Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk yang besar adalah akibat dari tingkat fertilitas yang

tinggi, karena tingkat usia subur atau jumlah wanita usia suburnya tinggi,

sehingga pertumbuhan penduduk menjadi tinggi. Konsekuensi dari besarnya

jumlah penduduk, maka praktis kebutuhan akan berbagai fasilitas seperti

tempat tinggal, lapangan pekerjaan, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan

rekreasi juga meninggi, dan harus disediakan oleh pemerintah. Hal tersebut

membutuhkan perhatian yang serius untuk dicari bagaimana solusinya agar

pertumbuhan penduduk mampu dikendalikan.

Berdasarkan laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) tahun 2016, tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia

saat ini mencapai 1,43 persen. Padahal, pemerintah menargetkan

pertumbuhan populasi dapat ditekan menj,adi 1,1 persen sedangkan tingkat

kelahiran setiap perempuan di Indonesia pada 2010-2015 rata-rata 2-3

anak. Dengan laju seperti itu diprediksi pada 2020-2030 nanti, penduduk

berusia produktif akan sangat besar jumlahnya.

Berdasarkan data BPS (2015) total jumlah penduduk di sulawesi selatan

adalah 8.342.047 jiwa dengan luas daerah 46.083,94 Km2. Laju

pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, namun

pertumbuhannya tidak terlalu pesat jika dibandingkan beberapa tahun-tahun

sebelumnya. BPS memproyeksi bahwa kelahiran provinsi sulawesi selatan

pada tahun 2020 berkisar 2,43% dan pada tahun 2030 berkisar 2,09%. Hal

itu membuat pemerintah harus lebih bekerja ekstra.


2

Program KB sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang

kependudukan, memiliki implikasi yang tinggi terhadap pembangunan

kesehatan, oleh karena itu program KB memiliki posisi strategis dalam

upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Namun, pada

kenyataannya masih banyak pasangan usia subur (PUS) yang belum

menjadi peserta KB (Suratun, 2008).

Melihat keadaan tersebut, Perlu adanya tindakan membangkitkan dan

menguatkan kembaliprogram Kependudukan Keluarga Berencana dan

Pembangunan Keluarga (KKBPK) Oleh karena itu, Badan Kependudukan

Keluarga Berencana (BKKBN) menggagas Program Kampung Keluarga

Berencana. Kampung keluarga berencana merupakan gagasan presiden

Jokowi yang merupakan salah satu bentuk/model miniatur pelaksanaan total

program KKBPK (Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan

Keluarga) secara utuh yang melibatkan seluruh bidang di lingkungan

BKKBN dan bersinergi dengan kementerian/lembaga, mitra kerja,

stakeholders instansi terkait sesuai dengan kebutuhan dan kondisi wilayah,

serta dilaksanakan ditingkatan pemerintahan terendah (sesuai prasyarat

penentuan lokasi kampung keluarga berencana) diseluruh kabupaten dan

kota.

Sejak dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada januari 2016, di

Cirebon, Jawa Barat, jumlah Kampung KB yang telah di bentuk telus

berkembang. Kampung KB telah terbentuk di semua Kabupaten atau kota di

seluruh Indonesia (514 kabupaten atau kota). Target kampung KB pada

2017 adalah disetiap kecamatan diseluruh Indonesia terbentuk satu

kampung KB. Sampai dengan triwulan ketiga pada 2017, total yang sudah

terbentuk adalah 5.505 Kampung KB, yang berada di 4.754 (66 persen)

kecamatan yang ada di Indonesia, atau masih ada 2.406 (34 persen)
3

Kecamatan yang belum membentuk Kmapung KB. (Laporan Nasional

Tempo. Desember 2017)

Pembentukan Kampung KB ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas

hidup masyarakat ditingkat kampung atau setara, melalui program

Kependudukan, Keluarga Berencana (khususnya metode Jangka Panjang)

dan Pembangunan Keluarga serta membangun sektor terkait dalam rangka

mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Di Sulawesi Selatan, Kampung KB

telah terbentuk di 24 Kabupaten / Kota dan 305 kecamatan didalamnya,

masing-masing kecamatan terdiri dari 1 atau 2 Kampung KB Di Sulawesi

Selatan, Kampung KB telah terbentuk di 24 Kabupaten / Kota dan 305

kecamatan didalamnya, masing-masing kecamatan terdiri dari 1 atau 2

Kampung KB. Kampung KB pertama kali di bentuk di kabupaten Maros pada

awal tahun 2016 yang kemudian di susul oleh daerah lainnya. Kota

makassar adalah kota urbanisasi yang padat penduduk dan terdiri dari

masyarakat yang majemuk. Kampung Kb di kota Makassar pertama kali

terbentuk pada mei 2017 pada kecamatan panakukkang. (BKKBN Provinsi

Sulawesi Selatan, 2018).

Indikator keberhasilan dari kampung KB adalah berdasarkan dari rata-

rata capaian yang d tetapkan dari masing-masing daerah. Dalam bidang

keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang menjadi indikator nya

dalah capaian peserta KB Aktif, capaian metode kontrasepsi jangka panjang

(MKJP), capaian pria berKB dari total peserta KB, dan unmeet need.

Untuk wilayah sulawesi selatan, capaian KB di tentukan oleh jumlah

permintaan peminatan masyarakat (PPM). Presentase PPM peserta KB aktif

yang di tetapkan oleh pemerintah untuk tahun 2016 adalah sebanyak

755.710 peserta KB dengan proyeksi jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)

sebanyak 1.471.133. pada realisasinya berdasarkan laporan, jumlah peserta


4

KB aktif adalah sebesar 991.830 jiwa (131,24%) dan jumlah PUS 1.384,278

(71,65%), dengan jumlah peserta MJKP 209.337 jiwa, yang di dalamnya

terdapat jumlah metode operasi pria (MOP) sebesar 2.115 peserta.

Berdasarkan data dari BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2017

terlihat bahwa jumlah peserta KB aktif sebanyak 992,180 jiwa dari PPM

yang di tentukan adalah sebesar 888.437 peserta. Jumlah PUS 1.391,975

peserta dari proyeksi sebanyak 1.495.547. jumlah peserta MJKP 218.731

jiwa, yang di dalamnya terdapat jumlah metode operasi pria (MOP) sebesar

2.442 peserta, unmeet need 196.772 (13,14) dari capaian minimal sebesar

13,87.

Data dari BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan per juli 2018, PPM yang di

tentukan untuk peserta KB aktif adalah 744.030. pada realisasi nya jumlah

peserta KB aktif adalah sebanyak 970.432 jiwa dan jumlah PUS sebanyak

1.389.033 jiwa. Terdapat peningkatan yang tidak signifikan terhadap jumlah

peserta KB Aktif dari tahun 2016 sampai per juli 2018. Jumlah peserta KB

baru adalah 97.248 jiwa dengan PPM untuk tahun 2018 adalah 215.672

peserta. Jumlah tersebut adalah jumlah keseluruhan dari masing-masing

kabupaten se Sulawesi Selatan, baik yang memiliki kampung KB Ataupun

yang tidak memiliki.

BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa Jumlah peserta

KB baru per juli 2017 adalah 102.340 jiwa dengan PPM 213.105/ peserta,

dan jumlah peserta KB baru per juli 2018 adalah 97.248 jiwa dengan PPM

215.672 peserta. terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara jumlah

realitas dengan jumlah PPM yang di harapkan

Jumlah PUS di Kota Makassar pada desember 2017 adalah sebanyak

190.343 pasang Dengan Jumlah peserta KB aktif sebanyak 132.222 jiwa,

dengan uraian peserta KB IUD 17.123 jiwa, MOW 5.031 jiwa , MOP 592 jiwa
5

jiwa, Kondom 6.888 jiwa, Implan 21.508 jiwa, Suntik 51.813 jiwa, dan pil

29.267 jiwa. Dari data tersebut terlihat bahwa PUS lebih Cenderung

menggunakan KB Non MJP daripada MJP (BKKBN Kota Makassar 2017).

Panakukkang adalah salah satu kecamatan di Kota Makassar yang

memiliki wilayah Kampung KB, yaitu di kelurahan karuwisi yang di bentuk

pada mei 2017. Jumlah PUS di kecamatan Panakukkang adalah sebanyak

17.921 pasang pada tahun 2017. Yang menjadi akseptor sebanyak 12.435

jiwa, dengan jumlah akpsetor Metode jangka Panjang (MJP) sebanyak

3.625 jiwa, dan metode jangka Pendek (NON MJP) sebanyak 8.810 jiwa.

jumlah peserta KB baru 2.979 jiwa Dengan PPM 3.517 jiwa. Hingga april

2018 jumlah PUS yang terlapor di kecamatan panakukkang adalah 17.822

jiwa. jumlah peserta KB aktif 12.323 dengan dengan jumlah akpsetor

Metode jangka Panjang (MJP) sebanyak 3.686 jiwa, dan metode jangka

Pendek (NON MJP) sebanyak 8.637 jiwa (pusat data BKKBN kota Makassar

2018).

Data dari kantor camat panakukkang menyebutkan bahwa jumlah jumlah

PUS di kelurahan Karuwisi pada tahun 2016 adalah 1630 jiwa jumlah

akseptor aktif sebanyak 1148 jiwa, dengan jumlah MJP sebanyak 440 jiwa,

dan NON MJP sebanyak 708 jiwa. Pada tahun 2017 jumlah PUS adalah

1763 jiwa, jumlah peserta KB aktif sebanyak 1.217 dengan jumlah MJP

sebanyak 470 jiwa, dan NON MJP sebanyak 747 jiwa. data per april 2018

menunjukan bahwa jumlah PUS sebanyak 17.822 jiwa, dengan jumlah

akseptor aktif 1.224 dimana peserta MJP 470 jiwa dan peserta NON MJP

sebanyak 752 jiwa.

Melihat data tersebut, di kelurahan karuwisi terjadi penurunan pada tahun

2016 ke tahun 2017, dan hingga saat ini belum ada peningkatan yang

signifikan, dan pengguna non MJKP masih lebih unggul di bandingkan .


6

dengan pengguna MJKP.. Peserta KB baru dari tahun 2016 ke tahun 2017

terdapat 69 jiwa. untuk tahun 2018 per april peserta KB baru hanya

bertambah 7 peserta saja. mengingat indikator keberhasilan dari program ini

adalah pengguna KB baru/aktif sesuai dengan rata-rata masing-masing

desa/kelurahan yaitu pada tahun 2018 PPM yang di harapkan sebesar 346

peserta KB baru.

Ada bebrapa faktor yang mempengaruhi BKKBN dalam menjalankan

program Kampung KB, /faktor utama menjadi penghambat program KB

adalah sosialisasi yang kurang baik kepada masyarakat dan kurangnya

fasilitas yang mendukung program KB tersebut. Hambatan yang ditemui

dalam mensosialisasikan program Keluarga Berencana banyak terjadi

diberbagai bidang mulai dari tingkat ekonomi, pengetahuan, pendidikan,

usia, tidak sama sehingga sulit memberikan pemahaman kepada

masyarakat akan pentingnya program KB tersebut. Pola pikir yang sudah

tertanam pada target sasaran masyarakat yaitu “banyak anakbanyak rejeki”

juga merupakan faktor penghambat masuknya program KBtersebut.

Fasilitas yang kurang memadai, Seperti tempat atau ruangan untuk

melaksanakan penyuluhan atau sosialisasi program Keluarga Berencana

(KB). Kurangnya tenaga penyuluh atau PLKB pada saat akan turun ke lokasi

menjadi salah satu faktor penghambat dalam mensosialisasikan program

Keluarga.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Darmawati tahun 2017

bahwa perilaku yang dipengaruhi oleh sosial yang ada di masyarakat. Hal ini

secara tidak langsung akan mempengaruhi pasangan usia subur dalam

pengambilan keputusan. Informasi mengenai penggunaan dan metode

kontersepsi akan membuat pasangan usia subur menjaga kesehatan


7

reproduksinya dengan menjadikan dirinya sebagai akseptor keluarga

berencana.

B. Rumusan Masalah

Program Keluarga Berencana (KB) adalah suatu program yang

multitujuan, diciptakan dalam rangka mengurangi angka pertumbuhan

penduduk dan ingin membentuk suatu Norma Keluarga Kecil Bahagia dan

Sejahtera.Pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana Nasional selama ini

telah memperoleh kemajuan yang cukup menggembirakan.Keberhasilan itu

mutlak harus dipertahankan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian

tersebut ternyata belum merata.Salah satu Upaya pemerintah dalam

mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan membentuk Kampung

KB.Pemerintah menyusun suatu program yang bertanggung jawab untuk

menyebarluaskan program KB yang berkualitas guna meningkatkan Metode

Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET) (IUD, Implant, Kontap).

Namun pada realisasinya masih belum sesuai dengan harapan atau

indikator keberhasilan dari program.Berdasarkan latar belakang diatas maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis determinan

penggunaan alat kontrasepsi Di Wilayah Kampung KB Kota Makassar

2018.

.C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis Determinan penggunaan alat kontrasepsi Di

Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui adanya Hubungan Pengetahuan Ibu dengan

Penggunaan alat Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota

Makassar
8

b. Untuk mengetahui adanya Hubungan Sikap Ibu dengan Penggunaan

alat Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

c. Untuk mengetahui adanya Hubungan dukungan Suami dengan

Penggunaan alat Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota

Makassar

d. Untuk mengetahui adanya Hubungan peran PLKB dengan

Penggunaan alat Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota

Makassar

e. Untuk mengetahui faktor apa yang paling berhubungan dengan

Penggunaan alat Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota

Makassar

D. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi manfaat bagi keilmuan, metodologis, dan

aplikatif.

1. Bagi keilmuan

Hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan, terutama bidang

KB.

2. Metodologis

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar mengenai pengaruh

Kampung KB terhadap perilaku Ibu dalam berKB secara berkualitas,

dan sebagai acuan bagipenelitian selanjutnya.

3. Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat membantu mengevaluasi dampak program

kampung KB terhadap keberhasilan tujuan dari Program KB itu sendiri


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Program Keluarga Berencana ( KB )

1. Definisi Keluarga Berencana (KB)

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah

tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk:

a. Mendapatkan objektif - objektif tertentu.

b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.

c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.

d. Mengatur interval di antara kelahiran.

e. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan

umur suami isteri.

f. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur

(PUS). Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh

pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan

kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain

adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek

swasta dan bidan desa.

Jenis alat / obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB,

IUD, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis

kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos

layanan KB dan kader desa. Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh

bidan dan dokter sedangkan kontrasepsi jenis, IUD, implant dan

vasektomi tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan

berkompeten.
10

2. Tujuan KB

Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan

pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran.

Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan

yang lain selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya

menurunkan tingkat kelahiran dilakukan dengan mengajak pasangan usia

subur (PUS) untuk berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang

belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan

pengerti-an mengenai keluarga berencana.

Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan

pembangunan KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan

jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus

memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan pembudayaan NKKBS serta

peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana. Selanjutnya

untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus dimantapkan

usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan

KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB,

penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan

pemantapan pelaksanaan program di lapangan.

3. Ruang Lingkup Program KB

Ruang lingkup program KB secara umum adalah sebagai berikut :

a. Keluarga berencana

b. Kesehatan reproduksi remaja

c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga

d. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas

e. Keserasian kebijakan kependudukan

f. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)


11

g. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan.

4. Sasaran Program KB

Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan

sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin

dicapai.sasaran langsung adalah PUS yang bertujuan untuk

menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepasi

secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsung adalah

pelaksana dan pengolah KB, dengan tujuan menurunkan tingkat

kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu

dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas dan sejahtera.

B. Tinjauan Tentang Kontrasepsi

1. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya

kehamilan.Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan

permanen.Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel

sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah

dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).

2. Efektivitas (Daya Guna) Kontrasepsi

efektivitas atau daya guna suatu cara kontrasepsi dapat dinilai pada 2

tingkat, yakni:

a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan

suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang

tidak diinginkan, apabila kontrasepsi tersebut digunakan dengan

mengikuti

aturan yang benar.


12

b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan

kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya

dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti pemakaian yang tidak hati-hati,

kurang disiplin dengan aturan pemakaian dan sebagainya.

3. Memilih Metode Kontrasepsi

ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih

kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang baik ialah kontrasepsi yang

memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Aman atau tidak berbahaya

b. Dapat diandalkan

c. Sederhana

d. Murah

e. Dapat diterima oleh orang banyak

f. Pemakaian jangka lama (continution rate tinggi).

Adapun faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi yaitu:

a. Faktor pasangan

Umur, Gaya hidup, Frekuensi senggama, Jumlah keluarga yang

diinginkan, Pengalaman dengan kontraseptivum yang lalu, Sikap

kewanitaan, Sikap kepriaan.

b. Faktor kesehatan

Status kesehatan, Riwayat haid, Riwayat keluarga, Pemeriksaan

fisik, Pemeriksaan panggul.

Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi :

a. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam

kategori ini adalah jenis susukatau implant, IUD, MOP, dan MOW.
13

b. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yangtermasuk

dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain

selain metode yang termasuk dalam MKJP.

5. Jenis jenis alat kontrasepsi

a. Metode jangka pendek

1) Metode amenorhea laktasi (MAL)

Adalah alat kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu

Ibu (ASI) secara eksklusif.

2) Kondom

Adalah suatu selubung atau sarung karet yang terbuat dari

berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau

bahan alami yang di pasang pada penis atau vagina pada saat

melakukan hubungan seksual.

3) Metode kalender

Adalah metode kontrasepsi yang digunakan berdasarkan masa

subur dimana harus menghindari hubungan seksual tanpa

perlindungan kontrasepsi pada hari ke 8-19 siklus menstruasi

4) Kontrasepsi pil

Adalah kontrasepsi yang diminum yang mengandung hormonal

baik hormon estrogen, progesteron dan prolaktin yang dapat

mencegah kehamilan.

5) Kontrasepsi suntik

Adalah alat kontrasepsi suntik yang berisi hormon (estrogen dan

progesteron) untuk mencegah kehamilan.

b. Metode jangka panjang

1) Implan
14

Adalah salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang

terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon dan dipasang

di bawah kulit lengan atas.

2) AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)

Adalah suatu alat yang terbuat dari plastik yang lentur yang

dipasang dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang.

3) Metode kontrasepsi kontap (permanen)

Kontrasepsi mantap (kontap) merupakan terjemahan dari bahasa

Inggris, secure cotraseption. Nama lain dari kontrasepsi mantap

adalah sterilisasi (sterilization)/kontrasepsi operatif (surgical

contraseption). Dari sini dikenal istilah medis operatif pria (MOP)

medis operatif wanita (MOW) untuk sterilisasi wanita.

MOP (medis operatif pria) adalah suatu metode kontrasepsi

operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana, dan

sangan efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak

memerlukan anastesi umum

MOW (medis operatif wanita) adalah setiap tindakan pada kedua

saluran telur yang mengakibatkan orang wanita atau pasangan

yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan

lagi.Tubektomi adalah metode kontrasepsi permanen dimana

saluran tuba diblokir sehingga sel telur tidak bisa masuk ke dalam

rahim.

C. Tinjauan Tentang Program Kampung KB

Kampung KB adalah sebuah program baru BKKBN yang kental dengan

inovasi.Ia menjadi salah satu “pintu masuk” optimalisasi percepatan

penggarapan program KKBPK di tingkat akar rumput. Karena itu, Presiden


15

Jokowi sangat mengapresiasi kehadiran program ini.Bahkan meminta agar

BKKBN segera mencanangkan Kampung KB, karena strategisnya

keberadaan kampung ini.

Pencanangan Kampung KB itu sendiri akhirnya terealisasi pada 14

Januari 2016 lalu, dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo di

permukiman nelayan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Mengapa Cirebon?

Karena daerah ini telah menerapkan Kampung KB dalam beberapa waktu

ke belakang, dan dinilai cukup mumpuni untuk menjadi salah satu daerah

percontohan.

Melalui Kampung KB, BKKBN juga akan menggalakkan program revolusi

mental berbasis keluarga (RMBK) untuk membangun karakter keluarga-

keluarga Indonesia. Keha diran Kampung KB menjadi perhatian ter sendiri

Presiden, sejalan pula dengan instruksi Presiden agar BKKBN, mitra kerja

dan masyarakat bekerja lebih keras lagi untuk mengendalikan pertumbuhan

penduduk dan pembangunan keluarga.

Ajakan presiden ini seiring dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2010.

Dalam sensus sepuluh tahunan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ini

diketahui tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia berada pada posisi 1,49

persen atau setara dengan jumlah penduduk Singapura saat ini. Padahal,

pemerintah menargetkan pertumbuhan populasi saat ini dapat ditekan

menjadi 1,1 persen.

Kehadiran Kampung KB memberikan harapan.Setidaknya bila Penyuluh

KB (PKB), Petugas Lapangan KB (PLKB) maupun kader KB benarbenar

menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta profesionalismenya

dengan benar.Berhasil tidaknya pelaksanaan program KKBPK di Kampung

KB sepenuhnya terletak di pundak mereka sebagai petugas atau ujung

tombak terdepan program KKBPK di lini lapangan.


16

Sejarah Kampung KB Adalah sebuah kerja panjang meng hadirkan

Kampung KB (ada daerah, dengan kearifan lokal, menyebutnya “Kampung

Keluarga Kecil Berkualitas” atau “Kampung KKB”) di sebuah

daerah.Pemerintah Ka bupaten Sukabumi di Jawa Barat, seperti halnya

Pemerintah Kabupaten Cirebon, mempunyai cerita panjang tentang

itu.Karena Kampung KKB diwujudkan keberadaannya di kabupaten itu.

Panjang kisahnya, sepanjang lelahnya mewujudkan Kampung KB

pertama kali di Kabupaten Sukabumi. Untuk mengetahui proses panjang

perjalanan pembentukannya. Betapa tidak, implementasi Kampung KB

sangat ditentukan oleh data keluarga di setiap wilayah.Operasionalisasi

diawali dengan pendataan dan pemetaan yang dilakukan petugas lini

lapangan seperti PLKB, PKB, Tenaga Penggerak Desa (TPD), dan tenaga

kerja kontrak di setiap desa.

Pemetaan didasarkan pada data mikro keluarga, yaitu R/I/KS dan

R/I/MDK serta R/I/PUS.Data mikro tersebut dianalisis untuk menentukan

sasaran, potensi, dan permasalahan yang berkaitan dengan program

KKBPK di desa atau kelurahan binaan.Data mikro keluarga menyediakan

empat informasi utama, meliputi data demografi, data KB, data tahapan

keluarga sejahtera, dan data anggota keluarga.

Data yang sudah dianalisis dan menjadi informasi tentang KKBPK

disosialisasikan kepada masyarakat, Ketua RW/RT, apa rat pemerintah

desa/kelurahan, tokohto koh masyarakat, dan lembaga swadaya

masyarakat. Data ini menjadi bahan dalam penyusunan perencanaan

pembangunan tingkat desa atau kelurahan.

Selanjutnya disusunlah perencanaan program KKBPK di tingkat desa

atau kelurahan.Pekerjaan ini dilakukan di awal tahun anggaran berdasarkan

hasil analisis pendataan ke luarga yang telah disosialisasikan kepada


17

pemangku kepentingan di tingkat desa dan kelurahan.Petugas lapangan

menyiapkan data dan informasi tentang permasalahan dan kebutuhan

program untuk diajukan dalam perencanaan pembangunan desa dan

kelurahan.

Forum yang digunakan untuk menyusun perencanaan tersebut antara

lain Musrenbangdes, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM), dan Alokasi Dana Desa (ADD). Selanjutnya, rencana tahunan

tersebut diterjemahkan oleh PLKB ke dalam rencana bulanan dan

minggguan.Rencanarencana tersebut kemudian disodorkan kepada

pemangku kepentingan.Tujuannya meminta dukungan semua

pihak.Targetnya, menjadikan program KKBPK sebagai agenda bersama.

1) Prasyarat Pembentukan, Ruang Lingkup Dan Sasaran Kampung KB

Dalam proses pembentukannya, suatu wilayah yang akan dijadikan

sebagai lokasi Kampung KB perlu memperhatikan persyaratan wajib

yang harus dipenuhi, yaitu:

1) Tersedianya Data Kependudukan yang Akurat

Data Kependudukan yang akurat adalah data yang bersumber dari

Hasil Pendataan Keluarga, data Potensi Desa dan data Catatan Sipil

yang akurat sehingga dapat digunakan sebagai dasar penetapan

prioritas, sasaran dan program yang akan dilaksanakan di suatu

wilayah Kampung KB secara berkesinambungan.

2) Dukungan dan komitmen Pemerintah daerah

Komitmen dan peranan aktif seluruh instansi/unit kerja pemerintah

khususnya Perintahan Kabupaten/Kota, Kecamatan dan

Desa/Kelurahan dalam memberikan dukungan pelaksanaan program

dan kegiatan yang akan dilaksanakan di kampung KB dan

memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidang


18

tugas instansi masing masing untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat.

3) Partisipasi Masyarakat yang berpartisipasi aktif

Partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaan

seluruh kegiatan yang akan dilakukan di kampung KB secara

berkesinambungan guna meningkatkan taraf hidup seluruh

masyarakat yang di wilayahnya.

2) Ruang lingkup kegiatan Kampung KB

Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan di Kampung KB meliputi:

a. Kependudukan;

b. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi;

c. Ketahanan Keluarga dan Pemberdayaan Keluarga (Pembangunan

Keluarga)

d. Kegiatan Lintas Sektor (Bidang Pemukiman, Sosial Ekonomi,

Kesehatan, Pendidikan, Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak, dan sebagainya–disesuaikan dengan kebutuhan

wilayah Kampung KB)

3) Sasaran penggarapan

a. Sasaran

Sasaran yang merupakan subjek dan objek dalam pelaksanaan

program dan kegiatan di Kampung KB adalah Keluarga, Remaja,

Penduduk Lanjut Usia (Lansia), Pasangan Usia Subur (PUS),

Keluarga dengan balita, Keluarga dengan remaja, Keluarga dengan

lansia, Sasaran sektor sesuai dengan bidang tugas masing masing

b. Pelaksana:

1) Kepala Desa/Lurah

2) Ketua RW, Ketua RT


19

3) PKB/PLKB/TPD

4) Petugas Lapangan sektor terkait

5) Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Tingkat

Desa/Kelurahan

6) Institusi Masyarakat Pedesaan (PPKBD dan Sub PPKBD)

7) Tokoh Masyarakat (Tokoh Adat/Tokoh Agama/Tokoh Masyarakat

di desa/kelurahan)

8) Kader

Gambar 2.1. Model Penggarapan Kampung KB (Badan Keluarga Berencana

Kota Makassar, 2016)


20

4) Lingkup Penggarapan Kampung Kb

a. Kriteria Pemilihan Wilayah Kampung KB

1) Kriteria Utama

Terdapat dua kriteria utama yang wajib dipenuhi dalam pemilihan

dan penetapan pembentukan kampung KB. Kedua kriteria utama

tersebut adalah:

a) Jumlah Pra-KS dan KS-1 (miskin) di atas rata-rata Pra KS-

dan KS-1 tingkat desa/kelurahan dimana kampung tersebut

berada.

b) Jumlah peserta KB di bawah rata-rata pencapaian peserta KB

tingkat desa/kelurahan dimana kampung tersebut berlokasi.

2) Kriteria Wilayah

Setelah terpenuhi dua kriteria di atas sebagai kriteria utama

pemilihan dan pembentukan kampung KB, maka selanjutnya

dapat memilih salah satu atau lebih kriteria wilayah berikut

Kumuh, Pesisir/Nelayan, Daerah Aliran Sungai (DAS), Bantaran

Kereta Api, Kawasan Miskin (termasuk Miskin Perkotaan),

Terpencil, Perbatasan, Kawasan Industri, Kawasan Wisata, Padat

penduduk

3) Kriteria Khusus

a) Kriteria Data

Setiap RT/RW memiliki Data dan Peta Keluarga yang

bersumber dari hasil Pendataan Keluarga, data kependudukan

dan/atau pencatatan sipil yang akurat

b) Kriteria Kependudukan

Angka partisipasi penduduk usia sekolah rendah

c) Kriteria Program Keluarga Berencana


21

1) Peserta KB Aktif lebih rendah dari capaian rata-rata tingkat

desa/kelurahan;

2) Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

lebih rendah dari capaian rata-rata tingkat desa/kelurahan;

3) Tingkat Unmet Need lebih tinggi dari capaian rata-rata

tingkat desa/kelurahan.

5) Tahapan Operasional/Pelaksanaan Kegiatan Kampung KB

Setelah seluruh proses tahapan pembentukan Kampung KB diatas

selesai, maka dilanjutkan pada tahapan implementasi kegiatan yang

didahului dengan rapat persiapan oleh satuan kerja perangkat daerah

(SKPD) terkait di tingkat kabupaten, dimana salah satu output yang

diharapkan dapat dicapai pada rapat tersebut adalah tersusunnya

terjemahan Rencana Program dan Anggaran Kampung KB melalui

Alokasi Jadwal Kegiatan (AJK) yang meliputi rencana pelaksanaan

kegiatan bulanan dan mingguan agar dapat mengarahkan para

pelaksana kegiatan (Kelompok Kerja Kader per-Bidang) agar dapat

mencapai target kinerja yang diharapkan. Kemudian pada tahapan

selanjutnya diselenggarakan workshop tingkat Kabupaten/Kota oleh

Perwakilan BKKBN Provinsi, dimana workshop tersebut bertujuan untuk:

a. Memberikan pemahaman tentang konsep Kampung KB termasuk

indikator-indikator keberhasilan yang harus dicapai.

b. Mensosialisasikan Rencana Program dan Kegiatan Kampung KB

yang telah disusun.

c. Mensosialisasikan Alokasi Jadwal Kegiatan (AJK) bulanan dan

mingguan.

d. Pemaparan informasi tentang alur pengganggaran kegiatan

(APBN/APBD/Dana Desa/Dukungan anggaran lintas sektor)


22

e. Mensosialisasikan format-format evaluasi dan pelaporan.

f. Koordinasi lintas sektor dan kemitraan.

Di tingkat Kecamatan, diselenggarakan lokakarya mini yang diikuti oleh

pemangku kepentingan tingkat Kecamatan dan Desa/Lokasi Kampung

KB untuk kemudian ditindaklanjuti dengan lokakarya mini tingkat Desa

dan Pelatihan Kader Desa/Kelurahan (Kelompok Kerja Kader per-bidang

yang telah ditetapkan dalam Struktur Organisasi Kampung KB) dengan

target setiap kader mampu melaksanakan kegiatan Kampung KB yang

telah direncanakan. Kader bersama toga/toma melaksanakan KIE

kepada masyarakat melalui:

a. KIE Individu atau kunjungan ke rumah-rumah sasaran

b. KIE Kelompok dengan memanfaatkan forum-forum social

(pengajian,pertemuan BKB, Pertemuan BKR, pertemuan UPPKS,

Arisan , Taman Posyandu dll)

c. KIE Massa dengan memanfaatkan media tradisional, Mupen, Acara-

acara hiburan rakyat, dll

d. KIE Konseling kepada sasaran (Ibu Hamil,BUTEKI,PUS bukan

peserta KB, Calon Peserta KB) untuk menentukan dan

memantapkan pilihan kontrasepsi yang digunakan.


23

6) Indikator Keberhasilan Sertaevaluasi Dan Pelaporan Kegiatan

Kampung Kb

a. Indikator keberhasilan

Sebagai sebuah proses, indikator ketercapaian model kampung

KB tidak semata-mata hanya melihat hasil, namun keberhasilan juga

didasarkan pada input, proses dan output. Keberhasilan “input”

ditandai dengan jumlah PLKB/PKB proporsional, ketersediaan

dukungan operasional (anggaran) untuk program KKBPK dari APBD

dan APBN maupun sumber dana lain seperti PNPM, Anggaran Dana

Desa (ADD), Program keluarga harapan (PKH), Jamkesmas atau

Jamkesda, ketersediaan sarana operasional, baik kontrasepsi maupun

sarana pendukung lainnya.

Keberhasilan “proses” ditentukan berdasarkan pada: 1).

Peningkatan frekuensi dan kualitas kegiatan advokasi dan KIE; 2).

Peningkatan kualitas pelayanan KB an KR; 3). Pertemuan berkala

kelompok kegiatan BKB, BKR, BKL, UPPKS, pertemuan IMP, Staf

Meeting dan Lokakarya mini; 4).Pelayanan Taman Posyandu (PAUD,

Kesehatan/Posyandu dan BKB), surat nikah, akta kelahiran, KTP.

Sedangkan keberhasilan “Output: ditentukan berdasarkan pada

beberapa indikator sebagai berikut:


24

Tabel 2.1. Indikator keberhasilan output kegiatan program kampung KB (Badan


Keluarga Berencana Kota Makassar, 2016)

NO INDIKATOR CAPAIAN

1 Data dan Informasi

Setiap RT/RW memiliki data dan peta keluarga yang


100%
bersumber dari pendataan keluarga

2 Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

> rata-rata capaian


Peserta KB Aktif (CU/PUS)
desa/kelurahan

> rata-rata capaian


MKJP
desa/kelurahan

> rata-rata capaian


Pria ber-KB dari total peserta KB
desa/kelurahan

< rata-rata capaian


Unmeet need
desa/kelurahan

3 Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga

< rata-rata capaian


Partisipasi klg yang memiliki balita dlm BKB
desa/kelurahan

< rata-rata capaian


Partisipasi klg yang memiliki remaja dlm BKR
desa/kelurahan

< rata-rata capaian


Partisipasi klg yang memiliki lansia dlm BKL
desa/kelurahan

< rata-rata capaian


Partisipasi lansia dalam BKL
desa/kelurahan

< rata-rata capaian


Partisipasi remaja dalam PIK
desa/kelurahan

Rata-rata usia kawin perempuan > 20 tahun

4 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

5 Kesehatan

6 Sosial Ekonomi ditentukan oleh


kementerian / lembaga,
7 Pendidikan pemprov, pemda

8 Pemukiman dan Lingkungan

9 Program lainnya sesuai dengan perkembangan


25

b. Evaluasi dan pelaporan kegiatan Kampung KB

Perkembangan pelaksanaan kegiatan dan realisasi program dan

anggarannya secara rutin dilaporkan (triwulan, semester dan tahunan)

oleh Ketua Kampung KB secara berjenjang kepada Kepala SKPD KB

untuk ditembuskan kepada Bupati/Walikota selaku Pembina Kampung

KB dan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi.

D. Tinjauan Umum Tentang Perilaku

Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau

aktivitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan.Aktivitas tersebut

ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut

Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi

organisme terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan

bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat

diamati dan bahkan dapat dipelajari (Ahmad Kholid, 2012).

1. Domain Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang

lingkup yang sangat luas.Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi

pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain (ranah/kawasan),

meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang

jelas dan tegas.Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan

tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah

mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut,

yang terdiri dari: a) ranah kognitif (cognitive domain), b) ranah efektif

(affective domain), dan c) ranah psikomotor (psychomotor domain).


26

Ranah psikomotor ini menurut teori Skinner sama dengan tindakan atau

praktik (Practice).

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan

untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur

dari:

a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang

diberikan (knowledge)

b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang

diberikan (attitude)

c. Praktik (praksis), atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik

sehubungan dengan materi pendidikaan yang diberikan (practice)

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang deawasa

dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu

terhadap stimulus yang berupa materi atau objek diluarnya.

Kemudian menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut,

dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek

terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang

telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan respons lebih

jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan

dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, dalam kenyataan

stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan

tindakan.Artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa

mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya.

Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh

pengetahuan atau sikap.


27

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua, (Notoatmodjo, 2005) yaitu :

a. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut

masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas.

Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,

perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang

bersangkutan. Bentuk “unob servable behavior” atau “covert

behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap

b. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut

sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari

luar atau “observable behavior”.

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui

dua cara, secara langsung maupun secara tidak langsung, yakni dengan

pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subjek dalam

rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung

menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan

melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah

dilakukan berhubungan dengan objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

2. Teori perilaku kesehatan

Beberapa teori telah dicoba untuk mengungkapkan determinan

perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan


28

dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat mengenai perubahan

perilaku. Ketiga teori tersebut adalah:

a. Teori Lawrence Green

Teori Lawrence Green mencoba menganalisis dari tingkat kesehtan.

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu

faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non

behaviorcauses)

Gambar 2.3. Teori Lawrence green Teori Lawrence Green dalam

Notoatmodjo, 2011

keturunan

Pelayanan Status lingkungan


kesehatan kesehatan

perilaku
Pengetahuan, sikap, Sikap dan perilaku
kepercayaan, tradisi, petugas serta Tokoh
nilai dan sebagainya Ketersediaan Masyarakat
fasilitas

PPM pem. Sosial


Komunikasi DK P.O Training P.O

Pendidikan
kesehatan
29

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk tiga faktor.

(Ahmad Kholid, 2012) yaitu :

1. Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan

mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam

kelompok ini adalah ilmu pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya,

kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku

tertentu, umur, jenis kelamin, suku, agama, tingkat pendidikan,

status pekerjaan, dan status ekonomi. Faktor predisposisi dalam

penelitian ini adalah:

a. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan ditujukan untuk

menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun

masyarakatnya. Disamping itu pendidikan kesehatan juga

memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan

masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang

menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan adalah Hasil penginderaan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui

indrayang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).

Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Menurut

Notoatmodjo (2010), Pengetahuan seseorang terhadap objek


30

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara

garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1) Tahu (Know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)

memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati

sesuatu.

2) Memahami ( Komprehension) Memahami suatu objek bukan

hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar

dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterprestasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

3) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

4) Analisis (analysis) Analisis adalah sebagai kemampuan

seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian

mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat

dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

5) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu

kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu

hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan

yang dimiliki.

6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu objek tertentu. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada


31

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang

berlaku dimasyarakat. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau dengan angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2003).

c. Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder

keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi

dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini

akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang temasuk

kebutuhan sekunder.

d. Paritas adalah angka-angka yang menunjukkan jumlah anak yang

dimiliki PUS yaitu ≥ orang anak. Sikap Sikap menggambarkan

suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.

e. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang

lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau

menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-

nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata

contohnya : sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan

berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman

seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi Jangka

Panjang seperti IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya

sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut

KB dengan alat kontrasepsi apapun (Notoatmodjo, 2003).


32

2. Faktro-faktor pendukung (Enabling factors Faktor pendukung adalah

faktor untuk mendukung terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk

dalam kelompok ini adalah ketersediaan sumber daya

kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber

daya kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. Pemberian KIE mengenai KB

menjadi prioritas dan komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan

ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan. Tersedia atau

tidaknya sarana yang dapat dimanfaatkan adalah hal penting dalam

munculnya perilaku seseorang dibidang kesehatan. Berapapun

positifnya latar belakang, kepercayaan dan persiapan mental yang

dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu seseorang

tidak akan dapat berbuat banyak dan perilaku kesehatan tidak akan

muncul (Maryani,2006).

3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Yang

termasuk faktor ini adalah pendapat, dukungan, kritik baik dari

keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga dari

petugas kesehatan itu sendiri. Faktor pendorongi dalam penelitian ini

adalah

a. Keluarga

Peran keluarga adalah suatu yang diharapkan secara normative

dari seorang dalam situasi social tertentu agar dapat memenuhi

harapan.Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang


33

diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi

peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal,sifat, kegiatan yang berhubungan dengan

individudalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam

keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga,

kelompok, dan masyarakat.

Menurut Friedman (1998) dukungan suami dianggap

melemahkan dampak stress dan secara langsung memperkokoh

kesehatan mental individu dalam keluarga. Keberadaan

dukungan suami yang adekuat terbukti berhubungan dengan

status kesehatan yaitu timbulnya suatu motivasi bagi istri yang

mengarah pada perilaku tertentu.Bentuk dukungan dari suami

dapat berupa persetujuan suami pada istri untuk menggunakan

kontrasepsi metode jangka Panjang.

b. Petugas Kesehatan / PLKB

Sikap petugas kesehatan dalam melakukan konseling KB

memperlakukan klien dengan baik, interaksi antara petugas dan

klien, memberikan informasi yang baik dan benar kepada klien,

menghindari pemberian informasi yang berlebihan, membahas

metode yang diingini klien,membantu klien untuk mengerti dan

mengingat.

tenaga kesehatan harus lebih berupaya dalam memberikan

pendidikan kesehatan dan konseling kepada wanita pasangan

usia subur secara informal. Karena pada umumnya Wanita


34

pasangan usia subur lebih mudah mendapat informasi tentang

KB dari tetangga maupun lingkungan sekitarnya.

PLKB merupakan ujung tombak pengelola KB di lini lapangan.

Bila dilihat dari Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) jabatannya,

para Penyuluh KB adalah juru penerang pada keluarga dan

masyarakat luas menuju perubahan. Penyuluh KB juga

merupakan salah satu komponen penting dalam upaya

peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga

sebagai indikator kemajuan yang telah dicapai oleh suatu daerah.

Penyuluh KB bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam

memberikan berbagai penyuluhan program KB.

b. Teori Snehandu B. Kar

Teori Snenhandu mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan

tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi niat seseorang untuk

bertindak sehubungan dengan kesehatan (behavior intention),

dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (socialsupport), ada atau

tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessibility of information), otonomi pribadi yang bersangkutan

dalam ha mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomi)

dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak

(action situation)

2. Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan

seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 6 alasan

pokok, yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai


35

referensi, sumber-sumber daya (resouces) dan kebudayaan

(Notoatmodjo, 2003).

Kemudian menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut,

dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si

subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni

objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan

menimbulkan respons lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action)

terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun

demikian, dalam kenyataan stimulus yang diterima oleh subjek dapat

langsung menimbulkan tindakan.Artinya, seseorang dapat bertindak

atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu terhadap

makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan

(practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau

sikap.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan.

Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas

kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku. Sedangkan seorang ibu yang

tidak mau ikut KB, mungkin karena tidak ada minat dan niat terhadap

KB (behavior intencional), atau barang kali tidak ada dukungan dari

masyarakat sekitarnya (socialsupport). Mungkin juga karena kurang

atau tidak memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessibility

of information) atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk


36

menentukan. Misalnya, harus tunduk kepada suaminya, mertua atau

orang lain yang disegani (personalautonomy) ( Notoatmodjo, 2007, p-

180).
37

KERANGKA TEORI

Gambar 2.4.Kerangka teori Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo,


2003; teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2011

Program Keluarga - perencanaan


Berencana (KB) yang - Proses
sudah kurang bergema - evaluasi

Indikator keberhasilan

Faktor yang Program - Input : jumlah PLKB/PKB


mempengaruhi proporsional, ketersediaan
pemerintah
sumber dana ketersediaan
perilaku Kampung KB sarana operasional
(lawrence, 1984)
- Proses : Peningkatan
frekuensi dan kualitas
Predisposisi
kegiatan advokasi dan
- Pengetahuan KIE; kualitas pelayanan
- Sikap KB an KR; kegiatan BKB,
- Kepercayaan BKR, BKL, UPPKS,
- Tradisi pertemuan IMP, Staf
- Nilai Meeting dan lokmin;
Pelayanan PAUD, surat
Enabling nikah, akta kelahiran,
- Ketersesiaan KTP.
sumber daya - Output : semua indikator
memenuhi rata-rata
manusia
capaian desa/kelurahan
- Fasilitas Perubahan
Reinforcing perilaku PUS
- Sikap dan
perilaku
Domain perilaku
petugas (benyamin bloom,
1908)
Pengggunaan
- Pengetahuan
alat kontrasepsi - Sikap
- tindakan
38

Kerangka Konsep

Kerangka konsep bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar

variabel yang akan diteliti. Dalam menyusun kerangka konsep dimulai dari

variabel yang mewakili masalah penelitian. Konsep penelitian ini terdiri dari

dua variabel, yaitu veriabel dependen dan variabel independen. Variabel

dependen pada penelitian ini yaitu penggunaan alat kontrasepsi di wilayah

Kampung KB. Variabel independen pada penelitian ini yaitu pengetahuan,

sikap, dukungan Suami dan peranPLKB.

Gambar 2.5.kerangka Konsep analisis faktior yang mempengaruhi WUS dalam


keikutsertaan program KB MJP d wilayah Kamppung KB Kota Makassar

Variabel dependent Variabel independent

Faktor predisposisi :

pengetahuan

sikap

Faktor pendukung:

Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan


Penggunaan alat
Keterjangkauan fasilitas pelayanan
kesehatan
kontrasepsi di
wilayah Kampung
KB
Faktor pendorong:

Dukungan suami

PLKB di wilayah kampung KB

Keterangan:
Hipotesis
: di teliiti
Hipotesis penelitian ini adalah:
: tidak di teliti
39

1. Hipotesis null (Ho) :

a. Tidak ada Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Penggunaan alat

Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

b. Tidak ada Hubungan Sikap Ibu dengan Penggunaan alat Kontrasepsi

di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

c. Tidak ada Hubungan dukungan Suami dengan Penggunaan alat

Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

d. Tidak ada Hubungan peran PLKB dengan Penggunaan alat

Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

e. Tidak ada faktor yang paling berhubungan dengan Penggunaan alat

Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

2. Hipotesis alternatif (Ha)

a. ada Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Penggunaan alat

Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

b. ada Hubungan Sikap Ibu dengan Penggunaan alat Kontrasepsi di

Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

c. ada Hubungan dukungan Suami dengan Penggunaan alat

Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

d. ada Hubungan peran PLKB dengan Penggunaan alat Kontrasepsi di

Wilayah Kampung Kb Kota Makassar

e. ada faktor yang paling berhubungan dengan Penggunaan alat

Kontrasepsi di Wilayah Kampung Kb Kota Makassar


40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatifdesain penelitian

observasional dengan rancangan cross-sectional yang bertujuan untuk

mengetahui adaatau tidak adanya hubunganVariabel independen pada

penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap, dukungan Suami dan peran PLKB

terhadap variabel dependen yaitu penggunaan alat kontrasepsi di wilayah

Kampung KB yang diidentifikasi secara bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kampung KB yang terletak di

Kecamatan panakukkang yaitu di kelurahan karuwesi.Kecamatan

tersebut merupakan kecamatan.dengan jumlah PUS yang besar yaitu

12.435 (Panakukkang) dan capaian Akseptor KB MJP yang Masih rendah

di Kota Makassar, yaitu sebesar3.625 (29,15). Program ini awalnya

berasal dari program inovasi lorong KB. kampung KB mewakili satu

kelurahan dari setiap kecamatan yang ada di Kota Makassar.

Adapun pelaksanaan penelitian ini akan berlangsung pada bulan

september november Juni 2018


41

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan elemen/subjek penelitian (Saepudin,

2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PUS di kelurahan

Karuwisi sebanyak 1.767 pasang.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple

random sampling. Pada teknik ini, setiap subyek yang ada dalam

populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi

sampel. Sampel yang digunakan adalah akseptor KB dan memenuhi

kriteria inklusi dan jika tidak memenuhi kriteria maka tidak dimasukan

sebagai sampel, Dan petugas PLKB 1 orang sebagai penanggung

jawab Kampung KB yang bertugas di lokasi penelitian sebagai

referensi informan.

Penentuan besar sampel yang digunakan adalah rumus besar sample

crossectional Lemeshow (1997);

𝑍1−𝛼/2 𝑝 (1 − 𝑝)𝑁
𝑛=
𝑑 2 (𝑁 − 1) + 𝑍1−𝛼/2 𝑝 (1 − 𝑝)

Keterangan:
n = jumlah sampel
p = proporsi Pasangan Usia Subur (15-49 Tahun) Yang Memiliki
Kebutuhan KB Dan Menggunakan Alat Kontrasepsi Metode
berdasarkan data BPS Sulawesi Selatan 47,5 % (0,475)
q = 1-p = 1 – 0,475 = 0,525
d = limit dari error atau presisi absolutJika ditetapkan =0,05
42

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

maka;

𝑍1−𝛼 𝑝 (1 − 𝑝)𝑁
2
𝑛=
𝑑 2 (𝑁 − 1) + 𝑍1−𝛼 𝑝 (1 − 𝑝)
2

1,962 . 0,475 . 0,525 . 1767


𝑛=
0,0025 . 1766 + 1,962 . 0,475 . 0,525

864,546716
𝑛=
4,415 + 0,49

865
𝑛= = 176,35
4,905

berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka besar jumlah sampel

yang di butuhkan dalam penelitian ini adalah 176,35, di bulatkan menjadi

176 responden

D. Kriteria responden

a. Kriteria inklusi

a. Akseptor KB

b. Istri dari pasangan usia Subur (15-49 tahun)

c. Bersedia menjadi responden penelitian

d. Bertempat tinggal di wilayah kampung KB

b. Kriteria eksklusi

Ibu yang tidak bersedia menjadi responden penelitian


43

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari observasi dan

wawancara langsung dengan ibu

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari BKKBN Provinsi

Sulawesi Selatan, BKKBN Kota Makassar, dan Kecamatan lokasi

penelitian

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

wanwancara denganmenggunakan instrumen kuesioner berstruktur dan

terpimpin. Kuesioner berisi variabel yang di teliti

G. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel independen dan variabel dependen

penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengetahuan ibu

Segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang KB, macam-

macam metode jangka panjang dan jangka pendek , Definisi,

Carakerja, Keunggulan, Kekurangan, waktu penggunaan, efek

samping terdiri da/ri 15 pertanyaan.

Pengetahuan yang diajukan di dalam angket terdiri dari 3 opsi pilihan

jawaban yang masing-masing jawaban memiliki nilai paling tinggi ke

rendah 3, 2 dan 1. Skala yang di gunakan adalah skala nominal

Kategori:

a. Pengetahuan tinggi bila jawaban responden ≥ 66,7 %


44

b. Pengetahuan cukup bila jawaban responden <66,7%

2. Sikap Ibu

Tanggapan responden mengenai Program KB, tujuan Program KB,

jumlah anak yang di anjurkan, KB dalam agama, pendapat tentang

Mitos KB, dengan pilihan Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak setuju

(TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS), terdiri dari 8 pertanyaan

angket penilaian adalah STS bernilai 0, SS bernilai 4.

skala Nominal

Kategori:

a. Sikap Positif jika nilai jawaban dari responden ≥ 62,5 %

b. Sikap negative jika nilai jawaban dari responden< 62,5 %

3. Dukungan Suami

Dukungan Suami terhadap Ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Terdiri dari dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan

instrumental, dukungan penghargaan dan dukungan materil. Jumlah

pertanyaan 10 pertanyaan

Angket penilaian adalah YA bernilai 1, TIDAK bernilai 0

Skala Nominal

Kategori:

a. Mendukung jika nilai ≥ 50%

b. Tidak mendukung jika nilai , < 50%

4. Peran tenaga kesehatan

Peran PLKB dalam memberi informasi tentang manfaat KB,

keuntungan dan kerugian, kelemahan, efek samping, tempat

pelayanan KB, dantempat rujukan jika terjadi efek samping.terdiri


45

dari 5 pertanyaan.Angket penilaian adalah YA bernilai 1, TIDAK

bernilai 0.Skala nominal

Kategori:

a. Berperan jika Nilai ≥ 50%

b. Tidak berperan jika Nilai < 50%

5. Penggunaan alat Kontrasepsi

Keikutsertaan Wanita Usia subur dalam menggunakan alat

Kontrasepsi. Pertanyaan berupa metode yang d gunakan, lama

penggunaan, alas an menggunakan, dan perolehan sumber

informasi mengenai KB, Terdiri dari 7 pertanyaan.

Skala nominal

Kategori:

a. Menggunakan alat kontrasepsi MJKP

b. Menggunakan alat kontrasepsi non MJKP

H. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dalam empat

tahap meliputi: editting, untuk menilai kelengkapan data, setelah

kuesioner diisi oleh responden, peneliti mengumpulkan kuesioner

tersebut, terlebih dahulu peneliti memastikan kuesioner telah terisi

dengan lengkap, sehingga jika belum lengkap dapat langsung

diperbaiki dan dilengkapi oleh responden. Selanjutnya dilakukan

pengecekan hasil kuesioner yang telah diisi.

Coding, peneliti melakukan pengkodean untuk mengubah data

yang berbentuk kalimat menjadi angka dan bilangan yang kemudian


46

diolah selanjutnya sesuai cara ukur yang telah ditetapkan di bab

sebelumnya. Peneliti melakukan pengkodean supaya mendapat

kemudahan saat pengolahan data dan mempercepat proses analisa

data.

Entry data, peneliti melakukan entry data atau memasukan

data yang telah ditabulasi ke dalam sistem SPSS, data yang sudah

didapatkan dimasukan ke dalam software.

Selanjutnya Cleaning, peneliti melakukan pengecekan kembali

untuk mengetahui kembali kemungkinan kesalahan dalam

pengkodean atau pemasukan data (Notoatmodjo, 2010).

2. Analisis data

Analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan

variabel dan jenis responden, menyajikan data variabel yang diteliti,

melakukan perhitungan statistikuntuk menjawab rumusan masalah

dan hipotesa (Hastono, 2007). Analisis datayang digunakan pada

penelitian ini yaknii analisa univariat, analisa bivariat, dananalisa

multivariat.

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, bentuk atau

hasilnya tergantung darii jenis datanya (Hastono, 2007). Analisis

univariat pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel

penelitian secara deskritif untuk menentukan karakteristiknya usia,

agama, suku, pendidikan, pekerjaan jumlah anak dan penggunaan

kontrasepsi.
47

Analisis bivariat merupakan analisis untuk dua variabel antara

variabel independen dengan dependen yang bertujuan untuk

mengestimasi adanya hubungan atau perbedaan (Hastono, 2007).

Analisis bivariat pada penelitian inidigunakan untuk membuktikan

hipotesa yang telah dirumuskan yaitu apakahada hubungan antara

pengetahuan, sikap, dukungan suami dan peran PLKB dengan

penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kampung KB (Kategorik)

Analisis bivariat diawali dengan melakukan uji kenormalan data pada

setiap variabel untuk menentukan jenis uji yang tepat digunakan pada

data dalam analisisbivariat (Hastono, 2007).

Analisis bivariat menggunakan uji sesuai datanya (data

berdistribusi normal atau tidak normal). Sehingga analisis bivariat

yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Chisquare (jika

distribusi data normal) dan uji mann whitney (jika distribusi data tidak

normal) (Stang, 2014).

Analisis multivariat bertujuan untuk melihat atau mempelajari

hubungan beberapa variabel (lebih dari satu variabel) independen

dengan satu atau beberapa variabel dependen (umumnya satu

variabel dependen) (Hastono, 2007). Langkah awal untuk dilakukan

analisis multivariat adalah menyeleksi variabel yang akan dimasukan

dalam analisis multivariat. Variabel yang dimasukan dalam analisis

multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai

nilai p < 0,25 (Dahlan, 2011).


48

I. Etika penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menerapkan beberapa prinsip

etik dalampenelitian. Hal ini dilakukan untuk melindungi penelitian dari

masalah etik yangdapat terjadi selama pelaksanaan penelitian. Penelitian

ini menerapkan prinsip-prinsip etika penelitian, meliputi respect for human

dignity, respect for privacyand confidentislity, respect for justice and

inclusiveness, serta balancing harmsand benefits (Loiselle, Profetto-

McGrath, Polit & Beck, 2004).

Prinsip pertama respect for human dignity, peneliti menggunakan

prinsip salingmenghormati harkat dan martabat responden. Peneliti

mempertimbangkan hak-hak responden dalam mendapatkan informasi

terkait jalannya penelitian, danmemperoleh kebebasan menentukan

pilihan untuk berpartisipasi dalam penelitian.Peneliti memberikan

informasi atau penjelasan terkait penelitian kepadaresponden sebelum

responden mengisi kuesioner. Penjelasan tersebut meliputi:manfaat

penelitian, kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang

dapatditimbulkan, prosedur penelitian. Persetujuan responden untuk

dapatmengundurkan diri, dan jaminan kerahasiaan responden.

Prinsip kedua respect for privacy and confidentiality, yakni

menghormati privasidan kerahasiaan responden. Peneliti meminta

responden untuk tidak mencantumkan informasi mengenai identitas

maupun alamat asal respondendalam kuesioner, untuk menjaga

kerahasiaan identitas responden. Penelitimenggunakan inisial atau

identification number sebagai pengganti identitasresponden.


49

Prinsip ketiga respect for justice and inclusiveness, yakni peneliti

memegangprinsip keadilan dan keterbukaan. Peneliti senantiasa bersikap

jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan. Peneliti juga senantiasa

memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan,

intimitas, psikologis, serta perasaan religius responden. Peneliti

meperlakukan responden yang sama baik sebelum,selama, maupun

sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

Prinsip keempat balancing harms and benefits, yakni

memperhitugkan manfaatdan kerugian yang akan ditimbulkan dalam

penelitian. Peneliti melaksanakanpenelitian sesuai dengan prosedur

penelitian guna mendapatkan hasil yangbermanfaat (Beneficence).

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi responden (Non

Maleficent).

Anda mungkin juga menyukai