Anda di halaman 1dari 3

Bioavtur

Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia karena didukung oleh
iklim dan tersedianya lahan yang sangat luas. Selain menghasilkan minyak sawit, pengolahan
kelapa sawit juga menghasilkan produk samping yaitu limbah cair (POME), cangkang sawit,
sabut, dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Jumlah terbesar produk samping pengolahan
kelapa sawit adalah TKKS dengan menghasilkan 230 kg dari setiap ton tandan buah segar
(TBS) yang diproduksi. Maka, limbah TKKS harus diolah lebih lanjut jika tidak ingin
mencemari lingkungan. Hal ini didukung dengan meluasnya lahan perkebunan kelapa sawit.
Hampir seluruh hasil perkebunan kelapa sawit diolah menjadi minyak sawit dan
menghasilkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai produk samping. Pada Tabel 1
menunjukkan data luas area, produksi kelapa sawit dan TKKS yang dihasilkan di beberapa
daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia.

Tabel 1. Data luas area, produk kelapa sawit dan produk TKKS di beberapa wilayah
Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dalam dunia penerbangan, bahan bakar yang digunakan adalah avtur jenis Jet-A sehingga
bioavtur yang diproduksi dari biomassa harus memiliki karakteristik yang menyerupai avtur
jet-A. Perbandigan komposisi hidrokarbon dari bioavtur dan avtur jet-A ditunjukkan oleh
Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan komposisi hidrokarbon bioavtur dan avtur jet-A

bioav2-jpg-59a2dfeaf3f0430bc84e8ff2.jpg
Sumber : Aditya

Proses pembuatan bioavtur terbagi menjadi empat, diantaranya Hydroprocessed


Esters and Fatty Acids (HEFA), Biomass To Liquid(BTL), Alcohol To Jet(ATJ), dan
Pirolisis. Pada proses HEFA, bahan baku biomassa diekstrak kandungan minyaknya. Bahan
baku yang digunakan adalah alga, jatropha, dan carmelina. Minyak hasil ekstraksi masuk ke
proses degumming dan bleaching sebagai persiapan bahan baku. Proses ini terdiri dari dua
tahap reaksi hydrotreating dan hydroprocessing. Reaksi ini berlangsung pada tekanan 1.379 -
- 13.790 KPa dengan temperatur 150 -- 454oC menggunakan katalis NiMo/Al2O3. Akan
tetapi, proses pembuatan bioavtur menggunakan proses HEFA masih dalam skala kecil
sehingga sulit untuk di scale-up ke skala industri (Aditya). Proses Biomassa To Liquid(BTL)
mengkonversi biomassa menjadi gas sintesis berupa CO dan H2 yang kemudian dicairkan
menggunakan proses Fischer-Tropsch (FT) pada temperatur 250 -- 350oC dan tekanan 3,14
dan 8,62 MPa dengan katalis berbasis Fe dan Co. Hasil proses FT yaitu bioavtur dan
hidrokarbon fraksi ringan. Proses BTL dapat dilakukan pada skala industri.

Proses Alcohol To Jet(ATJ) merupakan proses fermentasi selulosa dan gula untuk
menghasilkan senyawa alkohol (C1-C6) menggunakan bantuan bakteri, ragi atau mikroba.
Proses ini beroperasi pada temperatur 30oC dan tekanan atmosfir selama 14 jam (Aditya).
Alkohol hasil fermentasi akan masuk ke reaktor fixed bed turbularmenghasilkan n-alkena.
Selanjutnya, n-alkena akan masuk ke reaktor fixed bed continuous flowdan tahap akhir proses
ini adalah proses hidrogenasi pada temperatur 150oC dan tekanan 1.013,25 KPa
menggunakan katalis Pd/Alumina. Alternatif terakhir proses pembuatan bioavtur adalah
pirolisis. Pirolisis menggunakan biomassa sebagai bahan baku dan kondisi operasi proses ini
adalah temperatur 200 -- 500oC dan tekanan atmosfir. Produk samping proses ini adalah
arang, abu dan pyrolysis oil. Pyrolisis oil kemudian dimasukkan ke tahap pemisahan sehingga
menghasilkan bioavtur. Pada Tabel 3 menunjukkan perbandingan beberapa proses pembuatan
bioavtur.

Tabel 3. Perbandigan proses Pembuatan Bioavtur

bioav3-jpg-59a2dff4f121d46d4d5bbf24.jpg
Sumber : Aditya

Dari tabel diatas terlihat bahwa proses BTL merupakan proses yang paling menguntungkan
untuk memproduksi bioavtur. Bahan baku proses tersebut dapat menggunakan TKKS sebagai
biomassa. Selain itu, proses BTL memberikan yield bioavtur yang tinggi dan teknologinya
sudah banyak digunakan pada skala industri.

Penutup

Indonesia memiliki sumber biomassa yang melimpah seperti TKKS yang perlu
dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku energi terbarukan. Dengan keluarnya kebijakan
dari ICAO tentang penurunan emisi bahan bakar penerbangan, maka Indonesia harus
mengambil langkah cepat untuk menerapkan regulasi dari ICAO. Industri bioavtur baru ada
di Brazil dan Amerika Serikat sehingga hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk
memproduksi bioavtur dari biomassa. Hal ini tidak hanya sebagai wujud memenuhi
kebutuhan avtur domestik tetapi juga jika semua negara menerapkan regulasi tentang
penggunaan bioavtur maka bioavtur yang dihasilkan Indonesia dapat menyuplai kebutuhan
bioavtur negara lain. Pada tahun 2017, PT Pertamina bersama Wilmar Group akan
membangun industri bioavtur dengan nilai investasi sebesar US$ 450 -- 480 juta dengan
kapasitas produksi sebanyak 260 juta liter bioavtur per tahun. Pasar domestic diperkirakan
baru bisa menyerap 10% dari total produksi (CNN Indonesia, 2015).
https://www.kompasiana.com/fauziyusupandi/59a2e022a25c5f1b06585012/bioavtur-sustainable-
jet-fuel-for-aviation?page=all

Anda mungkin juga menyukai