Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


AKALASIA

KELAS A3 (A14)
ANGGOTA KELOMPOK 2:

Irsa Alfiani 131411131003


Natalia Haris Krisprimada 131411131021
Aviati Faradhika 131411131039
Diana Rachmawati 131411131060
Titin Paramida 131411131099
Elvanda Vandina R 131411133013
Faizah Maulidiyah 131411133019

Fasilitator :
Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.Adapun tujuan dibuatnya makalah
ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Pencernaan I.

Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan


serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bu Kristiawati, S. Kp., M. Kep., Sp. Kep. An.;

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi kami pada khususnya.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini,


oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami terima
dengan senang hati.

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2

1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 2

1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
2.1 Definisi .......................................................................................................... 4

2.2 Etiologi .......................................................................................................... 4

2.3 Patofisiologi................................................................................................... 4

2.4 Komplikasi .................................................................................................... 5

2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................... 6

2.6 Penatalaksanaan Medis.................................................................................. 6

2.6.1 Terapi farmakologis .............................................................................. 6

2.6.2 Intervensi bedah .................................................................................... 7

2.7 Prognosis ....................................................................................................... 7

2.8WOC ............................................................................................................. 10

BAB III ................................................................................................................. 11


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AKALASIA .............................. 11
3.1 Pengkajian ................................................................................................. 11

3.2 Analisa Data .............................................................................................. 12

3.3 Diagnosa .................................................................................................... 13

PENUTUP ............................................................................................................. 31

iii
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 31

4.2 Saran ............................................................................................................ 31

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akalasia merupakan suatu gangguan motilitas primer esofagus yang
ditandai oleh kegagalan sfingter esofagus bagian distal yang hipertonik untuk
berelaksasi pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristaltik
esofagus.Kelainan ini menyebabkan obstruksi fungsional dari batas esofagus dan
lambung.Akibatnya, makanan tidak dapat mmasuk melewati esofagus dan
selanjutnya timbul dilatasi esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan
komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis
akalasia dibagi menjadi akalasia primer dan sekunder yang dihubungkan dengan
etiologinya (Black & Jacobs, 1993).
Akalasia terjadi pada 1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan perbandingan
jenis kelamin antara pria dan wanita 1:1. Akalasia lebih sering ditemukan orang
dewasa berusia 20—60 tahun dan sedikit pada anak-anak dengan persentase
sekitar 5% dari total akalasia.
Ketidakmampuan relaksasi LES (lower esophageal sphincter) terjadi
akibat impuls saraf tidak bisa mencapai esofagus atau tidak ada regulasi dari
resertor simpatis (Black, 1997).Penyempitan dan relaksasi LES diregulasi oleh
neurotransmiter asetilkolin sebagai eksitasi (peningkat) dan nitrik oksida,
vasoaktif peptida intestinal sebagai inhibisi (penghambat).Individu dengan
akalasia mengalami kekurangan nanodrenergik, nonkolinergik, dan sel-sel
penghambat ganglionik disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmiter
peningkat dan penghambat.Kondisi ini akhirnya menghasilkan peningkatan
tekanan nonrelaksasi dari sfingter esofageal (De Giorgio, 1999).
Kegagalan relaksasi esofagus ini akan meningkatkan risiko makanan tidak
dapat melewati esofagus. Hal ini menyebabkan timbulnya dilatasi esophagus
dan juga akan menimbulkan gejala dan komplikasi yang bergantung dari berat
dan lamanya kelainan yang terjadi. Terjadinya akalasia karena adanya
gangguan peristaltik pada dua pertiga bagian bawah esofagus. Tegangan
sfingter bagian bawah lebih tinggi dan proses relaksasi pada gerakan menelan
tidak sempurna. Mengakibatkan esofagus bagian bawah mengalami dilatasi

1
hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah esofagus. Kondisi akalasia ini
memberikan berbagai manifestasi keluhan yang menimbulkan masalah
keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa definisi akalasia?
2) Bagaimana etiologi akalasia?
3) Bagaimana patofisiologi akalasia?
4) Bagaimana manifestasi klinis akalasia?
5) Bagaimana komplikasi, prognosis, dan penatalaksanaan pada klien dengan
akalasia?
6) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akalasia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Menjelaskan tentang konsep teori dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan akalasia.

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Mengetahui dan memahami definisi akalasia.
2) Mengetahui dan memahami etiologi akalasia.
3) Mengetahui dan memahami patofisiologi akalasia.
4) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis akalasia.
5) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada klien dengan
akalasia.
6) Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
akalasia.

1.4 Manfaat
1) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasienakalasia.
2) Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada klien
dengan akalasia.

2
3) Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan akalasia.
4) Memberikan informasi tentang penyakit akalasia, penyebab, manifestasi
klinis, serta cara perawatan dan pengobatannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Akalasia adalah gangguan yang ditandai dengan semakin meningkatnya
disfagia, dengan klien mengalami kesulitan pada saat menelan dan
mengekspresikan perasaan bahwa "ada sesuatu yang terjebak di tenggorokan."
Akalasia sering terjadi pada dekade ketiga sampai keempat kehidupan dan
muncul dengan insiden yang sama pada pria dan wanita (Black & Jacobs,
1993) .

2.2 Etiologi
Ahli menganggap ini merupakan disfungsi neuromuskuar dengan lesi
primer mungkin terletak di dinding esofagus, nervus vagus, atau batang otak
(Saunderlin, 1993). Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor gangguan
autoimun dan penyakit infeksi memunyai peran penting dalam terbentuknya
akalasia (Fisichella, 2009). Gangguan emosi dan trauma psikis dapat
menyebabkan bagian distal esofagus dalam keadaan kontraksi.Selain itu, juga
dapat disebabkan oleh karsinoma lambung yamg menginvasi esofagus,
penyinaran, serta toksin atau obat tertentu (Goyal, 2000).

2.3 Patofisiologi
Ketidakmampuan relaksasi LES (lower esophageal sphincter) terjadi
akibat impuls saraf tidak bisa mencapai esofagus atau tidak ada regulasi dari
resertor simpatis (Black, 1997).Penyempitan dan relaksasi LES diregulasi oleh
neurotransmiter asetilkolin sebagai eksitasi (peningkat) dan nitrik oksida,
vasoaktif peptida intestinal sebagai inhibisi (penghambat).Individu dengan
akalasia mengalami kekurangan nanodrenergik, nonkolinergik, dan sel-sel
penghambat ganglionik disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmiter
peningkat dan penghambat.Kondisi ini akhirnya menghasilkan peningkatan
tekanan nonrelaksasi dari sfingter esofageal (De Giorgio, 1999).
Kegagalan relaksasi esofagus ini akan meningkatkan risiko statis
makanan, yaitu keadaan dimana maakanan tidak dapat masuk ke dalam
lambung dan tetap berada di esofagus,dan selanjutnya timbul dilatasi esofagus.

4
Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi bergantung dari berat
dan lamanya kelainan yang terjadi. Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik
pada daerah dua pertiga bagian bawah esofagus. Tegangan sfingter bagian
bawah lebih tinggi dari normal dan proses relaksasi pada gerakan menelan
tidak sempurna. Akibatnya esofagus bagian bawah mengalami dilatasi hebat
dan makanan tertimbun di bagian bawah esofagus.Kondisi akalasia ini
memberikan berbagai manifestasi keluhan yang menimbulkan masalah
keperawatan.

2.4 Komplikasi
Akalasia dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi penyakit bila
tidak ditangani dengan benar dan cepat. Beberapa penyakit yang mampu
ditimbulkan sebagai efek samping akalasia ialah:
a. Obstruksi saluran pernafasan
Obstruksi saluran nafas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akibat sumbatan saluran napas
ini sering menyebabkan gagal napas.
b. Bronkhitis
Bronkhitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki.
Peradangan tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok atau
polusi udara (Samer Qarah, 2007). Definisi bronkhitis akut adalah
batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih tiga minggu.
Definisi bronkhitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari
selama 3 bulan dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-
turut.
c. Pneumonia aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh
terhirupnya bahan-bahan ke dalam saluran pernafasan.
d. Abses paru
Abses paru diartikan sebaggai kematianjaringan paru-pari dan
pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi
bakteri.
e. Divertikulum meckel

5
Divertikulum meckel adalah suatu kelainan bawaan, yang merupakan
suatu kantung (divertikula) yang menjulut dari dinding usus halus.
Divertikula bisa mengandung jaringan lambung maupun jaringan
pankreas.
f. Perforasi esophagus
Perforasi esofagus adalah pecahnya dinding esofagus karena muntah-
muntah. 90% penyebab ruptur esofagus adalah iatrogenik, yang
biasanya diakibatkan oleh instrumentasi medis seperti paraesophageal
endoskopi atau pembedahan dan 10% nya disebabkan oleh muntah-
muntah.

2.5 Manifestasi Klinis


Akalasia didahului oleh disfagia. Jadi, keduanya bisa terjadi secara
bersamaan.Makanan dan cairan tidak melewati wilayah LES. Pada tahap awal
dari akalasia, klien juga mungkin mengalami nyeri substernal karena spam dari
kerongkongan atau mungkin tidak dapat bersendawa. Klien dapat
memuntahkan makanan yang tidak tercerna beberapa jam sebelumnya serta
sejumlah besar lendir yang telah dirangsang oleh iritasi esofagus. Seiring
waktu berlalu, frekuensi dan tingkat keparahan dari gejala-gejala akalasia akan
semakin buruk jika dibiarkan. Infeksi saluran pernapasan atas, gangguan
emosi, makan berlebihan, dan kehamilan dapat memperburuk masalah (Black
& Jacobs, 1993).

2.6 Penatalaksanaan Medis

2.6.1 Terapi farmakologis


a. Pemberian penyekat saluran kalsium (calcium and channel
blocker) dan nitrat akan menurunkan tekanan pada LES, tetapi nilai
keefektifannya hanya berkisar 10% dari pasien dan biasanya
pemberian agen ini tidak dapat ditoleransi sebagai dasar
pengobatan (Sawyer, 2006).
b. Pemberian injeksi Botulinum toxin secara endoskopik mempunyai
nilai toleransi sekitar 30% dan memberikan efek terjadinya reaksi
inflamasi sehingga akan mempersulit intervensi bedah
(Gonlachanvit, 2001).

6
2.6.2 Intervensi bedah
a. Pneumatic dilatation.
Sebuah balon diinsersikan ke bagian bawah esophagus secara
endoskopik.Angka keberhasilan berkisar 70 – 80% dengan 5%
disertai perforasi. Jika perforasi terjadi, pembedahan darurat
diperlukan untuk menutup perforasi dengan cara miotomi (Black,
1997).
b. Heller’s myotomy
Intervensi ini merupakan intervensi yang paling efektif dilakukan
pada pasien akalasia. Faktor usia harus dipertimbangkan sebelum
pembedahan. Pembedahan dilakukan dengan metode laparoskopi.
Serabut otot pada bagian bawah esophagus dipisahkan secara
longitudinal sekitar 5 cm dan sekitar 1,5 cm di bawah lambung.
Angka keberhasilan intervensi ini mencapai 85 – 95%, tetapi
sekitar 10 – 15% masih menderita refluks (Fisichella, 2009).
c. Gastrotomi
Jika pasien tidak bisa menelan dalam waktu yang lama, maka
intervensi gastrotomi menjadi pilihan untuk menurunkan dampak
yang serius pada pasien. Pemasangan selang dilakukan oleh ahli
gastroenterologi dengan memasukkan selang melewati insisi
abdominal yang kemudian difiksasi dengan penampang silang
internal dan eksternal. Pada susunan selang terdapat klem yang
berguna untuk mengatur aliran yang akan masuk ke dalam
lambung (Black, 1997).

2.7 Prognosis
Akalaksia adalah salah satu penyakit yang mengganggu kerja sistem
pencernaan, penderita akan mengalami kesulitan pada proses menelan, dan
juga akan mengalami ketidakseimbangan nutrisi dalam tubuhnya.
Pengobatan untuk penyakit akalaksia bisa dengan menggunakan obat –
obatan medis, proses dilatasi, operasi (esophagektomi). Pasien dirawat di
rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah
kira-kira 2 minggu.

7
Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala
sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah
antara 10% dan 15%.Oleh karena keberhasilan yang sangat baik,
perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang
cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam
penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani
terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau
pengangkatan esofagus (misal: esofagektomi), serta botulinum toksin
yang bertujuan merealiksasikan otot dengan cara disuntikkan.Injeksi
diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai
penilaian terbatas dimana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak
merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini selanjutnya
turun menjadi 30% walaupun setelah beberapa kali penyuntikan dua
setengah tahun kemudian. Sebagai tambahan, terapi ini sering
menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal junction,
yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit.Terapi
ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa menjalani
dilatasi atau pembedahan.
Pneumatik dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama
bertahun-tahun.Suatu baton dikembangkan pada bagian
gastroesophageal junction yang bertujuan untuk merupturkan serat
otot, dan membuat mukosa menjadi intake. Persentase keberhasilan
awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50%
sepuluh tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi.
Rasio terjadinya perforasi sekitar 5%.
Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi
untuk penurunan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara
thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal
adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic
dilatation biasanya di terapi dengan miotomi Heller.

8
Apabila tidak segera diobati dapat menyebabkan komplikasi obstruksi
saluran pernapasan, bronkitis, pneumonia aspirasi, abses paru dan lain
sebagainnya.

9
2.8WOC
Disfungsi neuromuskular Gangguan Gangguan emosi,
dengan lesi primer autoimun dan gangguan psikis,
mungkin terletak di penyakit infeksi karsinoma lambung
dinding esofagus, nervus
vagus, atau batang otak
Kelemahan dan
kegagalan pada
Impuls saraf tidak bisa sfingter bawah
mencapai esofagus atau esofagus (LES) untuk
tidak ada regulasi dari melakukan relaksasi
reseptor simpatis LES
Intervensi Pneumatic
Akalasia esofagus dilatation Heller’s
dilatation,Gastronomi

Statis makanan
meningkat Prose- Port entree
Dilatasi esofagus dur luka
bedah pascaprose
dur bedah

Disfagia Peregagan Respon Risiko


Heartburn (pirosis dan saraf lokal psikologis infeksi
dinofagia)

MK: Nyeri Prosedur


MK: Kecemasan
Intake nutrisi tidak adekuat praoperasi
pemenuhan
informasi

MK: Risiko
MK: Risiko
injuri
ketidakseimbangan nutrisi Adanya selang
kurang dari kebutuhan pada abdomen

Peningkatan MK:
regurgitasi Gangguan
gambaran
diri

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AKALASIA

3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, usia, alamat, jenis kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa,
dan pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengalamai masalah saat makan atau minum.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah atau tidak mengalami masalah pencernaan
sebelumnya, riwayat MRS, riwayat penggunaan obat-obatan, dan
riwayat alergi.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Perawat perlu mengetahui rekam medis pasien dan gejala yang
sedang dialami pasien.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Ada atau tidaknya anggota keluarga lain yang menderita penyakit
yang sama.
e. Status nutrisi
Mengantisipasi adanya perubahan berat badan dan efek dari gejala
esophageal pada kebiasaan diet.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
Biasanya hygiene kepala tetap terjaga dan pada leher biasanya
tidak terdapat pembesaran kelenjar.
b. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, dan
palpebra tidak edema.
c. Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.

11
d. Mulut

Biasanya mukosa bibir kering dan kebershan mulut serta gigi tetap
terjaga.

e. Abdomen
 Inspeksi
- Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat,
kehitaman), elastisitasnya (menurun pada orang tua dan
dehidrasi). Kering (dehidrasi), lembab (asites).
- Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid
(cekung).
 Auskultasi
- Mendengarkan suara peristaltik usus
- Mendengarkan suara pembuluh darah
 Palpasi
Untuk mengetahui apakah ada kelainan seperti benjolan pada
bagian abdomen.
 Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaanabdomen
secara keseluruhan.
f. Ekstremitas
Biasanya tidak ada edema.

3.2 Analisa Data


a. Data subjektif:
1. Klien mengeluh sakit saat menelan.
2. Klien sering mengalami regurgitasi di malam hari.
3. Klien sering merasa mulas dan susah bersendawa.

b. Data objektif:

12
1. Ditemukan bayangan menonjol ke arah jantung pada pemeriksaan
foto thoraks AP. Pada foto lateral akan tampak adanya bayangan di
posterior jantung.
2. Pada pemeriksaan dengan esofagografi, esofagoskopi masih bisa
masuk ke dalam lambung dengan hambatan ringan, akan terlihat
dilatasi esofagus, mukosa lembek agak edema, tanda-tanda
esofagitis dan penutupan sfingter esofagus distal.
3. Pada pemeriksaan manometer, tekanan darah sfingter esofagus
menguat dua kali dari normal akibat dilatasi dan retensi makanan
setelah pasien menelan.

3.3 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esofagus, respons
pembedahan.
Tujuan: Dalam waktu 1×24 jam respons pascaoperasi dan tingkat
nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau teradaptasi.
- Pasien mampu melakukan manajemen nyeri nonfarmakalogik
apabila sensasi nyeri muncul.
- TTV dalam batas normal.
- Skala nyeri 0—1 (0—4).
- Ekspresi pasien relaks dan mampu melakukan mobilitas ringan
dengan nyeri yang terkontrol.

Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan


tindakan pereda nyeri nonfarmakologi relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
dan noninvasif. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri


keperawatan:

13
 Istirahatkan pasien pada saat nyeri Istirahat secara fisiologis akan
muncul menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.

 Monitor kondisi kepatenan selang Adanya gangguan pada kepatenan dari


gastrotomi, adanya komplikasi selang dan komplikasi pascaoperasi
bedah seperti refluks esofageal, akan memberikan stimulus nyeri yang
perforasi, dan infeksi luka perlu perawat perhatikan. Perawat
gastrotomi. mengkaji ulang respons yang bisa
menimbulkan rasa nyeri pada pasien
merupakan tanda yang lebih berbahaya
agar bisa secepatnya melakukan
kolaborasi dengan tim medis untuk
intervensi selanjutnya.

 Ajarkan teknik relaksasi pernapasan Meningkatkan intake oksigen sehingga


dalam pada saat nyeri muncul. akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia intestinal.

 Ajarkan teknik distraksi pada saat Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


nyeri. menurunkan stimulus internal.

2. Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan.
Tujuan: Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi; terjadi
perbaikan pada integritas jaringan lunak.

Kriteria evaluasi: Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-
tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit
dalam batas normal, TTV dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari Mengidentifikasi kemajuan atau

14
pembedahan, dan apakah ada order penyimpangan dari tijuan yang
khusus dari tim dokter bedah dalam diharapkan.
melakukan perawatan luka.
Lakukan perawatan luka:
 Lakukan perawatan luka steril Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
pada hari ke-3 operasi dan hari dengan tujuan menurunkan kontak
diulang setiap 2 hari sekali. tindakan dengan luka yang dalam
kondisi steril sehingga mencegah
kontaminasi kuman ke luka bedah.

 Bersihkan luka dan drainase Pembersihan debris (sisa fagositosis,


dengan cairan antiseptik jenis jaringan mati) dan kuman sekitar luka
iodine providum dengan cara dengan mengoptimalkan kelebihan dari
swabbing dari arah dalam ke iodine providum sebagai antiseptik dan
luar. dengan arah dari dalam ke luar dapat
mencegah kontaminasi kuman ke
jaringan luka.

 Bersihkan bekas sisa iodin Antiseptik iodin providum mempunyai


providum dengan alcohol 70% kelemahan dalam menurunkan proses
atau normal salin dengan epitelisasi jaringan sehingga
caraswabbing dari arah dalam ke memperlambat pertumbuhan luka,
luar. maka harus dibersihkan dengan
alkohol atau normal salin.

 Tutup luka penampang Penutupan secara menyeluruh dapat


dan
eksternal dengan kasa steril dan menghindari kontaminasi dari benda
tutup dengan plester adhesif atau udara yang bersentuhan dengan
yang menyeluruh menutupi kasa. luka bedah.
Kaji kondisi selang gastrotomi dan Selang gastrotomi merupakan benda
laporkan pada ahli bedah apabila asing yang harus disingkirkan oleh

15
ditemukan tanda-tanda infeksi pada tubuh. Adanya respons peradangan
sekitar area insersi. lokal akan mengganggu kondisi selang
dan memerlukan intervensi dari ahli
bedah.
Kolaborasi penggunaan antibiotik. Antibiotik injeksi diberikan selama tiga
hari pasca bedah yang kemudian
dilanjutkan antibiotik oral sampai
jahitan dilepas. Peran perawat
mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotik, serta memberikan
antibiotik sesuai pesanan dokter.

3. Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi.


Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan
rasa cemas berkurang.
Kriteria evaluasi:
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan
masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi
yang dihadapi.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah
standar; pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
Monitor respon fisik, seperti: Digunakan dalam mengevaluasi
kelemahan, perubahan tanda vital, dan derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi,
gerakan yang berulang-ulang. Catat khususnya ketika melakukan
kesesuaian renspons verbal dan komunikasi verbal.
nonverbal selama komunikasi.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk Memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan berkonsentrasi, kejelasan dari rasa
rasa takutnya. takut, dan mengurangi cemas yang

16
berlebihan.
Catat reaksi dari pasien/keluarga. Anggota keluarga dengan responsnya
Berikan kesempatan untuk pada apa yang terjadi dan
mendiskusikan kecemasannya dapat disampaikan
perasaannya/konsentrasinya, dan kepada pasien.
harapan masa depan.

4. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d. adanya selang pada


abdomen pasca gastrotomi.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi peningkatan gammbaran diri.
Pasien dapat mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk
persepsi negatif pada diri sendiri.

Kriteria evaluasi:
- Pasien merasa harga dirinya naik, menggunakan koping yang
adaptif dan menyadari dapat mengontrol perasaannya.
- Menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai
bukti dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi
positif dengan orang lain.
- Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang perubahan peran
yang telah terjadi.
- Mulai megembangkan rencana untuk perubahan pola hidup.
- Berpartisipasi dalam tim sebagai upaya melaksanakan
rehabilitasi.
Intervensi Rasional
Bina hubungan saling percaya dan Kesadaran diri sangat diperlukan dalam
keterbukaan. membina hubungan terapeutik perawat–
pasien.
Kaji perasaan pasien saat ini. Membantu perawat dalam
mengidentifikasi tingkat perasaan dari
pasien.
Eksplorasi respons koping adaptif dan Respons koping adaptif sangat

17
maladaptif terhadap masalahnya. dibutuhkan dalam penyelesaian
masalah secara konstruktif.
Buat perencanaan yang realistik. Pasien membutuhkan bantuan perawat
untuk mengatasi permasalahannya
dengan cara menentukan perencanaan
yang realistik.
Bantu pasien untuk melakukan tindakan Penggunaan koping dan adaptif
yang penting untuk mengubah respons membantu dalam proses penyelesaian
maladaptif dan mempertahankan masalah klien.
respons koping yang adaptif.
Hadirkan individu yang pernah atau Berbicara dengan orang yang telah
sedang mendapat intervensi gastrotomi. mengalami gastrotomi dapat membantu
pasien untuk menerima perubahan yang
dialami.
Diskusikan secara perlahan kondisi Diskusi yang tenang mengenai tujuan
gastrotomi pada saat pemberian dan rutinitas pemberian makan melalui
makanan. gastrotomi dapat membantu
mempertahankan gastrotomi sebagai
sesuatu yang wajar.
Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, Pasien dapat mengalami depresi cepat
depresi, marah. setelah menerima informasi menderita
kanker mulut dan menyangkal.
Penerimaan perubahan tidak dapat
dipaksakan dan proses kehilangan
membutuhkan waktu untuk membaik.
Beri dukungan psikologis. Bentuk dukungan psikologis dapat
mempererat hubungan perawat dan
pasien dengan permasalahan yang
sedang dihadapinya.

5. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya


intake makanan yang adekuat.

18
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
akan terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
- Nafsu makan meningkat
- Berat badan normal ataau ideal
- Tidak ada tanda malnutrisi
Intervensi Rasional
Intervensi pascabedah Heller’s
dilatation:
 Batasi intake oral selama 24—48 Dalam waktu 24—48 jam pasien
jam setelah pembedahan. Bila tidak dievaluasi atas keberhasilan
ada gejala kebocoran, diet diberikan pembedahan. Intake oral yang diberikan
sesuai tingkat toleransi. sebelum 48 jam akan
menggangguevaluasi adanya kebocoran
pada insisi pascaoperasi yang akan
meningkatkan risiko sepsis yang
berbahaya.
Pasien mendapat nutrisi dengan cara
intravena dan peran perawat
mendokumentasikan jumlah dan jenis
nutrisi yang masuk dan jumlah yang
keluar.
Pemasangan selang nasogastrik
dilakukan sebelum pembedahan dan
dipertahankan pada saat pascaoperasi.
Apabila tidak ada kebocoran
pascabedah, pemberian diet cair
melewati selang nasogastrik dilakukan.

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang Komposisi dan jenis diet diberikan
jenis dan komposisi diet. sesuai tingkat toleransi individu.
Intervensi pascaoperasi gastrotomi:

19
 Beri cairan via selang, segera setelah Cairan mengandung nutrisi pertama kali
pembedahan. segera setelah pembedahan dan
biasanya mengandung air hangat dan
glukosa 10%. Pada awalnya hanya 30
sampai 60 ml (1 sampai 2 ons)
diberikan sekaligus, tetapi secara
bertahap jumlahnya ditambah. Pada hari
kedua, dari 180 sampai 240 ml (6
sampai 8 ons) dapat diberikan
sekaligus, diberikan sesuai toleransi dan
tidak terjadi kebocoran cairan di sekitar
selang (Smeltzer, 2002).

Pada periode awal pascaoperasi,


 Lakukan aspirasi lambung. perawat mengaspirasi sekresi lambung
dan memasukkannya kembali setelah
makanan ditamabahkan untuk
memberikan volume total yang
diinginkan. Denan metode ini, dilatasi
lambung dapat diatasi.

 Beri makanan halus atau makanan Makanan halus secara bertahap


cair secara bertahap dan dicampur dicampur dengan cairan jernih sampai
dengan air. diet penuh tercapai. Makanan bubuk
yang mudah dilarutkan tersedia secara
komersial. Makanan halus dapat
memenuhi diet normal, yang dapat
dimakan melalui selang. Pasien yang
khusus menerima makanan yanf
diblender melalui selang tidak dipaksa
untuk mengikuti pola diet normal, yang
secara psikologis lebih dapat diterima.

20
Selain itu, fungsi defekasi normal
ditingkatkan melalui kandungan serat
dan residu yang serupa pada diet
normal. Masukan susu dihindari pada
pasien dengan defisiensi laktosa.

 Atur posisi duduk dan lakukan Meningkatkan efektivitas asupan nutrisi


optimalisasi gravitasi pada saat dan meningkatkan penerimaan dari
memberikan makanan cair. lambung.
Timbang berat badan tiap hari dan catat Intervensi untuk evaluasi terhadap
pertambahannya. intervensi keperawatan yang telah
diberikan.

6. Risiko injuri b.d. pasca-prosedur dilatasi pneumatik, bedah Heller’s


dilatation, gastrotomi
Tujuan: Dala waktu 3 × 24 jam pasca-intervensi pneumatik, bedah
Heller’s dilatation, dan gastrotomi pasien tidak mengalami injuri.

Kriteria evaluasi:
- TTV dalam batas normal.
- Kondisi kepatenan selang nutrisi optimal.
- Tidak terjadi perforasi, infeksi pada insisi gastrotomi, apabila
didapatkan dapat diatasi dengan berkolaborasi dengan tim medis.

Intervensi Rasional
Intervensi pasca-intervensi dilatasi
pneumatik:
 Monitor kondisi fungisional Akalasia dapat diobati secara
gastrointestinal. konservatif dengan meregangkan area
esofagus yang menyempit disertai
dilatasi pneumatik. Perforasi adalah
komplikasi risiko yang menyebabkan

21
gangguan fungsi gastrointestinal, jaddi
harus dikaji oleh perawat pasca-dilatasi
pneumatik, melipiti adanya perubahan
TTV, nyeri tekan abdomen, dan
hipertermi.

 Laporkan pada ahli gastroenterologi Angka terjadinya perforasi pada


apabila didapatkan ada gejala intervensi dilatasi pneumatik bekisar
perforasi 5% (Fisichella, 2008) sehingga
diperlukan tindakan kolaborasi dengan
deteksi awal untuk mencegah kndisi
sepsis yang membahayakan.

22
Contoh Kasus pada Pasien dengan Gangguan Akalasia

1. Kasus :

Ny. Sari (50 tahun) dengan berat badan 55 kg dan tinggi badan
160 cm mengeluh kesulitan menelan, baik air maupun makanan padat.
Selain itu, Ny. Sari juga mengeluh nyeri pada bagian dada. Beliau merasa
cemas karena beberapa kali muntah sejak tiga hari terakhir, sehingga berat
badan menurun.

2. Pengkajian :
a. Identitas pasien
Nama : Ny. Sari
Usia : 50 tahun
Alamat : Surabaya
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Pasien mengalamai masalah saat makan atau minum.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mengalami masalah gangguan makan dan
minum sebelumnya.
 Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh kesulitan menelan dan nyeri pada bagian dada.
 Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang
sama.
 Status nutrisi

23
Kebutuhan nutrisi tidak adekuat karena pasien beberapa kali
muntah.

c. Pemeriksaan fisik
 Kepala dan leher
Tidak terjadi pembesaran.
 Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, dan palpebra tidak
edema.
 Hidung
Tidak ditemukan kelainan.
 Mulut
Mukosa bibir kering.
 Abdomen
o Inspeksi : Cekung .
o Auskultasi : Tidak ada kelianan.
o Palpasi : Hepar tidak teraba.
o Perkusi : Tympani (normal).
 Ekstremitas
Tidak ada edema.
3. Analisa data
No. Data Fokus Etiologi Masalah
1 DO: - Disfungsi neuromuskular dengan lesi Nyeri
DS: pasien mengeluh primer mungkin terletak di dinding
nyeri pada dada esofagus, nervus vagus, atau batang
otak

Impuls saraf tidak mencapai
esofagus

Kegagalan sfingter melakukan
relaksasi

24

Dilatasi esofagus

Peregangan saraf lokal

Nyeri
2 DO : Disfungsi neuromuskular dengan lesi Ketidakseimbangan
 BB : 55 kg primer mungkin terletak di dinding nutrisi kurang dari
 TB : 160 kg esofagus, nervus vagus, atau batang kebutuhan
DS : otak
 Saat ini klien 
mengeluh sulit Otot 2/3 bagian bawah esophagus
menelan dan tidak berkontraksi secara normal
muntah beberapa 
kali sejak tiga hari Peristaltik tidak terjadi
terakhir. 
Makanan tidak terdorong ke dalam
lambung

Tidak ada nutrisi yang masuk ke
lambung

Metabolisme terus berlangsung

Tubuh memecah cadangan makanan

Berat badan turun

Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan
3 DO: Gangguan emosi, gangguan psikis Kecemasan
DS: pasien merasa  pemenuhan

25
cemas karena sering Kegagalan sfingter melakukan informasi
muntah. relaksasi

Dilatasi esofagus

Respon psikologis

Kecemasan pemenuhan informasi

4. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan Jelaskan dan bantu pasien Pendekatan dengan
dengan iritasi mukosa dengan tindakan pereda menggunakan relaksasi dan
esofagus, respons nyeri nonfarmakologi dan nonfarmakologi lainnya telah
pembedahan. noninvasif. menunjukkan keefektifan
Tujuan: Dalam waktu dalam mengurangi nyeri.
1×24 jam respons
pascaoperasi dan
tingkat nyeri
berkurang atau
teradaptasi. Lakukan manajemen nyeri Istirahat secara fisiologis
Kriteria evaluasi: keperawatan: akan menurunkan kebutuhan
- Secara subjektif  Istirahatkan pasien oksigen yang diperlukan
melaporkan nyeri pada saat nyeri untuk memenuhi kebutuhan
berkurang atau muncul metabolisme basal.
teradaptasi.
- Pasien mampu
melakukan
manajemen nyeri
nonfarmakalogik
apabila sensasi

26
nyeri muncul.  Monitor kondisi Adanya gangguan pada
- TTV dalam batas kepatenan selang kepatenan dari selang dan
normal. gastrotomi, adanya komplikasi pascaoperasi akan
- Skala nyeri 0—1 komplikasi bedah memberikan stimulus nyeri
(0—4). seperti refluks yang perlu perawat
- Ekspresi pasien esofageal, perforasi, perhatikan. Perawat mengkaji
relaks dan mampu dan infeksi luka ulang respons yang bisa
melakukan gastrotomi. menimbulkan rasa nyeri pada
mobilitas ringan pasien merupakan tanda yang
dengan nyeri yang lebih berbahaya agar bisa
terkontrol. secepatnya melakukan
kolaborasi dengan tim medis
untuk intervensi selanjutnya.

Meningkatkan intake oksigen


 Ajarkan teknik
sehingga akan menurunkan
relaksasi pernapasan
nyeri sekunder dari iskemia
dalam pada saat nyeri
intestinal.
muncul.

 Ajarkan teknik Distraksi (pengalihan

distraksi pada saat perhatian) dapat menurunkan


nyeri. stimulus
internal.
2. Risiko tinggi nutrisi  Kolaborasi dengan Pada periode awal
kurang dari kebutuhan ahli gizi tentang jenis pascaoperasi, perawat
tubuh b.d kurangnya dan komposisi diet. mengaspirasi sekresi lambung
intake makanan yang dan memasukkannya kembali
adekuat setelah makanan
Tujuan: Setelah  Lakukan aspirasi ditamabahkan untuk
dilakukan tindakan lambung. memberikan volume total
keperawatan yang diinginkan. Denan
diharapkan nutrisi metode ini, dilatasi lambung

27
akan terpenuhi. dapat diatasi.
Kriteria evaluasi:
- Nafsu makan
meningkat
- Berat badan  Beri makanan halus Makanan halus secara
normal ataau atau makanan cair bertahap dicampur dengan
ideal secara bertahap dan cairan jernih sampai diet
- Tidak ada tanda dicampur dengan air. penuh tercapai. Makanan
malnutrisi bubuk yang mudah dilarutkan
tersedia secara komersial.
Makanan halus dapat
memenuhi diet normal, yang
dapat dimakan melalui
selang. Pasien yang khusus
menerima makanan yanf
diblender melalui selang tidak
dipaksa untuk mengikuti pola
diet normal, yang secara
psikologis lebih dapat
diterima. Selain itu, fungsi
defekasi normal ditingkatkan
melalui kandungan serat dan
 Atur posisi duduk dan residu yang serupa pada diet
lakukan optimalisasi normal. Masukan susu
gravitasi pada saat dihindari pada pasien dengan
memberikan makanan defisiensi laktosa.
cair.
 Timbang berat badan Meningkatkan efektivitas
tiap hari dan catat asupan nutrisi dan
pertambahannya. meningkatkan penerimaan
dari lambung.
Intervensi untuk evaluasi

28
terhadap intervensi
keperawatan yang telah
diberikan.
3. Kecemasan b.d.  Monitor respon fisik, Digunakan dalam
prognosis penyakit, seperti: kelemahan, mengevaluasi derajat/tingkat
misinterpretasi perubahan tanda vital, kesadaran/konsentrasi,
informasi. dan gerakan yang khususnya ketika melakukan
Tujuan: Dalam waktu berulang-ulang. Catat komunikasi verbal.
2 x 24 jam pasien kesesuaian renspons
secara subjektif verbal dan nonverbal
melaporkan rasa selama komunikasi.
cemas berkurang.  Anjurkan pasien dan Memberikan kesempatan
Kriteria evaluasi: keluarga untuk untuk berkonsentrasi,
- Pasien mampu mengungkapkan dan kejelasan dari rasa takut, dan
mengungkapkan mengekspresikan rasa mengurangi cemas yang
perasaannya takutnya. berlebihan.
kepada perawat.  Catat reaksi dari Anggota keluarga dengan
- Pasien dapat pasien/keluarga. responsnya pada apa yang
mendemonstrasik Berikan kesempatan terjadi dan kecemasannya
an keterampilan untuk mendiskusikan dapat disampaikan kepada
pemecahan perasaannya/konsentras pasien.
masalahnya dan inya, dan harapan masa
perubahan koping depan.
yang digunakan
sesuai situasi
yang dihadapi.
- Pasien dapat
mencatat
penurunan
kecemasan/ketak
utan di bawah
standar; pasien

29
dapat rileks dan
tidur/istirahat
dengan baik.

30
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Akalasia adalah gangguan yang ditandai dengan semakin meningkatnya
disfagia, dengan klien mengalami kesulitan pada saat menelan dan
mengekspresikan perasaan bahwa "ada sesuatu yang terjebak di tenggorokan."
Akalasia sering terjadi pada dekade ketiga sampai keempat kehidupan dan
muncul dengan insiden yang sama pada pria dan wanita .Ahli menganggap ini
merupakan disfungsi neuromuskuar dengan lesi primer mungkin terletak di
dinding esofagus, nervus vagus, atau batang otak (Saunderlin, 1993).
Kegagalan relaksasi esofagus ini akan meningkatkan risiko makanan tidak
dapat melewati esofagus. Hal ini menyebabkan timbulnya dilatasi esophagus
dan juga akan menimbulkan gejala dan komplikasi yang bergantung dari berat
dan lamanya kelainan yang terjadi. Terjadinya akalasia karena adanya
gangguan peristaltik pada dua pertiga bagian bawah esofagus. Tegangan
sfingter bagian bawah lebih tinggi dan proses relaksasi pada gerakan menelan
tidak sempurna. Mengakibatkan esofagus bagian bawah mengalami dilatasi
hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah esofagus. Kondisi akalasia ini
memberikan berbagai manifestasi keluhan yang menimbulkan masalah
keperawatan. Gejala awal akalasia adalah disfagia. Makanan dan cairan tidak
melewati wilayah LES. Pada tahap awal dari akalasia, klien juga mungkin
mengalami nyeri substernal karena spam dari kerongkongan atau mungkin
tidak dapat bersendawa. Penatalaksanaan pada pasien akalasia dapat melalui 2
caraterapi farmakologis dan intervensi bedah.

4.2 Saran
Kerja sama dengan anggota keluarga terdekat untuk mempersiapkan
perawatan lanjut dirumah. Pemilihan makanan juga harus disesuaikan dengan
kemampuan menelan pasien.Oleh karena itu kerjasama dengan ahli gizi
sangat penting untuk pemilihan dan pemberian makanan yang sesuai dengan

31
kesehatan pasien akalasia.Frekuensi pemberian makanan pada pasien pun
berbeda dengan orang normal.Karena kemampuan pasien belum optimal,
asupan makanan pun belun adekuat.Untuk itu frekuensi pemberian makanan
dibuta sesering mungkin dengan porsi disesuaikan dengan kemampuan
pasien.

32
Daftar Pustaka

Black, Joice M & Esther Matassarin-Jacobs.(1993).Medical-Surgical Nursing: A


Psychophysiologic Approach fourth edition.Philadelphia: W.B. Saunders.

Carpenito, Lynda Juall & Moyet. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
edisi 13. Jakarta. EGC.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definition & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.

Muttaqin, Arief & Kumala Sari. (2011). Gangguan Gastrointestinal: aplikasi


Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arief. (2010). Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik.


Jakarta: Salemba Medika.

Scanlon Valerie. C & Tina Sander. (2007). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi
Ed.3. Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai