Referat Glaukoma
Referat Glaukoma
GLAUKOMA NEOVASKULAR
DOKTER PEMBIMBING :
Dr. Irastri Anggraini, SpM
DISUSUN OLEH :
Nama : Raysa Angraini
NIM : 030.10.233
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
GLAUKOMA NEOVASKULAR
Disusun oleh :
Raysa Angraini
030.10.233
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
DAFTAR ISI
2
LEMBAR PENGESAHAN
………………………………………………………..
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………….
BAB I Pendahuluan
……………………………………………………………4
BAB II Anatomi dan fisiologi
…………………………………………………..5
BAB III Glaukoma
………………………………………………………………9
BAB IV Glaukoma neovaskular
………………………………………………14
BAB V Kesimpulan
……………………………………………………………29
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………
30
3
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang;
biasanya disertai peningkatan tekanan introkular. Pada sebagian besar kasus,
glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya (glaukoma primer).
Mekanisme peningkatan tekanan tekanan intraokular pada glaukoma
adalah gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase
sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous
humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Terapi ditujukan untuk
menurunkan tekanan intraokular glaukoma tekanan normal berada dalam kisaran
normal, penurunan tekanan intraokular mungkin masih ada manfaatnya.
Tekanan intaokular diturunkan dengan cara mengurangi produksi aqueous
humor atau dengan meningkatkan aliran keluarnya menggunakan obat, laser, atau
pembedahan. Obat-obatan, yang biasanya diberikan secara topikal, tersedia untuk
menurunkan produksi aqueous atau meningkatkan aliran keluar aqueous.
Pembuatan pintas sistem drainase melalui pembedahan bermanfaat pada
kebanyakan bentuk glaukoma bila terdapat kegagalan respons terapi dengan obat.
Pada kasus-kasus yang sulit ditangani, dapat digunakan laser, krioterapi, dan
diatermi untuk mengablasi corpus ciliare sehingga produksi aqueous humor
menurun.
Perbaikan akses aqueous humor menuju sudut bilik mata depan pada
glaukoma sudut tertutup dapat dicapai dengan iridektomi bedah bila penyebabnya
hambatan pupil; dengan miosis bila da pendesakan sudut; atau dengan siklopegia
bila terdapat pergeseran lensa ke anterior. Pada glaukoma sekunder, harus selalu
dipertimbangkan terapi untuk mengatasi kelainan primernya. 1
4
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Gambar 1. Anatomi mata (a) Uveal meshwork; (b) corneoscleral meshwork; (c)
Schwalbe line; (d) Schlemm canal; (e) connector channels; (f) longitudinal
muscle of the ciliary body; (g) scleral spur
5
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju
jaringan pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju
depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus
pandang, sehingga ada darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding
sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan
langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran
kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena didalam jaringan sklera dan
episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar. 2
6
Komposisi Aqueous Humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µl, dan kecepatan pembentukannya yang
memiliki variasi diurnal, adalah 2,5 µl/mnt. Tekanan osmotiknya sedikit lebih
tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma,
kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat piruvat, dan laktat yang
lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
7
Tahanan utama aliran keluar aqueous humor dari bilik mata depan adalah jaringan
jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan
bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai
minimum tekanan intraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis. 1
8
BAB III
GLAUKOMA
DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan
mata galukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan mengecilnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan
peninggian tekanan intraokular ini disebabkan :
Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil (galukoma hambatan pupil)
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
gangguan lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan
kebutaan.
Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau ceruk papil saraf optik akibat
glaukoma pada saraf optik. Luas atau dalamnya ceruk ini pada glaukoma
kongenital dipakai sebagai indikator progesivitas glaukoma.1
EPIDEMIOLOGI
9
Ras kulit hitam memiliki resiko yang lebih besar mengalami onset dini,
keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan
dengan ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus
ras putih. Presentasi ini jauh lebih tinggi pada orang Asia dan suku Inuit.
Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral
akibat glaukoma di China. Glaukoma tekanan normal merupakan tipe yang paling
sering di Jepang. 3
KLASIFIKASI GLAUKOMA1
A. Glaukoma primer
1. Glaukoma sudut terbuka
a. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut-terbuka kronik,
glaukoma simpleks kronik)
b. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Akut
b. Subakut
c. Kronik
d. Iris plateau
B. Glaukoma kongenital
1. Glaukoma kongenital primer atau infantil
2. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan
Sindrom Axenfeld
Sindrom Reiger
Sindrom Peter
b. Aniridia
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
a. Sindrom Sturge-Weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis 1
d. Sindrom Lowe
e. Rubela kongenital
C. Glaukoma sekunder
1. Glaukoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
10
a. Dislokasi
b. Intumesensi
c. Fakolitik
4. Akibat kelainan traktus uvea
a. Uveitis
b. Sinekia posterior (seklusio pupilae)
c. Tumor
d. Edema corpus ciliare
5. Sidrom iridokorneoendotelial (ICE)
6. Trauma
a. Hifema
b. Kontusio/resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer
7. Pascaoperasi
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
b. Sinekia anterior perifer
c. Pertumbuhan epitel ke bawah
d. Pascabedah tandur kornea
e. Pascabedah ablasio retina
8. Glaukoma neovaskular
a. Diabetes melitus
b. Oklusi vena centralis retinae
c. Tumor intraokular
9. Peningkatan tekanan vena episklera
a. Fistula karotis-kavernosa
b. Sindrom Sturge-Weber
10. Akibat steroid
D. Glaukoma absolut: hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah
mata yang keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.
11
Gambar 3. Kalisifikasi Glaukoma
12
B. Glaukoma sudut tertutup
1. Sumbatan pupil (iris bombe)
a. Glaukoma sudut tertutup primer
b. Seklusio pupilae (sinekia posterior)
c. Intumesensi lensa
d. Dislokasi lensa anterior
e. Hifema
2. Pergeseran lensa ke anterior
a. Glaukoma sumbatan siliaris
b. Oklusi vena sentralis retinae
c. Skleritis posterior
d. Pascabedah ablatio retinae
3. Pendesakan sudut
a. Iris plateau
b. Intumesensi lensa
c. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4. Sinekia anterior perifer
a. Penyempitan sudut kronik
b. Akibat bilik mata depan yang datar
c. Akibat iris bombe
d. Kontraksi membran pratrabekular
13
BAB IV
GLAUKOMA NEOVASKULAR
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
14
berharga dari resiko NVG berikutnya, meskipun pada beberapa pasien
oklusi non-iskemik mungkin kemudian menjadi iskemik. Glaukoma
biasanya terjadi 3 bulan setelah oklusi (“100-day glaukoma”) tapi interval
dari 4 minggu sampai 2 tahun itu sudah terdokumentasi.
2. Diabetes mellitus menyumbang jumlah yang sedikit lebih kecil. Pasien
penderita diabetes selama 10 tahun atau lebih dengan proliferatif retinopati
berada pada risiko tertentu. Risiko glaukoma berkurang oleh panretinal
photocoagulation dan meningkat oleh ekstraksi katarak. Vitrectomy pars
plana dapat juga memicu rubeosis iridis jika terapi laser inadekuat atau
penarikan perlekatan retina menetap.
3. Penyakit pembuluh darah arteri retina seperti oklusi arteri retina
sentralis dan sindrom okularis iskemik adalah penyebab yang jarang.
4. Penyebab lain termasuk tumor intraokular, terlepasnya retina intraokluler
yang kronis dan peradangan kronis intraokular.
PATOGENESIS
15
Gambar 4. Neovaskular Glaukoma (a) Rubeosis iridis dan sudut tertutup
dengan PAS; (b) Kumpulan pembuluh darah kecil; (c) invasi pembuluh darah baru
pada sudut; (d) progresif sinekia sudut tertutup 9
Meskipun derajatnya tumpang tindih namun NVG dapat dibagi menjadi 3 tahap :
(a) Rubeosis iridis
(b) Glaukoma sudut terbuka sekunder
(c) Glaukoma sinekia sudut tertutup sekunder
RUBEOSIS IRIDIS
Diagnosis
Dalam urutan kronologis rubeosis berkembang sebagai berikut yaitu
- Gumpalan pelebaran pembuluh darah kapiler kecil atau bintik-bintik
merah yang berkembang di tepi pupil dan dapat luput meskipun
pemeriksaan iris dilakukan secara teliti dibawah perbesaran gambar
- Pertumbuhan pembuluh darah baru yang melingkar di permukan iris
menuju ke sudut, terkadang diikuti dengan pelebaran pembuluh darah.
Pada tahap ini TIO dapat masih normal dan pembuluh darah baru dapat
menghilang secara spontan atau dengan pengobatan
- Neovaskularisasi pada sudut pada pupil dapat terjadi terutama setelah
oklusi vena retina sentralis. Sehingga hal ini penting untuk melakukan
16
pemeriksaan gonioscopy secara teliti tanpa midriasis dengan resiko tinggi
bahkan ketika tepi pupil tidak terlibat
Pengobatan
- Panretinal photocoagulation (PRP), jika dilakukan segera, sering
berefektif dalam meregresi pembuluh darah baru dan mencegah progresi
dari glaukoma
- Intravitreal vascular endothelial growth factor (VEGF) inhibitors seperti
bevacizumab (Avastin) pada dosis 1,25 mg dalam 0,05 ml dapat
mengurangi neovaskularisasi pada tahap ini dan mendukung kontrol TIO,
meskipun durasi kontrol sering terbatas, membutuhkan injeksi lebih lanjut
atau kontrol definitif dengan PRP
- Retinal surgery. Jika rubeosis berkembang dan menetap setelah dilakukan
vitrectomy pada pasien diabetes dengan lepasnya residu retina, perlekatan
kembali perlu dilakukan, jika berhasil rubeosis dapat berkurang secara
bertahap. Tambahan panretinal photocoagultion (PRP) dapat memberikan
keuntungan
Diagnosis
Ditandai dengan adanya peningkatan TIO, neovaskular iris yang akan berlanjut
menjadi neovaskular pada sudut bilik mata, adanya proliferasi jaringan
neovaskular pada sudut bilik mata dan terdapat membran fibrovaskular (yang
berkembang sirkumferensial melewati sudut bilik mata dan memblok anyaman
trabekula). Gejala yang timbul adalah visus kabur namun mata tidak merah dan
tidak nyeri. Stadium ini bisa terjadi antara 8-15 minggu.
Pengobatan
- Pengobatan seperti pada POAG tetapi dihindari pemberian miotikum, dan
derifat prostaglandin digunakan berhubungan dengan potensi terjadinya
17
inflamasi. Atrofin topikal 1% dan intensif steroid topikal perlu diberikan
jika inflamasi tampak jelas. Topikal apraclonidine dan/atau acetazolamide
oral dapat dibutuhkan untuk pemberian sementara jangka pendek.
- Injeksi intravitreal VEGF inhibitor dapat efektif jika fibrovaskular sudut
tertutup belum terjadi.
- Cyclodiode perlu dilakukan jika kontrol obat untuk TIO tidak mungkin
diberikan, terutama jika mata terasa tidak nyaman, memiliki pontesi visus
yang baik atau pencegahan edema kornea mencegah penglihatan kornea
yang efektif untuk PRP
- PRP harus tetap dilakukan bahkan jika TIO dikontrol dengan medikasi,
meskipun hal ini tidak mengembalikan komponen fibrosa pada membran
fibrovaskular. Jika penglihatan retina buruk, pemeriksan oftamoskopi
indirek dapat memberikan akses yang lebih baik, jika perlu dalam operasi
dengan pengait iris untuk membuka pupil yang kecil akibat sinekia
posterior. Trans-scleral cryotherapy atau laser dioda menjadi pilihan.
Diagnosis
Jika rubeosis lanjut berkembang menjadikan sudut tertutup secara progresif akibat
kontraksi dari jaringan fibrovasklar dengan cara menarik perifer iris melewati
trabekulum. Tertutupnya sudut menyebabkan peningkatan TIO, gangguan
penglihatan berat, kongesti bola mata, dan nyeri. Prognosis untuk fungsi visus
sangat buruk pada tahap ini, walaupun pengobatan yang agresif dapat memberikan
kenyamanan dan mempertahankan fungsi penglihatan pada beberapa kasus.
Pengobatan
- Pengobatan seperti pada tahap sudut terbuka sekunder. Steroid dan atrofin
dapat adekuat jika tidak ada potensi untuk penglihatan.
- Intravitreal VEGF inhibitor injection secara umum tidak efektif jika
sinekia sudut tertutup telah muncul.
- Cyclodiode dapat dipertimbangkan dalam kondisi seperti di atas.
18
- PRP dilakukan jika fundus secara adekuat terlihat. Mata dengan media
opak dapat diobati dengan trans-scleral cryotherapy atau cyclodiode, jika
sesuai.
- Filtration surgery dapat dipertimbangkan jika visus 1/300 atau lebih baik.
Pilihannya adalah trabekulektomi dengan tambahan mitomycin C dan
artificial filtering shunts (perangkat drainase glaukoma)
- Retrobulbar alchohol injection berguna dalam menghilangkan nyeri tetapi
dapat menyebabkan ptosis permanen dan tidak menghilangkan kongesti
- Enukleasi jika dengan pengobatan yang lain tidak berhasil
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Iluminasi oblik dari COA
COA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial menuju bidang iris. Pada
mata dengan kedalaman COA yang normal, iris tampak seragam saat
diiluminasi. Pada mata dengan COA yang dangkal dan sudut yang tertutup baik
sebagian ataupun seluruhnya, iris menonjol ke anterior dan tidak seragam saat
diiluminasi.
- Slit Lamp
Kedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi dengan ketebalan
dari kornea. COA yang memiliki kedalaman kurang dari 3 kali ketebalan
kornea pada bagian sentral disertai kedalaman bagian perifer kurang dari
ketebalan kornea memberikan kesan sudut yang sempit. Gonioskopi penting
dilakukan untuk evaluasi selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman dari COA
dengan pemeriksaan slit lamp biomiocroscop, pengaturan cahaya yang sempit
dipilih. Cahaya harus mengenai mata pada sudut penglihatan yang sempit dari
garis cahaya pemeriksa. Alat untuk imaging dari segmen anterior telah tersedia
19
(Visante OCT, Zeiss) menyediakan gambaran tomografi dari COA dan
ukurannya.
- Gonioskopi
Sudut dari COA dievaluasi dengan gonioskop yang diletakkan secra langsung
pada kornea. Gonioskopi dapat membedakan beberapa kondisi:
Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka
Sudut tertutup : glaukoma sufut tertutup
Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut sudut
tertutup
Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh
disebabkan neovaskularisasi pada rubeosis iridis.
Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau pigmen
pada jalinan trabekular : glaukoma sekunder sudut terbuka
Gonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi bentuk
respektif dari glaukoma.
20
Gambar 7. Gonioskopi
- Pengukuran Tekanan Intraokular
Perbandingan palpasi dari kedua bola mata merupakan pemeriksaan awal
yang dapat mendeteksi peningkatan tekanan intraokular. Jika pemeriksa
dapat menekan bola mata dimana pada saat palpasi berfluktuasi, tekanan
kurang dari 20 mmHg. Bola mata yang tidak berpegas tetapi keras seperti
batu merupakan tanda tekanannya sekitar 60-70 mmHg (glaukoma akut
sudut tertutup).
21
Gambar 8. Pengukuran Tekanan Intraokular dengan Palpasi
Tonometri Schiotz
Pemeriksaan ini mengukur derajat dari kornea yang dapat diindentasi pada
posisi pasien supine. Semakin rendah tekanan intraokular, semakin dalam
pin tonometri yang masuk dan semakin besar jarak dari jarum bergerak.
Tonometri indentasi sering memberikan hasil yang tidak tepat. Sebagai
contohnya kekakuan dari sklera berkurang pada mata miopia dimana akan
menyebabkan pin dari tonometer masuk lebih dalam. Oleh karena itu
tonometri indentasi telah digantikan oleh tonometri applanasi.
22
mengeliminasi kekakuan dari sklera yang merupakan sumber dari
kesalahan .
23
gambaran ritmis. Anga tertinggi seringnya timbul pada malam hari atau
awal pagi hari. Pada pasien normal, fluktuasi dari tekanan intraokular
jarang melebihi 4-6 mmHg. Tekanan diukur pada pukul 06.00 pagi hari
dan pukul 06.00 sore hari, 09.00 malam hari dan tengah malam. Kurva
tekanan 24 jam dari pasien rawat jalan tanpa pengukuran waktu malam
hari dan awal pagi hari hasilnya kurang tepat.
Tonometric self-examination
Perkembangan terbaru memungkinkan pasien untuk mengukur tekanan
intraokular sendiri di rumah dimana serupa dengan pengukuran gula darah
dan tekanan darah sendiri. Tonometer pasien memungkinkan untuk
memperoleh kurva tekanan 24 jam dari beberapa kali pemeriksaan pada
kondisi yang normal setiap hari. Tonometer pasien dapat diresepkan untuk
pasien yang sesuai (seperti pasien dengan meningkatnya risiko glaukoma
akut). Bagaimanapun juga pengggunaan alat memerlukan kemampuan
khusus. Pasien dengan gangguan pada pemakaian tetes mata merupakan
petimbangan yang tepat untuk tidak mencoba menggunakan tonometer
pasien. Pasien muda dan memiliki motivasi yang baik merupakan kandidat
yang baik untuk tonometric self-examination.
24
Gambar 12. Tonometer self-examination
Partner Tonometry
Tonometer portable peneumatic non-contact telah tersedia dan sesuai untuk
tonometri di rumah. Hal yang perlu dilakukan adalah menyejajarkan
tonometer dengan partner dan pengukurannya sendiri tidak tergantung pada
pemeriksa. Hasilnya dapat dipercaya. Kekurangan dari alat ini alah
harganya yang mahal.
Oftalmoskop
Diskus optikus memiliki indentasi yang disebut diskus optikus. Pada
keadaan peningkatan tekanan intraokular yang persisten, diskus optikus
menjadi membesar dan dapat dievaluasi dengan oftalmoskop. Pemeriksaan
stereoskopik dari diskus optikus melalui slit lamp biomicroscope dicoba
dengan lensa kontak memberikan gambaran 3 dimensi. Diskus optikus
dapat diperiksa stereoskop dengan pupil yang dilatasi. Nervus opticus
merupakan “glaucoma memory”. Evaluasi struktur ini akan memberikan
informasi pada pemeriksa keruasakan akibat glaukoma terjadi dan berapa
jauh kerusakan tersebut.
Diskus optikus normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Diskus optikus
besar yang normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari diskus optikus
didapatkan pada mata dengan glaukoma.
Pengukuran diskus optikus, area diskus optikus, dan pinggiran neuroretinal
(jaringan vital diskus optikus) dapat diukur dengan planimetri pada
gambaran 2 dimensi dari nervus opticus.
25
Gambar 14. Diskus Optikus Normal
26
Computerized static perimetry (pengukuran sensitivitas untuk
membedakan cahaya) pemeriksaan utama dibandingkan metode kinetik
dalam mendeteksi gangguan lapang pandang stadium awal.
PROGNOSIS
27
BAB V
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29