Anda di halaman 1dari 20

BAB I

FORENSIK KLINIK

1.1. Pemeriksaan Selaput Dara


Selaput dara adalah selaput vestigial yang secara embriologi memisahkan 2/3
bagian atas vagina dengan 1/3 bagian bawahnya selama pertumbuhan janin perempuan.
Pada saat kelahiran, selaput dara membuka dan bergeser ke bagian luar alat kelamin pada
kebanyakan bayi perempuan. Jaringan selaput dara biasanya mengecil pada saat kelahiran
sampai tersisa beberapa milimeter saja, dan konfigurasinya bervariasi secara bentuk,
ukuran dan kelenturan pada masa kanak-kanak, dan berubah sepanjang kehidupan
dewasa. Selaput dara berbeda ukuran dan bentuknya dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter tergantung usia, tahapan perkembangan seksual Tanner, dan status
hormon.
Pada masa pubertas, estrogenisasi dari jaringan selaput dara membuat jaringan
menjadi elastis. Pada umumnya, bentuk selaput dara adalah annular atau berbentuk
cincin, dengan membran yang cukup elastis dengan ketebalan sekitar 1 mm dengan
jaringan inti ikat dan epitel skuamosa berlapis di permukaan. Pada bagian anterior dan
posterior adalah bagian yang paling menonjol dengan memiliki lubang di tengah yang
kemudian sebagai saluran keluar untuk aliran darah menstruasi. Penampilan selaput dara
pada orang dewasa umumnya tipis dan kemudian menebal di daerah tepi.
Selaput dara dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan bentuk dan tepi lubangnya, yaitu:
1. Bentuk teratur dan tepi teratur utuh
Hymen dengan tipe ini dibagi menjadi tiga, yang pertama merupakan
hymen annularis dengan lubang ditengah di segmen anterior. Selanjutnya
hymen semilunaris dengan lubang berada di segmen posterior dan berbentuk
menyerupai bulan sabit. Yang terakhir adalah hymen labiiformis dengan lubang
berbentuk celah yang berjalan dari anterior ke posterior dengan bibir selaput di
kedua sisinya.
2. Bentuk teratur dan tepi tidak teratur
Pada tipe ini bentuk lubang hymen bisa annular, semilunar atau
labiiformis dengan tepi yang bercelah atau defek kongenital yang dangkalatau
jika terdapat banyak celah maka tergantung sifat celahnya.

1
3. Bentuk teratur dan tepi teratur atau tidak teratur
Hymen yang termasuk kedalam jenis ini adalah hymen yang atypical karena
tidak adanya lubang atau lubangnya lebih dari satu dan tidak merupakan satu
kesatuan.

1.2. Pemeriksaan Anus


Pemeriksaan anus dikerjakan untuk mengetahui tanda-tanda kekerasan seksual yang
terjadi pada korban sodomi yang pemeriksaannya dilakukan dengan cara berikut ini :
1 Posisikan pasien dalam posisi tidur miring, posisi ini untuk pasien laki-laki
maupun perempuan
2 Gunakan handscoon
3 Inspeksi pada jaringan perianal dan lakukan palpasi pada kulit disekitarnya
4 Renggangkan pantat dan lakukan inspeksi pada area anal untuk mengetahui
karakteristik kulit dan lesi serta perhatikan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan
pada bagian ini
5 Untuk melakukan pemeriksaan pada bagian dalam anus, oleskan lubrikan pada
jari telunjuk yang telah menggunakan sarung tangan kemudian secara perlahan
masukkan kedalam lubang anus dan perhatikan apakah terdapat nyeri tekan
6 Saat mengeluarkan tangan perhatikan apakah terdapat darah atau feses yang
menempel pada sarung tangan

2
1.3. Pemeriksaan Derajat Luka
Luka merupakan gangguan dan kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh suatu
energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai sinonim dari kata luka,
bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan tidak hanya membahas kerusakan
yang diakibatkan oleh energi fisik tetapi juga kerusakan lain yang disebabkan oleh panas,
dingin, bahan kimiawi, listrik, dan radiasi.
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran,
dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup tidak perlu dicantumkan dalam
pendeskripsian luka. Bentuk penulisan deskripsi luka, jumlah, lokasi, bentuk, ukuran
tidak harus selalu urut tetapi penulisannya harus selalu ditulis pada akhir kalimat.
a. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas
hanya pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari
lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan.
Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka.
Dua tanda yang dapat digunakan yaitu tanda yang pertama adalah arah
dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan
kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang
mengenainya

b. Luka Memar (Kontusio)


Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.
Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul.

3
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka superficial, luka
memar dalam (deep), luka memar berbekas (patterened/imprint).
1 Luka memar superfisial
Luka memar superfisial terjadi secara segera dan disebabkan
oleh akumulasi darah secara subkutan
2 Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan
lebih dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini
memerlukan 1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan
kulit.
3 Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh
biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada
permukaan kulit

c. Luka Robek (Laserasi)


Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak
begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan
menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi
irregular dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh
bagian yang lebih rata dari benda tersebut.

4
d. Luka tusuk (Incisi)
Luka tusuk terjadi akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam
atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau miring pada
permukaan tubuh.

e. Luka bacok
Luka bacok terjadi akibat benda atau alat yang berat dengan mata
tajam atau agak tumpul yang dilakukan dengan suatu ayunan disertai tenaga
yang cukup besar.

f. Luka iris
Luka yang disebabkan karena alat yang digunakan tepinya tajam dan
timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan yang
realif ringan yang digeserkan sepanjang permukaan kulit.

5
BAB II
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

2.1. Buccal Swab


Buccal swab dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Pastikan mulut dalam keadaan kosong, lebih baik sebelum melakukan sikat gigi
pada pagi hari dan sebelum makan apapun.

2. Mencuci tangan kemudian mengenakan sarung tangan dan masker

3. Pilih kapas steril, busa, atau swab stick yang sesuai

4. Dengan hati-hati hapuslah swab stick pada bagian pipi dalam dekat gigi bawah
dan atas, kemudian secara lembut gosoklah dengan memutar swab sepanjang
bagian dalam pipi selama 5-10 detik, pastikan bahwa seluruh swab-tip telah
melakukan kontak dengan pipi.

5. Setelah menghapus swab, berhati-hati untuk tidak menyentuh ujung swab dengan
gigi, bibir, atau permukaan lain.

6. Hindari tip swab bersentuhan dengan sarung tangan atau menyentuh permukaan
apapun.

7. Tempatkan swab langsung ke tabung transportasi kering atau amplop koleksi

8. Label tabung atau amplop dengan informasi identitas

9. Bubuhkan tanggal pengambilan sampel untuk verifikasi

10. Simpan swab pada amplop yang disediakan untuk segera dikirim ke
laboratorium atau transfer ke freezer sampai semua siap untuk pengujian.

6
2.2. Pengambilan Darah
Darah yang diperoleh dari pembuluh darah perifer merupakan spesimen darah pilihan
untuk analisis toksikologi, karena konsentrasi senyawa dalam darah dari jantung mungkin
dapat berubah setelah kematian oleh karena redistribusi darah dari paru-paru atau hati.
Darah yang dikumpulkan kemudian harus disimpan dalam tabung berpenutup abu-abu
yang mengandung NaF (sodium florida).6
Darah merupakan sampel paling baik untuk tes toksikologi postmortem, dan
umumnya 20 ml, atau 2 tabung vacutainer cukup untuk dilakukan tes.
Jika pada jenazah dilakukan otopsi, pengambilan darah perifer dan sentral harus
dilakukan ketika rongga tubuh terbuka. Darah perifer merupakan spesimen pilihan dan
dapat diambil dari vena femoralis, vena iliaka, yang mudah di akses saat pemeriksaan
internal, atau dari vena subsklavia di dalam dada. Ukuran sampel dari 15-20 ml
seharusnya cukup adekuat untuk pemeriksaan toksikologi. Pengambilan darah dengan
volume yang lebih besar (> 20 mL) dapat menyebabkan pergerakan darah antar pembuluh
darah dan terjadi percampuran darah dalam pembuluh darah yang berbeda. Risiko ini
lebih besar terjadi pada vena subsklavia dibandingkan vena femoralis dan vena iliaka.
Jika tidak dilakukan otopsi, blind stick sampling tidak boleh dilakukan. Prosedur
pemotongan pembuluh darah dapat dilakukan. Bahkan tanpa otopsi, vena femoralis dapat
dengan mudah terekspos dan pengambilan sampel darah perifer dapat dilakukan.
Demikian juga jantung dapat dapat diekspos dan ventrikel kiri dapat dengan mudah
diidentifikasi sehingga pengambilan darah sentral dapat dilakukan.

7
Darah perifer secara umum diterima sebagai spesimen yang paling akurat untuk
pemeriksaan toksikologi, karena kurang rentan terhadap perubahan postmortem.

2.3. Vaginal Swab


Vaginal swab atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti
lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa sel-sel yang terkandung di
dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Vagina swab ialah
Pemeriksaan cairan dari vagina dengan usapan, hasil usapan lalu ditambahkan cairan
fisiologis dan garam lalu ditunggu selama 4-5 menit.
Prosedur Kerja vaginal swab adalah sebagai berikut :
1 Berkomunikasilah dengan baik dengan pasien terlebih dahulu, setelah suasana
mulai kondusif, mulailah langkah-langkah pengambilan sample
2 Suruh pasien berbaring pada kursi yang telah disiapkan khusus untuk pengambilan
sample swab vagina dengan menekuk lutut hingga dekat paha
3 Bersihkan labia mayora dengan garam fisiologis
4 Masukkan spekulum ke lubang vagina, buka spekulum hingga terlihat serviks
5 Oleskan lidi kapas pada bagian tersebut sebanyak dua kali pengambilan
6 Kembalikan posisi spekulum pada posisi semula
7 Keluarkan perlahan
8 Rendam pada baskom yang berisi desinkfektan
9 Taruh lidi kapas tadi pada tabung reaksi
10 Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen
11 Bawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan gram dan kultur.

2.4. Pengambilan Urin


Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam
keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus
diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar. Spesimen urine yang ideal
adalah urine pancaran tengah (midstream), di mana aliran pertama urine dibuang dan
aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah yang telah disediakan. Pengumpulan
urine selesai sebelum aliran urine habis.
Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari luar
uretra agar tidak mencemari spesimen urine. Sebelum dan sesudah pengumpulan urine,
pasien harus mencuci tangan dengan sabun sampai bersih dan mengeringkannya dengan
8
handuk, kain yang bersih atau tissue. Pasien juga perlu membersihkan daerah genital
sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih
sebelum menampung spesimen.
Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (misalnya
keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara
pengumpulan sampel urin, mereka harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah
pengumpulan sampel, menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien anak-
anak mungkin perlu dipengaruhi/dimotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada pasien bayi
dipasang kantung penampung urine pada genitalia.
.

A. Cara pengumpulan urine 24 jam adalah :


1. Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urine pagi pertama. Catat
tanggal dan waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada periode selanjutnya
ditampung.

2. Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan terlebih
dahulu untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi feses pada sampel
urin wanita.

3. Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada wadah,
pengumpulan urine dihentikan.

4. Spesimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan.

B. Cara pengambilan sampel urine clean-catch pada pasien wanita :


1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu mengeringkannya
dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.

2. Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu tangan

3. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari depan ke
belakang

4. Bilas dengan air bersih dan keringkan dengan kasa steril yang lain.
9
5. Selama proses ini berlangsung, labia harus tetap terbuka dan jari tangan jangan
menyentuh daerah yang telah dibersihkan.

6. Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya
ditampung dalam wadah steril yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai
sebelum aliran urine habis. Diusahakan agar urine tidak membasahi bagian luar
wadah.

7. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

C. Cara pengambilan urine clean-catch pada pasien pria :


1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu mengeringkannya
dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.

2. Jika tidak disunat, tarik preputium ke belakang. Keluarkan urine, aliran urine yang
pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang
telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis.
Diusahakan agar urine tidak membasahi bagian luar wadah.

3. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.


2.5. Pengambilan Muntahan dan Isi Lambung
1. Pengambilan sampel lambung dan isinya dilakukan dengan cara :
a. Lambung diikat pada 2 tempat :
- Yang berbatasan dengan kerongkongan
- Yang berbatasan dengan usus halus
b. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari hancurnya butir-butir pil atau tablet
yang tertelan korban untuk memudahkan dilakukannya pemeriksaan
c. Sedangkan cara lain yang bisa dilakukan adalah melakukan pemeriksaan
kelainan pada lambung oleh dokter sehingga dapat diperkirakan jenis racun apa
yang ditelan oleh korban
2. Pemeriksaan usus dan isinya
Pemeriksaan usus sangat bergun terutama jika kematian korban terjadi
beberapa jam setelah ia kemasukan racun. Dari pemeriksaan dapat diperkirakan saat
kematian korban dan dapat ditemukannya tablet yang tidak dapat dihancurkan oleh
lambung (enteric coated tablet). Cara yang dapat dilakukan adalah mengikat usus

10
dengan jarak 60 cm yaitu pada perbatasan lambung-usus halus, usus halus, usus
halus-usus besar, dan usus besar poros usus. Ikatan ini bertujuan untuk mencegah
tercampurnya isi usus bagian oral dengan isi usus bagian anal.

2.6. Pemeriksaan Jaringan dan Sampel Tulang


1 Jaringan, organ dan tulang segar
a. Ambil tiap bagian dengan menggunakan pinset
b. Tempatkan setiap bagian dalam wadah yang berbeda dan beri label
c. Simpan dalam tempat pendingin dan kirim
2 Jaringan, organ dam tulang tidak segar
Tempatkan setiap bagian pada wadah yang berbeda dan berikan label
Wadah :
a. 2 buah toples yang masing-masing berukuran 2 liter untuk hati dan usus
b. 3 buah toples yang masing-masing berukuran 1 liter untuk lambung beserta isiny, otak
dan ginjal.
c. 4 buah toples yang masing-masing berukuran 25 ml untuk darah yang terdiri dari 2
buah, urine, dan empedu.

2.7. Pengambilan Sampel Gigi


Pengambilan sampel gigi dilakukan dengan cara :
1. cabut gigi yang masih utuh
2. masukkan kedalam kantong plastic dan berikan label.

2.8. Pengumpulan dan Pengemasan Barang Bukti


Barang bukti adalah bukti fisik yang secara umum disebutkan sebagai sejumlah
material baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan melalui pemeriksaan
yang ilmiah dan analisis berkaitan tindak pidana telah terjadi.
Tujuan pemeriksaan barang bukti :
a. Menegakkan diagnosis sebab kematian
b. Mengkonfirmasi temuan makroskopis
c. Memberi gambaran histomorfologi perjalanan penyakit
d. Gambaran intravitalitas

11
e. Menentukan umur secara histomorphologi (infark lama/baru, umur luka, dan lain-
lain)
Tujuan pemeriksaan barang bukti secara khusus untuk mengetahui :
1) Kematian mendadak
2) Aborsi
3) Hanging-chocking-throttling (asphyxia)
4) Tenggelam
5) Trauma thermik
6) Trauma listrik
7) Luka tembak
8) Keracunan

12
BAB III
LABORATORIUM FORENSIK

3.1. Pemeriksaan Cairan Mani


1) Sperma cair
- Hisap dengan semprit bersih (steril) atau pipet disposable
- Pindahkan dalam tabung steril
- Diberi label, simpan di pendingin
- Dapat pula sperma cair diserap dengan kapas bersih, keringkan di udara
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
2) Bercak sperma pada benda yang dapat dipindah. Misal : celana, pakaian, sprei,
bantal, guling, dll.
- Bila bercak masih basah, keringkan di udara
- Bila perlu benda yang berbercak dipotong
- Masukan dalam kantong kertas
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
3) Bercak sperma pada benda besar yang dapat dipotong. Misal : Karpet, tempat tidur,
kasur, atau perkakas lain
- Potong daerah bebercak dengan pisau atau gunting bersih
- Masukan tiap potongan dalam kantong kertas
- Hindari kontaminasi
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
4) Bercak sperma pada benda yang tidak dapat dipindah dan permukaan tidak
menyerap. Misal : lantai, logam, kayu, dll
- Bercak dikerok dengan alat yang bersih
- Letakan kerokan pada kertas bersih dan lipatlah
- Masukan dalam kantong kertas
- Beri label, dipak kemudian kirim ke laboratorium
5) Barang bukti sperma pada tubuh korban kejahatan seksual
- Korban biasanya diperiksa di rumah sakit
- Barang bukti dapat ditemukan di mulut, vagina dan anus korban
- Tiap item ditempatkan pada wadah tersendiri, beri label
- Dipak dan kirim ke laboratorium

13
3.2. Pemeriksaan Bercak Darah
1) Sampel darah cair
a. Darah dari seseorang
 Diambil dengan semprit oleh petugas yang berpengalaman
 Siapkan 2 tabung dengan EDTA. Dapat dipakai antikoagulan lain, tetapi
perlu diingat bahwa heparin dapat mempengaruhi aktifitas enzim retriksi
tertentu.
 Isi tiap tabung dengan ± 5 ml darah.
 Tiap tabung ditutup dan diberi label.
 Simpan di pendingin
b. Darah cair di TKP
 Hisap dengan semprit bersih (steril) atau pipet disposibel
 Pindahkan dalam tabung steril
 Darah beku dapat diambil dengan spatel yang bersih
 Dapat dipakai kain katun bersih untuk menyerap darah.
 Sampel darah cair diberi antikoagulan
 Diberi label, simpan di pendingin
 Dipak dan dikirim ke laboratorium
c. Darah cair dalam air atau salju, es.
 Segera mungkin diambil untuk menghindari pengenceran lanjut
 Dalam jumlah cukup di masukan dalam tempat bersih (botol)
 Hindari kontaminasi
 Simpan di pendingin, bila mungkin di bekukan.
 Beri label
2) Bercak darah basah
a. Di pakaian
 Pakaian dengan noda darah diletakan dalam permukaan bersih, keringkan
di udara.
 Jangan letakan pada tempat tertutup, kedap udara atau tas plastik. Akan
menyebabkan bahan pemeriksaan menjadi basah dan timbul bakteri yang
dapat merusak barang bukti.
 Setelah kering masukan dalam kantong kertas (amplop)

14
 Beri label dan segera kirim ke laboratorium pemeriksaan DNA
b. Benda dengan bercak darah basah
 Benda kecil biarkan kering di udara, kumpulkan.
 Pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan, maka hisap bercak tersebut
dengan kain katun bersih kemudian keringkan di udara.
 Masukan dalam kantong kertas.
 Beri label dan segeraa kirim ke laboratorium
3) Bercak darah kering
a) Pada benda yang dapat dipindahkan, misal : senjata, kain, sprei
 Kumpulkan benda tersebut
 Tiap item masukan dalam kantong kertas
 Beri label dan segera kirim ke laboratorium
b) Pada benda yang padat dengan permukaan tidak menyerap dan tidak dapat
dipindahkan, misal : lantai
 Bercak dikerok dengan alat bersih
 Masukan dalam kantong kertas
 Beri label, dipak kemudian kirim ke laboratorium
c) Bercak darah kering pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan atau
dipotong serta tidak dapat dikerok.
 Bercak dapat dilarutkan dengan kapas bersih yang telah dibasahi dengan
cairan salin steril atau air steril yang digosokan pada area bercak.
 Kapas dikeringkan di udara
 Setelah kering masukan dalam kantong kertas
 Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium

3.3. Histopatologi Forensik


Cara Pengambilan Sampel untuk Pemeriksaan Histopatologi
1. Jaringan yang akan diambil dipotong terutama pada daerah yang dicurigai dengan
ukuran lebih 3 x 2 x 0,5 cm. Tebal jaringan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 cm agar
bahan pengawet dapat masuk kedalam jaringan sehingga tidak mengalami
pembusukan.
2. Apabila mengirim jaringan yang utuh, seperti jantung dan uterus sebaiknya jaringan
tersebut dibelah dan diiris agak tipis, sehingga pengawet dapat meresap ke dalam

15
jaringan dengan merata. Agar mudah dipotong menggunakan mikrotom untuk
mendapatkan irisan jaringan yang sangat tipis (sesuai yang diharapkan).

3.4. Fotografi Forensik


Fotografi forensik (Forensic imaging/crime scene photography) adalah suatu
proses seni yang menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau
tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga
pengadilan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan
barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu
kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik saat melakukan
penyelidikan atau penyidikan.
Syarat fotografi forensik adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan metode empat sudut
2. Semua barang bukti harus di foto close-up, pertama dengan tanpa skala kemudian
dengan skala, mengisi seluruh frame foto
3. Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal
4. Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan

3.5. Tes Getah Paru


Tes getah paru dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Paru-paru diletakkan diatas meja kemudian permukaan paru-paru dibersihkan satu
kali dengan pisau posisi tegak lurus
2. Kemudian di iris sampai alveoli yang paling dekat dengan pleura (sub pleura) dan di
tutup
3. Objek glass ditempelkan pada alveoli dan ditutup dengan gelas penutup
4. Dilihat dibawah mikroskop akan didapatkan lumpur, pasir, telur cacing, diatome, alga,
dll.
Hasilnya :
1. Tes getah paru (+) : korban sempat atau pernah bernafas dalam air
2. Tes getah paru (-) : korban meninggal terlebih dahulu baru masuk kedalam air atau
tidak sempat bernafas dalam air, airnya jernih sama dengan air minum, spasme laring,
vagal reflex.

16
3.6. Pengambilan Gas CO2 dari Sumur
Cara mengambil gas CO2 dari dalam sumur :
a. Ambil beberapa botol bersih dengan kapasitas 1 liter yang telah kosong, contohnya
botol bir kemudian ikat leher dan bagian alas botol masing-masing dengan tali yang
cukup panjang
b. Isi botol dengan air sampai penuh kemudian turunkan ke dalam sumur yang
mengandung gas CO2 dengan posisi tegak (alas botol di bawah dan leher botol
berada di atas), jaga air di dalam botol agar tidak sampai tumpah
c. Setelah sampai di kedalaman pada tempat yang sesuai dengan korban ditemukan
meninggal, botol tersebut dibalik agar semua air di dalam botol tumpah. Hali ini
dilakukan dengan cara menarik tali yang mengikat alas botol dan mengulur tali yang
mengikat leher botol
d. Dengan keluarnya seluruh air dari dalam botol dan botol dalam kondisi kosong maka
botol akan vaccum sehingga gas CO2 akan masuk ke dalam botol
e. Setelah botol terisi oleh gas CO 2 maka botol diangkat ke atas dengan cara botol
dibalik kembali seperti posisi semula agar gas CO2 dapat terbawa terus sampai botol
sampai di atas
f. Setelah sampai diatas botol segera ditutup rapat kemudian diberikan label dan
disegel untuk dilakukan pemeriksaan
Tes CO2 ada dua yaitu :
1. Kualitatif : dilakukan dengan pemberian larutan Ca(OH) 2 yang jernih dan baru dibuat
atau larutan Ba(OH)2 pada botol yang berisi udara saat dilakukan pengambilan dari
tempat sampel. Apabila terdapat endapan putih kapur dari CaCO3 atau BaCO3 berarti
gas CO2 positif.
2. Kuantitatif :
- Grafimetri melakukan penimbangan terhadap endapan yang terjadi
- Volumetri dilakukan dengan menitrasi kelebihan larutan basa CaOH2 atau BaOH2
dengan konsentrasi tertentu
- Chromatografi gas (kualitatif dan kuantitatif)
Hasil :
a. Keracunan gas CO2 : darah berwarna hitam
b. Keracunan gas CO dan HCN (kluwek, pete, gaplek) : cherry red

17
3.7. Alkali Dilution Test
Tujuan: mengetahui kadar CO dalam darah secara semikuantitatif.
Cara pemeriksaan:
1. Ambil 2 tabung reaksi.
2. Masukkan 1-2 tetes darah korban ke dalam tabung pertama dan 1-2 tetes darah normal
ke dalam tabung kedua (sebagai kontrol negatif).
3. Tambahkan 10 ml air ke dalam masing-masing tabung hingga warna merah dapat
diamati dengan jelas. Darah pada tabung yang mengandung CO akan tampak merah
jernih sedang darah kontrol berwarna merah keruh.
4. Tambahkan 5 tetes larutan NaOH 10-20% pada masing-masing tabung kemudian
dikocok.
Hasil :
1. Darah kontrol akan segera berubah warnanya menjadi merah hijau kecoklatan karena
terbentuk hematin alkali.
2. Sedangkan darah yang mengandung COHb tidak berubah segera (tergantung
konsentrasi COHb) karena lebih resisten terhadap alkali.
3. COHb dengan kadar saturasi 20% akan memberi warna merah muda selama beberapa
detik kemudian menjadi coklat kehijauan setelah 1 menit.
4. Sebagai kontrol jangan digunakan darah fetus karena darah fetus juga bersifat resisten
terhadap alkali.

3.8. Emboli Udara Vena


Emboli udara vena biasanya terjadi karena vena teriris biasanya yang teriris vena
jugularis di leher sehingga udara masuk ke dalam pembuluh darah vena kemudian
menuju ke jantung kanan menuju percabangan arteri pulmonale kemudian menuju ke
paru-paru dan menyebabkan sesak.
Korban meninggal karena kapiler paru buntu oleh udara sehingga terjadi asfiksia, dimana
jumlah udara yang dapat menyebabkan kematian antara 100-150 cc.
Otopsi yang dilakukan adalah
1. Membuka kulit dinding thorax kemudian memotong sternum pada processus
Xypoideus setinggi ICS II dibawah costa II agar vena brachialis cab vena clavicula
tidak ikut terpotong
2. Ambil dan gunting pericard dengan posisi Y terbalik kemudian isi dengan air sampai
menggenang
18
3. Lakukan tusukan pada atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
4. Ditemukan adanya gelembung udara
5. Penyebab emboli udara vena :
g. Luka pada pembuluh balik leher, terutama vena jugularis
h. Abortus provocatus criminalis dengan cara penyemprotan

3.9. Emboli Udara Arteri


1. Otopsi yang dilakukan sama dengan emboli udara vena yang membedakan hanya
tusukan dilakukan pada atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta
2. Terjadi bila ada luka tembus paru-paru yang menyebabkan emboli pada vena
pulmonalis menuju ke atrium kiri dan ventrikel kiri kemudian ke aorta
3. Korban meninggal karena udara membuntu di otak, ginjal, dan jantung sampai terjadi
asfiksia
4. Penyebab yang sering terjadi adalah :
i. Luka tusuk atau tembus di paru-paru
j. Artifisial pneumothorax
k. Pneumonectomy

3.10 Emboli Lemak


Contoh kasus yang dapat menyebabkan sesorang terkena emboli lemak adalah : apabila
terdapat seseorang yang dipukuli terus menerus dan orang tersebut menjadi sesak
kemudian mati serta kasus sesorang yang hendak dioperasi karena patah tulang paha
yang berakhir meninggal akibat sesak.
Dari kasus diatas penyebab terjadinya kematian adalah karena adanya emboli lemak
setelah dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, ec. Fraktur tulang panjang.
1 Lemak terpecah dan terlepas karena terkena pukulan pada kulit seluruh punggung
dan karena patahnya tulang panjang sehingga cairan lemak masuk ke dalam
pembulu darah vena yang robek dan masuk ke dalam vena cava superior
kemudian masuk ke atrium kanan dan masuk ke ventirkel kanan setelah itu
masuk ke arteri pulmonale dan membuntu di paru-paru (alveoli)
2 Korban meninggal karena kapiler buntu dan terjadi asfiksia.
3 Dilakukan tes emboli lemak dengan organ yang diambil adalah paru-paru.
Jaringan paru-paru diambil dan dikeraskan dengan uap zat asam arang cair

19
(frozzensetion) dan kemudian dengan mikrotom dipotong 20 mikron dan di cat
dengan warna Sudan III kemudian dikirim ke laboratorium
4 Pengiriman ke laboratorium PA atau pengawetan dilakukan dengan cara paru-
paru diberi gas CO kemudian difiksasi menggunakan dry ice agar tidak
membusuk. Jangan mengirim menggunakan alcohol atau formalin karena lemak
akan larut.

3.11 Pneumothorax
Pneumothorax merupakan adanya udara dalam rongga thorax.
Otopsi yang dilakukan :
a. Membuka kulit dinding thorax dengan potongan huruf ‘I’ atau dengan potongan
huruf ‘Y’
b. Setelah costa terlihat, tarik potongan costa kemudian tarik potongan kulit hingga
membentuk kantong
c. Isikan air sampai tergenang
d. Lakukan tusukan pada paru-paru yang berada diantara ICS2
e. Ditemukan hasil positif bila hasil test tersebut ditemukan gelembung udara
f. Pada gas pembusukan ditemukan sedikit gelembung udara

20

Anda mungkin juga menyukai