Anda di halaman 1dari 2

Nama : Shofriya Qonitatin Abidah

Nim : 8111416337
Mata Kuliah Antropologi

Kasus Dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani dalam kasus malapraktik terhadap korban
Julia Fransiska Makatey

Karena diduga melakukan malpraktek ketika melakukan persalinan terhadap


pasiennya, dr Ayu diperkarakan di Pengadilan Negeri Manado. Di tingkat pertama, dr. Ayu
diputus bebas murni karena dia tidak terbukti melakukan malpraktek. Namun, di tingkat
Kasasi, dr spesialis kandungan ini di dakwa 10 bulan penjara. Banyak rekan sejawatnya yang
menolak putusan kasasi tersebut. Dokter yang sedang menempuh spesialis ini juga mendapat
dukungan dari Majelis Kehormatan Etika Profesi Kedokteran (MKEK). Menurut Majelis
Kehormatan Etika Profesi Kedokteran, dr ayu telah menangani pasien sesuai prosedur dan
tidak ditemukannya kelalaian dalam melakukan operasi pada pasien.

Kronologi ceritanya adalah, pada bulan April 2010, seorang pasien yang sedang hamil
masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan dari puskesmas. Pasien tersebut didiagnosis
akan melahirkan dalam beberapa jam kemudian. Setelah delapan jam masuk tahap persalinan,
tidak ada kemajuan dan ada tanda-tanda gawat janin. Sehingga tim dokter waktu itu
memutuskan untuk melakukan operasi caesar. Saat operasi berlangsung, pasien tersebut
mengalami penyumbatan atau emboli yang menurut beberapa ahli, emboli tersebut memang
susah diprediksi kemunculannya. Sehingga tidak terdapat unsur kelalaian yang dilakukan oleh
tim dokter tersebut. Menurut dokter saksi, penanganan yang dilakukan oleh dr Ayu sudah
tepat dan sesuai prosedur. Namun, kemunculan emboli tersebut tidak terduga dan menjadi
penyebab meninggalnya pasien tersebut. Merasa ada kejanggalan, keluarga Julia melapor ke
polisi. Mereka beralasan Julia tidak mendapatkan penanganan yang seharusnya. Dokter
dituding melakukan pembiaran karena tidak segera menangani Julia.

Kasus tersebut diproses polisi. 8 Bulan kemudian, atau Desember 2010, dr Ayu datang
ke keluarga Julia sebagai bentuk empati. Bersama tim medis, ia meminta pihak keluarga Julia
menandatangani surat agar tidak melanjutkan kasusnya, tapi keluarga menolak. Dugaan
malpraktik itu bergulir dari polisi ke kejaksaan dan akhirnya ke pengadilan. Pada 15
September 2011, hakim Pengadilan Negeri Manado menuntut dr Ayu, dr Hendry Siagian, dan
dr Hendry Simanjuntak dengan 10 bulan penjara. Namun di akhir sidang, ketiganya divonis
bebas. Oleh hakim, kematian Julia disimpulkan karena gangguan di peredaran darah pasca
kelahiran. Jaksa tidak terima atas vonis itu. Mereka mengajukan kasasi ke MA dan
dikabulkan. Pada 18 September 2012, dr Ayu dan koleganya ditetapkan sebagai Daftar
Pencarian Orang (DPO).

Tidak terima dengan keputusan hakin di Pengadilan Negeri, dilanjutkanlah ke pihak


kassi Atas putusan MA, dr Ayu ditangkap di tempat praktiknya, RSIA Permata Hati,
Balikpapan, Kaltim, Jumat, 8 Nopember 2013 lalu. Ia dibawa ke Manado dan dijebloskan ke
Rutan Malendeng. Eksekusi putusan MA ini memicu aksi dokter di sejumlah daerah. Kasus
tersebut dikhawatirkan membuat dokter ragu atau tidak bisa mengambil keputusan darurat
saat menangani pasien. Pada hari Senin (25,November 2013), satu kolega dr Ayu, dr Hendry
Simanjuntak, ditangkap di Medan Sumatera Utara. Ia menyusul dr Ayu, ditempatkan di Rutan
Malendeng. Kini hanya tersisa dr Hendry Siagian yang masih buron.
Pendapat Pribadi

Definisi malpraktek medis “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar
telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata
akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan risiko yang melekat
terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi
teraputik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya
(inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).

Apabila berdasarkan cerita kronologi diatas, kejadian tersebut murni diluar kendali
para dokter. Lebih lanjut dijelaskan secara medis: Emboli adalah obstruksi pembuluh darah
oleh badan materi yang tidak larut. Konsdisi ini biasanya disebabkan oleh trombus (bekuan),
tetapi penyebab lainya bisa termasuk sel kanker, lemak, cairan amnion, gas, bakteri, dan
parasit. Emboli yang lebih jarang terjadi, seperti emboli lemak, dapat terjadi setelah fraktur
tulang panjang, udara dapat masuk sirkulasi melalui luka yang menembus dada atau saat
pembedahan, dan cairan amnion saat persalinan. Emboli Arteri berasal dari sisi kiri jantung
atau dari penyakit arteri dan dapat berjalan ke berbagai area termasuk otak, usus, atau
ekstrmitas; pengaruh yang ditimbulkan bergantung pada ukuran pembuluh darah dan area
yang terkena (misal: gangren pada ekstremitas atau suatu bagian usus)

Jika dikaitkan dengan persfektif hukum di Indonesia Pekerjaan profesi bagi setiap
kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan
keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di
atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.
Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan
kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika kelalaian
dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim
dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter
tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana. Dalam Kitab-Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya
nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun”.

Menurut pendapat saya, kurang tepat apabila dr Ayu dipidanakan karena sesuatu yang
terjadi diluar kehendaknya. Memang dari segi hukum terpandang sudah memenuhi unsur
yang mengakibatkan tindak pidana, namun dari kronologi diatas tidak ada unsur kesengajaan
maupun kelalaian pun yang di lakukan oleh Dokter Ayu dan Tim, jika dilihat dengan jeli
bahwa pasien tersebut juga sudah mempunyai penyakit yang sebelumnya belom terdeteksi
oleh medis. sehingga didalam etika profesi kedokteran, perjanjian dokter dengan pasien
adalah prosesnya, bukan hasilnya. Dokter hanya bisa berusaha semaksimal mungkin dalam
mengobati pasien. Tentu setiap dokter ingin pasiennya bisa tertolong atau sembuh dari
penyakitnya. Karena itu akan menjadi kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi setiap dokter.
Namun, apabila hasilnya lain, itu sudah menjadi kehendak Tuhan. Manusia hanya bisa
berusaha dan berdoa.

Anda mungkin juga menyukai