Hampir Jadi
Hampir Jadi
PENDAHULUAN
1 Riyadi, T dan Purwanto, T. 2013. Asuhan Keperawatn Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2 Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama
3 Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.
4 Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
5 Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Menurut World Health Organization (WHO)6, 25 % dari penduduk dunia pernah
mengalami masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya merupakan gangguan jiwa berat.
Di Indonesia rata-rata gangguan jiwa berat seperti halusinasi, ilusi, waham, kemampuan
berpikir, gangguan proses pikir serta tingkah laku yang aneh, misal nya agrevitas atau
katonik di setiap provinsi sebesar 14,3 % sedangkan di jawa tengah penderita gangguan
berat sebesar 2,3%. (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Center for Mental Health Services (CMHS) secara resmi mengakui keperawatan
jiwa salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan
pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik, teori kepribadian dan perilaku manusia
untuk mendapatkan kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktek keperawatan
(Stuart & Laria, 2006).7
Dimasa lalu gangguan jiwa di pandang sebagai kerasukan setan atau hukuman
karena pelanggaran sosial, agama atau norma sosial. Oleh sebab itu penderitadianiaya,
dihukum, dijauhi atau diejek masyarakat. Saat ini pandangan tentang gangguan jiwa
berubah . American Psychiatric Association menjelaskan bahwa gangguan jiwa sebagai
sindrom atau pola psikologis pola perilaku yang penting secara klinis, yang terjadi pada
individu dan sindrom itu di hubungkan dengan ada nya distres (misal nya gejala nyeri,
menyakitkan) atau disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu atau beberapa fungsi
penting) atau disertai peningkatan resiko secara bermagna untuk mati, sakit,
ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan (Notosoedirjo, Latipun dalam Prabowo,
2014 ).
6 World Health Organization. Mental Health Action Plan for 2013–2020. World Health Organization: Geneva, 2013. M
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/89966/1/9789241506021_eng.pdf
7 Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
b. Pengendalian dan integrasi pikiran dan tingkah laku
Pengendalian yang efektif merupakan salah satu tanda yang sangat pasti dari
kepribadian yang sehat. Tanpa pengendalian ini maka obsesi ide yang melekat
(pikiran yang tidak hilang), fobia, delusi, dan simtom-simtom lainnya mungkin
berkembang.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang menganggap individu sebagai
tantangan yang mengancam hidup/tantangan.
a. Kejadian yang menekan (Stressfull)
Terdapat tiga caradalam mengategorikan kejadian yang menekan kehidupan,
yaitu ;
Aktivitas sosial, meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial,
keuangan, krisis komunitas, keuangan dan aspek legal.
Lingkungan sosial, merupakan kejadian yang dijelaskan sebagai jalan
masuk dan jalan keluar individu dalam lingkunag sosial.
Keinginan sosial, adalah keinginan secara umum seperti pernikahan.
b. Ketegangan hidup
Ketegangan hidup dapat terjadi karena adanya stress yang meningkat karena
kondisi kronis atau disebabkan oleh konfil yang terjadi secara kontiyu.
e. Respons Sosial
Respons ini didasari pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti, atribut sosial, dan
perbandingan sosial.
Hans Selye (2011) melakukan riset terhadap dua respons fisiologis tubuh
terhadap stress yaitu;
Local Adaptation Syndrome (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stress. Respon
setempat ini biasanya berjangka pendek, termasuk pembekuan darah, dan
penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan sebagainya.
Berikut merupakan karakteristik LAS ;
Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem.
Respon bersifat adaptif dan memerlukan stressor untuk menstimulasinya.
Respon bersifat jangka pendek dan tidak terjadi secara kontinyu.
Respon berrsifat restorative.
General Adaptation Syndrome (GAS)
Merupaka respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress, yang
melibatkan sistem saraf otonom dan endokrin (neuroendokrin). GAS
terbagi menjadi 3 tahap, yaitu ;
1) Fase alarm (waspada)
Melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran
untuk menghadapi stresor. Terjadi reaksi psikologis fight or flight
dan reaksi fisiologis. Tanda-tanda fisik seperti curah jantung
meningkat, peredaran darah cepat, serta darah di perifer dan
gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ
tubuh terpengaruh, gejala stres memengaruhi denyut nadi,
ketegangatn otot, dan daya tahan tubuh menurun.
Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan
tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat pada meningkatnya
volume darah, yang pada akhirnya menyiapkan individu untuk
bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula
darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi keperluan adaptasi.
Teraktivasinya epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan
denyut jantung meningkat dan terjadi peningkatan aliran darah ke
otot. Selain itu, terjadi peningkatan pengambilan oksigen dan
meningkatnya kewaspadaan mental. Aktivitas hormonal yang luas ini
menyiapkan individu untuk melakukan "respons melawan atau
menghindar". Respons ini bisa berlangsung dari menit sampai jam.
Bila stresor masih menetap, maka individu akan masuk ke dalam fase
resistensi.
2) Fase resistence (resistensi/melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme
penanggulangan psikologi dan pemecahan masalah serta mengatur
strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis
sebelumnya pada keadaan normal, dan tubuh mencoba mengatasi
faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi, gejala stres akan
menurun dan tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut
jantung, tekanan darah, dan curah jantung. Hal tersebut terjadi karena
individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stresor, jika ini
berhasil tubuh akan memperbaiki sel- sel yang rusak. Bila gagal,
maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS,
yaitu fase kehabisan tenaga.
3) Fase exhauted (kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat
tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi untuk penyesuaian
telah terkuras, akibatnya timbul gejala penyesuaian diri terhadap
lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri
koroner, dan sebagainya. Bila usaha melawan tidak dapat lagi
diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Pada tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis,
akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres.
Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap stresor
inilah yang akan berdampak pada kematian.
Berdasarkan pemaparan diatas terdapat proses adaptasi dengan
indikator stress yang berbeda-beda ;
a. Adaptasi Fisiologis
Indikator fisiologis dari stres adalah objektif sch lebih mudah
didentifikasi dan secara umum dapat dia atau diukur. Namun,
indikator ini tidak setiap saar teramati pada setiap klien yang
mengalami stres. Tanda yang paling tampak adalah klien tampak
gelisah, dan tid ama ati mampu beristirahat dan berkonsentrasi.
Indikator dapar timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas
dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas
stresor yang diterima.
Indikator fisiologis dari berbagai sistem. Hubungan antara
stres psikologis dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh.
Penelitian menunjukkan bahwa stres mempengaruhi penyakit dan
pola penyakit Pada masa lalu, penyakit infeksi adalah penyebab
kematian paling utama. Akan tetapi, sejak ditemukannya antibiotik,
kondisi kehidupan dan pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat,
serta metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka
kematian. Saat ini, penyebab utama kematian adalah penyakit yang
mencakup stresor gaya hidup. Berikut adalah indikator stres
fisiologis;
Kenaikan tekanan darah.
Peningkatan ketegangan di leher, bahu, dan punggung.
Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasarn
Telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin.
Postur tubuh tidak tegap.
Keletihan.
Sakit kepala.
Gangguan lambung.
Suara yang bernada tinggi.
Mual, muntah, dan diare.
Perubahan nafsu makan.
Perubahan berat badan
Perubahan frekuensi berkemih.
Dilatasi pupil.
Gelisah, kesulitan tidur, atau sering terbangun saat tidur.
b. Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung
dengan mengamati perilaku klien. Stres mempengaruhi kesejahteraan
emosional dalam berbagai cara. Kepribadian individual mencakup
hubungan yang kompleks di antara banyak faktor membuat reaksi
terhadap stres yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa
gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu
dengan stresor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi
peran, konsep diri, dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari
tiga karakteristik kepribadian yang diduga menjadi media terhadap
stres. Wiebe dan Williams menjelaskan ketiga karakteristik tersebut
adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen
terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai
suatu untuk pertumbuhan (Nashir dan Abdul Muhith, 2011).
Indikator stres psikologis adalah sebagai berikut ;
Ansietas.
Depresi
Kepenatan.
Peningkatan pengunaan bahan kimia.
Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
Kelelahan mental.
Perasaan tidak adekuat.
Kehilangan harga diri.
Peningkatan kepekaan.
Kehilangan motivasi.
Ledakan emosional dan menangis.
Penurunan produktivias dan kualitas kineja pakerjaan.
Kecenderungan untuk membuat kesalahan (misaln penilaian
buruk).
Mudah lupa dan pikiran buntu.
Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
Preokupasi (misalnya mimpi siang hari). Ketidakmampuan
berkonsentrasi pada tugas.
Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit.
Letargi.
Kehilangan minat.
Rentan terhadap kepekaan
c. Adaptasi Perkembangan
Stres berkepanjangan dapat mengganggu atau meng- hambat
kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan. Dalam bentuk
ekstrem, stres yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di
rumah. Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati,
mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada
akhirnya lingkungan yang belajar respons koping adaptif yang sehat.
Berbeda dengan bayi, anak usia sekolah biasanya
mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai menya- dari bahwa
akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat
membantu mereka mencapai tujuan, dan harga diri berkembang
melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada
tahap ini, stres ditunjukkan oleh ketidakmampuan atau
ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
Sementara itu, remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang
kuat, tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman
sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat
menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan
diri terhadap stresor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial
sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos dalam
Nashir dan Abdul Muhith, 2011). Dewasa muda berada dalam
transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang
dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan
dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
1. Mekanisme Koping
Hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi tingkat stres merupakan bagian dari
koping. Koping adalah proses di mana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan
yang diterima antara keinginan (demand) dan pendapatan (resources) yang dinilai
dalam suatu keadaan yang penuh tekanan. Selain digunakan untuk memperbaiki atau
menguasai masalah, koping juga dapat membantu seseorang untuk mengubah
persepsinya atas ketidaksesuaian, menolerir atau menerima bahaya, juga melepaskan
diri atau menghindari situasi stres. Stres diatasi dengan kognitif dan behavioral
transactions melalui lingkungan.
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Nasir dan Muhith, 2011), dalam
melakukan koping, ada dua strategi yang bisa dilakukan.
a. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)
Problem focused coping adalah usaha mengatasi stres dengan cara mengatur
atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang
menyebabkan terjadinya tekanan. Koping ini ditujukan dengan mengurangi
demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk
mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode ini apabila mereka
percaya bahwa sumber atau demands dari situasinya dapat diubah. Stretegi yang
dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut;
Confrontative Coping, yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan
pengambilan resiko.
Seeking Social Support, yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan
emosional dan bantuan informasi dari orang lain.
Planful Problem Solving, yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap dan analitis.
b. Emotional Focused Coping
Emotional Focused Coping adalah usaha mengatasi stress dengan cara
mengatur respons emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak
yangakan ditimbulkan oleh suatu kondisi yang dianggap penuh tekanan. Strategi
yang digunakan dalam Emotional Focused Coping adalah sebagai berikut ;
Self-control, usaha untuk mengatur perasaan ketika mengahadapi situasi yang
menekan.
Distancing, usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar
dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan
yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon.
Positive reappraisal, usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat
semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah terjadi
karena pikiran dan tindakan sendiri. Namun strategi ini menjadi tidak baik bila
individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut.
Accepting responsibility, usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri
dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk
membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah
terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun, strategi ini menjadi
tidak baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah
tersebut.
Escape/Avoidance, usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari
situasi tersebut atau menghindari perilaku merokok, minum alcohol, dan
menggunakan NAPZA.
Individu menggunaka problem focused coping jika masalah yang mereka
hadapi dapat di kontrol. Sebaliknya, inidividu menggunakan emotion focused
coping dalam menghadapi masalah, jika masalah mereka sulit untuk di kontrol.
Taylor dalam Nasih dan Muhith (2011) mengungkapkan bahwa terkadang
inidividu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun
tidak semua strategi koping pasti digunakan oleh individu. Para peneliti
menemukan bahwa penggunaan strategi emotional focused coping oleh anak-anak
secara umum meningkat seiring bertambahnya usia mereka.
4.1 Kesimpulan
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang
terlihat dari huubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kestablian emosional.
Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat dipandang dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Faktor individual
Meliputi struktur biologis, ansietas, kekhawatiran danketakutan, ketidakharmonisan
dalam hidup, dan kehilangan arti hidup (Seaward, 1997).
2. Faktor interprsonal:
Meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atau
menarik diri dari hubungan, dan kehilangan kontrol emosional.
3. Faktor budaya dan sosial:
Meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal,
kemiskinan, dan diskriminasi seperti perbedaan ras, golongan, usia dan jenis kelamin.
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urband mental
health).
4.2 Saran
Berdasarkan hasil makalah yang telah diolah, maka penulis mempunyai beberapa saran
yang diharapkan dapat dipertimbangkan dan berguna bagi kita semua, yaitu:
1. Pengadaan klinik-klinik psikiatrik akan membantu mengatasi banyaknya masalah-
masalah kesehatan jiwa masyarakat.
2. Peran serta masyarakat akan sangat membantu dalam mengatasi masalah-masalah
kesehatan jiwa masyarakat.
3. Diharapkan kesehatan jiwa healthly people 2010 dapat mengurangi masalah-masalah
kesehatan jiwa yang dihadapi masyarakat.