Anda di halaman 1dari 24

GAMBARAN PERAWATAN TRADISIONAL IBU

POSTPARTUM DI TATARAN SUNDA


Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi
Penelitian dan Statistik Dasar
Dosen Pembimbing: Diyan Indrayani, SST. M. Keb

Disusun Oleh:
Monica Agustin
P17324116043

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEBIDANAN
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5
2.1 Perawatan Tradisional Ibu Postpartum di Tataran Sunda ........ 5
2.2 Kerangka Teori ....................................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 13
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................... 13
3.2 Populasi, Sampel, Besar Sample, Teknik Sampling .............. 13
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................... 14
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ......................... 15
3.5 Pengumpulan Data dan Analisis Data .................................... 15
3.6 Pengolahan Data ................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17
RENCANA JADWAL KEGIATAN ........................................................... 19
LAMPIRAN .............................................................................................. 20

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
dan mencakup enam minggu berikutnya (Pusdiknakes, 2001).
Asuhan masa nifas diperlukan karena dalam periode ini merupakan
masa kritis baik untuk ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama, salah satu
penyebabnya adalah pendarahan masa nifas, karena itu diperlukan
penanganan yang tepat (Wulandari, 2011:2). Ini berarti, kematian
masa nifas termasuk dalam kematian ibu, dan turut menyumbang
tingginya AKI di Indonesia.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di indonesia masih tinggi
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terbesar
kematian ibu selama tahun 2010-2013 yaitu perdarahan,
sedangkan partus lama merupakan penyumbang kematian ibu
terendah.
Hasil penelitian di Bali dan di Jawa Barat yang dilakukan
pada pertengahan tahun 1990-an menunjukkan bahwa sebagian
besar, 67% di Bali dan 60% di Jawa Barat, kematian ibu
berhubungan dengan perdarahan, salah satunya disebabkan
karena ibu-ibu kekurangan gizi (Iskandar, 1996: 14). Bahaya
kematian yang disebabkan perdarahan, adalah suatu kondisi yang
biasa mengikuti persalinan dan kelahiran, dan sangat meningkat
pada perempuan yang menderita anemia. Perempuan hamil yang
mengalami anemia juga menghadapi peningkatan resiko untuk

1
terkena infeksi. Masalah infeksi ini menjadi lebih beresiko tinggi lagi
bila dikaitkan dengan praktek persalinan yang tidak bersih,
misalnya praktek persalinan yang dilakukan oleh dukun beranak
(Merchant dan Kurz, 1997: 111).
Penyebab kematian ibu yang lain adalah penyebab kematian
ibu secara tidak langsung, seperti kondisi penyakit kanker, ginjal,
jantung, tuberkulosis atau penyakit lain yang diderita ibu. Menurut
Sumarni (2014:53), faktor penyebab tidak langsung lainnya yaitu
misalnya faktor status gizi ibu, penyakit, antenatal care, riwayat
obstetri, transportasi, status sosial dan ekonomi keluarga,
pendidikan, serta budaya. Faktor–faktor ini akan mempengaruhi
kondisi ibu hamil sehingga menyebabkan komplikasi yang lebih
parah, komplikasi tidak terdeteksi dengan baik dan penanganan
yang tidak adekuat yang disebabkan karena penolong persalinan
ataupun karena terlambat memperoleh pertolongan segera.
Penolong persalinan yang tidak kompeten ataupun yang tidak
terstandar, akan lebih meningkatkan angka kematian dan
kesakitan pada ibu. Salah satunya yang biasa dilakukan di
beberapa masyarakat sunda, yaitu oleh paraji.
Faktor penyebab tidak langsung lainnya yaitu karena
karakteristik wanita sunda itu sendiri. Mereka cenderung sangat
patuh pada suami dan keluarganya dalam kondisi apapun.
Berbagai keputusan dalam rumah tangga dilakukan oleh suami
atau keluarga. Pada beberapa kasus kematian ibu, teridentifikasi
bahwa si suami tidak mengizinkan istrinya yang sakit atau
mengalami gangguan dalam kehamilan dan persalinan untuk
dibawa ke rumah sakit atau dokter, dengan alasan; gangguan itu
bisa ditangani di rumahnya oleh paraji;dan kedua, tidak memiliki
uang untuk membayar biaya dokter atau rumah sakit. Apalagi
ketika suami atau keluarga ibu yang mengalami kesakitan itu tidak
berada di tempat, sudah dapat dipastikan bahwa si ibu sendiri tidak

2
akan berani mengambil keputusan untuk merujuk dan dibawa ke
bidan, dokter, atau fasilitas medis lain tanpa persetujuan suaminya
(Iskandar, 1996: 47). Proses pengambilan keputusan yang tersebut
cenderung menimbulkan akibat yang fatal, si ibu yang sedang
dihadapkan pada kesakitan itu menjadi tidak dapat tertolong
(Nelwan, 1998: 101).
Selain budaya-budaya yang merugikan kesehatan, terdapat
budaya-budaya sunda yang berdampak positif. Misalnya pijat bayi,
pijat payudara, dan tidak melakukan hubungan intim selama masa
nifas.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan
suatu tanda bahwa masyarakat di daerah tersebut telah mengalami
perubahan dalam proses berpikir. Perubahan sosial budaya dapat
memberikan dampak positif maupun negatif. Kebudayaan dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan
penyakit tanpa memandang tingkatannya. Tenaga kesehatan
seharusnya tidak hanya mempromosikan kesehatan, tetapi juga
bisa meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut yang erat
hubungannya dengan kesehatan (Iqbal: 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul Gambaran Perawatan
Tradisional Ibu Postpartum di Tataran Sunda. Perawatan diri pada
masa postpartum penting dilakukan untuk mencegah komplikasi
nifas yang menyebabkan kematian ibu di Indonesia.

3
Grafik 1.
Angka Kematian Ibu di Indonesia
Sumber: SDKI 2012

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana perawatan tradisional ibu postpartum di Tataran
Sunda?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan Umum
Menggambarkan perawatan tradisional ibu postpartum di
tataran sunda

Tujuan Khusus
A. Untuk mengetahui karakteristik responden
B. Untuk mengetahui perawatan tradisional ibu postpartum yang
berdampak positif di tataran sunda
C. Untuk mengetahui perawatan tradisional ibu postpartum yang
berdampak negatif di tataran sunda

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perawatan Tradisional Ibu Postpartum di


Tataran Sunda
A. Masa Nifas
Periode postpartum (masa nifas) adalah waktu pemulihan dan
perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta adaptasi
terhadap adanya anggota keluarga baru (Mitayani, 2009). Periode
pada masa nifas dibedakan menjadi:
1. Immediate postpartum, adalah masa 24 jam pertama pasca
melahirkan.
2. Early postpartum, yaitu minggu pertama setelah melahirkan.
3. Late postpartum, adalah minggu kedua sampai minggu ke enam
setelah melahirkan (Mitayani, 2009).
Sedangkan fase ibu nifas terdiri dari:
1. Taking in yaitu fase yang terjadi satu sampai dua hari setelah
melahirkan.
2. Taking hold yaitu fase yang terjadi pada hari ke tiga sampai hari ke
tujuh postpartum.
3. Letting go yaitu fase uang terjadi setelah 8 hari pasca melahirkan.
Masa nifas, disebut juga masa postpartum atau puerperium,
adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan,
penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi
seperti sebelum hamil, yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca
persalinan, (Jannah:2012).

B. Perawatan Masa Nifas


Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil
yang telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti

5
sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu (Herlina:2009). Akan
tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan. Perawatan masa nifas dimulai
sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya
kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi
(Hanafiah, 2004).
Perawatan diri ibu postpartum, meliputi:
1. Melakukan perawatan perinium
Perawatan perinium yang dianjurkan untuk ibu postpartum adalah
membasuh perinium setelah berkemih dan buang air besar.
Perinium harus dalam keadaan kering dan dibersihkan dari arah
depan ke belakang (Potter dan Perry, 2005). Ibu dianjurkan
mengganti pembalut setiap kali mandi, setelah buang air besar
atau kecil atau setiap tiga sampai empat jam sekali. Hal ini penting
untuk mempertahankan kebersihan karena pembalut dapat menjadi
tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri (May dan
Mahlmeister, 1990 dalam Aisyah, 2010).
2. Melakukan perawatan payudara
Perawatan payudara pada masa menyusui bertujuan untuk
mempertahankan ASI agar tetap lancar dan mencegah terjadinya
bendungan pada saluran ASI. Bentuk perawatan payudara yang
bisa dilakukan oleh ibu postpartum adalah masase atau pemijatan
payudara. Masase atau pemijatan payudara dilakukan dua kali
sehari dengan menggunakan minyak kelapa atau baby oil untuk
memudahkan pemijatan (Perinasia 1992, dalam Komariah, 2003).
3. Meningkatkan kebutuhan nutrisi
Kuantitas dan kualitas ASI dipengaruhi oleh asupan nutrisi ibu.
Peningkatan nutrisi pada ibu menyusui, perlu dipertahankan karena
setiap ibu yang menyusui mampu memproduksi ASI 850 cc/ hari
(May dan Mahlmeister, 1994 dalam Aisyah, 2010). Ibu memerlukan
tambahan asupan cairan sebanyak dua sampai tiga liter sehari atau

6
setara dengan delapan gelas sehari. Makanan yang dimakan ibu
harus mengandung tinggi protein dan mineral yang dibutuhkan
untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dan produksi ASI, zat
besi dan vitamin untuk mencegah anemia dan tinggi serat untuk
membantu ekskresi dan meningkatkan kekuatan otot cerna
(Pilletery, 2003: Bennet dan Brown, 1999, dalam Aisyah,2010).
4. Pemenuhan kebutuhan seksual
Hubungan seksual pada ibu postpartum boleh dilakukan setelah
luka episiotomi sembuh, tidak terasa nyeri dan lokia berhenti.
Hubungan seksual yang dilakukan sebelum proses tersebut
berhenti, akan menyebabkan infeksi dan trauma. Selama bulan
pertama menyusui sampai bulan ke enam setelah melahirkan, ibu
postpartum akan mengalami penurunan gairah untuk melakukan
hubungan seksual dan mengalami nyeri selama berhubungan. Hal
ini terjadi karena penurunan estrogen dan lubrikasi vagina
berkurang. Selain itu, nyeri juga diakibatkan karena luka episiotomi
(WHO, 2008 dalam Aisyah, 2010).
5. Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
Ibu mengalami kelelahan setelah melahirkan sehingga harus
diberikan kesempatan untuk beristirahat. Ibu harus bisa mengatur
istirahatnya seperti saat bayi tidur untuk menggantikan waktu tidur
ibu yang hilang saat bayi terbangun malam hari (Pilliteri, 2003
dalam Aisyah, 2010). Hasil penelitian Rokhmiati, 2002 menyatakan
bahwa 86,67% responden mengaku tidur kurang dari 6 jam setelah
melahirkan pada hari pertama dan kedua postpartum.

C. Budaya dan Karakteristik Masyarakat Sunda pada Masa Nifas


Kepercayaan dan praktik budaya menjadi faktor penting
dalam menentukan perilaku ibu ketika melkakukan perawatan diri
dirumah. Setiap budaya memiliki cara-cara yang berbeda dalam
melakukan perawatan paska melahirkan. Cara-cara yang

7
diterapkan suatu masyarakat dalam melakukan perawatan ibu dan
bayi sudah lama dilakukan sebelum sistem pelayanan kesehatan
masuk ke lingkungan masyarakat tersebut (Swason, 1998 dalam
Aisyah 2010).
Menurut Ekadjati (1993: 8), budaya sunda merupakan
budaya yang hidup, tumbuh dan berkembang di kalangan orang
sunda yang pada umumnya berdomisili di Jawa Barat. Budaya ini
tumbuh dan hidup melalui interaksi yang terjadi terus-menerus
pada masyarakat sunda.
Hasil riset etnografi kesehatan tahun 2012 di 12 etnis di
Indonesia menunjukkan masalah kesehatan ibu dan anak terkait
budaya dan kesehatan sangat memprihatinkan. Pemotongan tali
pusat dengan sembilu (bambu yang ditipiskan dan berfungsi seperti
pisau) masih banyak digunakan untuk memotong tali pusat bayi
yang baru dilahirkan (Angkasawati, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemanfaatan
persalinan oleh paraji (dukun beranak) dilaporkan sekitar 72,9%,
jauh di atas rata-rata nasional (58,4%) dan mereka yang biasa
memanfaatkan paraji itu adalah ibu-ibu hamil yang berasal dari
keluarga miskin dengan tingkat pendidikan yang rendah (Nelwan,
1998: 102). Banyak di antara ibu-ibu (69%) yang memanfaatkan
dukun beranak yang hanya lulusan SD (Sekolah Dasar) atau
bahkan tidak lulus SD serta latar belakang pekerjaannya adalah
buruh tani dan atau sebagai pekerja serabutan yang tingkat
kesejahteraan ekonominya rendah sekali (Iskandar, 1996: 55).
Menurut Setiawati, 2010, perilaku pemilihan penolong
persalinan dukun sebagai aktor lokal dipercaya oleh masyarakat
sebagai tokoh kunci terutama yang berhubungan dengan
kesehatan dan keselamatan. Pada kasus persalinan, dukun tidak
hanya berperan saat proses tersebut berlangsung, namun juga
pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya membawa

8
keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh bulanan
kehamilan sampai dengan 40 hari setelah kelahiran bayi.
Pelayanan yang diberikan termasuk kunjungan, jampi-jampi, dan
pijit.
Bagaimana praktek paraji di pedesaan Jawa Barat dalam
persalinan dan sesudahnya tergambar seperti di bawah ini:
1. Pertama, ngolesi (membasahi) vagina dengan minyak kelapa untuk
melancarkan persalinan.
2. Kedua, kodok (merogoh), di situ paraji selama persalinan
memasukkan tangannya ke dalam vagina dan uterus untuk
mengeluarkan plasenta, termasuk tindakan menggosok dan
memutar, padahal hal ini bisa menyebabkan terjadinya infeksi.
3. Ketiga, nyanda (bersandar), dilakukan setelah persalinan, di mana
si ibu harus duduk dengan posisi punggung bersandar dan kaki
diluruskan ke depan, posisi duduk ini mesti dilakukan berjam-jam
(keadaan ini seringkali terjadi pembengkakan kaki atau perdarahan,
tetapi hal itu dianggap justru sebagai pertanda sehat karena darah
kotor sisa persalinan telah keluar).
4. Keempat, ruruyuk, di sini paraji memasukkan ramu-ramuan
berbagai daun ke dalam vagina dalam 40 hari pasca persalinan,
yang berfungsi sebagai tampon untuk menyerap darah dan cairan
yang keluar akibat proses persalinan; ramuan tersebut terdiri atas
jahe, kunyit, daun-daunan lokal lainnya yang ditumbuk jadi satu,
lalu dicampur dengan kerikan bagian bawah dari belanga yang
berwarna hitam atau lapisan semen pondasi rumah.
5. Kelima, hawu anget (abu hangat), di situ perempuanyang baru
melahirkan menduduki abu hangat dari dapur yang dibungkus
dengan daun pisang sehabis mandi selama 40 hari, dengan tujuan
agar vagina cepat kering.

9
6. Keenam, peuseul (urut), tindakan memijat oleh paraji, dengan
tujuan mengembalikan rahim ke posisi semula (Iskandar, dkk.,
1996: 65).
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa masalah
infeksi di daerah pedesaan Jawa Barat yang dialami ibu-ibu miskin
lebih besar dari hanya sekedar penularan oleh bakteri. Bila
persoalannya terkait dengan penularan bakteri, tindakan
pencegahannya relatif sederhana, umpamanya, penolong
persalinan mencuci tangan yang bersih, tempat persalinan yang
bersih, dan menggunakan peralatan yang steril. Tetapi masalah
infeksi ini bukan sekedar penularan bakteri, itu terkait dengan faktor
ekonomi dan budaya Sunda (Jawa Barat) dalam praktek-praktek
persalinan yang berbahaya, yang terutama dilakukan oleh paraji,
tetapi malah dianggap baik untuk si ibu. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa masih banyak ibu-ibu yang memasukkan
minyak dan dedaunan ke dalam vagina untuk mempercepat proses
penyembuhan dan, katanya juga, dapat meningkatkan daya tarik
seksual, padahal hal itu sangat beresiko tinggi untuk terkena infeksi
(Iskandar, dkk., 1996: 64-65).
Masyarakat sunda, mempunyai kebiasaan-kebiasaan pada
masa nifas, ada yang berdampak positif, dan ada juga yang
berdampak negatif. Budaya sunda yang berdampak positif
diantaranya; pijat bayi, upacara-upacara, dan tidak melakukan
hubungan suami istri selama masa nifas. Sedangkan budaya sunda
yang berdampak berbahaya untuk kesehatan, diantaranya adalah
tidak memakan protein hewani, tidak tidur siang selama masa nifas,
selalu membawa gunting dan benda tajam di baju bayi ataupun
baju ibu, melakukan persalinan dirumah, penggunaan rempah pada
luka perinium dan tidak boleh keluar rumah selama masa nifas.
Budaya sunda yang berdampak negatif pada kesehatan,
merupakan penyebab tidak langsung tingginya Angka Kematian Ibu

10
di Indonesia, terutama di Jawa Barat. Berdasarkan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Sebanyak 34,5% diakibatkan karena faktor non
medis, yang salah satu diantaranya adalah budaya. Di Jawa Barat,
persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan baru sebesar 87,
53%, sedangkan di Jawa Tengah telah mencapai 99,89%. Dari
data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Jawa Barat merupakan
provinsi penyumbang angka kematian yang cukup tinggi di
Indonesia jika dibandingkan dengan provinsi lain.

Grafik 2.
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, 2013

11
2.2. Kerangka Teori

12
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif.
Menurut Nawawi (1993:63), metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya.

3.2. Populasi, Sampel, Besar Sample, Teknik


Pengambilan Sampel
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:119), populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
dalam penelitian ini yaitu semua ibu postpartum di Puskesmas
Margaasih.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Meskipun sampel hanya merupakan bagian
dari populasi, kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu
harus dapat menggambarkan dalam populasi. Sampel dalam
penelitian ini yaitu ibu postpartum di Puskesmas Margaasih yang
bersalin pada periode 1 Maret – 1 April 2018.

13
B. Besar Sampel
Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus:
Z ∝2 PQ
𝑛=
d2

𝑛 = besar sampel
Z∝ = kesalahan tipe 1
P = prevalensi (menurut penelitian Ermiati 2017)
Q = 1-P
d = presisi

(5%)2 (83%)(0,17)
𝑛= (10%)2

(1,96)2 (0,83)(0,17)
𝑛= (0,1)2
0,542
𝑛= 0,01

𝑛 = 54 orang
Jadi, besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 54 orang

C. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan purposive sampling, yaitu dilakukan berdasarkan
pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri
yang sudah diketahui sebelumnya.

3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


A. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti
(Nursalam, 2003 : 96). Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:
1. Ibu postpartum 0-40 hari

14
2. Bersedia menjadi responden

B. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-
sebab tertentu (Nursalam, 2003 : 97). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini yaitu jika pengisian data diri atau kuisioner tidak
lengkap.

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


A. Variabel Penelitian
Variabel yang ada dalam penelitian ini hanya variabel
independen yaitu perawatan tradisional masa nifas.

B. Definisi Operasional
Ibu postpartum yang mempunyai kebiasaan atau perilaku
yang dipercayai dan dilakukan oleh ibu selama masa nifas di
tataran sunda.

3.5. Pengumpulan Data dan Analisis Data


A. Pengumpulan Data
Untuk mengetahui gambaran perawatan tradisional masa
nifas, digunakanlah kuisioner tertutup sebagai alat pengumpulan
data. Berikut tahapan dalam pengumpulan data yang penulis
lakukan:
1. Mengunjungi Puskesmas Margaasih untuk mencari
responden/sampel
2. Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
3. Menjelaskan dan meminta persetujuan sebagai responden
4. Menjelaskan cara pengisian kuisioner

15
5. Pengisian kuisioner oleh peserta
6. Mengolah data setelah kuisioner terkumpul

B. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Menampilkan tabel gambaran responden perawatan tradisional
ibu postpartum di tataran sunda.
3.6 Pengolahan Data
Data dalam penelitian ini, akan diolah dengan cara:
1. Editing, yaitu melakukan pengecekan kembali semua item
pertnyaan telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang
mungkin dapat menggangu pengolahan dat selanjutnya.
2. Coding, yaitu pemberian kode berupa nomor pada lembaran
kuesioner untuk memudahkan pengolahan data.
3. Entry Data, yaitu data yang telah di berkan kode di susun
secara berurutan dari responden pertama sampai responden
terkhir untuk dimasukan ke dalam tabel untuk dinilai.
4. Tabulasi Data, yaitu pengelompokan responden dengan
menggunakan tabel sesuai tujuan penelitian.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. (2010). Pengaruh Pemberian Paket Pendidikan Kesehatan Ibu


Nifas (PK-PIN) yang dimodifikasi terhadap Pengetahuan, Sikap,
dan Perilaku Ibu Postpartum Primipara dalam Merawat Diri di
Palembang. Tesis: Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Angkasawati, T. J., dkk. (2012). Laporan Penelitian Riset Etnografi
Budaya. Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI
Ekadjati, E. (1993). Kebudayaan Sunda. Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I.
Jakarta : Pustaka Jaya
Hanafiah, T. M. (2004). Perawatan Masa Nifas Bagian Obstetri dan
Ginekologi.
Herlina, S. (2009). Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Pengetahuan
Ibu Postpartum tentang Perawatan Masa Nifas di Ruang Camar I
Rumah Sakit Umum Daerah Aifin Achmar Pekanbaru. KTI:
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
Iqbal, dkk. (2012). Ilmu Sosial Budaya Dasar Kebidanan. Jakarta: EGC
Iskandar, M. B., dkk. (1996). Mengungkap Kematian Ibu di Jawa Barat.
Depok: Pusat Penelitian Kesehatan, Lembaga Penelitian,
Universitas Indonesia
Jannah. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jogjakarta: Ar-ruzz media
Komariah, L. (2003). Kontribusi Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap
Postpartum Primipara serta Dukungan Perawat terhadap
Kemandirian dalam Perawatan Diri dan Bayi: Studi di Ruang Rawat
Inap Ibu RSAB Harapan Kita. Tesis: Universitas Indonesia, Depok,
Indonesia
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba
Medika

17
Nawawi, Hadari. (1993). Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press
Nelwan, Ilsa. (1998). Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu. Yogyakarta:
Yayasan Kanisius
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter, P. A. dan Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC
Pusdiknakes. (2001). Buku IV Asuhan Kebidanan pada Ibu Postpartum.
Jakarta: MNH
Setiawati, Gita. (2010). Modal Sosial dan Pemilihan Dukun dalam Proses
Persalinan. Makara Kesehatan Vol. 14 No. 1
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sumarni. (2014). Jurnal Ilmu Kebidanan. Vol 5, No. 1 Edisi Juni 2014
Wulandari, D. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogjakarta : Mitra
Cendikia.

18
RENCANA JADWAL KEGIATAN
No. Jenis Kegiatan Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan proposal
2. Penyusunan instrumen
3. Pengujicobaan instrumen
4. Pengumpulan data
5. Pengolahan data
6. Penyajian laporan

19
LAMPIRAN
Kuisioner Penelitian
Gambaran Perawatan Tradisional Ibu Postpartum di Tataran Sunda
Nama :
Alamat :
No. Hp/Telp :
Isilah kuisioner dibawah ini dengan memberi tanda centang (√)

No. Deskripsi Ya Tidak


1. Masa nifas adalah masa setelah melahirkan 0-40
hari, atau sampai berhentinya pengeluaran darah
dari kemaluan
2. Tidak ada makanan pantangan untuk saya
3. Saya makan telur selama masa nifas
4. Saya makan ikan selama masa nifas
5. Saya makan tahu dan tempe selama masa nifas
6. Saya melahirkan di rumah
7. Saya percaya bahwa melahirkan di rumah itu aman
8. Saya rutin mengimunisasi anak saya
9. Saya tidak pernah keluar rumah sebelum masa nifas
berakhir
10. Saya selalu istirahat saat siang hari selama masa
nifas
11. Saya hanya tidur pada malam hari selama masa
nifas
12. Saya selalu membawa benda tajam kemanapun
saya dan bayi saya pergi
13. Perawatan setelah melahirkan saya dilakukan oleh
paraji
14. Saya dipijat pada saat setelah melahirkan
15. Pemijatan pada tubuh saya dilakukan pada seluruh

20
tubuh
16. Pemijatan pada tubuh saya dilakukan tanpa memijat
bagian perut
17. Saya rutin melakukan pijatan pada bayi saya
18. Saya melakukan pijatan setelah tali pusat puput
19. Saya melakukan upacara-upacara atau syukuran
saat masa nifas
20. Saya melakukan syukuran aqiqah untuk bayi saya
21. Saya membuat bubur merah dan putih saat anak
saya diberi nama
22. Saya melakukan hubungan intim selama masa nifas
23. Saya menggunakan rempah-rempah untuk
penyembuhan luka jahitan di kemaluan saya

Tabel Distribusi Frekuensi


Gambaran Perawatan Tradisional Ibu Postpartum di Tataran Sunda
No. Karakteristik F %
1. Pengetahuan masa nifas:
Tahu
Tidak tahu
2. Makanan pantangan:
Ada
Tidak ada
3. Melahirkan di rumah
Dilakukan
Tidak dilakukan
4. Keluar rumah selama masa nifas
Ya
Tidak

21
5 Kebutuhan Istirahat
Terpenuhi
Tidak terpenuhi
6 Membawa benda tajam keluar rumah
Ya
Tidak
7 Perawatan masa nifas oleh paraji
Ya
Tidak
8 Pemijatan ibu dan bayi masa nifas
Dilakukan
Tidak dilakukan
9 Melakukan upacara-upacara selama
masa nifas
Ya
Tidak
10 Melakukan hubungan pada masa nifas
Ya
Tidak
11 Menggunakan rempah pada luka
perinium
Ya
Tidak

22

Anda mungkin juga menyukai