
Untuk pengikat silaturrahmi
(sembari menyorongkan/menyuguhkan tepak..)
376
Lampiran
377
Adat Perkawinan Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi, dan Kearifannya
378
Lampiran
379