Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

ANALISIS OBAT DALAM DARAH

Tanggal Praktikum : Selasa, 1 November 2016

Disusun oleh :
Kelompok 7

Andrian Yanuar Senjaya 1406545030


Dini Maulidina 1406557705
Gya Givana 1406545163
Rahma Sukmawati 1406564261
Sasmita Retno Sari 1406544753

Responser : Santi Purna Sari, M.Si., Apt.

Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia
Depok

2016
I. TUJUAN PERCOBAAN
 Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar Parasetamol dalam darah
 Mahasiswa mampu menetapkan parameter farmakokinetika berdasarkan hasil
penetapan kadar parasetamol dalam darah

II. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi
dengan reseptor, tempat aksi atau sel target dengan kadar yang cukup tinggi. Sebelum
mencapai reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses farmakokinetik. Fasa
farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorbsi
molekul obat yang menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam
cairan darah yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah
fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, yang
menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berada.
Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah:

a. Sistem cairan tubuh, seperti: cairan intrasel, eksternal (plasmadarah, cairan


interstisial, cairan cerebrospinal) dan berbagai fasalipofil dalam tubuh.
b. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin
dapat mengikt obat.
c. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan
waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan
kinetika obat.
d. Dosis sediaan obat, transportantar kompartemen seperti proses absorbs,
bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh.

Konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan farmakokinetik suatu


individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam sampel biologi seperti air
susu, saliva, plasma dan urin. Sensitivitas, akurasi, dan presisi dari metode analisis
harus ada untuk pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu
metode penetapan kadar secara umum perlu divalidasi sehingga informasi yang akurat
didapatkan untuk monitoring farmakokinetik dan klinik.
Pengukuran konsentrasi obat didarah, serum atau plasma adalah pendekatan
secara langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat tubuh. Darah
mengandung elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keeping darah
dan protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan
untuk pengukuran obat. Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum
diambil dari supernatant setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatant darah
yang disentrifugasi dengan ditambahkan heparin. Oleh karena itu, serum dan plasma
tidak sama. Plasma mengalir keseluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler
darah. Dengan berasumsi bahwa obat diplasma dalam kesetimbangan equilibrium
dengan jaringan, perubahan konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan
konsentrasi obat di jaringan.
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam
farmakokinetik yang digunakan sebagai parameter-parameter, antara lain yaitu:
1. Tetapan laju invasi atau tetapan absorpsi.
2. Volume distribusi menghubungkan jumlah obat didalam tubuh dengan konsentrasi
obat (C) di dalam darah atau plasma.
3. Ikatan protein.
4. Laju eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t ½ ).
5. Bersihan (Clearance)
6. Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC),
7. Ketersediaan hayati.

Absorbsi orde nol

Pada model ini obat dalam saluran cerna DGI diabsorbsi secara sistemik pada
suatu tetapan laju reaksi, K0. Obat dieliminasi dari tubuh oleh suatu proses orde kesatu
dengan suatu tetapan laju orde kesatu. K model ini analog dengan pemberian obat
secara infus intravena.
Laju eliminasi pada setiap waktu dengan proses orde kesatu adalah sama dengan
D0K. Laju masukan adalah K0. Oleh karena itu, perubahan persatuan waktu dalam
tubuh dapat dinyatakan sebagai berikut:

Integrasi dari persamaan ini dengan substitusi Vd Cp untuk DB


Laju absorbsi obat adalah konstan dan berlanjut sampai jumlah obat dalam
dinding usus DGI habis. Waktu dimana absorbsi obat berlangsung sama dengan
DGI/K0. Setelah waktu ini obat tidak tersedia lagi untuk diabsorbsi dari dinding usus
dan persamaan tidak berlaku lagi. Konsentrasi obat dalam plasma akan menurun.

Absorpsi orde satu

Model ini menganggap bahwa masukan adalah orde kesatu dan suatu eliminasi
juga mengikuti orde kesatu. Persamaan diferensial yang menggambarkan laju
perubahan obat dalam tubuh :

F adalah fraksi obat terabsorpsi secara sistemik. Obat dalam saluran cerna
mengikuti suatu proses penurunan orde kesatu, sehingga jumlah obat dalam saluran
cerna sama dengan Doe-kat.

Persamaan ini dapat diintegrasikan untuk memberikan persamaan absorpsi oral


secara umum, untuk perhitungan konsentrasi obat (Cp) dalam plasma pada
setiap waktu (t).

Konsentrasi maksimum adalah Cp maks dan waktu yang diperlukan untuk


mencapai konsentrasi maksimum adalah t maks. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai konsentrasi maksimum tidak tergantung pada tetapan laju absorbsi (ka) dan
eliminasi(k). Pada konsentrasi maksimum, yang kadang disebut konsentrasi puncak,
laju absorbsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Oleh karena itu, perubahan
konsentrasi sama dengan nol. Laju perubahan konsentrasi dapat diperoleh dengan
mendiferensialkan persamaan:
dCp = kaD0F (ke-kt -kae-kat) = 0
dt Vd (ka -k)
Dapat disederhanakan menjadi:
-ke-kt+kae-kat = 0

Atau
Ke-kt =kae-kat
ln k – kt = ln ka– kat
tmaks=ln ka –ln k =ln (ka/ k)
ka– k ka – k
tmaks=2,3 log (ka/ k)
Ka-k
III. METODE
1) Alat dan Bahan
A. Alat:
– Labu takar
– Pipet volume
– Tabung reaksi
– Pipet ukur
– Vortex
– Stopwatch
– Sentrifuse dan tabung
– SpektrofotometerUv-Vis
– Kuvet
– Balon bulp
– Beaker glass

B. Bahan:
– Sampel darah
– Asam triklorasetat (TCA) 10 %
– Asam klorida 6N
– Natrium nitrit 10%
– Asam sulfamat 15%
– NaOH 10%
– Es batu
– Antikoagulan
– Parasetamol baku

2) Cara Kerja
A. Pembuatan Kurva Kalibrasi:
1. Membuat larutan induk parasetamol dengan konsentrasi 1005 ppm.
2. Membuat campuran aquades ditambahkan larutan stok parasetamol sehingga
diperoleh kadar parasetamol: 100,5 ppm; 201 ppm; 301,5 ppm; 502,5 ppm;
dan 703,5 ppm.
3. Mereaksikan dengan reagen sesuai prosedur kerja.
4. Mengukur serapan sampel dengan blanko aquades menggunakan alat
spektrofotometer Uv-Vis.
5. Membuat kurva kalibrasinya.

B. Prosedur Kerja:
1. Mengambil sampel darah pada jam ke- 0; 0,25; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 6,0; 9,0; dan
12,0.
2. Masukkan ke dalam tabung sentrifuse darah (1,0 ml), ditambahkan larutan
TCA 10% (1,0 ml) lalu homogenkan menggunakan vortex, kemudian
disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 4000 rpm.
3. Memipet 1,0 ml bagian yang jernih (supernatan) masukkan ke dalam tabung
reaksi I dan II dilakukan secara duplo.
4. Menambahkan HCL 6N (0,5 ml) dan NaNO2 10% (1,0 ml) tiap masing-masing
tabung reaksi lalu homogenkan menggunakan vortex, kemudian diamkan
selama 5 menit.
5. Menambahkan dengan hati-hati larutan asam sulfamat 15% (1,0 ml) karena
akan terbentuk banyak busa, kemudian tambahkan larutan NaOH 10% (2,5 ml)
tiap masing-masing tabung reaksi dan diamkan selama 3 menit di tempat
dingin (beaker yang telah diisi es batu).
6. Mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang
gelombang maksimum 435 nm.

C. Uji Perolehan Kembali


1. Membuat campuran larutan baku parasetamol dengan darah sehingga
diperoleh kadar parasetamol 250 ppm; 500 ppm; dan 1000 ppm.
2. Menetapkan kadar masing-masing sampel terhadap baku parasetamol.
3. Menggunakan blanko darah tanpa pemberian parasetamol yang diperlakukan
sama dengan sampel (direaksikan dengan reagen).
4. Mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang
gelombang maksimum 435 nm.
IV. HASIL PENGAMATAN

A. Pembuatan Kurva Kalibrasi


Larutan induk = 1005 ppm
Larutan induk dipipet sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 5,0; dan 7,0ml, lalu
dimasukkan ke labu ukur 10,0 ml dan di-ad-kan sampai batas volume sehingga
diperoleh konsentrasi 100,5; 201; 301,5;502,5; dan 703,5.
Berikut ini merupakan skema pembuatan larutan standar untuk kurva
kalibrasi:

Gambar 1. Skema Pengenceran Larutan Parasetamol 1005 ppm untuk


Pembuatan Kurva Kalibrasi

Tabel 1. Data kurva kalibrasi larutan parasetamol standar pada λ = 435 nm


C (ppm) A
100,5 0,103
201 0,258
301,5 0,337
502,5 0,627
703,5 0,885

Pembuatan larutan parasetamol standar


1
 x 1005 ppm = 100,5 ppm
10
2
 x 1005 ppm = 201 ppm
10
3
 x 1005 ppm = 301,5 ppm
10
,5
 x 1005 ppm = 502,5 ppm
10
7
 x 1005 ppm = 703,5 ppm
10

B. Perhitungan
Tabel 2. Data kurva kalibrasi larutan parasetamol standar pada λ = 435 nm
C (ppm) A
100,5 0,103
201 0,258
301,5 0,337
502,5 0,627
703,5 0,885

a = -0,02414
b = 0,001288
r = 0,9983
y = a + b x = -0,02414 + 0,001288x

Keterangan:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi (ppm)
y = serapan (A)
Jadi, persamaan garis kurva kalibrasi adalah y = 0,001288x - 0, 02414

Kurva Kalibrasi Larutan Parasetamol dalam


Darah
1
0.9
0.8
0.7
Serapan)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2 y = 0,001288x - 0, 02414
0.1 R² = 0,9972
0 R= 0,9983
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Konsentrasi (ppm)

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Parasetamol dalam Darah

C. Reaksi Diazotasi
 1 ml darah + 1 ml TCA 10%  sentrifuge selama 5 menit dengan
kecepatan 4000 rpm
 1 ml supernatan (jernih) + pereaksi (0,5 ml HCl 6 N + 1 ml NaNO2 10%),
kocok homogen, diamkan selama 5 menit
 Tambahkan hati-hati 1 ml larutan asam sulfamat 15% di dinding tabung
reaksi + 2,5 ml NaOH 10%  diamkan di tempat dingin selama 3 menit

D. Simulasi Model Analisis Dalam Darah


Tabel 3. Tabel serapan sampel plasma setelah waktu tertentu
yang diukur pada λ = 435 nm.
t (jam ke-) A
0 -
0,25 0,100
0,5 0,198
1 0,081
2 0,122
4 0,153
6 0,122
9 0,096
12 0,076

Tabel 4. Tabel harga konsentrasi plasma berdasarkan harga serapan sampel


plasma pada waktu tertentu dengan pengambilan sampel 1,0 mL.
t (jam ke-) A Cp (μg/ml)
0 - -
0,25 0,108 102,5932
0,5 0,198 172,4689
1 0,081 81,6304
2 0,122 113,4627
4 0,067 70,7609
6 0,121 112.6863
9 0,096 93.2764
12 0,076 77,7484

Harga Cp (x) didapat dengan memasukkan harga serapan A (y) ke dalam persamaan
kurva kalibrasi:
y = 0,001288x - 0, 02414
Maka, didapat hargaCp (x) dalamμg/ml.
Kemudian, dicari harga ln Cp untuk mendapatkan persamaan regresi linearnya
terhadap waktu

Tabel 5. Tabel Harga Konsentrasi Plasma untuk Penetapan Persamaan Regresi Linier
terhadap Waktu
t (jam ke-) A Cp(μg/ml)
0,25 0,100 102,5932
0,5 0,198 172,4689
1 0,081 81,6304
2 0,122 113,4627
4 0,067 70,7609
6 0,121 112,6863
9 0,096 93,2764
12 0,076 77,7484
Gambar 3. Kurva Perbandingan Konsentrasi Plasma Darah dengan Waktu
Perhitungan Analisis Data Sampel Plasma
 Slope = log y2-log y1 = - k/2,3
X2-X1

-K = 2,3 (log77,7484– log112,6863)

12-6
K = 0,0618 /jam

 t1/2 =
0,693 0,693
= = 11,2 jam
k 0,0618

 Do = 500 mg = 50.000 µg,

 Cp0 = 166 μg/ml (Berdasarkan hasil ekstrapolasi)

Do 50000 μg
 Vd = C = = 301,20 mL= 0,3012 L
p0 166 μg/ml

𝐹.Do 1.500 𝑚𝑔
 AUC = = 0,0186𝐿/𝑗𝑎𝑚 = 26881,7 mg jam/L
𝑘.Vd

 Clearance = k × Vd

= 0,0618/jam ×301,20 ml

= 18,6142 ml/jam= 0,0186 L/jam

Perhitungan UPK (Uji Perolehan Kembali)


Kadar terukur
 Uji Perolehan Kembali = × 100% = R%
Kadar sebenarnya

 Kesalahan sistematik = 100% - R%


Tabel 6. Tabel hasil uji perolehan kembali
Konsentrasi Serapan Kadar terukur UPK Kesalahansistematik
(ppm) (A) (ppm) (%) (%)
250 0,080 80,8540 32,3416 67,6584%

500 0,091 89,3944 17,8789 82,1211%

1000 0,109 103,3696 10,3370 89,6630

y−0,02414)
 x= 0,001288

Konsentrasi 250 ppm


0,080−0,02414
c= 0,001288
= 80,8540 𝑝𝑝𝑚
80,8540
𝑈𝑃𝐾 = × 100% = 32,3416 %
250

Kesalahan sistematik = 100% - 32,3416% = 67,6584%

Konsentrasi 500 ppm


0,091+0,02414
c= = 89,3944 𝑝𝑝𝑚
0,001288
89,3944
𝑈𝑃𝐾 = × 100% = 17,8789%
500

Kesalahan sistematik = 100% - 17,8789% = 82,1211%

Konsentrasi 1000 ppm


0,109+0,02414
c= 0,001288
= 103,3696 𝑝𝑝𝑚
103,3696
𝑈𝑃𝐾 = × 100% = 10,3370 %
1000

Kesalahan sistematik = 100% - 10,3370% = 89,6630%


VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan mengenai analisa obat
dalam darah. Tujuan dari praktikum ini adalah menetapkan kadar parasetamol dalam
darah yang terdapat sejumlah parasetamol yang dibuat dalam konsentrasi tertentu, dan
disiapkan dalam waktu sekitar 12 jam. Sampel darah yang di ukur ada 7 buah yaitu
untuk analisa pada jam ke 0,25; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 6,0; 9,0 dan 12,0.
Obat yang akan dianalisa adalah parasetamol. Prinsip yang digunakan dalam
menetapkan kadar parasetamol dalam darah yaitu pembentukan garam diazonium dari
gugus amin aromatis sekunder yang terdapat pada parasetamol. Pembentukan garam
diazonium dilakukan dengan terlebih dahulu gugus amin sekunder ini dihidrolisis
menjadi amin aromatis primer. Pembentukan garam diazonium terjadi apabila suhu
percobaan, baik itu suhu sampel dan reagen, berkisar antara 5-15°C.
Pada percobaan kali ini dibutuhkan reagen berupa TCA, HCl, NaNO2, Asam
Sulfamat, dan NaOH. Sampel darah harus dipisahkan terlebih dahulu dari protein-protein
darah dengan menggunakan TCA. TCA berfungsi untuk mengendapkan protein darah
sehingga didapatkan cairan jernih/supernatan yang digunakan untuk proses selanjutnya.
Supernatan yang diperoleh, ditambahkan HCl untuk menghidrolisis gugus amin sekunder
menjadi amin aromatis primer pada parasetamol. Gugus tersebut akan bereaksi dengan
NaNO2 membentuk garam diazonium. Penambahan asam sulfamat pada reaksi
selanjutnya akan membentuk banyak busa, sehingga perlu mendapatkan perhatian
untuk penambahan asam sulfamat harus diberikan melalui dinding dan diteteskan
secara perlahan-lahan. Asam sulfamat ini berguna untuk memberikan suasana asam
kuat pada reaksi diazotasi sehingga garam diazonium bisa terbentuk sempurna.
Penambahan NaOH 10% bertujuan untuk menetralkan asam. Berdasarkan perhitungan
analisis dan grafik yang diperoleh, menunjukkan kadar parasetamol yang dianalisis
dalam percobaan kali ini mengikuti percobaan secara intravena bolus (satu
kompartemen). Dari grafik inilah dapat ditentukan nilai Vd, Cp max , k, t1/2, AUC dan
Cl.
Selain menetapkan kadar parasetamol dalam darah, praktikan juga melakukan uji
perolehan kembali (UPK) dan menghitung nilai kesalahan sistematik dengan konsentrasi
250 ppm; 500 ppm; dan 1000 ppm. Nilai UPK dan kesalahan sistematik yang kami
dapatkan menunjukkan niai kesalahan sistematik yang begitu besar, yaitu 67,6584%,
82,1211%, dan 89,6630 % . Kesalahan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal
yaitu:
1. Kondisi yang kurang sesuai untuk terjadinya berbagai reaksi.
2. Kurang jernihnya cairan supernatan yang dipipet, yang dapat mengganggu
pengukuran absorbansi.
3. Suhu yang kurang optimal untuk pembentukan garam diazonium.
4. Terdapat kekurang hati-hatinya praktikan dalam menambahkan reagen,
mungkin diberikan lebih atau kurang

VII. KESIMPULAN

Parameter Hasil Analisis


Farmakokinetika
k (k eliminasi) 0,0618 𝑗𝑎𝑚−1
t1/2 11,2 𝑗𝑎𝑚
Vd 0,3012 Liter
Cp max 166 µg/ml (hasil
ekstrapolasi)
AUC 26881,7 mg jam/L
Clearance 0,0186 L/jam
VIII. DAFTAR PUSTAKA

 Mansur, U., Purna Sari, S., dan Farhanah, N.,. (2016). Penuntun
PraktikumFarmakokinetika. Depok: Fakultas Farmasi UI.

 Shargel, L., Wu-Pong, S., & Yu, A. (2005). Biofarmasetika dan
FarmakoterapiTerapan (5th ed). Suarabaya: Airlangga University
Press.
LAMPIRAN

FOTO HASIL PENGAMATAN

Gambar 1 : Hasil sentrifugasi sampel darah pada jam ke 6

Gambar 2 : Hasil sentrifugasi sampel darah pada jam ke 9

Gambar 3 : Cairan supernatant dari kedua sampel

Anda mungkin juga menyukai