Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HASIL DISKUSI

BLOK ELEKTIF-ASURANSI KEEHATAN


Skenario 2

Tutor : dr. Dyah Retnani Basuki, AAAK

Kelompok 3
Ketua : Hudaya Taufiq 1413010017
Sekretaris : Fatma Nashriati 1413010036

Anggota:
R. Maghfira Kurnia K. 1413010049
Andika Nur Wijaya 1413010039
Rosmayda Ria Julianrti 1413010002
Ferdian Rifqy N. F. 1413010011
Tsara Arbiaty K. 1413010046
Rahma Nabila 1413010034
Putri Restu Wulandari 1413010007
Agung Wahyudi 1413010027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
DAFTAR ISI

STEP I KLARIFIKASI ISTILAH.................................................................................3


STEP II IDENTIFIKASI MASALAH..........................................................................4
STEP III ANALISIS MASALAH.................................................................................5
STEP IV KERANGKA TEORI...................................................................................11
STEP V LEARNING OBJECTIVES..........................................................................14
STEP VI BELAJAR MANDIRI..................................................................................14
STEP VII BERBAGI PENDAPAT..............................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21
STEP I
KLARIFIKASI ISTILAH

1. Fraud
sebuah tindakan criminal menggunakan metode-metode yang tidak
jujur untuk mengambil keuntungan dari orang lain (Merriam-
Webster's online dictionary).
2. Moral hazard
Efek reputasi, karakter, jaringan, gaya hidup, tanggung jawab
keuangan, dan lingkungan hidup seseorang terhadap perilaku
seseorang dalam menjalankan kontrak asuransi (Marcinko &
Hetico, 2006).
3. Audit asuransi
Proses evaluasi dan pengujian untuk memberikan keyakinan bahwa
aktivitas underwriting dan proses penyelesaian klaim telah
dijalankan sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip proses
akseptasi yang sehat, baik dalam mengakuisisi resiko maupun
dalam proses pembayaran ganti rugi (Sulastomo, 1997).
4. Adverse selection
Suatu kondisi salah satu pihak dalam asuransi kesehatan
membebankan/mendapatkan premi atau memberikan/mendapatkan
pelayanan kesehatan yang tidak tepat/tidak sesuai dengn risiko
kesehatan yang ada (Dionne, Fombaron & Doherty, 2013).
STEP II
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa Rumah Sakit melaporkan pasien dirawat selama 15 hari padahal


hanya 10 hari?
2. Mengapa dilakukan audit?
3. Apa saja jenis-jenis audit?
4. Apa yang dimaksud fraud? Mengapa terjadi farud? Apa saja jenis-jenis
fraud?
5. Apa yang dimaksud moral hazard?
6. Apa yang dimaksud adverse selection?
STEP III
ANALISIS MASALAH

1. Mengapa Rumah Sakit melaporkan pasien dirawat selama 15 hari padahal


hanya 10 hari?
Hal yang dilakukan rumah sakit pada skenario tidak sesuai dengan
Permenkes RI, No 27 Tahun 2014, tentang “Petunjuk Teknis Sistem
Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs).
Menurut Miller 2007 dalam Kulo Deby et al 2014 menyebutkan tujuan
pembiayaan kesehatan adalah :
a) Mendorong peningkatan mutu
b) Mendorong layanan berorientasi pasien
c) Mendorong efisiensi tidak memberikan reward terhadap provider yang
melakukan over treatment, under treatment maupun melakukan
adverse event
d) Mendorong pelayanan tim.
Dengan sistem pembiayaan yang tepat diharapkan tujuan diatas
bisa tercapai (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Dengan adanya
pembiayaan kesehatan maka pelayanan kesehatan tetap bermutu sesuai
standar dan membatasi pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan
berlebihan.
Di Indonesia sudah diberakukan sistem Casemix. Sistem Casemix
merupakan pengelompokkan diagnosis penyakit yang dikaitkan dengan
pembiayaan perawatan. Sistem casemix merupakan salah satu metode
prospektif dan diterapkan sejak tahun 2008 pada program Jamkesmas.
Awal di Indonesia bernama INA-DRG pada tahun 2006, yang
kemudian berubah nama menjadi INA-CBGs pada tahun 2010 (Permenkes
RI, 2014). Dengan adanya sistem INA-CBGs maka RS perlu
mengupayakan beberapa hal :
 Membangun tim RS
 Meningkatkan efisiensi
 Emmperbaiki mutu rekam medik
 Memperbaiki mutu dan kecepatan klaim
 Melakukan standarisasi
 Membentuk tim INA_CBGs RS
 Memanfaatkan data klaim
 Pembayaran jasa medis
 Mengirimkan data koding dan writing
Beberapa hal yang tidak sebaiknya dilakukan oleh Rumah Sakit :
 Merubah atau membongkar software
 Menambah diagnosis yang tidak ada pada pasien yang diberikan
pelayanan untuk tujuan meningkatkan tingkat keparahan atau untuk
tujuan mendapatkan grouping pada kelompok tariff yang lebih besar.
 Menambah prosedur yang tidak dilakukan atau tidak ada bukti
pemeriksaan untuk tujuan mendapatkan grouping pada kelompok
tariff yang lebih besar.
 Melakukan input diagnosis dan prosedur hingga proses grouping
berkali-kali dengan tujuan mendapatkan kelompok tarif yang lebih
besar.
 Upcoding, yaitu memberikan koding dengan sengaja dengan tujuan
meningkatkan pembayaran ke rumah sakit.
 Melakukan manipulasi terhadap diagnosis dengan menaikkan
tingkatan jenis tindakan. Misalnya : appendiectomy tanpa
komplikasi ditagihkan sebagai appendiectomy dengan komplikasi,
yang memerlukan operasi besar sehingga menagihkan dengan tarif
yang lebih tinggi.
 Memberikan pelayanan dengan mutu yang kurang baik. Misalnya:
memperpendek jam pelayanan poliklinik, pelayanan yang bisa
diselesaikan dalam waktu satu hari dilakukan pada hari yang
berbeda, tidak melakukan pemeriksaan penunjang yang seharusnya
dilakukan, tidak memberikan obat yang seharusnya diberikan, serta
membatasi jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit untuk
peserta JKN (Permenkes RI, 2014).
2. Mengapa dilakukan audit?
Audit merupakan Proses evaluasi dan pengujian untuk
memberikan keyakinan bahwa aktivitas underwriting dan proses
penyelesaian klaim telah dijalankan sesuai dengan kaidah dan
prinsip-prinsip proses akseptasi yang sehat, baik dalam
mengakuisisi resiko maupun dalam proses pembayaran ganti rugi
(Sulastomo, 1997).
Standar pelayanan sesuai dengan:
a. Standar profesi adalah standar dari organisasi profesi
kedokteran yang diberlakukan di rumah sakit
b. Standar pelayanan medis adalah standar lainnya dalam bidang
keilmuan kedokteran baik yang dibuat sendiri maupun yang
dibuat pihak lain diluar rumah sakit dan diberlakukan dirumah
sakit.
Hal yang dilakukan saat audit:
a. Audit internal ( termasuk audit medis ) adalah kegiatan untuk
menilai apakah staf medis telah memberikan pelayanan sesuai
standar – standar tersebut yang dibuktikan dengan adanya
dokumen – dokumen audit .
b. Management review adalah kegiatan manajemen dalam
mengevaluasi hasil temuan audit internal dan mengevaluasi
standar – standar yang berlaku yang dibuktikan dengan adanya
risalah rapat
c. Tindak lanjut adalah kegiatan menyelesaikan penyebab
masalah – masalah ( akar penyebab) yang ditemukan pada
audit internal dan Management review dibuktikan dengan
adanya dokumen tindak lanjut hasil audit dan risalah rapat
Management review.

3. Apa saja jenis-jenis audit?


Jenis-jenis audit terbagi sebagai berikut:
a) Audit operasional (operational audit)
Audit yang mengevaluasi efesiensi dan efektivitas prosedur untuk
meningkatkan kegiatan operasi dari suatu badan, perusahaan atau
organisasi
b) Audit kepatuhan (compliance audit)
Audit yang bertujuan untuk menentukan apakah klien sudah
mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan.
c) Audit laporan keuangan (financial statement audit)
Audit yang bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
sesuai dengan kriteria yang ditentukan (Arens, 2010)

4. Apa yang dimaksud fraud? Mengapa terjadi fraud? Apa saja jenis-jenis
fraud?
Fraud adalah perbuatan yang melanggar hukum, peraturan, dan perundang
undangan lainnya untuk berbuat curang (Hiro tugiman, 2006) Fraud dapat
terjadi karena:
a) Pressure (tekanan)
Tekanan ekonomi dan tekanan kehidupan yang begitu berat juga
mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Hal tersebut dapat
terjadi karena jaminan kesejahteraaan di tempat kerja kurang atau
pola hidup pelaku yang hidup serba mewah.
b) Opportunity (kesempatan)
Opportunity (kesempatan) adalah faktor yang berasal dari luar
individu yang dapat dipengaruhi oleh sistem pengendalian yang
kurang memadai.
c) Rationalization (rasionalisasi)
Pelaku memiliki alasan kuat dan mendasar untuk melakukan fraud
dan mempengaruhi pihak lain untuk menyetujui apa yang dia
lakukan (Arens, 2010).

Fraud memiliki beberapa jenis, sebagai berikut:


a) Fraudulent Financial Statement (kecurangan laporan keuangan)
Kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam bentuk
salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan
kreditor yang dapat bersifat financial dan non-financial.
b) Asset Missappropriation (penyalahgunaan aset)
Mengambil aset secara ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang
berwenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut.
c) Corruption (korupsi)
Korupsi yang menurut Association of Certified Fraud Examination
(ACFE) dalam Tuanakotta, 2007 dibagi menjadi empat bentuk
yaitu pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap
(bribery), pemberian ilegal (illegal grasatuities) dan pemerasan
(economic exortion)

5. Apa yang dimaksud moral hazard?


Moral hazard merupakan ketidakjujuran yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya kerugian. Moral hazard sangat besar pengaruhnya
dibidang pelayanan kesehatan (Departement of Justice Health Care, 1998).
Ada dua tipe Moral hazard di asuransi pelayanan kesehatan yang
diakibatkan dari perbuatan dan tingkah laku peserta asuransi, pertama
pihak asuransi mungkin saja tidak mendorong sepenuhnya peserta asuransi
melakukan pencegahan (preventif) sehingga peserta asuransi memiliki
sedikit motivasi untuk menjaga dirinya untuk berperilaku hidup sehat,
pada kasus ini telah terjadi Moral hazard karena pelayanan kesehatan
diberikan pada peserta asuransi yang tidak melakukan tindakan preventif
untuk menghindari pengobatan. Kedua pihak asuransi mungkin saja
mendorong peserta asuransi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
tidak diperlukan atau tidak krusial (mendesak) seperti meminta tambahan
hari untuk berobat atau meminta tambahan tindakan yang seharusnya tidak
diperlukan pada kasus pihak asuransi mendapatkan permasalahan moral
hazard karena peserta asuransi menggunakan pelayanan yang berlebihan,
dari kedua kasus di atas pihak asuransi baik pemerintah ataupun swasta
mengalami kerugian karena mereka harus membayar lebih banyak dari
pada premi yang mereka terima (Culter 1998).

6. Apa yang dimaksud adverse selection?


Adverse selection merupakan suatu kondisi salah satu pihak dalam
asuransi kesehatan membebankan/mendapatkan premi atau
memberikan/mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak tepat/tidak
sesuai dengn risiko kesehatan yang ada (Dionne, Fombaron & Doherty,
2013).
Adverse selection tejadi bila (Louberge, 2013):
a) Calon nasabah (insured) bersifat heterogen. Heterogenitas ini
menyebabkan calon nasabah memiliki risiko sakit yang berbeda-
beda.
b) Perusahaan asuransi tidak memiliki atau belum menentukan kelas
risiko (risk class) calon nasabah, sehingga bisa terjadi
pemberlakukan premi asuransi yang sama pada setiap nasabah
dengan risiko yang berbeda.
STEP IV
KERANGKA TEORI

Wanita 25 tahun

Diagnosis kanker colon

Dirawat 10 hari

Laporan

Dirawat 15 hari

Moral Hazard
Fraud Adverse Selection

Asymetris Information

Audit

Internal Eksternal

Standar Pelayanan

Profesi Medis
DAFTAR PUSTAKA
Arens. 2010. Auditing and Assurance Service: an integrated approach 13th

edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Dionne, George, Natahalie Fombaron, dan Neil Doherty. 2013. “Adverse


Selection in Insurance Contracting” dalam Georges Dionne (editor),
Handbook of Insurance, 2nd edition, New York: Springer Science and
Business Media

Hiro Tugiman. 2006. Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius

Louberge, Henri. 2013. “Development in Risk and Insurance Economics:


The Past 40 Years” dalam Georges Dionne (editor), Handbook of
Insurance, 2nd edition, New York: Springer Science and Business Media

Culter, D.M. dan Reber, S.J. 1998. Paying for Health Insurance. The Trade
Off Between Competition and Adverse Selection. Quartely Journal of
Economic 113 (2): 719-727

Sulastomo, 1997. Asuransi Kesehatan dan Managed Care, Jakarta: PT. (Persero)
Asuransi Kesehatan Indonesia.

Tuanakotta. 2007. Akutansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base
Groups (INA-CBGs). Jakarta: Depkes RI.
STEP V
LEARNING OBJECTIVES

1. Mahasiswa dapat menjelaskan yang dimaksud fraud


2. Mahasiswa dapat menjelaskan yang dimaksud moral hazard
3. Mahasiswa dapat menjelaskan yang dimaksud adverse selection

STEP VI
BELAJAR MANDIRI
STEP VII
BERBAGI PENDAPAT

1. Fraud
Fraud secara umum adalah sebuah tindakan kriminal menggunakan
metode-metode yang tidak jujur untuk mengambil keuntungan dari orang
lain. Jika dilihat dari sudut pandang asuransi kesehatan fraud adalah
tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan
finansial dari program jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial
nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Ada teori yang dapat menyebabkan terjadinya fraud, yaitu teori GONE:
a. Greedy
Merupakan keserakahan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-
besarnya.
b. Opportunity
Merupakan peluang untuk melakukan tindakan fraud
c. Need
Merupakan kebutuhan untuk menghindari kerugian
d. Exposure
Merupakan pengaruh lingkungan yang banyak melakukan fraud.
Selain itu fraud juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
- Pressure : Dorongan untuk melakukan fraud
- Opportunity : Peluang yang memungkinkan fraud terjadi
- Rationalization : Pelaku mencari pembenaran atas tindakannya
Ada berbagai macam jenis fraud yang dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan, baik di fasilitas kesehatan tingkat primer dan tingkat lanjutan.
Baik dilakukan oleh peserta BPJS, BPJS kesehatan, FKTP/FKRTL, Dinas
kesehatan, dan perusahaan farmasi serta alkes. Berikut merupakan contoh
tindakan fraud yang dilakukan di fasilitas kesehatan:

Fasilitas Kesehatan Tingkat Fasilitas Kesehatan Rujukan


Primer (FKTP) Tingkat Lanjutan (FKRTL)
Peserta BPJS Peserta BPJS
- Menggunakan kartu BPJS orang - Menggunakan kartu BPJS
lain orang lain
- Memalsukan kartu BPJS orangn - Tidak membayar iur bayar naik
lain kelas perawatan
BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan
- Tidak membayar kapitasi yang - Terlambat proses verifikasi
- Terlambat bayar klaim
semestinya
- Tidak baar klaim
- Terlambat bayar kapitasi dan
- Bayar tidak sesuai tarif INA-
klaim
CBGs
- Tidak bayar kapitasi dan klaim
- Bayar klaim tidak sesuai hak
kartu
- Mengganti kode diagnosis
- Merubah harga
FKTP FKRTL
- Memalsukan data - Upcoding
- Mengurangi jam kerja - Cloning
- Meminta iur bayar psien - Phantom billing
- Rujukan tidak seharusnya - Sincere unbunding
- Memperpanjang hari rawat inap - Self refferal
- Menerima imbalan atas rujukan - Repeat building
Pelayanan sub standar - LOS
- Manipulasi kelas rawat
- No medical value
- Unnecessary treatment
- Manipulasi tanggal pelayanan
Dinas Kesehatan Supplier farmasi dan alkes
- Memberi rekomendasi tidak - Tidak mengirimkan pesanan
sesuai kenyataan obat sesuai kebutuhan
- Pasien JKN merubah harga

Sebenarnya pemerintah sudah mengantisipasi adanya tindakan kecurangan


dalam beberapa landasan hukum sebagai berikut:
a. Pasal 251 KUH Dagang
“Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua
penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun
dilakukannya dengan itikad baik, yang sifat demikian rupa, sehingga
perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-
syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang
sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal”.
b. Pasal 378 KUHP
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan
piutang, diancam dengan penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun”
c. Pasal 381 KUHP
“Barangsiapa dengan akal dan tipu muslihat menyesatkan orang
menanggung asuransi tentang hal ikhwal yang berhubungan dengan
tanggungan itu, sehingga ia menanggung asuransi itu membuat
perjanjian yang tentu tidak akan dibuatnya atau tidak dibuatnya dengan
syarat serupa itu, jika sekiranya diketahuinya keadaan hal ikhwal yang
sebenarbenarnya, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat
bulan”.
d. Pasal 382 KUHP
“Barangsiapa dengan maksud akan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hak, sedang hal itu merugikan yang
menanggung asuransi atau orang yang dengan sah memegang surat
penanggungan barang di kapal, membakar atau menyebabkan letusan
dalam sesuatu barang yang masuk asuransi bahaya api, atau
mengaramkan atau mendamparkan, membinasakan, atau merusakkan
sehingga tanpa dapat dipakai lagi kapal (perahu) yang
dipertanggungkan atas atau yang muatannya atau upah muatannya
yang akan diterima telah dipertanggungkan atau yang untuk
melengkapkan kapal (perahu) itu, orang sudah meminjamkan uang
dengan tanggungan kapal (perahu) itu, dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun”.

2. Adverse selection
Secara umum adverse selection adalah jenis asimetri informasi
dimana salah satu pihak atau lebih yang melakukan transaksi memiliki
informasi lebih atas pihak lain. Sedangkan jika dilihat dari sudut asuransi
kesehatan adverse selection adalah suatu kondisi salah satu pihak dalam
asuransi kesehatan membebankan/mendapatkan premi atau
memberikan/mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak tepat/tidak
sesuai dengn risiko kesehatan yang ada.
Adverse selection dalam industri asuransi timbul karena kondisi
asymmetric information. Dalam hal ini pihak asuransi tidak memiliki
informasi yang cukup tentang calon nasabah (insured). Menurut Akerlof,
industri asuransi muncul dan tetap ada karena perusahaan asuransi
memiliki informasi yang baik tentang calon nasabahnya (Dionne,
Fombaron, & Doherty, 2013).
Adverse selection tejadi bila (Louberge, 2013):
a. Calon nasabah (insured) bersifat heterogen. Heterogenitas ini
menyebabkan calon nasabah memiliki risiko sakit yang berbeda-
beda.
b. Perusahaan asuransi tidak memiliki atau belum menentukan kelas
risiko (risk class) calon nasabah, sehingga bisa terjadi
pemberlakukan premi asuransi yang sama pada setiap nasabah
dengan risiko yang berbeda.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani adanya
tindakan adverse selection di fasilitas kesehatan:
a. Compulsory Health Insurance (asuransi kesehatan wajib) seperti
Askes untuk PNS
b. Tidak wajib tetapi ada minimal keanggotaan

c. Open Enrollment yaitu semua calon peserta harus mendaftar pada


satu waktu tertentu, di luar waktu tersebut tidak dapat diterima.

d. Pemeriksaan medis dan lebih menanggung keadaan sakit yang


ditemukan.

3. Moral hazard
Secara umum moral hazard didefinisikan sebagai suatu tindakan
kecurangan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri
sendiri atau merugikan pihak lain.
Ada dua tipe Moral hazard di asuransi pelayanan kesehatan yang
diakibatkan dari perbuatan dan tingkah laku peserta asuransi, pertama
pihak asuransi mungkin saja tidak mendorong sepenuhnya peserta asuransi
melakukan pencegahan (preventif) sehingga peserta asuransi memiliki
sedikit motivasi untuk menjaga dirinya untuk berperilaku hidup sehat,
pada kasus ini telah terjadi Moral hazard karena pelayanan kesehatan
diberikan pada peserta asuransi yang tidak melakukan tindakan preventif
untuk menghindari pengobatan. Kedua pihak asuransi mungkin saja
mendorong peserta asuransi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
tidak diperlukan atau tidak krusial (mendesak) seperti meminta tambahan
hari untuk berobat atau meminta tambahan tindakan yang seharusnya tidak
diperlukan pada kasus pihak asuransi mendapatkan permasalahan moral
hazard karena peserta asuransi menggunakan pelayanan yang berlebihan,
dari kedua kasus di atas pihak asuransi baik pemerintah ataupun swasta
mengalami kerugian karena mereka harus membayar lebih banyak dari
pada premi yang mereka terima (Culter 1998).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani
tindakan moral harzard, diantaranya yaitu:
a. Cost sharing
Moral hazard terjadi bila marginal cost (biaya marjinal) yang
harus ditanggung insured adalah 0 yang biasanya terjadi pada
kontrak asuransi yang lengkap (full-insurance contract). Cost
sharing merupakan metode yang standar digunakan oleh
perusahaan asuransi kesehatan dan disebut juga partial-
insurance contract. Dengan cost sharing diharapkan insured
ikut “membiayai” harga pelayanan kesehatan.
b. Deductible
Istilah “deductible” berasal dari akar kata “deduct” yang berarti
mengurangi, sehingga dalam konteks ini artinya mengurangi
biaya yang ditanggung oleh insurer. Pada kontrak dengan
deductible, pihak insurer menentukan batas minimal
pembiayaan yang dapat ditanggung atau diberikan untuk
menggantikan biaya pelayanan kesehatan kepada insured.
Semakin tinggi nilai deductible, kemungkinan terjadi moral
hazard semakin kecil.
c. Monitoring dan Gatekeeping
Cara ini merupakan metode mengurangi moral hazard dengan
secara langsung “melawan” asymmetric information.
Perbedaan monitoring dan gatekeeping terdapat pada waktu
pelaksanaannya. Monitoring dilakukan saat pelayanan
kesehatan telah dilakukan, sedangkan gatekeeping saat
pelayanan kesehatan akan/belum dilakukan Bhattacharya, Hyde
& Tu (2014)
DAFTAR PUSTAKA

Arens. 2010. Auditing and Assurance Service: an integrated approach 13th


edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Bhattacharya, Jay, Timothy Hyde, dan Peter Tu. 2014. Health Economics.
NY: Palgrave Macmillan.
Culter, D.M. dan Reber, S.J. 1998. Paying for Health Insurance. The Trade
Off Between Competition and Adverse Selection. Quartely Journal
of Economic 113 (2): 719-727
Dionne, George, Natahalie Fombaron, dan Neil Doherty. 2013. “Adverse
Selection in Insurance Contracting” dalam Georges Dionne
(editor), Handbook of Insurance, 2nd edition, New York: Springer
Science and Business Media.
Fraud. (tt.). In Merriam-Webster's online dictionary (11th ed). Diambil dari
http://www.mw.com/dictionary/heuristic
Hiro Tugiman. 2006. Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta:
Kanisius.
Louberge, Henri. 2013. “Development in Risk and Insurance Economics:
The Past 40 Years” dalam Georges Dionne (editor), Handbook of
Insurance, 2nd edition, New York: Springer Science and Business
Media.
Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian
Case Base Groups (INA-CBGs). Jakarta: Depkes RI.
Soesilo, R. 1991. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Serta Komentar-
komentar Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.
Sulastomo, 1997. Asuransi Kesehatan dan Managed Care, Jakarta: PT.
(Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia.
Tuanakotta. 2007. Akutansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai