Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam system reproduksi, jantan memiliki organ genetalia primer yang
berfungsi memproduksi spermatozoa, yang di sebut testis. Spermatozoa di produksi
oleh testis. Proses pembentukan spermatozoa oleh testis di sebut spermatogenesis.
Spermatozoa adalah unit penting yang berperan dalam system reproduksi gar dapat
menghasilkan keturunan.
Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari Bahasa Yunani
Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi jantan.
Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom
lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon sebagai
gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru oleh
karena itu di dalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas
spermatozoa. Analisis sperma yang dimaksud meliputi pemeriksaan jumlah milt yang
dapat distriping dari seekor ikan jantan masak kelamin, kekentalan sperma, warna,
bau, jumlah spermatozoa mati, motilitas (bila mungkin kemampuan gerak per menit)
dan morfologi (ukuran dan bentuk kepala, ukuran ekor, berbagai penyimpangan, ada
tidaknya akrosoma).
Spermatozoa di produksi oleh testis, spermatogenesis harus berlangsug
sempurna agar kualitas sperma yang dihasikan baik dan dapat maksimal melakukan
fertilisasi. Spermatogenesis terjadi melalui beberapa tahapan-tahapan yang sepesifik.
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat
dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa,
dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi
analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan , dan kromatografi
preparatif hanya dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan

1
secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat
fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah :
1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan),
2. Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
(adsorpsi, penjerapan), dan
3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap
(keatsirian).
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan
menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik
tersebut. Keempat teknik kromatografi itu adalah : Kromatografi Kertas (KKt),
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas
Cair (KGC) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan
dan keatsirian senyawa yang akan dipisah. KKt dapat digunakan Created by Rahma
G.Meronda terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air
(karbohidrat, asam amino dan senyawa fenolat), KLT merupakan metode pilihan
untuk pemisahan semua kandungan yang larut lipid (lipid, steroid, karotenoid, kinon
sederhana dan klorofil), KGC penggunannya terutama untuk senyawa atsiri (asam
lemak, mono- dan seskuiterpen, hidrokarbon dan senyawa belerang), cara lain yaitu
KCKT, dapat memisahkan kandungan yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu
metode yang menggabungkan keefisienan kolom dan kecepatan analisis.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini antara
lain:
1. Bagaimana proses tentang pengamatan spermatozoa pada laki-laki dan truktur
spermatozoa?
2. Berapa metode yang digunakan kromatografi?

2
1.3 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan yang dibahas pada makalah ini antara lain:
1. Dapat mengetahui proses tentang pengamatan spermatozoa pada laki-laki
2. Dapat menjelaskan metode kromatogarfi

1.4 Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat yang dibahas pada makalah ini antara lain:
Hasil pembuatan makalah ini dapat menambah wawasan dan pengatahuan
pada siswa/i terhadap pengamatan pada spermatozoa serta proses dan struktur
pada sel spermatozoa.
Dapat mengetahui beberapa bagian skema kromatogarfi serta dapat
menjelaskan masing-masing definisi pada kromatogarfi serta metode yang
digunakan.

3
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1 Spermatozoa
2.1.1 Organ Reproduksi Mencit Jantan
Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum,
epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi
untuk transport sperma, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis,
semua struktur ini berpasangan. Epididimis adalah tuba terlilit yang panjangnya
mencapai 20 kaki (4 m sampai 6 m). Epididimis terletak pada bagian dorsolateral
testis, merupakan suatu struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah
testis. Organ ini terdiri dari bagian kaput, korpus dan kauda epididimis. Bagian ini
menerima sperma dari duktus eferen (Rugh, 1968).
Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat duktus eferen menuju
kepala epididimis. Epididimis merupakan pipa dan berkelok-kelok yang
menghubungkan vas eferensia pada testis dengan duktus eferen (vas deferen). Kepala
epididimis melekat pada bagian ujung dari testis dimana pembuluh-pembuluh darah
dan saraf masuk. Badan epididimis sejajar dengan aksis longitudinal dari testis dan
ekor epididimis selanjutnya menjadi duktus deferen yang rangkap dan kembali ke
daerah kepala. Epididimis berperan sebagai tempat untuk pematangan spermatozoa
sampai pada saat spermatozoa dikeluarkan dengan cara ejakulasi. Spermatozoa
sebelum 8 matang ketika meninggalkan testikel dan harus mengalami periode
pematangan di dalam epididimis sebelum mampu membuahi ovum (Frandson, 1992).
Apabila spermatozoa terlalu banyak ditimbun, seperti oleh abstinensi (tak
ejakulasi) yang lama atau karena sumbatan pada saluran keluar, sel epididimis dapat
bertindak phagocytosis terhadap spermatozoa. Spermatozoa itu kemudian
berdegenerasi dalam dinding epididimis. Pada orang vasektomi, epididimis juga
berperan untuk memphagositosis spermatozoa yang tertimbun terus-menerus (di

4
samping makrofag). Terbukti spermatozoa yang diambil dari daerah kaput dan korpus
tak fertil, sedang yang diambil dari daerah kauda fertil; sama halnya dengan
spermatozoa yang terdapat dalam ejakulat (Yatim, 1994).

2.1.2 Spermatozoa Mencit


Spermatozoa mencit adalah sel kelamin (gamet) yang diproduksi di dalam
tubulus seminiferus melalui proses spermatogenesis, dan bersama-sama dengan
plasma sperma akan dikeluarkan melalui sel kelamin jantan. Menurut (Rugh, 1968).
Spermatozoa mencit yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok
seperti kait, bagian tengah yang pendek (middle piece), dan bagian ekor yang sangat
panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm, sedangkan panjang
spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 mm (122,6 mikron). Kemampuan
bereproduksi dari hewan jantan dapat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sperma
yang dihasilkan. Produksi sperma yang tinggi dinyatakan dengan volume sperma 9
yang tinggi dan konsentrasi spermatozoa yang tinggi pula. Sedangkan kualitas
sperma yang baik dapat dilihat dari persentase spermatozoa yang normal dan
motilitasnya (Hardjopranoto, 1995).
Proses spermatogenesis dalam tubuh pria dewasa diatur dan dikontrol oleh sel
sertoli. Dalam sel sertoli tikus dewasa, pembentukan spermatozoa terjadi selama 19-
20 hari. Dipengaruhi oleh FSH yang mengatur sel sertoli. Spermatogenesis adalah
proses pembentukan sel sperma yang terjadi di epitelium (tubul) seminiferi dibawah
kontrol hormon gonadotropin dari hipofisis (pituitari bagian depan). Tubuli seminiferi
terdiri atas sel sertoli dan sel germinalis. Spermatogenesis terjadi dalam tiga fase,
yaitu fase spermatogonial, fase meiosis, dan fase spermiogenesis yang membutuhkan
waktu 13-14 hari (Yuwanta, 2004).
Kesuburan seorang pria tidak hanya ditentukan oleh jumlah spermatozoa yang
mampu dikeluarkannya. Air mani yang diejakulasi akan terdapat 400 juta
spermatozoa. Walaupun jumlahnya besar, mengingat ukurannya yang begitu kecil,
spermatozoa hanya membentuk sebagian kecil dari volume air mani. Sisanya adalah

5
cairan yang disebut sperma, yang berasal dari berbagai kelenjar kelamin pria yaitu
vesikel seminalis, prostat, dan kelenjar Cowper (Hutapea, 2002).
Bentuk spermatozoa seperti cabang yang terdiri atas:
Kepala : lonjong sedikit gepeng yang mengandung inti.
Leher : penghubung kepala dan ekor. 10
Ekor : panjang sekitar 10 kali kepala, mengandung energi sehingga dapat bergerak.

2.1.3 Morfologi Spermatozoa


Morfologi spermatozoa merupakan salah satu faktor penentu fertilitas
spermatozoa. Bentuk-bentuk abnormalitas primer spermatozoa di dalam testis karena
kesalahan spermatogenesis atau kesalahan spermiogenesis yang disebabkan karena
keturunan, penyakit, defisiensi makanan, dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang
buruk. Spermatozoa yang memiliki abnormalitas morfologik kemungkinannya tidak
subur (Salisbury dan Vandemark, 1985).
Spermatozoa mencit adalah sel kelamin (gamet) yang diproduksi di dalam
tubulus seminiferus melalui proses spermatogenesis dan bersama-sama dengan
plasma sperma akan dikeluarkan melalui sel kelamin jantan. Spermatozoa normal
pada mencit terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait dan
bagian tengah yang pendek . Kepala spermatozoa mencit mempunyai panjang +
0,008 mm, adapun panjang keseluruhannya adalah + 0,1226 mm (Rugh, 1968).
Kriteria spermatozoa yang baik antara lain sebagai berikut :
a. pH Sperma
Reactive Oxygen Species adalah radikal bebas yang berasal dari metabolisme
oksigen yang dapat mengakibatkan kerusakan membran sel spermatozoa. Proses
metabolisme secara terus-menerus akan menyebabkan penimbunan asam laktat
yang selanjutkan akan menurunkan pH dan sebagai akibatnya motilitas
spermatozoa akan menurun (Thuwanut et al., 2008). Daya tahan hidup 11
spermatozoa juga dipengaruhi oleh pH sperma. Perubahan pH kearah yang lebih
asam terjadi akibat tertimbunnya asam laktat yang merupakan hasil

6
metabolisme sel yakni pemecahan fruktosa (Sugiarti et al., 2004). Rata-rata pH
sperma yang normal adalah 6,4-7,8 (Garner dan Hafez, 2008).
b. Motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : waktu
pemeriksaan setelah ejakulasi, waktu antara ejakulasi, temperatur, komposisi
ionik, radiasi elektromagnetik, reactive oxygen species (ROS), viskositas, pH,
tekanan osmotik, aspek imunologi, serta adanya faktor stimulasi dan inhibisi
motilitas. Kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh ROS dapat
menghambat reaksi akrosom dan kerusakan ekor yang sangat berpengaruh
terhadap motilitas spermatozoa (Sanocka dan Kurpiz, 2004). Kadar ROS yang
tinggi akan dapat merusak membran mitokondria sehingga menyebabkan
hilangnya fungsi potensial mitokondria yang akan mengganggu motilitas
spermatozoa karena energi motilitas sperma disuplai dalam bentuk ATP yang
disintesis oleh mitokondria pada badan ekor (Aryosetyo, 2009).
c. Morfologi Spermatozoa
Molekul glikoprotein yang berada dipermukaan spermatozoa akan dikenali oleh
sistem imun dan merupakan tanda bahwa sel tersebut (spermatozoa) harus
dilenyapkan oleh tubuh. Ketika spermatozoa meninggalkan testis, perlindungan
terhadap sistem imun menjadi berkurang sehingga banyak spermatozoa yang
rusak atau mati. Selain sumber ROS yang berasal dari faktor enzimatis
(internal) 12 diantaranya adalah pada sel leukosit. Pada kadar yang tinggi ROS
berpotensi menimbulkan efek toksik, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas
dan fungsi spermatozoa (Hayati, 2011).

Abnormalisasi spermatozoa dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu


primer (mempunyai hubungan erat dengan kepala spermatozoa dan akrosom),
sekunder (keberadaan droplet pada bagian tengah ekor) dan tersier (kerusakan pada
ekor) (Ax et al., 2000).

7
2.1.4 Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa
Pemeriksaan morfologi spermatozoa ditujukan untuk melihat bentuk-bentuk
spermatozoa yang didasarkan atas bentuk kepala dari spermatozoa. Seperti diketahui
spermatozoa mempunyai beberapa macam bentuk. Dengan pemeriksaan ini diketahui
beberapa banyak bentuk spermatozoa normal dan abnormal. Bentuk yang normal
adalah spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval dan mempunyai ekor yang
panjang. Pemeriksaan morfologi ini dimulai dengan pembuatan preparat smear di atas
objek glass, yang dibiarkan kering dalam temperatur kamar. Setelah preparat smear
tersebut kering, maka selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan (Aryosetyo, 2009).

2.1.5 Pewarnaan Eosin Nigrosin Sitrat Pada Spermatozoa


Pengamatan spermatozoa atau viabilitas dapat dilakukan dengan metode
pewarnaan diferensial menggunakan zat warna eosin saja atau dengan kombinasi
eosin-nigrosin-sitrat. Eosin adalah zat warna khusus untuk spermatozoa, sedangkan
13 nigrosin hanya dipakai untuk pewarnaan dasar untuk memudahkan melihat
perbedaan antara spermatozoa yang berwarna dan tidak berwarna. Prinsip metode
pewarnaan eosin-nigrosin-sitrat adalah terjadinya penyerapan 15 zat warna eosin pada
spermatozoa yang mati pada saat pewarnaan tersebut dilakukan. Hal ini terjadi karena
membran pada spermatozoa yang mati tidak permeabel terhadap zat warna atau
memiliki afinitas yang rendah sehingga menyebabkan spermatozoa yang mati
berwarna merah (Sugiarti et al., 2004).
Dalam percobaan dilakukan pengamatan pada sel sperma yang hidup dan mati
dengan indikasi Eosin nigrosin. Sel sperma yang hidup akan berwarna putih terang
(transparan) sedangkan yang mati berwarna merah. Sperma yang mati terjadi karena
sperma mengalami kontak langsung dengan udara sehingga stres akibat oksidasi
sperma. Penyimpanan dalam jangka waktu lama menyebabkan penurunan motilitas
sperma akibat adanya asam laktat sisa metabolisme sel yang menyebabkan kondisi
medium menjadi semakin asam karena penurunan pH dan kondisi ini dapat bersifat

8
racun terhadap sepermatozoa yang akhirnya menyebabkan kematian sperma (Sugiarti
et al., 2004).
Evaluasi terhadap kualitas sperma beku ini dilakukan setelah adanya
pencairan kembali (post thawing). Adapun yang sering dijadikan indikator fertilitas
spermatozoa adalah motilitasnya. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
pergerakan ekor spermatozoa. Untuk penilaian viabilitas spermatozoa digunakan
teknik pewarnaan eosin nigrosin. Sesuai standar WHO, teknik pewarnaan ini
memberikan hasil yang valid dilakukan tinjauan ulang terhadap data motilitas yang
14 diperoleh. Teknik pewarnaan eosin nigrosin ini merupakan teknik yang sederhana.
Dimana dalam hal ini zat warna eosin akan diserap oleh spermatozoa yang mati
sehingga akan bewarna merah atau merah muda akibat permeabilitas dinding sel yang
meningkat ketika spermatozoa tersebut mati. Sedangkan nigrosin akan mewarnai latar
dari spermatozoa (Arifiantini et al., 2012).
Selain itu, perlu diketahui pula bahwa pewarnaan spermatozoa yang dilakukan
tersebut berfungsi untuk membantu pengamatan morfologis dan morfometri
spermatozoa. Pewarna eosin merupakan senyawa yang bersifat asam yang mampu
berpendar karena mengandung brom dan dapat mewarnai sitoplasma. Pewarnaan
eosin nigrosin tersebut merupakan pewarnaan double staining yang berfungsi
memberi efek kontras sehingga batas-batas antar sel dapat diamati dengan jelas
(Arifiantini et al., 2012).

2.1.6 Penilaian Morfologi Spermatozoa


pengamatan morfologi spermatozoa mencit dan kategorinya berdasarkan (Fitirani,
2010) adalah sebagai berikut:
1. Spermatozoa normal
Foto sebelah kiri adalah foto praktikum sedangkan foto sebelah kanan adalah
foto literatur . Spermatozoa termasuk normal karena memiliki kait yang tidak
terlalu panjang ataupun terlalu pendek, kepala memiliki bentuk dasar membulat
dan sedikit lonjong, ekor tidak mengalami patah ataupun terlipat.

9
Gambar 2.1 Spermatozoa normal

2. Spermatozoa tanpa pengait dikepalanya


Foto sebelah kiri adalah foto praktikum sedangkan foto sebelah kanan adalah
foto literatur . Spermatozoa termasuk abnormal karena spermatozoa tidak
memiliki pengait di kepalanya.

Gambar 2.2 Spermatozoa tampa pengait kepalanya

3. Spermatozoa dengan pengait yang sangat pendek


Foto sebelah kiri adalah foto praktikum sedangkan foto sebelah kanan adalah foto
literatur. Spermatozoa termasuk abnormal karena spermatozoa memiliki pengait
yang sangat pendek hingga hampir tidak ada.

Gambar 2.3 Spermatozoa dengan pengait pendek

10
4. Spermatozoa dengan leher patah
Foto sebelah kiri adalah foto praktikum sedangkan foto sebelah kanan adalah foto
literatur. Spermatozoa termasuk abnormal karena mengalami pematahan di bagian
leher ataupun ekor.

Gambar 2.4 Spermatozoa dengan leher yang patah

5. Spermatozoa berekor ganda


Foto sebelah kiri adalah foto praktikum sedangkan foto sebelah kanan adalah foto
literatur. Spermatozoa termasuk abnormal karena memiliki ekor yang bercabang
atau spermatozoa berekor ganda.

Gambar 2.5 Spermatozoa pengait ganda

11
2.2 Kromatografi
2.2.1 Defenisi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua
fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas).
Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi
penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka
teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography).

2.2.2 Jenis-Jenis Kromatografi


Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi
dua golongan besar yaitu gas chromatography dan liquid chromatography.
Masing-masing golongan dapat dibagi lagi seperti yang telah disebutkan pada
definisi di atas. Skema Pembagian Kromatografi.

Gambar 2.6 Skema pembagian kromatogarfi

12
2.2.3 Metode Isolasi
Metode pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari empat teknik atau gabungan teknik tersebut.
1. Kromatografi Kertas (KKt) dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kedua cara
ini serupa dalam hal fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase geraknya
mengalir karena kerja kapiler. Perbedannya dalam sifat dan fungsi fase diam.

2.2.4 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi
serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti
kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak
sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah
yang menyebabkan pemisahan.

2.2.5 Kromatotron
Proses isolasi yang terjadi berdasarkan adsorpsi dan partisi. Adsorpsi adalah
senyawa kimia dapat terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap
tiap-tiap komponen kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap
komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan
eluen disebabkan oleh gaya sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak
dengan kecepatan yang berbeda-beda yang menyebabkan terjadi pemisahan.
2. Kromatografi Kolom
Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang
disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita, senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan
dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.
3. Kromatografi Gas Cair (KGC)
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa
dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solute dengan

13
fase diam. Fase diam berupa gas akan mengelusi solute dari ujung kolom lalu
menghantarkannya ke detector. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya
pada kisaran 50-350°C) bertujuan untuk menjamin bahwo solute akan
menguap dan karenanya akan cepat terelusi.
Ada 2 jenis kromatografi gas :
a. Kromatografi gas-cair (KGC)
Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan
pada suatu pendukung sehingga solute akan terlarut dalam fase diam.
Mekanisme sorpsi-nya adalah partisi.
b. Kromatografi gas-padat (KGP)
Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang-kadang polimerik).
Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi.
c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
KCKT dapat disamakan dengan KGC dalam hal kepekaan dan
kemampuan menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali
kerja saja. Perbedaannya adalah fase diam yang terikat pada polimer
berpori terdapat pada kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil
dan fase gerak cair mengalir akibat tekanan yang besar.

Maka, dari berbagai kromatografi diatas, penggunaan untuk kualitatif dapat


digunakan KKt dan KLT serta KGC dan KCKT. Untuk penggunaan kuantitatif dan
untuk pemurnian (isolasi) maka dapat dipertimbangkan penggunaan beberapa metode
berikut, yaitu :
KLT preparatif, kromatografi kolom (termasuk kromatografi gas dan kromatografi
cair kinerja tinggi).

2.2.6 Kromatografi Kolom


Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih
banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-

14
senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan
adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan
Diaion. Cara pembuatannya ada dua macam :
1. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi
kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
2. Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan
pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom
melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk
semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat,
setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben
kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terlebih dahulu
dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian
sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom
sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur
tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar
ditampung sebagai fraksi-fraksi. Kromatografi Kolom Isap :
2.2.6.1 Suction Colomn
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang banyak, berdasarkan absorpsi dan
partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan dengan suatu
pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen kimia yang
selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.
2.2.6.2 Rapid-Sigel
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang sedikit berdasarkan absorpsi dan
partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan dengan suatu
pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen kimia yang
selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.
2.2.6.3 Press Colomn
Kromatografi kolom sederhana di mana fase gerak bergerak dengan cepat
karena penggunaan tekanan positif dari tabung nitrogren. Udara yang ditekan

15
mengandung O2 dan uap air yang dapat menyebabkan peruraian produk dari
ekstrak dan berubah saat pemisahan kromatografi.
Keterbatasan kromatografi kolom-terbuka klasik ialah sebagai berikut :
a. Pemisahan lambat
b. Penjerapan linarut yang tidak bolak-balik
c. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil.
Kombinasi antara kromatografi kolom kering dan kromatografi cair vakum
memiliki kelebihan dimana laju pengelusian lebih tinggi dan memperpendek waktu
kontak linarut dengan penjerap.
Untuk kolom gaya tarik bumi yang memakai penjerap berukuran 60- 230
mesh (63-250 μm), umumnya laju aliran sekitar 10-20 mL/cm2 penampang
kolom/jam. Untuk partikel yang lebih kecil dari 200 mesh diperlukan semacam
pemompaan atau sistem bertekanan. Kemudian laju dapat ditingkatkan sampai 2 mL
atau lebih setiap menitnya, atau sampai batas sistem tekanan.
Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan dengan
kolom konvensional yaitu :
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak
lebih lambat (10-100μl/menit)
2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal
jika digabung dengan spectrometer massa Created by Rahma G.Meronda
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya
jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas missal sampel
klinis Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) :
a. Membutuhkan waktu yang cukup lama
b. Sampel yang dapat digunakan terbatas
c. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat
karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas
missal sampel klinis

16
Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) :
a. Membutuhkan waktu yang cukup lama
b. Sampel yang dapat digunakan terbatas

Gambar 2.7 Kromatografi kolom vakum

17
Gambar 2.8 Kromatogarfi kolom konvesional

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki.Sel ini mempunyai ukuran
panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga bagian yaitu
bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor.Kepala sperma mengandung
nukleus.Bagian ujung kepala atau pada bagian anterior kepala spermatozoa
terdapat akrosom, suatu struktur yang berbentuk topi yang menutupi dua per
tiga bagian anterior kepala dan mengandung beberapa enzim hidrolitik.Ekor
dibedakan atas 3 bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama
(principle piece), bagian ujung (endpiece). Proses pembentukan sel sperma
atau spermatogenesis dilakukan melalui 3 fase yaitu fase pertumbuhan, fase
pembelahan, dan fase diferensiasi.A
2. Metode isolasi yang dapat digunakan untuk senyawa yang terkandung dalam
bahan alam adalah :
1. KLT preparatif
2. Kromatografi Kolom
3. KGC
4. KCKT
Kromatografi kolom konvensional memiliki berbagai keterbatasan dalam
penggunannya, kromatografi kolom vakum dapat meningkatkan laju
pengelusian dan mempersingkat waktu kontak linarut dengan penjerap.
Penggunaan multi eluan dan KLT 2 dimensi digunakan untuk
pemisahan beberapa senyawa dengan karakteristik kimia dengan nilai Rf yang
hampir sama dengan pemisahan analit berdasarkan perbedaan polaritasnya
masing-masing.

19
3.2 Saran

Sebaiknya seorang laki-laki tetap menjaga tingkat kesuburan alat reproduksinya


dengan tidak mengenakan celana ketat agar tidak meningkatkan suhu disekitar
selangkangan yang berdampak pada fungsi pembentukan spermatozoa.

20
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Abdul, 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


https://rgmaisyah.files.wordpress.com/2009/10/makalah-fito-ii.pdf
Diakses pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 15:45
https://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/10/kromatografi.pdf
Diakses pada tanggal 29 Juli 2017 Pukul 16:05
Embriologifkh.blogspot.co.id/2013/05/spermatozoa.html
Diakses pada tanggal 26 Juli 2017 Pukul 18:40
www.atml.web.id/2014/11/makalah-sperma.html
Diakses pada tanggal 26 Juli 2017 Pukul 19:30

21

Anda mungkin juga menyukai