Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“TSistem Hukum Penistaan Agama Di Indonesia Dan Pakistan,

Sebuah Perbandingan Hukum”

Di Susum Oleh

Nama : Andry Meiyansyah

Nim : 61511a0160

Semester : VI (Enam) Pidana

Fakultas : Hukum

Fakultas Hukum
Daftar Isi

Sampul................................................................................................................................

Daftar isi.............................................................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................................

Bab I : Pendahuluan..........................................................................................................

A. Latar belakang..........................................................................................................

B. Rumusan Masalah....................................................................................................

Bab II : Pembahasan.........................................................................................................

A. Pegertian Penistaan Agama..............................................................................................

B. Sistem Hukum Pidana Bagi Penista Agama Di Indonesi Dan Pakistan...................

C. Proses Mengadili Kasus Penistaan Agama Di Indonesia Dan Pakistan...................

D. Kelemahan Atau Kelebian Sistem Hukum Di Indonesia Dan Pakistan...................

Bab III : Penutup...............................................................................................................

A. Kesimpulan...............................................................................................................

B. Saran.........................................................................................................................

Daftar Pustaka...................................................................................................................
KATA PANGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya penyusunan makalah yang berjudul “Perbandingan Hukum Indonesia Dan
Pakistan Tentang Sistem Hukum Penistaan Agama” Alhamdulillah dapat diselesaikan
dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak mengalami
kendala, namun kendala-kendala tersebut dapat diatasi.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masyarkat tentang


Hukum Bagi Anggota Militer Yang Melakukan Desersi khususnya penulis selaku
mahasiswa Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Ilmu hukum dan ilmu pemerintahan.

Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan
kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.amin yarabbal alamin.

Wassalamualaikum...

Mataram, 07 juli 2018

(penulis)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saya mengangkat tema tentang penistaan agama ini karena, dengan marak
nya pemberitaan di berbagai media-media sosial tentang kasus penistaan agama
yang terjadi di indosia maupu di beberapa negara lain,bagaimana masih banyak
beberapa oknum yang melakukan tindak pidana Penistaan agama. Berdasarkan hal
tersebut saya pun meneliti bagaimana tindak penistaan agama bila dilihat dari
perbedaan sistem hukum dan pemberlakuan sistem hukum di negara indonesia
dan pakistan khususnya.
Dalam Sosiologis, Agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang
diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Berkaitan dengan pengalaman
manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Oleh karena itu, setiap
perilaku yang diperankan akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran Agama
yang dianut. Perilaku individu dan sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam
yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Agama yang menginternalisasi
sebelumnya. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara
dialektik,Ketiganya berdampingan dan berhimpit saling menciptakan dan
meniadakan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat di rumuskan masalah dalam penelitian
Penistaan Agama adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem hukum tentang tindakan penistaan agama di
indonesia dan pakistan ?
2. Bagaimana proses penegakan hukum tentang tindakan penistaan agama
di indonesia dan pakistan.
3. apa saja kelemahan maupun kelebihan sistem hukum tentang penistaan
agama di indonesia dan pakistan?

BAB II

Pembahasan
A. Pengertian Penistaan Agama
1. Penistaan Agama Menurut Sudut Pandang sosiologi
Agama merupakan sebuah realitas yang telah hidup dan mengiringi
kehidupan manusia sejak dahulu kala. Bahkan Agama akan terus mengiringi
kehidupan manusia entah untuk beberapa lama lagi. Fenomena ini akhirnya
menyadarkan manusia bahwa baik Agama maupun manusia tidak dapat
dipisahkan, keduanya saling membutuhkan.
Bung Karno Mengatakan bahwa manusia Indonesia harus beragama
secara beradab, menekankan prinsip Ketuhanan yang berkeadaban atau
Ketuhanan yang berkebudayaan, dalam arti orang yang mengaku beragama
harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap saling menghormati satu sama
lain.1
Semua agama, suku, dan ras mempunyai hak yang sama untuk berpolitik
membangun bangsa lebih berkeadaban dan berkebudayaan, berkualitas jiwa
dan raga, serta sejahterah. Al-Quran dengan tegas menjelaskan “berlomba-
lombalah kamu (Manusia) dalam menegakkan dan menebarkan kebajikan”.
Semua manusia apapun agamanya harus berlomba-lomba dalam menegakkan
dan menyebarkan kebajikan untuk semua, tidak hanya untuk diri sendiri.
2. Tindakan Pidana Penistaan Agama
Sebagaimana halnya dengan ilmu sosial lainya, obyek sosiologi adalah
masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang
timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.2
Setiap masyarakat dibangun atas norma-norma dan nilai-nilai tertentu.
Dalam masyarakat tertentu norma-norma dan nilai-nilai digunakan sebagai
standar untuk menghakimi kelakuan setiap manusia. Norma-norma di
praktekan selama mereka konsisten dengan ajaran ajaran dan perintah-
perintah islam. Dalam masyarakat islam, nilai-nilai ini membentuk pola
kelakuan yang di inginkan yang secara sosial dibenarkan oleh maysarkat.
Nilai-nilai ini dapat dibagi menjadi dua bagian, positif dan negatif.

1.http://agil-asshofie.blogspot.co.id/2016/11/politisasi-agama-sumber-
perpecahan.html
2 Mia Amalia SH, MH, Buku Panduan Sosiologi Hukum, hal 16
Dilihat dari perspektif Sosiologi Agama, Bambang Pranowo
berpandangan, dalam delik penodaan terhadap suatu agama yang dianut di
Indonesia secara sosiologi hukum dapat dikategorikan sebagai delik yang
rawan sosial karena menyangkut dimensi keyakinan batin orang / kelompok
terhadap agama yang dianutnya. Dan ini rawan terjadi konflik horizontal.

B. Sistem Hukum Pidana Bagi Penista Agama Di Indonesi Dan Pakistan.


1. sistem hukum dan Undang-undang yang mengatur tentang Penistaan Agama
di indonesi.
Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965 Tentang
Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama.
Presiden Republik Indonesia.
Menimbang :
a) bahwa dalam rangka pengamanan Negara dan Masyarakat, cita-cita
Revolusi Nasional dan pembangunan Nasional Semesta menuju ke
masyarakat adil dan makmur, perlu mengadakan peraturan untuk
mencegah penyalah-gunaan atau penodaan agama.
b) bahwa untuk pengamanan revolusi dan ketentuan masyarakat, soal ini
perlu diatur dengan Penetapan Presiden.
Mengingat:
a) pasal 29 Undang-undang Dasar.
b) pasal IV Aturan Peralihan Undang-undang Dasar.
c) penetapan Presiden No. 2 tahun 1962 (Lembara-Negara tahun 1962 No.
34).
d) pasal 2 ayat (1) Ketetapan M.P.R.S. No. II/MPRS/1960.

Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan :
a) Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau
pernodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b) Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun
juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.3
Pasal 28 UU ITE

3.M. Budiaro, SH-K. Wantjik Saleh, SH, KUHP hal 53


Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).
2. sistem hukum dan Undang-undang yang mengatur tentang Penistaan Agama
di pakistan.
Hukum penistaan agama di kawasan ini pun masih dikuasai oleh negara
berpenduduk mayoritas Muslim. Afghanistan dan Pakistan menjadi negara
yang paling aktif menegakkan hukum penghinaan agama di kawasan.
Berdasarkan interpretasi hukum Islam di Afghanistan, Hanafi, para
penista agama juga dianggap sebagai yang murtad dan dipandang sebagai
tindakan hudud, tindakan kriminal yang ditetapkan hukuman tetap.
Seseorang yang divonis bersalah atas kasus kemurtadan di negara itu bisa
diganjar hukuman eksekusi. Farkhunda, seorang wanita di Afghanistan tewas
dikeroyok massa akibat dituding membakar Al Quran pada 2015 lalu.
Di Pakistan, pada 2014 silam Komisi Nasional untuk Keadilan dan
Perdamaian (NCJP) melaporkan, sebanyak 633 Muslim, 147 umat kristiani,
21 umat Hindu, telah dituduh berbagai klausul hukum penistaan agama sejak
1987.
Sekitar 14 terdakwa divonis hukuman mati, sementara 19 lainnya divonis
hukuman seumur hidup.
Yang paling dikenal adalah kasus Asia Bibi, seorang wanita Pakistan
beragama Kristen yang dihukum mati setelah dinyatakan bersalah menghina
Nabi Muhammad. Dia wanita pertama yang dijatuhi hukuman mati atas
tuduhan penghujatan.
Sama seperti yang terjadi di Indonesia yang baru-baru ini diramaikan
kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, persoalan
penistaan agama juga sudah menjadi perdebatan hangat di negara tersebut.
Terlebih soal Undang-Undang Penghujatan yang berlaku di Pakistan
tersebut.
Keberadaan UU itu tak jarang membuat penduduk merasa was-was.
Salah berucap atau bersikap, mereka dapat dituduh menista agama. Aturan
soal menjatuhkan hukuman bagi mereka yang menghujat agama di Pakistan
sesungguhnya warisan dari kolonial Inggris.
Pada awalnya UU ini diberlakukan oleh Inggris yang saat itu menguasai
India untuk menghentikan kerusuhan antara Hindu dan Muslim yang
berhubungan dengan agama. Akan tetapi, setelah Pakistan menjadi negara
yang merdeka pada 1947, UU tersebut diperkuat dan fokus pada agama Islam.
Hal ini tentu tak lepas dari penduduk Pakistan yang sekitar 96 persen adalah
Muslim.
Pada tahun 1986, saat kepemimpinan Zia-ul-Haq, regulasi warisan
kolonial itu mengalami penambahan pada bagian XV poin 295 dan 298.
Bagian XV dalam KUHP Pakistan berisi soal pelanggaran yang berkaitan
dengan agama. Poin 295 pada KUHP Pakistan bertambah menjadi 295-A,
295-B dan 295-C. Begitupun dengan poin 298 menjadi 298-A, 298-B dan
298-C.
Jika sebelumnya pada poin 295 berbicara soal penghinaan terhadap
rumah ibadah atau menghancurkan rumah ibadah akan dihukum satu hingga
dua tahun penjara serta dikenakan denda, pada poin 295-A semakin
dipertegas dengan larangan untuk tidak melecehkan penganut agama
manapun baik lisan maupun tulisan. Jika poin itu dilanggar, akan jatuh
hukuman sepuluh tahun penjara dan denda.
Pada poin 295-B, penduduk Pakistan dilarang merusak atau menistakan
Alquran dan jika dilanggar maka akan dipenjara seumur hidup. Poin 295-C
yang menjadi bagian paling kontroversial. Bagian 295-C dibuat berdasarkan
Undang-Undang Hukum Pidana Pakistan tahun 1986 yang akan
mengkriminalkan bagi siapa saja yang menghina Nabi Muhammad.
“Barangsiapa yang dengan kata-kata, baik lisan maupun atau dengan
representasi visual atau dengan rujukan, sindiran atau insinuasi apa pun,
langsung atau tidak langsung menghina nama Nabi Muhammad SAW akan
dihukum mati atau dipenjarakan seumur hidup dan juga akan dikenakan
denda,” bunyi poin 295-C.
Poin 298 yang sebelumnya melarang untuk mengucapkan kata-kata atau
tindakan lainnya yang dapat melukai perasaan penganut agama lain, akan
dijatuhi satu tahun penjara, ditambah pada 298-A yang berisi ucapan yang
menghina tokoh suci baik lisan maupun lisan akan dijatuhi hukuman satu
tahun penjara.
Menajiskan nama istri nabi (Ummul Mukminin), anggota keluarga
(Ahlul-bait), nabi-nabi suci atau khalifah-khalifah, dan sahabat Nabi akan
dihukum tiga tahun penjara disertai denda. Pada poin 298-B, dilarang
menyalahgunakan julukan, deskripsi bagi tokoh atau tempat suci, karena jika
tak ditaati maka akan dijatuhi penjara 1-3 tahun.
Penambahan terakhir pada poin 298-C berhubungan dengan Ahmadiyah.
KUHP Pakistan menulis bahwa setiap orang dari kelompok Qadiani atau
kelompok Lahore yang menyebut diri mereka Ahmadiyah atau dengan nama
lainnya, yang secara langsung atau tidak langsung “berpose” sebagai Muslim
dapat dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan dikenakan denda.
Selain poin penambahan di atas, ada juga hal lainnya yang harus
dihindari oleh penduduk Pakistan agar tak dibilang melakukan penistaan
agama. Pakistan juga melarang untuk mengganggu majelis keagamaan yang
sedang terlibat dalam ibadah atau upacara keagamaan. Tak cukup sampai di
situ, penghinaan dan membuat keributan pada acara pemakaman pun masuk
dalam pelarangan dalam KUHP Paksitan.

C. Proses Mengadili Kasus Penistaan Agama Di Indonesia Dan Pakistan.


1. Tahap-tahap penegakan Hukum di indonesia.
Jika dilihat Kapenegakan hukum adalah fungsionalisasi hukum pidana
yang dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan
melalui penegakan hukum pidana yang rasional untuk memenuhi rasa
keadilan dan daya guna. menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa
tahap yang dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja
direncanakan untuk mencapai suatu tertentu yang merupakan suatu jalinan
mata rantai aktifitas yang tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan
bermuara pada pidana dan pemidanaan. Penegakan hukum pidana yaitu upaya
untuk membuat hukum itu berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud
secara konkret sebagai suatu upaya penegakan hukum pidana.4.
Permasalahan Penegakan Hukum Pidana terhadap tindak pidana
penistaan agama, digunakan teori penegakan hukum menggunakan tindakan
preventif dan tindakan represif. Tindakan represif bertujuan sebagai alat
4 Hasan Masri & Tim, 2008, Bunga Rampai Ajaran Islam. Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia,Jakarta, hlm 46
penghukuman dan efek pelajaranbagi halayak umum yang melakukan
kesalahan yang sama. Sedangkan tindakan preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya kasus penistaan agamasebelum itu terjadi. Dengan kata
lain tindakan preventif adalah tindakan yang paling utama sebelum kasus itu
terjadi. Mengingat penegakan hukum lebih bersifat sama tindakan represif
dan tindakan preventif, maka sasaran utamanya adalah mengenai penegakan
hukum serta faktor - faktor penghambat dalam penegakan hukum itu sendiri
yang berpusat pada kondisi - kondisi sosial terjadinya pada masyarakat yang
langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburan
penistaan agama. Tinjauan hukum pada masalah ini adalah pelaksanaan Surat
Edaran Kapolri No.06/X/2015 tentang Ujaran Kebencian dan pasal 156 yang
sering digunakan terhadap tindak pidana Penistaan agama diarahkan kepada
bagaimana kesadaran hukum masyarakat serta para penegak hukum dilihat
dari bagaimana menerapkan sebuah peraturan yang membawa dampak positif
bagi upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama
dalam proses peradilan pidana. Maka Tahap-tahap tersebut adalah:
a) Tahap Formulasi
Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat
undang-undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan
keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian
merumuskannya dalam bentuk peraturan perundangundangan yang
paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap
ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
b) Tahap Aplikasi
Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh
aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan.
Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta
menerapkan peraturan-peraturan perundangundangan pidana yang telah
dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini
aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan
dan guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.
c) Tahap Eksekusi
Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-
aparat pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana
bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat
oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah
diterapkan dalam putusan pengadilan. Dengan demikian proses
pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam pengadilan,
aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam pelaksanaan tugasnya harus
berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah
dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-undang daya guna.13

Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai suatu


usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Jelas harus merupakan jalinan mata rantai aktivitas yang
terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan
pemidanaan.
2. Cara mengadili Hukum penistaan agama di pakistan.
Seperti penjelasan sebelumnya bahwa di negara pakista memiliki sistem
hukum yang amat menjadi kontroversial bagi masyrakatnya khusus nya
dalam sistem hukum bagi masyrakatnya yang melakukan tindakan penistaan
terhadap agama,penodaan maupun mengujar kebencian terhadap suatu
kepercayaan
Pakistan adalah negara yang sensitif terkait hal-hal terkait agama.
Tuduhan yang tak benar sekalipun dapat memicu aksi kekerasan. Salah satu
kasus penistaan agama yang membuat Pakistan jadi sorotan adalah soal Asia
Bibi. Sebanyak 600 ribu orang menandatangani petisi menolak hukuman mati
atas Asia Bibi. Perempuan Pakistan itu dituding telah melecehkan Nabi
Muhammad ketika berbicara dengan seorang sahabat perempuan Muslim di
sebuah sumur.
Ia dituduh melakukan penistaan atau penghinaan terhadap Nabi
Muhammad. Ibu dari lima anak itu harus menerima hukuman mati dan
menjadi perempuan pertama di negara tersebut yang dijatuhi hukuman mati
terkait penistaan agama.
Dari penjelasan di atas bahwa di pakistan menggunakan sistem hukum
yang berat misanya hukuman penjara seumur hidup dan hukuman mati bagi
penista atau penghina suatu agama atau kepercayaan.

D. Kelemahan Atau Kelebian Sistem Hukum Di Indonesia Dan Pakistan.


1. Kelemahan/Kelebihan sistem hukum Di Indonesia
Pada 2010 lalu, beberapa aktivis sudah pernah mengajukan uji materi
terhadap Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 itu. Pemerintah
bersikukuh aturan itu masih diperlukan. Bila ketentuan penistaan agama
dicabut maka berpotensi menimbulkan konflik sosial karena para pemeluk
agama bisa saling menghina.
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi tersebut dengan
alasan pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya.
MK berpendapat bahwa pasal penistaan agama tak mengancam
kebebasan beragama, tak diskriminatif, serta tak berpotensi ada kriminalisasi
terhadap penganut agama minoritas.
Kehidupan beragama di Indonesia memang unik. Indonesia terdiri dari
banyak suku, agama, ras, budaya dan antar golongan. Ribuan orang yang
berbeda itu sehari-hari harus hidup saling berdampingan. Salah satu kunci
agar mereka tak saling bertengkar adalah adanya kesepahaman bersama
bahwa kita hidup di Indonesia. Untuk itulah, di antara mereka jangan saling
menghina, memfitnah, dan menyinggung. Dalam konteks itu, pasal penistaan
agama memang masih diperlukan. Ini untuk menjaga agar pemeluk agama
tidak saling menghina dan menista.
Tapi, penerapan pasal-pasal tersebut harus sangat hati-hati,penyelesaian
kasus penistaan agama melalui proses hukum di peradilan akan sangat
melelahkan. Belum lagi, proses peradilan sudah selesai, tapi polemiknya
masih akan terus terjadi. Untuk itulah, perlu ada jalur-jalur penyelesaian di
luar peradilan. Misalnya melalui tanpa pengadilan (non justicia), mediasi
hingga saling memaafkan. Penyelesaian model ini akan menunjukkan
kedewasaan, kebijakan dan memberikan pembelajaran bagi publik.
Berangkali hanya kasus-kasus tertentu yang harus diselesaikan di peradilan.
Namun, sekali lagi, harus diterapkan secara hati-hati.
Jangan sampai pasal penistaan agama ini menjadi alat mengkriminalkan
keyakinan atau pendapat seseorang. Hakim harus melihat fakta hukum untuk
menjunjung keadilan. Hakim jangan terpengaruh dengan tekanan massa dan
pemberitaan media. Hakim juga jangan memutuskan perkara mendasarkan
pada motif sesuai keyakinan pribadi agamanya. Pertanyaannya, apakah
hakim-hakim di negeri sudah bisa memiliki kualitas seperti itu? Semoga
sudah ada.
2. Kelemahan/Kelebihan Sistem Hukum Di Pakistan
Berkaitan dengan sistem hukum yang ada di pakistan ada juga hal
lainnya yang harus dihindari oleh penduduk Pakistan agar tak dibilang
melakukan penistaan agama. Pakistan juga melarang untuk mengganggu
majelis keagamaan yang sedang terlibat dalam ibadah atau upacara
keagamaan. Tak cukup sampai di situ, penghinaan dan membuat keributan
pada acara pemakaman pun masuk dalam pelarangan dalam KUHP Paksitan.
Meski penambahan poin soal Islam dalam regulasinya tak serta merta
membuat penduduk Muslim aman dari jeratan hukum UU Penghujatan itu.
Menurut laporan National Commission for Justice and Peace (NCJP) yang
dikutip oleh The Law Library of Congress, sejak tahun 1987 lebih dari 1300
penduduk Pakistan dijerat UU tersebut. Penduduk Muslim paling banyak
dijerat UU penistaan agama. Jumlahnya terdiri dari 633 Muslim, 494
Ahmadiyah, 187 Kristen, 21 umat Hindu.
Tentu penggunaan UU Penghujatan ini kontroversial. UU ini kemudian
dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingannya. Sebagian besar
kasus penistaan agama di Pakistan diajukan dengan berdasarkan pada “alasan
palsu” yang dimotivasi oleh penganiayaan terhadap kelompok tertentu,
persaingan antara sekte agama, sengketa kekayaan atau masalah ekonomi.
Banyaknya motivasi di balik pengajuan kasus penistaan agama ini juga
terlihat dari banyaknya hukuman yang kemudian dibatalkan. Salah satu
alasan pembatalan itu karena tuduhan yang diajukan dilandaskan pada itikad
buruk. Meski tak jarang juga banyak yang dibatalkan karena adanya proses
banding dari sang tertuduh.
UU ini kemudian dianggap sudah tak relevan lagi. Beberapa orang
kemudian menyuarakan agar segera dicabut atau diubah. Itu juga menjadi
agenda partai sekuler yang populer di Pakistan. Namun, mereka tak memiliki
kekuatan lebih untuk berada di posisi yang berlawanan dengan para pemuka
agama di Pakistan. Selain itu, sebagian besar penduduk Pakistan juga setuju
jika para penista agama harus dihukum.5

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa penistaan
agama bisa membuat perpecahan dalam suatu kelompok sosial karena
menyangkut dimensi keyakinan batin orang atau kelompok terhadap agama yang
dianutnya. Seperti diatur dalam Pasal 156 a KUHP barang siapa dengan sengaja
dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada

5.http://ilhamhaudallybk.blogspot.com/2017/04/contoh-makalah-
penistaan-agama-kata.html
pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia dengan maksud supaya orang tidak menganut
agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
B. Saran
Sebaik-baik langkah sebagai warga negara yang baik adalah menghindari
ujaran dan tindakan yang dapat saling mencedarai hati satu sama lain. Jauhi
tindakan yang dapat merugikan baik umat Islam Indonesia khusunya maupun
masyarakat Indonesia pada umumnya. Umat muslim tanah air juga perlu
mewaspadai tindakan-tindakan yang bersifat provokatif menyangkut kasus
dugaan penistaan agama.

Daftar Pustaka

https://internasional.kompas.com/read/2013/09/18/2150249/Ulama.Pakistan.Us

ulkan.Amandemen.UU.Anti-Penistaan.Agama

http://agil-asshofie.blogspot.co.id/2016/11/politisasi-agama-sumber-

perpecahan.html
http://ilhamhaudallybk.blogspot.com/2017/04/contoh-makalah-penistaan-

agama-kata.html

Mia Amalia SH, MH, Buku Panduan Sosiologi Hukum, hal 16

M. Budiaro, SH-K. Wantjik Saleh, SH, KUHP hal 53

Hasan Masri & Tim, 2008, Bunga Rampai Ajaran Islam. Dewan Dakwah Islamiyah

Indonesia,Jakarta, hlm 46

Anda mungkin juga menyukai