Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ILMU EKONOMI UNTUK BISNIS

Case : Affection Of Exceess Oil Supply

Disusun Oleh:

Wahyu Firmandani 1706998656

Program Magister Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
2017
ILUSTRASI
Pemanfaatan minyak bumi dalam kegiatan sehari-hari, terutama sebagai bahan bakar kendaraan,
membuat minyak merupakan komoditas yang paling banyak dicari di seluruh dunia.
Namun, akhir-akhir ini harga minyak sudah jatuh hingga ke level US$ 50, yang beberapa tahun
sebelumnya sempat menyentuh harga US$ 100.
Negara OPEC Versus Non-OPEC
Pada awalnya, Arab merupakan negara dengan produksi minyak terbesar di dunia. Harga minyak
di sana sangat murah, yang mengakibatkan negara tersebut memiliki pendapatan terbesar berasal
dari penjualan minyak.
Minyak mentah yang digunakan hampir di seluruh kegiatan sehari-hari, membuat harga minyak
ini sangat penting untuk keberlangsungan industri suatu negara. Oleh karena itu, dibentuklah
Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk mengatur harga minyak dunia.
Namun di sisi lain, negara maju seperti Amerika dan Rusia menolak bergabung dengan OPEC,
dengan alasan:
1. Seperti yang kita ketahui, Amerika merupakan negara industri dengan pendapatan utama
mereka berasal dari sektor manufaktur yang memanfaatkan minyak sebagai kunci utama
berjalannya industri mereka.
2. Amerika juga merupakan negara pengekspor alat transportasi terbesar dengan impor
terbesar pada minyak mentah sebagai sumber energi utama di negara tersebut, jadi wajar
saja Amerika menolak bergabung dengan OPEC yang mengharuskan mereka membatasi
produksi minyak, padahal kebutuhan Amerika akan minyak sangat tinggi, sedangkan
3. Rusia menolak bergabung dengan OPEC karena di negara tersebut yang memproduksi
minyak dunia ialah perusahaan swasta, sehingga Rusia sendiri agak kesulitan mengatur
tingkat produksi perusahaan swasta tersebut.
Sehingga dapat dimungkinkan ada conflict of interest bagi Negara OPEC untuk mempertahankan
harga minyak pada posisi menguntungkan, dan bagi negara maju seperti Amerika menginginkan
harga minyak murah. Kedua kepentingan inilah yang mengakibatkan harga minyak sangat
berfluktuatif.
PENGARUH EXCESS OIL SUPPLY TERHADAP HARGA MINYAK
Penyebab utama harga minyak turun ialah teori ekonomi supply and demand, yakni apabila
terdapat exceess supply (kelebihan penawaran) pada komoditas minyak sedangkan permintaan atas
komoditas minyak relative sama atau bahkan lebih rendah karena dampak kemajuan teknologi
yang mampu mengefisienkan penggunaan BBM, maka tentu saja sesuai dengan teori tersebut,
harga minyak akan mengalami penurunan. Hal tersebut yang terjadi pada saat harga minyak dunia
turun. Penurunan harga ini utamanya disebabkan oleh kelebihan pasokan akibat revolusi energi di
Amerika Utara (Amerika, Kanada dan Meksiko). Di samping itu, demi menekan para pelaku
industri baru dan mempertahankan pangsa pasar, organisasi negara-negara pengekspor minyak
(OPEC) tetap mempertahankan tingkat volume produksi di akhir dan tidak melakukan pembatasan
produksi sama sekali. Akibatnya stok minyak di pasar global pun berhamburan dan hal itu otomatis
menurunkan harga minyak tersebut.

Namun, jika dilihat secara umum, sebenarnya ada 3 faktor utama penyebab turunnya harga
minyak, di antaranya:
1. Pasokan berlebih
Amerika Serikat melakukan revolusi energi sehingga menyebabkan banjirnya pasokan minyak.
Pada semester II tahun 2014, OPEC bukannya menyeimbangkan pasar, malah terus menggenjot
produksi minyak. Kartel yang dipimpin oleh Arab Saudi itu takut kehilangan pangsa pasar dan
terkalahkan oleh Amerika, Kanada, dan produsen minyak lainnya. Inilah penyebab harga
minyak turun drastis.
Produksi minyak Amerika yang terus meningkat juga turut ambil bagian dalam penyebab
lemahnya harga minyak ini. Produsen di sana secara agresif terus meningkatkan produksi.
Seperti yang ditunjukkan pada grafik, produksi minyak U.S mengalami up and down sejak tahun
1920 sampai dengan saat ini. Namun yang menjadi mimpi buruk bagi Negara OPEC di tahun
2018 ialah lonjakan dari minggu ke minggu supply minyak yang diproduksi U.S. meningkat
sebanyak 332.000 barrel per hari yang tentunya akan berdampak pada harga minyak dunia.
Dimana pada minggu pertama Februari 2018, U.S memproduksi lebih dari 10 juta barrel per
hari, yakni merupakan supply oil harian tertinggi sejak tahun 1920.
Produksi minyak U.S siap menyalip Arab Saudi dan melewati Rusia sebelum akhir 2018. Hal
ini akan menjadi mimpi buruk bagi negara OPEC. Penurunan harga minyak dunia tentunya
mengakibatkan penurunan pendapatan negara bagi Rusia dan negara OPEC, karena selama ini
pendapatan terbesar didapatkan dari ekspor minyak.
2. Permintaan Turun
Ekonomi global saat ini sedang mengalami penurunan. Penyebab utamanya datang dari negara
China yang saat ini sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dan membuat harga
komoditas dunia menurun, termasuk minyak mentah. Sebelumnya rata-rata pertumbuhan
ekonomi di China sebesar 10%, namun tahun 2017 pertumbuhan ekonomi China hanya sebesar
6,9% dan tahun ini (2018) ditargetkan tumbuh hanya 6,5%.
Sementara itu, negara yang perekonomiannya membaik, seperti Amerika, sedang
mengimplementasikan standar efisiensi agar permintaan minyak dapat dibatasi. Tingginya
teknologi, serta sikap masyarakat yang sadar akan bahayanya penggunaan minyak, membuat
permintaan minyak secara global menurun.
3. Kenaikan Dolar Amerika
Seperti harga komoditas lainnya, minyak pun dihargai dengan dolar Amerika. Mata uang dollar
telah naik tujuh persen pada tahun ini (2017) dibandingkan mata uang negara lainnya terutama
akibat kebijakan dari Donald Trump serta The Fed yang mungkin akan menaikkan suku
bunganya pada bulan ini. Di sisi lain, kebijakan China yang mendevaluasi nilai yuan semakin
membuat tekanan ke harga minyak. Tingginya nilai dolar tersebut membuat permintaan akan
minyak di pasar global semakin menurun.

PENGARUH KETIDAKSEIMBANGAN PASAR MINYAK TERHADAP PASAR BATU


BARA

Melemahnya harga minyak tentu saja berdampak pada pasar sumber energy lainnya. Batu bara
sebagai contoh, batu bara dan minyak merupakan sumber energy yang pada level tertentu dapat
saling menggantikan (subtitutionable) sehingga rendahnya harga minyak tentu saja membuat pasar
mengalihkan manfaat batu bara ke minyak. Hal tersebut yang mengakibatkan suramnya usaha batu
bara beberapa waktu lalu. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa industri ini
mengalami tekanan:
1. Hampir seluruh produksi batubara digunakan untuk pembangkit listrik. Bila harga minyak
bisa lebih rendah, terlebih setelah revolusi shale oil, yang dipelopori oleh Amerika
sehingga mendorong produksi minyak besar-besaran dan menurunkan harga jual minyak
karena pasokan yang melimpah. Tentunya pembangkit listrik mengganti pasokan energi
dari batubara ke minyak. Walhasil, harga batubara yang memiliki korelasi positif dengan
harga minyak dunia ikut turun. Sebagai informasi bahwa harga batu bara untuk kontrak
Januari 2018, kontrak teraktif di bursa komoditas Rotterdam, ditutup melemah 0,11% atau
0,10 poin di US$89,80/metrik ton. Pelemahan harga batu bara ini masih dipicu oleh melemahnya
harga minyak mentah menyusul laporan industri yang menunjukkan kenaikan tak terduga atas
jumlah stok minyak mentah di Amerika Serikat (AS).
Jatuhnya harga batubara dunia, menimbulkan efek berantai pada rantai pasokan batubara.
Otomatis terjadi tekanan terhadap produsen batubara terhadap pihak yang terlibat dalam
industri batubara seperti jasa pertambangan batubara terkait biaya jasa eksploitasi batubara
dan pengupasan tanah (overburden). Efek berantai ini cukup memperberat industri jasa
pertambangan batubara, karena produsen menginginkan biaya pengupasan dan eksploitasi
lebih rendah dari sebelumnya.
2. Bangkitnya pemakaian energi terbarukan terutama dari energi matahari, angin dan lainnya.
Dua negara pemakai energi terbesar di dunia, yaitu China dan Amerika sudah memberikan
regulasi dan insentif lingkungan terhadap pemakaian energi bersih (clean energy).
Batubara memang tidaklah sebersih energi fosil lainnya seperti gas. Kebijakan ini
membuat pengguna energi mulai melimpahkan atau mensubstitusikan energi dari
penggunaan batubara ke energi yang lebih murah, lebih bersih atau energi yang ramah
lingkungan. Terlebih adanya insentif dari pemerintah.
Pelemahan Harga Sumber Energi Terhadap Bursa Saham
Ketika harga minyak dunia dan batu bara melemah tentunya akan berakibat kepada produk turunan
yang menjadikan sumber energy sebagai underlying transaksi juga ikut turun sebagaimana
contohnya adalah pasar derivative dari kedua komoditas tersebut. Sebagai contoh pergerakan
harga saham perusahaan Emiten Pertambangan Batu Bara ternama yang sempat melemah di
Januari 2018
Supply minyak yang melimpah di pasar internasional akan berpengaruh terhadap harga sumber
energy serupa seperti batu bara, penurunan harga batu bara internasional akan berdampak pada
pergerakan harga saham emiten batu bara beserta pasar derivativenya. Hal tersebut diperkuat
dengan peningkatan U.S. Oil Production di awal 2018 yang mencapai di atas 10 juta barrels yang
berdampak pada penurunan harga saham PT Adaro Energy (sekalipun tentunya ada factor lain
yang mempengaruhi).
Namun kondisi Februari 2018 harga minyak mentah dunia mengalami penguatan dan berdampak
pada membaiknya pasar batu bara, untuk kontrak Februari 2018, kontrak teraktif di bursa
komoditas Rotterdam, batu bara ditutup menguat 1,27% atau 1,20 poin ke level US$94,70 per
metrik ton. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa excess supply oil yang terus melimpah
dapat mengakibatkan harga batu bara kembali merosot.
PENGARUH TURUNNYA HARGA MINYAK TERHADAP PERUSAHAAN
MANUFAKTURE DENGAN BAHAN DASAR MINYAK
Sekalipun bagi Negara maupun Perusahaan besar penghasil minyak, penurunan harga minyak
membawa dampak yang tidak diharapkan, namun bagi masyarakat dan perusahaan dengan raw
material minyak (BBM), penurunan harga minyak menjadi keuntungan tersendiri, dengan kata
lain fluktuasi harga minyak memiliki 2 mata pisau yang dapat menguntungkan maupun merugikan
salah satu pihak. Mengigat bahwa alasan U.S memproduksi minyak berlimpah karena kebutuhan
industry U.S. akan minyak sangat tinggi, begitupun perusahaan petrokimia pengolahan minyak
tentunya sangat diuntungkan dengan melimpahnya stok minyak mentah yang mengakibatkan
harga minyak turun, perusahaan tersebut diantaranya ialah perusahaan PT Chandra Asri
Petrochemical Tbk, PT Petrokimia Gresik, PT Lotte Chemical Titan Tbk. Sebagai contoh, produk
utama PT Pertokimia Gresik ini berasal dari proses pengolahan minyak bumi menjadi naptha.
Sedangkan untuk produk utama PT Chandra Asri berasal dari pengolahan naptha. Tentunya
apabila harga bahan baku minyak turun biaya produksi ikut turun dan mereka dapat meningkatkan
margin pada posisi market yang sama. Hal tersebut tercermin dari realisasi pembelian bahan baku
naphta oleh PT Chandra Asri yang mengalami penurunan seiring dengan harga minyak dunia
dengan estimasi tertentu.

Bahkan pada semestaer I tahun 2015 PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) sempat
mencatatkan laba bersih US$ 30,5 juta atau sekitar Rp 396,5 miliar (kurs Rp 13.000/dolar AS).
Labanya melonjak 350,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya US$ 6,8 juta (Rp 88,4 miliar)
akibat merosotnya harga minyak mentah dunia.
Berbeda dengan perusahaan airways dari Hongkong yakni Cathay Pasific, perusahaan yang
bergerak di bidang jasa transportasi udara ini, mampu mengukirkan pencapaian laba bersih 2015
naik 90% dibanding tahun sebelumnya, pada saat harga minyak mentah anjlok. Meskipun untuk
saat ini harga minyak mentah relative masih aman, namun tidak menutup kemungkinan apabila
supply minyak terus melimpah, harga minyak dunia ikut merosot dan perusahaan-perusahaan
tersebut (menggunakan BBM) kembali diuntungkan.
Bagi masyarakat umum atau perusahaan konsumen tentunya hal ini bagus karena harga BBM
jadinya bisa turun dan inflasi pun semestinya turun. Namun buat energy company seperti
Pertamina untuk menjaga tingkat profitabilitas tertentu Pertamina mau tidak mau harus mengelola
seluruh biaya-biaya operasional dan investasi dengan lebih ketat apabila harga minyak dunia turun.

Anda mungkin juga menyukai