Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang
terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara
logis, persepsi dan perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai,
dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh),
pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali
masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi1.
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2016,
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di
Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Menurut Bleuler, gejala dari skizofrenia dibagi menjadi 2
kelompok yaitu gejala primer dan gejala sekunder. Gejala primer dari
skizofrenia adalah gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, dan isi
pikiran), gangguan afek dan emosi, gangguan kemauan, dan gejala
psikomotor. Gejala sekunder dari skizofrenia adalah waham dan
halusinasi2.
Saat ini penanganan untuk skizofrenia yaitu penanganan
farmakologis, psikoterapi, rehabilitasi, dan dukungan masyarakat sehingga
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit, meningkatkan
kondisi pasien, dan meningkatkan kualitas hidup3.
Psikoterapi atau usada jiwa adalah proses formal interaksi antara
dua pihak atau lebih. Yang satu adalah sebagai profesional penolong dan
yang lain adalah petolong (orang yang ditolong) dengan catatan bahwa
interaksi itu menuju pada perubahan atau penyembuhan4.

1
2

Tujuan dari psikoterapi ini yaitu untuk meningkatkan pengetahuan,


mengubah kebiasaan, mengurangi emosi, memperkuat motivasi, dll.
Tujuan tersebut sangat penting untuk penderita skizofrenia. Oleh karena
itu perlu dibahas psikoterapi yang dapat dilakukan pada penderita
skizofrenia.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia

2.1.1 Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku. Pikiran yang
terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara
logis, persepsi dan perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai,
dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh),
pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali
masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi1.

2.1.2 Diagnosis
Berikut ini merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia berdasarkan
PPDGJ III5 :
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
- “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
- “thought insertion or withdrawl” : isi pikiran yang asing dan keluar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal) ; dan
- “thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
- “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar ; atau
“delusion of passivitiy” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” secara
4

jelas merujuk kepergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke


pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus) ;
“delusional perception” : pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau
mukjizat.
2. Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perilaku pasien di antara mereka sendiri (di antara
berbagai suara yang berbicara)
3. Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:

1. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
bai oeh waham yang menetap ataupun setegah berbentuk tanpa
kandunga afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over
valued-ideas) yang metap, atau apabila terjadi berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus berulang;
2. Arus pikiran yang tertutup (break) atau mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;

3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi


tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;

4. Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,


dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
5

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya


kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama


satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna
dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri
(self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok2:
1) Gejala-gejala primer:
a. Gangguan proses berpikir,
b. Gangguan emosi,
c. Gangguan kemauan,
d. Autisme
2) Gejala-gejala sekunder:
a. Waham,
b. Halusinasi,
c. Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain.

2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi skizofrenisa dari Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) yaitu DSM IV TR adalah6:
1. Skizofrenia Paranoid
Jenis skizofrenia ini permulaanya mungkin subakut, tetapi
mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat
digolongkan schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri,
agresif, marah atau ketakutan dan kurang percaya pada orang lain, tetapi
pasien jarang sekalo memperlihatkan perilaku disorganisasi. Waham dan
halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan hampir tidak
terpengaruh.
6

2. Skizofrenia Hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi
atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada
skizofrenia heberfrenik, terdapat juga waham dan halusinasi.

3. Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi
gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. Gejala yang penting adalah
gejala psikomotor seperti:
a. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup, muka tanpa mimik,
seperti topeng, stupor penderita tidak bergerak sama sekali untuk
waktu yang sangat lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang
beberapa bulan.
b. Bila diganti posisinya penderita menentang.
c. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam
mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan.
d. Terdapat grimas dan katalepsi

4. Skizofrenia Tak Terdiferensiasi


Pasien mempunyai halusinasi, waham dan gejala psikosis aktif
yang menonjol atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat
digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan
depresi pasca skizofrenia (Elvira, 2010).

5. Skizofrenia Residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang
7

kearah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari
kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan afek, pasif dan
tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang
menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

2.2 Psikoterapi
2.2.1 Definisi
Psikoterapi berasal dari dua kata, yaitu psiko dan terapi. Psiko
artinya kejiwaan atau mental terapi adalah penyembuhan atau usada. Jadi,
kalau dibahasa Indonesiakan psikoterapi mungkin dapat disebut usada jiwa
atau usada mental4.
Secara umum bahwa psikoterapi atau usada jiwa adalah proses
formal interaksi antara dua pihak atau lebih. Yang satu adalah sebagai
profesional penolong dan yang lain adalah petolong (orang yang ditolong)
dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada perubahan atau
penyembuhan. Perubahan itu dapat berupa perubahan rasa, pikiran,
perilaku, kebiasaan yang ditimbulkan dengan adanya tindakan profesional
penolong dengan latar ilmu perilaku dan teknik-teknik usada yang
dikembangkannya. Psikoterapi dalam ilmu perilaku harus dilandasi dengan
data yang ditemukan selama proses wawancara4.

2.2.2 Tujuan Psikoterapi


Tujuan yang ingin dicapai dalam psikoterapi biasanya meliputi
beberapa aspek dalam kehidupan manusia seperti dibawah ini4:
1. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar. Tujuan ini
biasanya dilakukan melalui terapi yang sifatnya direktif dan suportif.
Persuasi dengan segala cara dari nasehat sederhana sampai pada
hipnosis digunakan untuk menolong orang bertindak dengan cara yang
tepat.
2. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk
mengekspresikan perasaan yang mendalam. Fokus di sini adalah
adanya katarsis. Inilah yang disebut mengalami bukan hanya
8

membicarakan pengalaman emosi yang mendalam. Dengan mengulang


pengalaman ini dan mengekspresikannya akan menimbulkan
pengalaman baru.
3. Membantu klien mengembangkan potensinya. Melalui hubungannya
dengan terapis, klien diharapkan dapat mengembangkan potensinya. Ia
akan mampu melepaskan diri dari fiksasi yang dialaminya. Ataupun ia
akan menemukan bahwa dirinya mampu berkembang ke arah yang
lebih positif.
4. Mengubah kebiasaan. Terapi memberikan kesempatan untuk
perubahan perilaku. Tugas terapiutik adalah menyiapkan situasi belajar
baru yang digunakan untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan yang
kurang adaptif. Pendekatan perlakuan ini sering digunakan dalam
mencapai tujuan ini.
5. Mengubah struktur kognitif individu. Struktur kognitif
menggambarkan idenya mengenai dirinya sendiri maupun dunia di
sekitarnya. Masalah muncul biasanya karena terjadi kesenjangan
antara struktur kognitif individu dengan kenyataan yang dihadapinya.
Untuk itu struktur kognitif perlu diubah untuk menyesuaikan dengan
kondisi yang ada.
6. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan
dengan tepat. Tujuan ini hampir sama dengan tujuan konseling.
7. Meningkatkan pengetahuan diri. Terapi ini biasanya menuntun
individu untuk lebih mengerti akan apa yang dirasakan, dipikirkan, dan
dilakukannya. Ia juga akan mengerti mengapa ia melakukan suatu
tindakan tertentu. Kesadaran dirinya ini penting sehingga ia akan lebih
rasional dalam menentukan langkah selanjutnya. Apa yang dulunya
tidak disadarinya menjadi lebih disadarinya sehingga ia tahu akan
konflik-konfliknya dan dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat.
8. Meningkatkan hubungan antar pribadi. Konflik yang dialami manusia
biasanya tidak hanya konflik intrapersonal tetapi juga interpersonal.
Manusia sejak lahir sampai mati membutuhkan manusia lain, sehingga
ia akan banyak tergantung dengan orang- orang penting dalam
9

hidupnya. Dalam terapi individu dapat berlatih kembali untuk


meningkatkan hubungannya dengan orang lain sehingga ia akan dapat
hidup lebih sejahtera. Ia mampu berhubungan lebih efektif dengan
orang lain. Terapi kelompok memberikan kesempatan bagi individu
untuk meningkatkan hubungan antar pribadi ini.
9. Mengubah lingkungan sosial individu. Hal ini dilakukan terutama
terapi untuk anak- anak. Anak yang bermasalah biasanya hidup dalam
lingkungan yang kurang sehat. Untuk itu terapi ditujukan untuk orang
tua dan lingkungan sosial di mana anak berada. Terapi yang
berorientasi pada sistem banyak digunakan untuk memperbaiki
lingkungan sosial individu.
10. Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan kesadaran individu. Latihan relaksasi misalnya dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan. Latihan senam yoga,
maupun menari dapat digunakan untuk mengendalikan ketegangan
tubuh.
11. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol,
dan kreativitas diri. Mengartikan mimpi, fantasi perlu untuk
mengartikan akan apa yang dialaminya. Demikian juga meditasi dapat
mempertajam penginderaan individu.

2.2.3 Prinsip Umum Psikoterapi


Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara.
Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan
penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan yang diajukan mengandung
kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal
dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha
menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus
lebih mengutamakan aspek terapeutik, data yang diperlukan akan
berangsur terkumpul dengan kian membaiknya hubungan interpersonal
yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu
10

wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan pasiennya


tersebut6.
Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan
observasi secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan
pertanyaan, kita juga mengamati dan turut serta dalam proses yang sedang
berlangsung pada saat dan situasi tersebut. Yang kita amati yaitu6:
1. Apa yang terjadi pada pasien,
2. Apa yang terjadi pada terapis,
3. Apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya.
Dalam hal berhadapan dengan pasien, dokter mempengaruhi pasien
dengan sikap dan juga perkataannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
bukan hanya apa yang akan kita bicarakan, tetapi juga bagaimana cara kita
melakukannya serta waktu yang tepat saat kita mengungkapkan hal yang
ingin disampaikan. Hal-hal tersebut membuat pasien menjadi lebih tenang,
lebih terbuka, dan lebih percaya6.

2.2.4 Keterampilan yang Perlu Dimiliki oleh Seseorang yang Ingin


Melakukan Psikoterapi
Ketrampilan yang perlu dimiliki oleh seseorang yang ingin
melakukan psikoterapi ialah6:
1. Mempunyai pengetahuan mengenai dasar-dasar ilmu psikologi dan
psikopatologi serta proses-proses mental. Hal ini dapat diperoleh dari
mengikuti kegiatan seperti kuliah, kursus maupun membaca sendiri.
2. Dapat menarik suatu konklusi tentang keadaan mental pasien yang
telah diperiksa.
3. Terampil dan berpengalaman dalam menerapkan teknik dan metode
penanganan fungsi-fungsi mental pasien. Teknik yang biasa digunakan
ialah persuasi, desensitisasi, pemberian nasihat, pemberian contoh,
empati, penghiburan, interpretasi, reward and punishment, dll.
4. Kepribadian, merupakan variabel yang penting dalam psikoterapi yang
berpengaruh penting dalam menentukan arah dan hasil terapi.
Seseorang yang ingin melakukan psikoterapi hendaknya memiliki
11

kepribadian dengan kualitas khusus yang memungkinkan untuk


membentuk dan memupuk hubungan yang tepat dan patut dengan
pasiennya, dengan ciri-ciri:
a. Sensitif atau sensibel
b. Obyektif dan jujur
c. Fleksibel
d. Dapat berempati
e. Relative bebas dari problem emosional atau problem kepribadian
yang serius.

2.2.5 Jenis-jenis Psikoterapi6


a. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:
1. Psikoterapi Suportif
Tujuan:
- Mendukung fungsi ego atau memperkuat mekanisme defense
yang ada
- Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan
yang baru dan lebih baik.
- Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif
2. Psikoterapi Reeduktif
Tujuannya mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan
tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
3. Psikoterapi Rekonstruktif
Tujuannya untuk mencapai tilikan akan konflik-konflik nirsadar,
dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian
seseorang.
b. Menurut “dalamnya”, psikoterapi terdiri atas:
1. Superfisial, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada
permukaan, yang idak menyentuh hal-hal nirsadar atau materi yang
direpresi.
2. Mendalam, yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan
dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.
12

c. Menurut teknik, psikoterapi terdiri atas:


Psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant
conditioning, modeling, asosiasi bebas, interpretative, dll.
d. Menurut konsep teoritis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi
terdiri atas:
Psikoterapi perilaku, kognitif, evokatif, analitik, dinamik.
e. Menurut setting-nya, psikoterapi terdiri atas:
Psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas marital atau
pasangan, terapi keluarga dan terapi kelompok).
f. Menurut teknik tambahan khusus, psikoterapi terdiri atas:
Narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan,
dan peragaan, religious dan latihan meditasi.

2.2.6 Kerangka Proses Psikoterapi


Adapun kerangka proses psikoterapi ialah6:
1. Fase Awal
Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien, dengan cara:
a. Memotivasi pasien untuk menerima terapi
b. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi
c. Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan
bahwa terapis mampu untuk membantunya
d. Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi

2. Fase Pertengahan
Tujuannya untuk menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan
yang dialami oleh pasien, menerjemahkan tilikan dan pengertian, serta
menentukan langkah korektif, dengan cara:
a. Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap lingkungan dan
hubungan interpersonal yang menimbulkan keluhan.
b. Membantu pasien dalam mengatasi keluhan yang berhubungan
dengan problem kehidupan
13

3. Fase Akhir
Tujuannya yaitu terminasi terapi, dengan cara
a. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis-pasien.
b. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien
membuat keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri.
c. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang
sitinggi-tingginya.

2.2.7 Peranan Psikoterapi pada Penderita Skizofrenia


Dalam American Psychiatric Association's Practice Guidelines for
the Treatment of Patients with Schizophrenia, terapi pada penderita
skizofrenia yang diberikan harus komprehensif, multimodal, dan dapat
diterapkan secara empiris terhadap pasien. Sementara, pada saat ini
penanganan untuk skizofrenia yaitu penanganan secara farmakologis,
psikoterapi, rehabilitasi, dan dukungan masyarakat dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas penyakit, meningkatkan kondisi pasien, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien3.
Indikasi pemberian psikoterapi yaitu apabila penderita mampu
menilai realita2. Beberapa bentuk psikoterapi yang dikombinasikan dengan
pengobatan farmakologi merupakan perawatan umum yang ditawarkan
kepada pasien dengan skizofrenia. Psikodinamik dan konsep gangguan
biologis dari skizofrenia memberikan dua terapi yang berbeda yaitu
psikoterapi investigasi dan psikoterapi suportif. Dalam praktek terkini,
dilakukan penggabungan dari dua terapi yang berbeda tersebut yang
disebut psikoterapi fleksibel. Ini dimaksudkan untuk mengakomodasi
heterogenitas dan individu yang menderita skizofrenia3.
1. Psikoterapi Investigasi3
Unsur-unsur dalam psikoterapi skizofrenia mengacu kepada
perkembangan hubungan dokter-pasien yang berkembang dari waktu
ke waktu termasuk transferensi dan kontratransferensi. Transferensi
secara luas dapat diartikan persepsi orang pada saat ini yang masih
14

terbayang atau terdistorsi oleh hubungan masa lalu. Memeriksa


transferensi inilah yang nantinya menjadi tugas utama dalam
psikoterapi investigasi. Psikoterapi ini diharapkan mampu untuk lebih
memahami kesulitan mereka saat ini dan menjawab lebih realistis dan
produktif untuk orang-orang dalam keadaan saat ini. Itu juga harus
memfasilitasi kenangan mereka melalui rekreasi dalam hubungannya
dalam transferensi. Psikoterapi ini juga bernilai dalam memahami
aspek-aspek ganguan biologis skizofrenia.

2. Psikoterapi Suportif3
Semua pendekatan teknis dari psikoterapi suportif adalah faham dan
penanganannya berdasarkan pada medis dan ahli psikiatri, dokter
membantu dalam menginterpretasi dan beradaptasi terhadap realita.
Seorang terapis dalam psikoterapi ini mampu memberikan pengertian
realitas, menentramkan hati secara langsung, memberikan saran dalam
masalahnya, memberikan harapan, dan secara aktif mengatur
lingkungan pasien. Untuk membantu menstabilkan lingkungan pasien,
seorang terapis menjaga hubungan tertutup dengan keluarga atau
perawat lainnya dan menghalangi kepentingan pasien terhadap
keluarga, majikan, dan agen sosial.
Kandungan dasar dalam psikoterapi berpusat pada pengajaran dan
pembelajaran kembali. Pasien diberi edukasi tentang penyakitnya,
gejalanya, dan menekan eksaserbasi penyakit. Seorang terapis harus
aktif dalam memberikan pengajaran terhadap pasien cara beradaptasi
dan melatih pasien dalam menggunakan keahlian tingkah laku,
kognitif, atau sosial.
Psikoterapi suportif ini yaitu secara historis memberikan
pertolongan baik secara biologis maupun farmakologis yang
berorientasi terhadap dokter. Terapi suportif menggunakan hubungan
dokter-pasien untuk membentuk latar belakang dari perawatan klinis
adekuat yang membantu pemberian intervensi farmakologi secara
15

efektif. Kesembuhan fungsional dan sosial merupakan tujuan utama


dari psikoterapi ini.
Berbeda dengan terapi insentif, psikoterapi suportif memberikan
tujuan sederhana yang saling berikatan. Tujuan jangka panjang dan
jangka pendek dari psikoterapi suportif adalah:
a. Meringankan dari krisis dengan segera atau mengurangi secara
langsung dari diskuilibrium akut.
b. Menghilangkan gejala sampai tahapan premorbid.
c. Memperbaiki kembali keseimbangan psikis.
d. Melupakan pengalaman psikis berlebih dan konflik.
e. Membantu dalam beradaptasi.
f. Memelihara aspek kesehatan dari pasien dan meminimalkan
pengaruh dari kekurangan yang akan dialami.

3. Psikoterapi Fleksibel3
Psikoterapi seperti ini mengandalkan berbagai strategi yang
diterapkan secara fleksibel, tergantung dari tipe pasien skizofrenia dan
fase sakit yang diderita. Pendekatan ini baru dikembangkan guna
sebagai bentuk perawatan individu dan masih diuji secara empiris oleh
Gerry Hogarty dan rekan-rekannya di Universitas Pittsburgh. Tujuan
dari pendekatan ini yaitu memperbaiki kepribadian, penyesuaian
sosial, dan mencegah kekambuhan. Psikoterapi ini mengandalkan
kemampuan terapis untuk berpindah, fleksibel, dan merubah peran
terhadap semua pasien berdasarkan perubahan keadaan. Selain itu,
terapis juga harus selalu mengingat tujuan membantu pasien serta
menerima, mempelajari, dan mengelola sendiri apa yang menjadikan
penyakit ini kronis.

Psikoterapi lainnya yang perli dilakukan dalam hal penatalaksanaan


skizofrenia yaitu sebagai berikut2:
1. Ventilasi (katarsis) ialah membiarkan pasien mengeluarkan si hati
sesukanya. Setelah itu, biasanya ia merasa lega dan kecemasannya
16

tentang sesuatu akan berkurang, lalu ia dapat melihat masalahnya


dalam proporsi yang sebenarnya.
2. Persuasi ialah penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-
gejala serta baik-buruknya atau fungsinya gejala-gejala itu.
3. Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran
pada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-
gejala akan hilang. Seorang dokter sendiri harus mempunyai sikap
yang meyakinkan dan otoritas profesional serta menunjukkan empati.
4. Penjaminan kembali (reassurance) ialah dilakukanmelalui komentar-
omentar yang halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati,
bahwa pasien mampu berfungsi secara adekuat (cukup memadai).
5. Bimbingan ialah memberi nasihat-nasihat yang praktis dan khusus
(spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa)
pasienagar ia lebih sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara
mengadakan hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, bekerja dan
belajar dan sebagainya.
17

BAB III
SIMPULAN

3.1 Simpulan
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang
terganggu. Salah satu upaya penyembuhan yang dapat dilakukan pada
pasien skizofrenia yaitu dengan melakukan psikoterapi. Tujuan dari
psikoterapi itu sendiri untuk menghilangkan, mengubah atau
menghambat gejala-gejala dan penderitaan yang dialami serta
memperbaiki kepribadian, penyesuaian sosial, dan mencegah
kekambuhan.. Psikoterapi terbagi dibagi atas 6 yaitu berdasarkan
tujuannya, dalamnya, tekniknya, konsep teoritis nya, setting-nya, teknik
tambahan khusus.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Davidson, G.C. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Rajagrafindo permai.


2010.
2. Maramis, WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Universitas
Airlangga. 2005.
3. Sadock, Benjamin J. and Sadock V. A. Kaplan & Sadock: Buku Ajar
Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC. 2010.
4. Prawitasari JE, dkk. Psikoterapi: Pendekatan Konvensional dan
Kontemporer. Yogyakarta: Unit Publikasi Fkultas Psikologi UGM. 2002.
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya. 2003.
6. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Badan
Penerbit FK UI. Jakarta. 2015.

Anda mungkin juga menyukai